Ketika Aku Menyadari
Kuroko no Basuke by Fujimaki Tadatoshi
Original Story by Kiki Zaoldyk
Pair Akashi Seijuro x Kuroko Tetsuya
Gom x Kuroko Tetsuya (Slight)
Ini fic coba-coba, saya tidak pandai menulis tapi saya suka menulis. Jika tidak suka boleh tidak membaca.
"tadaima" suara itu, senyum itu, kecupan di kening setiap kali dia pulang. Entah sudah berapa banyaknya aku lupa. Aku sudah terlalu terbiasa. Semuanya tidak hilang, hanya saja ada yang berubah, semunya tidak sebanyak dulu.
*
"Brengsek" geram aomine sambil mencengkram erat kerah baju akashi. Rasanya kemarahannya sudah tidak bisa ia tahan lagi hingga ia nekat menerobos masuk ke ruangan bos pemilik akashi corp itu. Buku-buku tangannya semakin terasa keras mengenggam kain kualitas tinggi yang siap sobek kapan saja.
"aku tidak tahu kau seberani ini mengacau di kantorku daiki, lepaskan tanganmu atau kupatahkan". Tatapan penuh intimidasi terpancar dari sepasang mata heterocom emas ruby itu sembari mencengkram erat pergelangan tangan pemuda berkulit tan itu.
"kau brengsek akashi, jika sampai tetsu terluka kubunuh kau!" ancam aomine.
Dia memang takut dengan lelaki bersurai crimson yang pernah menjadi kapten basketnya saat di teiko dulu tapi itu dulu, sebenarnya ia tidak ingin mengusik iblis kejam macam akashi yang terkenal dengan kemutlakannya yang sama saja dengan menyerahkan nyawamu. namun jika menyangkut sahabat mungil biru mudanya aomine tak akan gentar meski harus bertarung sampai mati dengan sang emperor.
Aomine menyandarakan kepalanya di sandaran jok mobilnya. Ia menghela nafas panjang. Sungguh dia tak mengerti dengan akashi.
"si brengsek itu, beraninya dia bermain dibelakang tetsu" gumamnya sambil memejamkan mata.
"aominecchii" kise membuka pintu mobil dan langsung duduk di samping aomine.
"apa tadi kau menemui akashicchii?" tanya kise penasaran. "hmm" gumam lelaki bersurai navy itu membenarkan tanpa merubah posisinya.
"jadi apa jawaban akashicchii mengenai kejadian tempo hari?" kise masih penasaran.
"aku tidak bertanya apapun soal kejadian itu, si brengsek itu jelas jelas dia arghh". Aomine geram, kemudi dipegang erat. Iris biru itu jelas sekali memancarkan kemarahan. ia tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya sahabat biru mudanya itu jika tahu semuanya.
"sialan" rutuknya dalam hati. Kise jelas tahu apa yang tengah dirasakan oleh mantan patner basketnya itu. Sebagai orang yang pernah punya perasaan pada sang pemain bayangan tentu hatinya ikut sakit jika si phantom kesayangan jelas-jelas dilukai di depan matanya.
"kita tidak boleh memberitahu kurokocchi dulu, aku takut dia terpukul ssu" hening, tidak ada jawaban.
"mungkin dia sudah mengetahuinya" mata biru tua itu terlihat sedih.
"jadi kurokocchi sudah tahu semua ssu?" kise terlihat kaget.
"aku tidak yakin, tapi melihat akashi yang sering menghabiskan waktu diluar bersama selingkuhannya itu kupikir pasti ada yang berubah dan tidak mungkin observer handal macam tetsu tidak menyadarinya".
"kasihan kurokocchi, dia pasti sedih sekali ssu" ada rasa sesak yang dirasakan kise.
Akashi berjalan angkuh memasuk sebuah cafe mewah yang tak jauh dari kantornya, kaki jenjangnya berjalan menuju satu warna yang tengah duduk tenang menikmati sepotong cake dan secangkir kopi
"jadi, ada apa kau meminta bertemu denganku shintarou!" tanya akashi to the point, dia tahu betul jika dokter tsundere ini pasti punya hal penting yang ingin dibicarakan hingga berani menganggunya.
Midorima meraih cangkir kopinya. Menyesap liquid hitam itu dengan tenang.
Tak langsung mendapat jawaban membuat akashi agak kesal, terlihat dari wajahnya yang agak megeras. Si hijau tentu hafal jika akashi dalam mode yang tidak terlalu bagus ditambah dia yang tak langsung menjawab pertanyaan mantan kapten basketnya itu.
"shintarou, jangan membuatku mengulangi pertanyaan yang sama" akashi membuat penekanan pada setiap suku kata dengan tatapan penuh intimidasi. Hening sejenak hingga dokter berkacamata itu membuka suara.
"berhentilah! Aku ingin kau berhenti" midorima menatap sepasang manik heterocom itu seolah menantang.
Akashi terdiam sesaat, kemudian sudut bibirnya terangkat "aku heran, kenapa kalian begitu tertarik mencampuri ursanku? Kau, ryouta dan daiki, sadarilah tempat kalian jangan berani memerintahku atau kalian akan menyesal!"
manik heterecom itu menatap tajam, aura intimidasi jelas dirasakan midorima. Namun ia tidak bisa mundur lagi.
"sejujurnya aku tidak tertarik berurusan denganmu, tapi jika itu menyangankut kuroko aku tidak akan diam" midorima mencoba berbicara setenang mungkin.
Akashi tersenyum angkuh "tidak ku sangka kalian semua masih belum membuang perasaan itu pada tetsuya" midorima tersentak, namun dengan pengendalian diri yang sudah terlatih dia kembali tenang.
"kami tak akan segan mengambilnya darimu jika kau tak berhenti, dan saat itu terjadi kuharap kau tidak menyesal, aku sudah memperingatkanmu!". Midorima berdiri dari tempat duduknya kemudian bergerak meninggalkan akashi.
"jangan harap bisa mengambil tetsuya dariku, kalian terlalu cepat seribu tahun untuk menghadapiku. Ingatlah aku ini mutlak dan aku selalu menang!!"
Kaki jenjang berbalut celana kain hitam terhenti
"mengambilnya darimu mungkin akan sulit. Tapi saat kuroko sendiri yang memutuskan untuk pergi kemutlakanmu itu tidak akan ada artinya" dokter muda itu menaikkan kacamatanya dengan jari telunjuk sesaat kemudian kembali melangkahkan kaki jenjangnnya ke arah pintu keluar.
Akashi menyandarakan kepalanya pada sandaran sofa empuk di ruang kerjanya. Jarinya memijat pelan pangkal hidungnya, ia tak habis pikir jika akhir-akhir ini mantan anak buahnya di club basket teiko benar-benar berani menentangnya, jika dulu mereka tak bisa berkutik karena kemutlakannya, sekarang dengan terang-terangan malah mengajak perang, bahkan titan ungu yang selalu patuh padanya ikut-ikutan mengancam akan menghancurkannya.
Siapa mereka mengurusi urusan rumah tangganya, okelah mungkin karena mereka pernah jadi rival untuk merebut hati sang phantom yang menjadi kesayang semua tapi itu dulu, bukankah jelas jika si biru muda sudah jadi miliknya. Akashi bukannya sudah bosan dengan si biru muda, dia hanya ingin mencari hiburan ditengah kesibukannya. Apa dia salah?
Drttt drttt ponsel biru muda itu bergetar. Tangan mungil merogoh saku celana. Satu email masuk
From: Kise Kun
To: Me
Subject: Reuni Kecil
Kurokocchi kami sedang berkumpul dimajiba, ayo kesini. Kami kangen ssu. Kuroko menscrooll ke bawah lalu menekan sebuah lampiran yang berisi foto sekumpulan lelaki berambut warna-warni. Dengan berbagai pose. Kuroko tersenyum tipis kemudian menekan tombol balas
To: Kise kun
From: Me
Subject: Reuni Kecil
Oke!!! Disertai emo senyum.
"huwaaaa, lihat lah kurokocchi membalas dengan emot senyum ssu" teriak kise heboh yang sontak menarik perhatian pengunjung direstoran cepat saji itu, tempat favorit mereka berkumpul sejak zaman middle school dulu.
"Diamlah bodoh, kau menarik perhatian semua orang" sarkas aomine.
"mati sana!!" lanjut midorima.
"kise chin memalukan, bodoh" murasakibara yang biasanya tak peduli ikut menimpali.
"kalian semua jahat ssu, Cuma kurokocchi yang sayang padaku, lihat saja nanti ssu akan ku adukan padanya, dia pasti akan memelukku sayang ssu" kise memeletkan lidahnya, mengejek tiga lelaki yang menatapnya jijik terutama aomine.
"yaya bermimpi saja bodoh, seperti tetsu akan melakukannya saja" aomine tak mau kalah, dan perdebatan itu pun terus berlanjut hingga kemunculan si biru muda.
"kurokocchi" suara melengking keluar disertai dengan pelukan beruang menyambut kedatangan kuroko tetsuya. Yang dipeluk tak bisa berbuat apa-apa, mengelak pun tak ada gunanya.
"kise kun sesak" ucapnya lirih.
"hey bodoh, lepaskan tetsu. Kau mau membunuhnya ya hah" aomine menghadiahi model pirang itu dengan pukulan tepat di kepala menggunakan sebuah kipas kertas yang cukup besar.
"hey itu lucky item ku aho" si pemilik kipas protes benda keberuntungannya diambil begitu saja.
"kenapa lucky item mu bukan pisau, kapak atau minimal pemukul besbol agar lebih efektif untuk memperbaiki otak si bodoh ini" ucap aomine sambil menunjuk kise yang masih mengelus kepalanya.
"aominecchi jahat ssu" murasakibara sibuk dengan snacknya, midorima terlihat tidak peduli sementara kuroko hanya tersenyum melihat tingkah absurd teman-temannya.
"momoi san tidak datang?" tanya kuroko. "satsuki sedang dinas diluar, jadi dia tidak bisa ikut" kuroko mengangguk angguk sambil sesekali menyesap vanilla shake yang sebelumnya dipesankan kise untuknya.
"akashi tidak ikut bersamamu?" aomine balik bertanya yang membuat ekspresi semua yang ada di meja itu berubah. Hening sejenak, membuat suasana agak canggunggung hingga kuroko buka suara.
"akashi kun sedang sibuk katanya" jawab kuroko sambil tersenyum. Jelas senyum itu berbeda, ada gurat sedih disana yang cukup disadari oleh mereka semua yang sudah mengenal kuroko.
"baiklah ayo pesan lagi, aku yang traktir ssu" kise mencoba mencairkan suasana.
"wah kise chin baik deh" ucap murasakibara dengan nada malas sambil berlalu menuju kasir untuk kembali memesan.
"huh padahal tadi murasakibarcchi mengatai ku bodoh ssu" kise mengerucutkan bibirnya lucu.
"kuroko, ..." manik biru muda menatap sepasang emerald yang tersembunyi dibalik kacamata.
"kalau kau sudah tidak bisa menahannya katakan saja, jangan terlalu memaksakan diri" liquid pekat disesap. Tak ada yang bersuara hingga aomine buka suara.
"hey midorima, apa maksudmu ah?" aomine meminta penjelasan meski ia tahu apa maksud kawan berkacamatanya itu. Topik pembicaran ini terlalu sensitif untuk dibahas, apalagi ini acara kumpul-kumpul yang dimaksudkan untuk menghibur si phantom kesayangan. Kuroko tersenyum, lagi-lagi senyum yang sama membuat member kisedai itu teriris hatinya.
"tidak apa aomine kun, dan midorima kun aku akan datang pada kalian saat aku benar-benar terjatuh. Itu kalau tawaran kalian yang dulu masih berlaku sih" kali ini senyum kuroko berbeda, senyum yang membuat para kisedai merasa ada kelegaan dihati mereka.
Senyum kuroko membuat mereka sadar satu hal, jika kuroko tetsuya tidaklah selemah kelihatannya.
Sepasang kekasih yang terlihat dimabuk asamara tengah berbagi kehangatan satu sama lain. Yang satu memeluk erat lengan kekasihnya, kepala bersurai coklat itu disandarkan nyaman dibahu kokoh sang kekasih. Sementara yang satu dengan senyum tipis yang membuatnya terlihat tampan memgegang tangan pemuda bersurai coklat itu. Kedua jari bertautan mencoba menyalurkan kehangatan ditengah udara malam yang dingin. sesekali saling menatap, bertukar senyum seakan tidak peduli dengan sekitarnya hingga salah satu dari keduanya tiba-tiba menghentikan langkah.
Manik heterocom membulat tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
"tetsuya" gumamnya pelan hingga membuat pemuda yang direngkuhnya menengok ke arah yang sama dengannya. Sementara dari arah berlawanan. Manik biru muda menatap sendu, buliran bening seakan siap meluncur kapan saja, senyum tipis yang terlihat terpaksa terlukis jelas di paras datar itu.
"jangan sampai terlambat pulang" suara itu terdengar berat. Mantel dieratkan, tubuh mungil berbalik kemudian memasuki kendaraan yang setia menunggu tak jauh di belakangnya.
"fujiwara san, kita kembali ke rumah" perintahnya pelan dengan suara sedikit serak.
"tadaima" akashi tergopoh memasuki kediamannya, langkahnya cepat seolah mengejar sesuatu.
Dalam hatinya sungguh dia merasa takut sekarang, perasaan yang seblumnya tak pernah ia rasakan.
"tadaima" berkali-kali ia ucapkan namun tak ada jawaban "okaeri" ia dapatkan yang membuatnya semakin takut jika tetsuya tidak pulang ke rumah setelah memergokinya.
"okaeri" Sebuah suara familiar menyapa telinga, perasaan lega merayapi hati lelaki bersurai merah itu.
"akhirnya bathin akashi lega. Kaki jenjang diarahkan ke sumber suara. Dari jauh akashi bisa melihat bagaimana isterinya itu tengah menyiapkan makan malam.
Langkahnya memelan saat jarak dengan orang yang paling ingin dipeluk saat ini semakin dekat. "akashi kun mandilah dulu" kuroko masih sibuk menyiapkan makan malam.
"deg" ada rasa tidak enak dalam hati akashi ketika mendengar panggilan itu. Dia tahu betul jika semuanya tidak baik-baik saja saat ini.
"tetsuya aku.." akashi untuk pertama kalinya ragu melanjutkan kalimatnya. Mandi dan berendam sebentar rupanya tak cukup membuat fikirannya fresh.
Manik biru muda yang terlihat sendu itu jelas menggambarkan kesedihan yang mendalam dan dia tahu ini salahnya.
"ittedakimassu" tetsuya memilih fokus pada makan malamnya, berusaha mengabaikan lelaki didepannya yang ia tahu pasti akan berusaha menjelaskan semua yang terjadi beberapa saat lalu.
Akashi yang memahami keadaan memilih ikut fokus pada makan malamnya juga. Makan malam selesai, tetsuya langsung membereseskan semuanya, akashi ikut membantu namun masih tidak ada komunikasi antara keduanya hingga semua piring kotor kembalibersih dan diletakkan di rak.
Hening masih terjadi, bahkan ketika keduanya sudah berada di tempat pribadi mereka. Tetsuya naik ke tempat tidur ia merasa sangat lelah hingga ingin cepat-cepat memejamkan matanya meski ia tahu dia tidak akan bisa tidur tenang malam ini.
Dari arah berlawanan akashi menyusul naik ke tempat tidur, menatap lekat tetsuya yang tengah berbaring dalam posisi memunggunginya. Hingga kedua lengan kokoh itu memeluk pinggang ramping tetsuya erat.
"tetsuya dengar, aku minta maaf bisiknya. Jelas ada penyesalan disana" kepala merah dibenamkan di perpotongan leher. Aroma vanilla yang menjadi candunya menguar perlahan. Kalimat penyesalan itu tak henti-hentinya dibisikkan lirih.
"akashi kun kumohon, aku lelah" suara bergetar menahan tangis, tangan mungil itu mencoba melepaskan sepasang tangan yang merengkuh pinganggnya erat. Akashi tersentak, namun ia tak mau melepaskan.
"aku menyesal, maafkan aku, sungguh aku mencintaimu sayang" akashi semakin menguatkan pelukannya, seolah tetsuya akan menghilang jika ia lepaskan.
Punggung ringkih bergetar menahan isak, membuat akashi semakin merasakan penyesalan dan sakit karena melihat bagaima tetsuya yang amat dicintainya kini terluka.
Akashi PoV
Semua yang ada padamu membuatku jatuh cinta. Senyummu, parasmu yang mempesona, berbagai ekspresi yang tersembunyi dibalik wajah datar yang hanya kau tunjukan padaku, perhatianmu yang tanpa kenal bosan, suara merdumu yang memanggil namaku, dan yang menjadi favoritku, sepasang mata bulat berwarna biru muda yang selalu cerah.
Namun, kini aku lihat bagaimana mata itu benar-benar redup.
Ah bodohnya aku, aku melihat bagaimana binar mata itu perlahan meredup saat aku mulai terlambat pulang, kau selalu menungguku hingga seringg kudapati tubuh ringkihmu meringkuk di sofa dengan mata terpejam.
"kau mungkin lelah" pikirku.
Cinta yang kucoba-coba membuatku terbuai, perubahan yang kau sembunyikan semakin tak kusadari tatkala kau masih perhatian, masih mengucapkan selamat jalan saat ku berangkat ke kantor atau mengucapkan selamat datang saat aku pulang hingga saat kudapati bagaimana binar matamu benar-benar meredup di depan mataku, bagaimana wajah datar itu tak lagi mampu menyebunyikan sakitnya luka yang telah kutorehkan dan inilah saat ketika aku menyadari banyak hal
aku menyadari kebodohanku, aku menyadari keserakahanku akan cinta, aku menyadari betapa berharganya dirimu, aku menyadari akan kemutlakanku yang tidak ada apa-apanya dihadapanmu, aku menyadari aku sangat mencintaimu
dan
aku menyadari aku sangat takut kehilanganmu.
TBC
