Disclaimer : I don't own Naruto, all character belong to Masashi Kishimoto. Story written by Biiancast Rodith. Well, I just wanna say : Enjoy reading, guys!
.
.
Darling
.
.
"Kau yakin ingin pindah, Sakura?"
Seorang gadis cantik yang memiliki rambut pirang panjang bertanya kepada seorang gadis yang memiliki surai merah muda yang panjangnya sampai ke punggung.
"Kau tahu betul kenapa aku harus pindah dari rumah itu, Ino." Kata Sakura kepada gadis yang bertanya kepadanya tadi dan memiliki nama lengkap Yamanaka Ino.
"Tapi kan, gak harus secepat ini Sakura." Ucap Ino.
Sementara gadis yang memiliki nama dengan bunga kebanggaan Jepang itu, tidak menanggapi ucapan Ino. Semua barang berharga miliknya, dimasukkan kedalam box yang berukuran besar.
"Kau tidak harus pindah dari rumah kontrakanmu. Kau bisa tinggal di rumahku." Tawar Ino.
Sejenak Sakura menghentikan aktivitasnya."Ino," panggilnya dengan suara lembut miliknya. "Kau tahu betul kalau aku paling tidak suka menyusahkan orang lain. Untuk kali ini… biarkan aku menjadi seperti anak gadis yang normalnya. " Senyum lebar ia tampilkan kepada sahabat yang telah mengenalnya sejak mereka masih mengenakan popok. "Karena aku anak paling kecil di rumahku, bukan berarti aku tumbuh menjadi anak yang manja, ya." Tambahnya lagi sebelum mendapat protes dari anak tunggal keluarga Yamanaka tersebut.
Ino yang mendengar penolakkan dari gadis cantik yang ada dihadapannya saat ini, menghela nafas panjang.
Ino dan Sakura sudah sangat lama menjadi sepasang sahabat. Sejak mereka masih bayi mereka sudah menjadi sepasang sahabat—tepatnya menjadi saudara.
Persahabatan kedua ayah mereka, membuat persahabatan mereka semakin erat. Tumbuh bersama, membuat mereka saling mengerti satu dengan yang lainnya.
Ino yang merupakan anak tunggal di rumahnya, membuat kepribadiannya menjadi anak yang mandiri. Berbeda dengan Sakura yang menjadi anak paling kecil di rumahnya. Memiliki seorang kakak yang sangat menyayanginya, membuatnya menjadi anak yang manja.
Tidak terkecuali, Ino juga ikut memanjakan Sakura. Mempunyai seorang adik sudah menjadi impiannya sejak dulu. Ibunda tersayang pernah jatuh saat mengandung adiknya dan membuatnya harus kehilangan sang adik karena dokter menganjurkan agar segera mengangkat rahim ibunya. Karena itu Ino harus mengubur impian terdalamnya.
"Kak Sasori, sudah tahu soal kepin—"
Sakura memutar mata emerald miliknya sebelum berkata, " Mereka tidak perlu tahu soal kepindahanku. Kalaupun mereka tahu, mereka pasti mengerti soal kepindahanku."
Keras kepala Sakura, membuat Ino mulai jengah menghadapi sikapnya.
"Kau sudah memanggil taksi tadi. Mungkin sebentar lagi akan sampai." Kata Ino mencengah Sakura yang akan memesan taksi melalui telepon ngenggamnya.
Seperti dugaan Ino, Taksi yang ia pesan telah sampai di depan rumah kontrakan Sakura saat ini. Ino membantu Sakura mengangkat beberapa barang yang sanggup ia angkat. Selebihnya di bantu oleh supir taksi.
"Terima kasih, Ino." Sebuah pelukkan hangat Sakura berikan kepada Ino melepas kepergiannya. "Sering-seringlah berkunjung ke Otogakure."
Ino membalas pelukkan hangat Sakura erat. Ini pertama kalinya Sakura dan Ino harus berpisah.
Sejenak Ino menganggukkan kepalanya di balik bahunya. "Hubungi aku setelah kau sampai." Kata Ino mengingatkan.
"Baiklah."
Di dalam taksi Sakura melambaikan tangan dan dapat Ino lihat bibir tipis Sakura bergerak dengan gerakan non-verbal berkata. " Sampai jumpai, Ino."
Ino yang berdiri di ambang pintu gerbang kontrakan Sakura, membalas lambaian tangannya dan menggantung di udara.
Pandangan mata safir milik itu terlihat sangat sendu saat melihat taksi yang membawa Sakura sudah pergi jauh. Ini pertama kalinya Ino dan Sakura berpisah dengan jarak yang cukup jauh.
Seminggu yang lalu, Sakura dan Ino baru saja menyelesaikan gelar sarjananya di salah satu Universitas yang ada di Konoha. Ino dan Sakura mengambil jurusan yang berbeda. Ino jurusan Design Interior, sementara Sakura mengambil jurusan Dokter Specialis Anak.
Bukan tanpa alasan Sakura pindah dari Kota ke desa. Alasan Sakura pindah adalah Neneknya yang bernama Chiyo. Sebelumnya Sakura telah mendengar kabar dari kedua orangtuanya bahwa kesehatan Nenek Chiyo saat ini tidak baik. Umurnya yang hampir memasuki satu abad, membuat Nenek Chiyo sangat rentan menghadapi sakit penyakit. Terlebih Nenek Chiyo hanya tinggal seorang diri di Otogakure.
.
.
.
.
.
Otogakure.
Otogakure sangat jauh berbeda dengan Konohagakure yang dipenuhi oleh bagunan percakar langit.
Tepatnya di Ikoma-lah Sakura sekarang.
Daerah yang terisolasi karena lokasinya berada di tengah pengunungan. Pedesaan yang nyaris sama dengan pemandangan pedesaan di film-film klasik.
Desa ini benar-benar seperti surga dunia. Airnya yang bening, bunga-bunga yang mekar indah, ikan-ikan yang berkeliaran di saluran air, dan udaranya sangat sejuk, tenang, dan bersih.
Rumah minimalis penduduk yang masih dikonstruksikan dari kayu. Atap rumah yang terbuat dari anyaman tumbuhan yang miring tampak unik dan kokoh. Walau seperti itu, masih sangat kuat untuk berlindung pada musim dingin.
Sakara baru saja menghubungi Ino kalau ia sudah sampai beberapa menit yang lalu ditempat tinggal barunya.
Tidak lama kemudian, telepon genggam miliknya kembali berdering. Kali ini yang menghubunginya adalah ibunya. Tidak banyak perbincangan antar keduanya. Hanya pesan dan beberapa nasehat yang Sakura terima dari wanita beranak dua yang ada disebelang telepon.
Menjelang senja, Sakura telah selesai membereskan barang-barangnya miliknya. Sebelum mencari makan malam, Sakura memasuki kamar mandi untuk membersihkan tubuh mungilnya.
.
.
.
Ichiraku Ramen, menjadi tempat pilihan terakhir Sakura untuk melepaskan rasa laparnya.
Tempatnya tidak terlalu besar, dan tidak terlalu kecil. Pelayannya juga sudah cukup berumur. Tidak banyak pengunjung yang datang kemari. Sakura masih bisa menghitungnya dengan jari.
Dalam diam dan hening, Sakura menikmati mie yang sangat terkenal di desa tersembunyi ini.
Saat Sakura hendak menuju kasir, tubuh mungilnya tidak sengaja ditabrak. Beruntung saat itu, sepasang tangan kokoh menahannya sehingga ia tidak jatuh terjerembab ke lantai kotor.
"Kau tidak apa-apa, nona?" Tanya seseorang yang berhasil menolongnya.
"Hmm… tidak apa-apa." Jawabnya singkat.
Sakura yang merasa risih dipeluk dari belakang, maju kedepan untuk mengambil jarak agar ia dapat melihat seseorang yang menolongnya barusan.
Seorang lelaki berkulit tan yang memiliki rambut pirang jabrik-lah yang menjadi penolongnya. Penampilan lelaki itu tidak terlalu buruk. Hanya terlihat tidak rapi, saat melihat ujung kemejanya keluar dari celana bahan berwarna hitam miliknya.
"Maafkan temanku. Dia tidak sengaja menabrakmu tadi. Dia sedang terburu-buru." Kata lelaki sungkan dengan memberikan cengiran lebarnya sambil menggaruk belakang kepalanya yang Sakura duga tidak gatal.
"Aa. Tidak apa-apa. Aku juga tidak hati-hati."
Setelah itu tidak ada percakapan lagi diantara mereka berdua. Sebelum Sakura benar-benar sampai ke kasir untuk membayar pesanannya, lelaki yang tak dikenalnya itu memotong terlebih dulu jalannya. "Biar aku yang bayar sebagai permintaan maaf dari sahabatku, Nona."
Sakura yang tidak biasa menerima bantuan dari orang yang tidak dikenal, langsung menyerahkan beberapa lembar uang di atas meja kasir. Dengan cepat, ia melangkan kakinya sejauh mungkin tidak memperdulikan panggilan pria berambut pirang dan bermata biru laut tersebut. Melangkah sejauh mungkin menghindari dari lelaki itu, tanpa tahu bahwa lelaki itu memanggilnya untuk mengembalikan sebuah benda yang tidak sengaja terjatuh saat ia menolong Sakura.
Benda itu merupakan benda sangat berharga bagi Sakura.
.
.
.
.
Musim semi di Jepang saat ini sedang berlangsung. Walau seperti itu, suhu udara di bulan maret masih terasa sangat dingin di pagi dan malam hari.
Musim semi di bulan Maret, menjadi musim favorite Sakura. Dimana bunga kebanggan Jepang itu mulai bermekaran dan bulan maret itu juga merupakan bulan dimana ia di lahirkan.
Saat itu jam tangan yang terpasang manis di pergelangan tangan Sakura menunjukkan pukul 07:13. Sakura yang tidak sempat melihat keindahan Ikoma memutuskan untuk bagun lebih cepat untuk menikmati suasana pagi hari di desa ini.
Sakura merapatkan mantelnya saat merasakan angin di pagi hari masuk dan menembus sampai ke tulangnya.
Saat Sakura memasuki jalan besar yang kosong melompang, ia melebarkan senyu manis miliknyanya saat manik hijau terang itu, melihat pohon-pohon sakura yang berjejer rapi di pinggir jalan. Pohon yang sebentar lagi akan berbunga banyak yang warnanya hampir sama dengan surai panjang miliknya.
Setiap Sakura berpapasan dengan penduduk desa yang hendak pergi bekerja-mayoris dari mereka bekerja sebagai petani- atau berbelanja, tidak lupa ia melemparkan senyum hangatnya pada mereka.
Tujuan Sakura saat ini adalah Rumah Sakit Umum Ikoma yang berdiri kokoh di atas bukit. Sebelum Sakura kesana, ia sempat bertanya kepada seorang petani yang saat itu sedang berpapasan dengannya di jalan besar. Dengan panduan yang ia terima dan ingatannya yang cukup kuat, Sakura mulai melalui sebuah jalan yang tidak terlalu sempit dan ia juga harus lebih dulu menyebrangi sebuah sungai yang jembatannya terbuat dari kayu.
Cukup melelahkan memang jika kita tidak menggunakan alat transportasi sebagai alat tumpang kita menuju RSUI. Tapi saat kita berjalan kaki, jalan yang Sakura lalui bukan jalan satu-satunya menuju RSUI. Kebetulan, hanya jalan itu saja yang lebih cepat menuju RSUI saat ia bertanya tadi.
Karena tidak memiliki pilihan lain, terpaksa Sakura harus melalui jalan tersebut agar ia cepat sampai menuju bangunan besar yang kelak akan menjadi tempatnya bekerja.
Dari jauh, Sakura dapat melihat bangunan besar bercat putih berdiri di kokoh di atas bukit. Mata emerald miliknya melebar saat ia memalingkan kepalanya ke bawah melihat langsung ciptaan yang Maha Kuasa terlihat sangat sempurna di mata indahnya.
Hamparan sawah hijau terbentang luas yang ditata dengan begitu rapinya. Jalan besar yang ia lalui tadi, terlihat seperti karpet berwarna merah muda karena mekarnya bunga sakura. Pemandangan yang tidak pernah ia temui saat berada di Konoha. Kesempatan seperti ini sangat jarang ia dapatkan. Karena itu Sakura mengabadikan pemandangan pagi ini melalui telepon genggam miliknya.
Setelahnya, Sakura kembali melangkahkan kaki jenjang miliknya memasuki rumah sakit. Tujuan Sakura saat ini adalah ruang rawat Nenek Chiyo, yang kata reseptionis ruang rawat no 215.
"Pagi Nek." Sapa Sakura begitu ia memasuki kamar rawat Nenek Chiyo.
"Kau datang Sakura?"
"Iyah nek." Sakura menarik tempat duduk yang tersedia di samping tempat tidur Nenek Chiyo. "Bagaimana keadaan Nenek?"
"Sudah cukup membaik." Jawab Nenek Chiyo singkat sebelum kembali berkata kepada Sakura. "Sayang sekali kau datangnya telat. Dia baru saja pulang. "
Sakura hanya mengernyitkan keningnya bingung mendengar ucapan Nenek Chiyo dan setelahnya ia tidak ambil pusing soal perkataan Nenek Chiyo yang sangat mengambang itu.
.
.
"Sejak kapan kau disini?" Tanya Sasuke terkejut begitu ia memasuki kamarnya dan melihat tubuh seorang pemuda berambut pirang berada di atas kasurnya.
"Kau lama sekali Teme. Aku hampir mati kebosanan menunggumu." Naruto nama lelaki pirang itu mengabaikan pertanyaan lelaki tampan yang saat ini sedang memandangnya dengan sengit.
"Cih. Keluar dari kamarku."
Tidak mengindahkan ucapan dingin Sasuke, Naruto justru semakin merentangkan tubuh tegapnya di atas kasur Sasuke. "Bibi Mikoto saja menyuruhku agar menganggap rumahmu seperti rumahku sendiri." Ucap Naruto acuh seakan tidak perduli dengan aura kelam yang menguar dari sososk yang saat ini sedang berdiri ambang pintu.
Melihat sahabat pirangnya tidak akan beranjak, Sasuke lebih memilih mengalah. Ia masuk ke dalam kamarnya dan tidak lupa menutup kembali pintu bercat putih di belakangnya.
Sasuke duduk di atas kursi yang tidak jauh dari kasurnya dan menaikkan kaki panjangnya diatas meja belajarnya.
"Buat apa kau kesini?" Tanya Sasuke memecahkan keheningan diantara mereka. Sasuke bingung karena tidak biasanya lelaki yang terkenal cukup hiperaktif yang saat ini menguasai kasurnya menjadi pendiam. Naruto yang ia kenal tidak seperti ini.
"Hei! Kau mendengarku 'kan?"
"Kemaren malam aku menemukan kalung ini di Ichiraku." Sahut Naruto tiba-tiba sambil memperhatikan sebuah kalung berbandul bunga sakura yang menggantung dihadapannya. "Sayangnya, pemilik kalung ini langsung pergi begitu saja dan baru pertama kali aku melihat gadis itu di Ikoma."
Sejak Naruto memulai topic pembicaraan diantara mereka, Sasuke tidak perdulu dengan benda yang dikatakan Naruto barusan. Tapi, saat ia melirik ke arah kalung—tepatnya mainan kalungnya—tersebut, kedua mata sehitam batu onyx itu melebar dan merebut langsung dari tangan lelaki berkulit tan tersebut. Ia perhatikan dengan sangat baik-baik kalung berantai emas putih itu.
'Tidak salah lagi. ' Kata Sasuke dalam benaknya. Untuk memastikannya, Sasuke akan memastikannya besok. Di dunia ini hanya satu orang yang memiliki kalung berbandul bunga sakura seperti kalung yang ada di genggamannya saat ini. Hanya bandul kalung itu yang akan berubah warna menjadi merah muda jika terkena sinar matahari dan dipasangkan dengan sebuah cincin emas putih. Dan cincin itu sekarang menjadi mainan kalung Sasuke.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC
Keep or Delete.
A/N : Waaaahhhh….. Bii kembali membuat fict MC yang ide ceritanya pasaran. D: Sebenarnya mau bikin fict OS, ekh malah berakhir jadi MC.
Bii gak banyak bacot deh. Bii Cuma mau mengucapkan terimkasih sudah mau berkenan sudah mau membaca, apa lagi mau review di fict abal Bii. Dan mohon mohon maaf jika kalian menemukan typo. XD #Kabur Peluk cium dari Bii untuk kalian. :* Ummmaaaccchhhh
Regard,
Biiancast Rodith [05042015]
