Ah, siapa yang tak mengenal Celadon High School? Sebuah sekolah terkenal yang terletak di Celadon—salah satu kota di region Kanto—di mana banyak pelajar dari seluruh region yang menuntut ilmu di sana, mulai dari tingkat menengah pertama hingga tingkat menengah atas. Tak lupa dengan fasilitas-fasilitas—termasuk asrama—yang teramat memadai untuk para muridnya.
Tapi percaya atau tidak, sekolah itu menyimpan begitu banyak misteri. Salah satunya adalah kasus menghilangnya para siswa di suatu kelas pada beberapa tahun silam dan ajaibnya hanya beberapa saja yang berhasil selamat. Menurut rumor di sekolah itu, makhluk astral yang menculik para siswa dan diduga berhasil lolos melalui sebuah cermin besar yang berada di kelas itu, hal itulah yang membuat sekolah itu melarang adanya cermin di setiap kelas.
Namun, siapa sangka, misteri itu layaknya sebuah terowongan teramat panjang dan tiada habisnya untuk ditelusuri. Beberapa yang selamat tersebut akhirnya membentuk sebuah kelompok rahasia yang bertujuan menguak misteri tersebut hingga ke akar permasalahannya dan menduga Shadowlah yang menyebabkan kasus hilangnya teman-teman mereka.
Benarkah?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Persona SPECIAL
Chapter One : Red-eyed Man Undeniable Destiny
Pokemon Adventures (Pokemon Special) © Hidenori Kusaka
Persona Series © ATLUS
Persona SPECIAL © kurohippopotamus
Warning : Highschool!AU dan Persona!AU, OOC, genre campur (friendship-fantasy-adventure-humor-horror), unsur mitologi dan romance mengancam, dan lain-lain.
Rate : T (silly scenes, mild languages, and minor bloody scenes)
Notes :
-Author tak pernah mengharapkan hal-hal finansial dalam membuat fic ini dan hanya menyalurkan kesenangan belaka.
-Diharapkan untuk selalu menjaga dan memeriksakan kejiwaan (serta kotak tertawa) anda setiap/sesudah membaca fic ini.
-Jika anda tidak menyukai (bahkan membenci) alur/pairing/lain sebagainya yang bersangkutan dengan fic ini, diharap untuk segera meninggalkan fic ini, terima kasih.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Sudah berapa kali kau menguap, Red?"
Pemuda brunet itu hanya menggelengkan kepalanya saat melihat sahabatnya—Red—seringkali menguap takkala sang kepala sekolah yang notabene kakeknya—Samuel Oak a.k.a Professor Oak—tengah memberikan pidato kepada seluruh siswa.
"Ngomong-ngomong, jadwal kelas kita hari ini hanya perkenalan siswa saja kan?" tanya Red sambil mengucek matanya sementara Green hanya mengangguk sambil melihat arlojinya.
"Masih lama ya?" gumam Red sambil menguap—lagi—sehingga membuat Green menggeleng lagi, "Aku mau kembali ke asrama~"
"Tch, sabar sedikit Red ..." timpal Green datar, "lagipula perkenalan tak memakan waktu lama." Lanjutnya seraya memperhatikan beberapa—uh, belasan siswa yang justru tidur manis di tempat duduknya.
Bersyukurlah, karena pidato—red. lagu pengantar tidur para murid—Professor Oak telah usai sehingga para siswa segera membubarkan diri dan bergerak menuju kelas mereka masing-masing.
Red dan Green—serta puluhan siswa lainnya—melenggang menuju kelas 2-1, setibanya di sana mereka segera menempatkan diri di tempat duduknya masing-masing. Beberapa menit setelah mereka duduk, masuklah Blaine yang notabene wali kelas mereka—
—dan tumben-tumbenan, Lorelei ikut masuk ke kelas mereka. Ada apa gerangan ...?
"Tumben ... Miss Lorelei ikut masuk ..." gumam Red sambil bertopang dagu saat melihat sang staff bagian kesiswaan sekaligus guru Fisika di kelasnya tengah mengobrol dengan wali kelasnya.
"Mungkin ada murid baru." Jawab Green—yang duduk di samping Red—sekenanya, "Tahun ajaran kali ini kan sekolah ini kedatangan 3 murid baru."
"... Kau diberitahu kakekmu itu ya ...?" tanya Red sambil melirik curiga kepada Green yang memberi tatapan menurutmu-bagaimana.
"Selamat pagi, anak-anak." Sapa Lorelei ramah, sebelum dibalas Selamat pagi dari para murid di kelas 2-1 tersebut.
"Maaf mengganggu jam kelas kalian, karena kali ini kelas kalian kedatangan murid baru."
Serentak, hebohlah seisi kelas begitu wanita berambut merah kejinggaan itu memberitahu perihal murid baru kepada mereka dan anehnya Blaine hanya tersenyum walaupun di hadapannya murid asuhannya mulai merusuh.
Hell, wali kelas macam apa sih dia?!
"Nak, silakan masuk kemari ..."
Sekali lagi suasana kelas 2-1 riuh, bedanya kali ini riuh karena siulan menggoda dari para siswa takkala seorang gadis honey blonde berponytail memasuki kelas sembari menundukkan kepalanya dengan tas sekolah di tangannya lalu berdiri di samping Lorelei.
Duh, dasar ... jiwa lelaki ...
"Se-selamat pagi semua ..."
Semakin riuhlah suasana kelas saat gadis itu mulai membuka mulutnya, rupa-rupanya suara manis nan imut milik gadis itu sukses membuat para siswa semakin menggila—
—yah, mungkin termasuk Red yang hanya termangu melihat rupa gadis itu.
"Na-namaku Yellow de Tokiwa Grove, kalian bisa memanggilku Yellow ... sa-salam kenal se-semuanya ..."
Seandainya gadis itu menyadari adanya genangan darah di lantai setiap barisan serta belasan siswa yang tersungkur dengan darah mengalir dari lubang hidungnya—
—oke, itu berlebihan.
"Baiklah Yellow, silakan duduk di tempat yang tersedia di sini." Kata Blaine kepada Yellow yang mengangguk pelan lalu berjalan diiringi dengan siulan menggoda dari para siswa—mungkin baru tersadar dari imajinasi mereka—menuju sebuah tempat duduk kosong di samping jendela kelas lalu meletakkan tasnya di laci mejanya.
"Sepertinya dia murid akselerasi, Green ..." bisik Red kepada Green yang memperhatikan Yellow yang kini mulai berbincang dengan seorang gadis yang duduk di depannya.
"Bisa jadi, wajahnya terlihat lebih muda dari teman sekelas kita." Timpal Green pelan, "Ngomong-ngomong Red, dia memperhatikanmu tuh."
Pemuda bermata merah darah itu langsung mengalihkan pandangannya kepada gadis honey blonde yang kini mengangguk sambil tersenyum ramah, membuat Red segera memalingkan wajahnya yang kini merona begitu hebatnya.
"... Kau kenapa, Red ...?"
.
.
.
.
.
Bel pulang sekolah baru saja berbunyi, membuat para siswa berbondong-bondong meninggalkan kelas dan menuju asrama mereka. Yah meskipun ada beberapa siswa yang lebih memilih untuk melakukan aktivitas klub pertama mereka di tahun ajaran ini atau justru melarikan diri ke tempat tertentu.
Salah satu murid yang melarikan diri itu adalah Red, berhubung dirinya mulai merasa bosan.
Padahal saat upacara pembukaan dia ngotot ingin kembali ke asrama ...
Sebetulnya, dia berencana ingin kembali ke asrama. Sayang, karena lupa—atau mungkin pesona Yellow mulai menggerogoti pikirannya—memperkenalkan dirinya membuat Red terpaksa mencari murid baru itu sebelum Yellow kembali ke asrama, berhubung salah satu peraturan asrama menyatakan larangan pelajar berbeda gender memasuki kamar asrama yang berbeda gender pula.
Kedua mata merahnya menyapu setiap kelas yang begitu sepi karena ditinggal para murid, mencari Yellow yang dilihatnya berjalan menyelusuri koridor saat meninggalkan kelas. Kedua kaki jenjangnya terus membawa pemiliknya berputar tanpa tujuan.
Sebelum langkahnya terhenti di depan ruang seni yang terbuka.
Diintipnya bagian dalam ruang tersebut, menampilkan suasana layaknya galeri seni yang begitu apik dan rapi sampai dia menangkap sosok Yellow yang berdiri di depan sebuah cermin besar yang ditutupi sehelai kain putih. Dia melihat Yellow menyibak kain putih penyelubung cermin itu, memperlihatkan sebuah cermin besar, membuat Red membulatkan kedua matanya.
Mau apa dia? Bukannya siswa dilarang menggunakan cermin kecuali dalam pelajaran atau aktivitas klub di sekolah?
Dan sayangnya Red terlambat menyadari.
Ya, terlambat menyadari bahwa Yellow mengamati bayangannya yang terpantul pada cermin itu.
"... Red-san ...?!"
Red seakan tersambar petir imaginer di siang bolong saat Yellow menyebut namanya, padahal dia sama sekali belum memperkenalkan diri kepada murid baru itu.
Aneh bin ajaib ...
"Maaf! Kukira di sini tidak ada orang, lebih baik aku—"
"—Tunggu! Jangan kembali ke asrama!"
Pemuda itu segera berbalik ke arah Yellow yang mencegahnya meninggalkan dirinya, membuatnya segera kembali menghadap gadis honey blonde tersebut sambil menutup perlahan pintu ruangan sementara Yellow segera menutup jendela ruangan dengan tirai.
"Uhm, Red-san ... ikut aku."
Red hampir tersentak saat Yellow menarik tangannya menuju cermin besar tersebut, lagi-lagi dia tercengang begitu melihat gadis itu dan dirinya berjalan menembus kaca silinder di depannya.
Sumpah, dia itu murid biasa atau penyihir yang menyamar menjadi murid sih?!
Dan hal terakhir yang Red lihat adalah Yellow yang kini menggenggam sebuah rapier, pemandangan yang tak bisa dia jelaskan, kabut ungu tebal di depannya, dan—
"WAAAAAAA!"
"RED-SAN!"
.
.
.
.
.
Perlahan kedua kelopak mata itu terbuka, memperlihatkan kedua bulatan merah darah yang mulai membiasakan diri dengan sebuah pemandangan yang—
—tunggu ...
INI DI MANA ...?!
"Halo, Red ... senang melihatmu di sini ..."
Sumpah, dia siapa sih?!
Di hadapannya kini berdirilah sesosok wanita bertudung merah—berhubung Red mendengar suara wanita—dengan wajah yang ditutupi tudung yang dikenakannya.
"Maaf, membuatmu kaget. Aku Izanami, akulah yang membawamu ke sini." Ucap wanita itu ramah sambil menyentuh dadanya, suaranya membuat orang yang mendengarnya merasakan goosebump.
"Lalu ... di mana ini?" tanya Red setengah berbisik sambil menengok ke sana kemari. Yang dia lihat hanyalah warna hitam yang seakan membentuk suatu ruangan.
Intinya, gelap gulita.
"Kau berada di antara dunia bawah sadar dan dunia nyatamu, kau hampir saja mati saat memasuki Niflheim." Jawab Izanami—begitulah nama wanita itu—bernada sama dengan yang sebelumnya.
"Ni-Niflheim?" tanya Red setengah menggumam.
"Sebuah dunia di mana para Shadow berada ..." jawab Izanami, "padahal Shadow di Niflheim begitu ganas dan mematikan. Tapi, dengan gagah berani kau memasukinya, bahkan tanpa senjata di tanganmu."
Red hanya meringis sambil mengusap tenguknya saat mendengar ucapan Izanami yang seakan menyindir dirinya, meskipun sebenarnya dirinya dipaksa Yellow untuk memasuki Niflheim.
Ngomong-ngomong, apakah Yellow masih berada di sana?
"Karena itulah ..." kata Izanami sambil menyerahkan sebuah arloji berwarna merah darah—sesuai dengan nama pemuda di hadapannya, "terimalah ini."
Dengan rasa takut bercampur was-was, Red mengambil arloji itu dari tangan Izanami lalu memakainya. Dadanya naik turun dengan cepat sementara bulu kuduknya masih saja berdiri.
"Sekarang, kembalilah ke Niflheim. Temuilah temanmu, dia pasti lama menunggumu." Ucap Izanami sambil menganggukkan kepalanya, membuat Red mengernyitkan alisnya.
Bagaimana bisa dia tahu kalau—
"WAAAAAAAA!"
.
.
.
.
.
"—Red-san! Red-san, bangun!"
Red langsung tersentak dari tidurnya dan segera bangun begitu mendengar suara Yellow yang memanggilnya sambil menggoyangkan tubuhnya, saking terkejutnya dia sampai membentur kening gadis honey blonde itu dengan keningnya sendiri.
"Hah? Di mana ini?!" tanya Red dengan nada terkejut sambil mengusap keningnya, "I-ini masih di Niflheim kan?!" lanjutnya dengan nada yang sama. Bisa dibayangkan bagaimana rasanya saat berada di suatu tempat lalu tiba-tiba merasakan tubuhnya tertarik ke bawah ruangan dan hal itu terjadi selama dua kali.
Pasti rasanya mengerikan sekaligus membingungkan ...
"I-i-iya ..." jawab Yellow—yang kini mengusap keningnya—sambil menengok sekelilingnya, "malah kita masih berada di dekat pintu masuk ..." lanjutnya kepada Red yang kini menganggukkan kepalanya tanda mengerti sambil menengok ke arah sebuah pintu yang masih berada di belakangnya.
"Tapi, sepertinya ada yang terganggu dengan suaramu tadi ..."
Serentak, mereka menengok ke arah depan dan mendapati sebuah awan aneh—aneh, karena awan itu berwarna ungu—dan berubah menjadi beberapa manusia berkulit pucat dengan dua buah kait sebagai tangannya dan berkepala layaknya singa.
Ini ... yang namanya Shadow, seperti yang Izanami katakan ...?
"Ayo," ajak Yellow pelan sambil menengok ke arah Red yang berada di belakangnya, "kita lawan mereka." lanjutnya sambil bersiap dengan rapier di tangannya. Red hanya mengangguk dan menyadari kedua tangannya menggenggam sesuatu, begitu dia mengangkat kedua tangannya dapat terlihat dua buah tonfa hitam di tangannya.
Wow, rupanya wanita bertudung itu masih sempat memberikan senjata untuk Red sebelum terjun bebas kembali ke Niflheim ...
Pemuda beriris merah darah itu menyerbu beberapa Shadow yang berada di sana lalu menghantamnya dengan kedua ujung tonfanya, membuatnya menghilang tanpa bekas. Tahu pekerjaannya belum selesai, dia segera menghampiri Yellow yang sibuk menikam tubuh lawannya dengan rapiernya lalu mengalihkan perhatian dua orang—atau ekor ya?—Shadow dengan hantaman pada sisi kedua tonfanya.
Sementara itu, gadis honey blonde berponytail itu menebas tiga manusia singa tersebut sebelum mereka sempat menghujam lawannya dengan tangan kaitnya. Seakan berterima kasih, Yellow langsung menghujam tubuh salah satu Shadow yang dilawan Red—yang kini tersenyum kemenangan karena sukses menghantam perut Shadow yang lain—dengan ujung rapiernya hingga hilang tak berbekas.
"Ternyata ada yang marah dengan kita, Yellow ..." ujar Red—yang bersiap dengan tonfanya—kepada Yellow yang hanya termangu melihat beberapa—tidak, belasan Shadow berupa sama dengan sebelumnya yang seakan hendak menghabisi mereka.
Sambil menggeleng pelan, Yellow mundur perlahan sementara tangannya menyungsung sedikit lengan seragam sekolahnya dan menampilkan arloji yang sama dengan milik Red—akan tetapi berwarna kuning cerah—kepada para Shadow yang telah menyerbu ke arah mereka. Perlahan dia menegak liurnya sebelum menekan kepala arloji tersebut.
"... Byakko, Mabufudyne!"
Ajaib, sesaat muncullah asap ungu yang menampilkan seekor harimau putih berekor panjang di hadapannya yang meluncurkan hawa sedingin es melalui mulut bertaringnya kepada para manusia singa bertangan kait yang seketika membeku dan menghilang tanpa bekas, bertepatan setelah Byakko berubah kembali menjadi asap ungu yang segera menghilang.
"Whoa ..." gumam Red terpana saat melihat pertunjukkan di hadapannya, "tadi itu apa?"
"Persona," jawab Yellow sambil tertawa kecil, "ia bisa muncul dari dalamnya jiwa seseorang, dan juga dari kemauannya." Lanjutnya ceria.
"Tunggu, Persona?" tanya Red bingung, "Jadi kita seperti summoner yang di video games itu?"
"Hampir sama, tetapi yang kita panggil itu Shadow." Jawab Yellow, sebelum menyadari bahwa lawan bicaranya mengernyitkan alisnya.
"Shadow ... seperti yang kita serang tadi itu?!" tanya Red bernada tak percaya, "Me-memangnya Persona itu tidak berbahaya?!"
"Tidak kok, karena Persona itu sebetulnya Shadow yang sudah jinak dengan kita." Jawab Yellow menenangkan Red, "Sebetulnya, Shadow itu semacam penggambaran terbuka pikiran seseorang. Tapi, jika kita mau menerima Shadow itu maka ia akan berubah menjadi Persona!"
Red hanya mengangguk sambil membulatkan mulutnya, menggumamkan Oooo setelah murid baru di kelasnya itu menjelaskan perihal hubungan Persona dengan Shadow.
Entah dia itu mengerti atau tidak ...
"Yuk, kita lanjut!" ajak Yellow sambil menyerahkan tangannya kepada Red yang hanya tersenyum hangat kepadanya, sebelum pemuda itu menggamit tangannya lalu berjalan menyelusuri lorong panjang di hadapan mereka.
.
.
.
.
.
"Jadi, kau tahu namaku karena diberitahu Green?"
Yellow hanya mengangguk sambil tersipu malu takkala Red menanyakan penyebab gadis ponytail itu mampu mengenal dirinya walaupun dia belum sempat berkenalan. Saat ini, mereka tengah menyelusuri lorong yang sedikit gelap—karena diterangi dengan beberapa lampion merah berbentuk aneh—dengan dinding aneh di sekelilingnya.
Bagaimana tidak aneh, dinding itu saja dipenuhi dengan wajah-wajah aneh plus tulisan yang tak kalah anehnya yang dibentuk dengan cat semprot!
"Ngomong-ngomong, Green-san itu cucu kepala sekolah ya?" tanya Yellow penasaran, disambut dengan anggukan kepala dari Red yang kini hanya bisa memasang ekspresi yang begitu err—sulit dijelaskan.
"Sepertinya kita tersesat ..." bisik pemuda berbulatan merah itu sambil tersenyum awkward, tentu saja karena penyebabnya ada sebuah dinding lebar di hadapan mereka, "lebih tepatnya, kita terjebak di jalan buntu."
"La-lalu, apa kita bisa kembali ke jalan yang sebelumnya?" tanya Yellow setengah berbisik sementara ekspresinya menunjukkan betapa takutnya dia. Red hanya mengangguk sambil berbalik menuju belakangnya dan mendapati lorong yang seharusnya di sana malah berubah menjadi dinding yang sama.
Nailed it.
"Oke, ini tidak lucu sama sekali ..." ujar Red pelan sambil menggeleng sementara tangannya bergoyang cepat saat dia membelakangi tembok tersebut, membuat Yellow memasang ekspresi kecewa.
"Oke sip ..."
"... Kita terjebak. Di sini."
Kesimpulan, mereka terjebak. Poor, poor them ...
"Hmmm ... mungkin kalau kita dorong dinding ini kita akan menemukan jalan keluarnya!" usul Red bersemangat, sementara Yellow hanya mengangguk kuat sambil tersenyum. Saat mereka memalingkan tubuhnya ke arah dinding itu dan bersiap mendorong, terdengarlah suara erangan yang bisa terbilang ... mengerikan.
"Uh, Red-san, kau mengerang?" tanya Yellow pelan sambil menyentuh dinding itu dengan kedua tangannya.
"Ngg ... tidak, memangnya kenapa?" jawab Red pelan seraya melakukan hal yang sama dengan Yellow.
"Karena ..."
GRHOAAAAAAAR~!
"... itu."
Sambil meneguk liur, perlahan mereka menengok ke belakang, hanya untuk mendapati seekor harimau—lebih tepatnya monster harimau berhubung tubuhnya lima kali lipat dari ukuran aslinya—dengan duri-duri pada bagian salah satu sisi kedua lengannya di belakang mereka. Tatapannya tajam, seakan hendak memangsa Red dan Yellow yang hanya terdiam di hadapannya.
"... Shit ..."
Itulah kata terakhir yang diucapkan Red, sebelum dia memilih untuk menghindar dari serangan cakar dari monster harimau tersebut bersama Yellow.
"Itu salah satu Shadow kan?!" tanya Red setengah berseru sambil berlari menghindari serangan monster itu, tak lupa sesekali menyerang monster itu begitu ia lengah.
"Lebih tepatnya penguasa daerah ini!" jawab Yellow setengah berseru sambil mengikuti pemuda raven tersebut. Tangannya siap menekan kepala arlojinya, siap memanggil Byakko lagi untuk menyerangnya, sementara Red bersiap memukul monster tersebut dengan dual tonfanya. Sayangnya, refleks sang monster jauh lebih besar sehingga tangan besarnya mampu menepis serangannya—sekaligus Red yang langsung terhempas ke dinding sebelum terjatuh ke tanah.
Yellow sudah memanggil Personanya yang kini memberikan serangan es kepada monster itu yang sepertinya meraung kesakitan, mengalihkan perhatiannya untuk Red yang baru tersadar. Saat hendak bangun, Red menyadari bahwa tangannya memegang sesuatu yang dirasa bukan tonfanya. Diangkatnya tangannya, mendapati sebuah kartu di mana tergambar sebuah roda seperti yang dilihatnya di lotere.
"I AM THOU."
Sontak, Red menengok ke sebelahnya dan melihat sosok dirinya. Sosok itu sama persis dengannya, bedanya ia mengeluarkan aura ungu dan kedua matanya memancarkan nuansa emas. Dapat terlihat sosok itu tersenyum hangat padanya sambil mengedipkan sebelah matanya, tak lupa ia mengacungkan ibu jarinya.
"AND THOU ART I."
Wow, bahkan suaranya sama persis dengannya.
"Apa kau ... Shadowku?" tanya Red pelan kepada sosok lainnya yang mengangguk kuat, seakan mempercayai sisi lainnya.
"Kalau begitu, ayo kita berjuang bersama."
Sosok itu mengangguk kuat sambil tersenyum hangat, sebelum tubuhnya bersinar dan berubah menjadi seorang pria berambut panjang—ya, berambut panjang jika kalian merasa mata kalian mengalami masalah—bersenjatakan panah. Tatapannya terarah pada monster harimau itu yang mulai linglung mencari Yellow yang entah berada di mana.
"Red-san!" seru Yellow dari seberang sana, terus menghujam ujung rapiernya pada tubuh besar harimau tersebut, "Cepat, tekan arloji itu!" lanjutnya sambil melompat mendekati Red yang langsung mengangguk sementara tangannya siap menekan kepala arloji merahnya.
"Kita lakukan bersama-sama!" seru Red, sementara gadis honey blonde itu mengangguk kuat. Tangan mereka siap menekan kepala arloji itu sementara pria berpanah itu siap menyerang monster itu.
"Byakko!"
"Sukuna-Hikona, sekarang!"
Pria itu—yang ternyata bernama Sukuna-Hikona—dan Byakko segera meluncur ke monster itu, masing-masing menyerangnya dengan serangan yang mampu melenyapkan harimau raksasa itu ke jantungnya, membuat sang Shadow penguasa daerah itu mengerang sebelum berubah menjadi asap ungu dan menghilang. Sementara itu, kedua Persona itu kembali lagi ke bentuk asalnya, membuat Red menyadari kartu yang sedari tadi di tangannya mulai memasuki tubuhnya melalui telapak tangannya.
"... Wow ..."
"Kita ... berhasil!"
Alhasil, kedua insan itu bersorak gembira setelah Yellow berbicara dan hendak memeluk satu sama lain—
—sebelum mereka mengurungkan niatnya.
Padahal baru kenal, lho~ BARU KENAL.
"Lihat, dindingnya menghilang!" seru Yellow sambil menunjuk lorong—yang tadinya tertutup dinding—yang tak terhalangi lagi, "Berarti kita bisa keluar!"
"Bagaimana caranya kita bisa keluar? Lorong yang kita lewati tadi itu banyak sekali lho ..."
Yellow hanya tertawa kecil sambil menunjukkan kelingking kirinya yang terikat dengan seutas benang merah kepada Red yang hanya menggumam Ooo sambil mengangguk pelan, "Kita ikuti saja melalui benang ini, bagaimana?"
"Ah, ide bagus!" seru Red senang, lalu mereka mengangguk satu sama lain sebelum berlari menyelusuri lorong itu lagi.
.
.
.
.
.
"Haah~ Akhirnya kita bisa kembali juga ..."
Kini mereka berdiri di pintu di mana mereka memasuki Niflheim tadi, dapat terlihat suasana ruang seni yang begitu sepi.
"Ayo, aku tak sabar kembali ke asrama!" ajak Red sambil menembus pintu itu dengan Yellow berada di belakangnya ...
... dan disambut dengan Green serta seorang gadis brunette yang mengenakan seragam yang sama dengan Yellow.
Uh-oh.
"Syukurlah Yellow, kau baik-baik saja~" ucap gadis itu sambil memeluk erat Yellow yang sedikit tersentak.
"... Red, kukira kau latihan sepak bola di lapangan ..." ujar Green datar, tatapannya mengarah curiga kepada Red yang hanya meringis sambil mengusap tenguknya.
"A-anu, Blue-san ..." ucap Yellow pelan sambil berusaha lepas dari pelukan gadis itu, "a-aku tak bisa bernapas ..."
"Ah, maaf, maaf!" seru gadis itu—red. Blue—yang langsung melepaskan pelukannya pada Yellow yang langsung mengambil napas dalam-dalam, "Ngomong-ngomong, terima kasih ya sudah menemaninya di sana! Namaku Blue, salam kenal!" ucap Blue ramah kepada Red yang hanya mengangguk sambil berjabat tangan dengannya.
"Ayo kita kembali ke asrama, sebelum petugas piket melihat kita ..." ajak Green sambil menutup cermin itu dengan kain putih yang sedari tadi di lantai bersama Red, sementara kedua gadis itu mengangguk kuat.
Mereka pun segera keluar dari ruang seni, dan berjalan menuju asrama mereka masing-masing. Dan belakangan ini diketahui bahwa Yellow berada satu kamar asrama dengan Blue, yang juga merupakan murid baru di Celadon High School.
Sedari di ruang seni—tepat sesudah dia dan Yellow meninggalkan Niflheim—Red terus memandangi arloji merahnya yang dia kenakan sedari bertemu Izanami sambil mengernyitkan alisnya, pasalnya jam tangannya itu menunjukkan bahwa dirinya berada di dunia-para-Shadow selama tiga menit di dunia nyata. Padahal dia berada di sana dalam kurun waktu yang lumayan lama, belum lagi saat bertemu Izanami yang membuat waktunya bertambah sedikit lama.
Selain itu, pemuda berambut hitam jabrik itu sempat mengamati tangan Blue yang ternyata berhiaskan arloji yang sama dengannya dan Yellow—dan pasti warnanya biru laut—saat berjabat tangan tadi. Membuatnya berpikir keras mengenai hubungan Yellow, Blue, dan Niflheim.
Aaaaah, pusiiiiing~
.
.
.
.
.
To Be Continued
Notes
Mythology Note
Byakko (Yellow – Temperance Arcana)
Byakko adalah seekor harimau putih yang merupakan salah satu dari empat simbol perbintangan Cina (kita sebut aja Si Xiang), bersama dengan Seiryuu, Suzaku, dan Genbu. Byakko ini melambangkan bagian Barat, musim gugur, dan elemen logam (kalo di Jepang itu melambangkan elemen angin).
Selama Dinasti Han berlangsung, banyak yang percaya kalo harimau adalah raja dari segala binatang dan seekor harimau putih bakal muncul kalo sang penguasa memerintah dengan kebajikan yang absolut atau dunia menjadi damai. Bahkan ada legenda yang bilang saat seekor harimau mencapai usia 500 tahun, ekornya akan berubah menjadi putih (agak 11-12 sama uban di rambut orang tua ...) dan karena itu, harimau putih menjadi penjaga bagian barat.
Psssst—Byakko ini demon pertamanya Hibiki Kuze di Devil Survivor 2 The Animation (plus di manganya) lho~
Sukuna-Hikona (Red – The Wheel of Fortune Arcana)
Sukuna-Hikona (lengkapnya sih Sukuna-Hikona No Kami) adalah dewa kerdil—maaf, kalo kesannya menghina—Jepang di bagian penyembuhan dan pembuatan sake, biasanya dihubungkan dengan pemandian air panas. Dia mendampingi Okuninushi dalam membangun dunia dan merumuskan perlindungan terhadap penyakit dan binatang liar dari daerah Izumo.
Sukuna-Hikona ini saat pertama tiba di Izumo berada di dalam perahu kecil yang terbuat dari kulit kayu dan berpakaian dari bulu angsa. Lalu, ia diangkat oleh Okuninushi, dan pipinya langsung digigit oleh Sukuna-Hikona ini (kurang ajar, udah dibantuin keluar malah ngegigit orang), tapi mereka langsung menjadi teman (coba dibaca paragraf pertama, ada tulisan soal hubungan Sukuna-Hikona sama Okuninushi). FYI, kuilnya ada di Doshi-machi, Osaka, Jepang.
Psssst—Sukuna-Hikona ini Personanya Naoto Shirogane di Persona 4 sama Persona 4 Arena lho~
Author Note
Ngoahahaha~ Akhirnya beneran dibikin fic beginian ...
Ahahaha— *brb ngambil Evoker* /woi /maungapainitu
Oke, jadi ane tetiba dapet ide fic ini dari salah satu tulisannya theviolenttomboy di tumblr (Ahahaha, thank you tumblr ... *mingcries*). Aslinya sih itu soal major arcana yang cocok sama anggota PokedexHolders dan somehow ane malah kepikiran soal Persona dan segala macemnya.
Oh God why ... *facedesk*
Buat yang berharap Social Link atau apalah di fic ini, siap-siap gigit jari ya~ Soalnya, yah ... tau sendiri kan tokoh utamanya dapet Arcana apaan dan yang dapet Wild Card cuma Fool Arcana kan ...? *trollface*
—Ngomong-ngomong, cara dua orang itu ngesummon Personanya bikin ane keinget sama adegan Ben berubah di Ben 10—
Btw, fic ini bener-bener anti mainstream dari fic-fic lain di fandom Pokemon (di saat fic lain ngomongin pokemon dan sebangsanya, ane malah ngomongin Persona yang jelas-jelas kebanting banget), biar greget *ngacungin jempol* /ngawur /pulangsono
Akhir kata, silakan luncurkan komentar/saran/kritik kalian untuk fic ini melalui kotak review ini~
