Sedang mencoba membuat yang sedikit berbeda, entah berhasil atau tidak hehe. Terinspirasi dari ANBU karya THE Tazzy Devil. Silakan dibaca fanfic tersebut di situs ffn ini.

.

WARNING : No explicit Lemon but I decided to give M-rate for some language and action.

.

Disclaimer : I only own the story

.

.

.

Lavender and Kitsune

.

.

.

CHAPTER 1

Hyuuga Hinata

Itulah namaku. Merupakan anak pertama dari Hyuuga Hiashi, pemegang kepemimpinan Hyuuga Corp. Ibuku Hyuuga Hikari telah tiada. Meninggalkan dunia ini sesaat setelah melahirkan adikku, Hyuuga Hanabi.

Ciri fisikku rambut panjang berwarna indigo, warna kulit putih pucat, iris mata amethyst. Aku suka berpenampilan anggun, kemeja lengan pendek dan rok panjang adalah dresscodeku sehari-hari. Rambutku tergerai hingga mencapai batas pinggang. Kakiku yang kecil tidak pernah terlepas dari sepatu flat berwarna ungu. Tidak semua orang tapi sebagian besar dari mereka berpendapat bahwa aku cantik.

Sempurna bukan?

Sebenarnya tidak. Justru jauh dari kata itu. Aku sejak kecil dididik dengan keras oleh ayah agar saat dewasa nanti bisa menggantikan beliau di pucuk kepemimpinan Hyuuga Corp. Berbagai perlakuan tidak mengenakkan yang berkedok kedisiplinan telah aku terima bahkan saat aku masih di sekolah dasar termasuk pelatihan senbon yang menurutku sangat menyiksa. Tetapi apa yang kudapat setelah sekian tahun berjalan? Aku tidak dihargai, aku dicaci maki, aku dianggap sebagai sebuah kegagalan hanya karena sifatku yang lemah lembut. Tidak seperti adikku yang memiliki ketegasan yang kuat. Pada akhirnya aku justru merasa terbuang dengan perlakuan mereka yang sama sekali tidak menunjukkan penghargaan bahkan simpati kepadaku.

Dunia luar? Dunia luar yang mana? Karena setahuku semua orang memperlakukan aku berbeda. Berbeda dalam hal yang bagus-atau buruk- mungkin. Mereka memandangku sebagai anak sulung Hyuuga, pewaris surga bisnis Hyuuga. Mereka memujiku, mengelu-elukanku hanya karena aku seorang Hyuuga. Terkadang mereka memandang kagum kepadaku, terkadang pula memandang iri. Aku bahkan tidak tahu, apa yang mereka iri kan ketika aku sendiri justru tidak menikmati apa yang aku miliki?

Sekolah? Termasuk ke dalam dunia luar sepertinya. Aku tergolong siswa yang lumayan berprestasi dalam bidang akademik di sekolah. Meski bukan yang terbaik. Banyak guru atau bahkan teman-teman yang memujiku. Tetapi entah mengapa aku merasa bahwa mereka sedang memuji seorang putri Hyuuga daripada seorang Hinata. Menurutmu haruskah aku senang atau justru sedih?

.

Lavender Princess

Itu lah namaku. Seorang street dancer di dekat persimpangan jalan utama di pusat Kota Konoha. atau kadang di taman kota. Aku seorang diri dan aku bebas.

Aku suka memakai kaos lengan pendek dibalut rompi berbahan jeans tanpa lengan. Celana yang kupakai juga berbahan jeans yang berhenti sampai ke lutut. Rambutku selalu ku ikat tinggi menyerupai ekor kuda. Kakiku terbalut sepatu converse usang berwarna hitam-putih. Oh jangan lupakan kacamata hitam yang selalu bertengger menutupi mataku.

Sempurna?

Ya, tentu saja. Inilah kesempurnaan hidup yang aku alami. Aku bebas seperti burung. Aku bergerak layaknya kupu-kupu yang bisa hinggap di manapun ia inginkan. Gerakanku, goyanganku, aransemen musik yang kuciptakan sendiri, itu adalah kesempurnaan tiada batas yang aku miliki. Semua orang menghargaiku, semua memujiku, semua memujaku. Dan semua mengharapkan kesempurnaan dari seorang Lavender Princess.

.

.

.

Uzumaki Naruto

Itulah namaku. Merupakan anak tunggal dari mediang Namikaze Minato dan Uzumaki Kushina. Keduanya meninggal beberapa hari setelah kelahiranku. Saat itu aku demam tinggi dan mereka berdua membawaku ke rumah sakit dengan mengendarai mobil. Namun naas, mungkin saking paniknya kedua orangtuaku saat itu sehingga tidak fokus dalam menyetir. Mobil yang kami tumpangi menabrak pohon besar di ujung jalan. Mereka berdua tewas di tempat sedangkan aku? Tentu saja selamat karena jika tidak mana mungkin aku bisa bercerita seperti ini kepada kalian bukan? Oh ya dan cerita tadi sebenarnya aku dengar dari ayah angkatku.

Ciri fisikku rambut kuning acak-acakan, warna kulit kecoklatan, iris mata safir dan tiga goresan di masing-masing pipiku yang menurutku sangat mirip kumis. Aku suka berpenampilan urakan, kaos oblong dan celana jeans belel menjadi pakaian sehari-hariku. Jangan lupa juga sepatu sport hitam yang warnanya sudah pudar membungkus kakiku.

Mengerikan bukan?

Kau ingin mendengar yang lebih mengerikan dari itu? Semenjak kecelakaan yang menimpa kedua orangtuaku, aku dianggap sebagai anak pembawa sial, atau bahkan ada yang mengataiku monster. Tentu saja karena aku bisa selamat dari kecelakaan yang justru merenggut nyawa dua orang dewasa. Bahkan keluarga ayah dan ibuku tidak ada yang mau menerimaku. Mereka mengusirku. Aku sendirian dan terbuang hingga seorang malaikat penolong datang mengadopsiku. Dialah ayah angkatku, yang sampai saat ini menjadi satu-satunya orang yang aku sayang.

Di lingkungan tetangga rumah ayah angkatku, aku sudah cukup terkenal. Tentu saja sebagai monster. Pengaruh besar keluarga Namikaze di negara ini yang membuat informasi apapun mengenai mereka tidak ada yang tersembunyi. Termasuk berita tentang aku. Setiap aku melangkah keluar rumah, setiap itu pula pandangan sinis dan bisik-bisik tidak mengenakkan selalu aku dengar. Saat ini hanya ayah angkatku-atau setelah ini kusebut ayah- lah satu-satunya benteng yang menghalangi mereka untuk menerkamku. Kebetulan ayahku cukup dihormati di sini.

Sekolah? Sejujurnya aku tidak peduli dengan itu. Bahkan jika ayah tidak memaksaku aku tidak ingin sekolah. Mengingat bagiku itu hanya membuang-buang waktu. Aku termasuk siswa yang menonjol di sekolah. Bukan karena prestasi tetapi karena daftar hitamku yang sudah berlembar-lembar di tersimpan di ruang konseling. Mungkin jika bukan karena ayahku yang juga seorang guru di sini, aku sudah di drop out. Aku sering membolos jam pelajaran hanya untuk tidur-tiduran di atap. Atau kabur dan bermain entah ke mana.

Teman? Aku tidak pernah punya teman. Mereka memandangku sama seperti orang-orang memandangku. Mungkin mereka mengatakan bahwa sebenarnya aku cukup tampan, tapi tetap saja siapa yang mau menjadi teman seorang monster ha?

.

Kitsune no Anbu

Itulah namaku. Aku bekerja untuk divisi investigasi di kepolisian Kota Konoha. Aku adalah informan sekaligus eksekutor untuk mereka. Jika ada suatu kasus yang membutuhkan penyelesaian cepat (baca :mati), dan kepolisian tidak ingin melibatkan diri secara terang-terangan, maka akulah yang akan bertugas menyelesaikan perkara tersebut. Kurasa kalian tahu apa maksudku bukan?

Aku selalu menggunakan celana panjang, kaos tanpa lengan dan sepatu yang semuanya berwarna hitam. Kemudian rompi antipeluru membalut bagian depan dan belakang dari tubuh atasku. Jangan lupakan topeng rubah yang selalu kupakai kemanapun aku pergi. Topeng yang kukaitkan melingkari kepalaku yang tertutup rambut hitam kelam. Katana panjang menggantung di punggungku. Benda inilah yang membantuku melaksanakan pekerjaanku.

Mengerikan?

Mungkin bagi sebagian orang iya. Tapi bagiku ini adalah wujud kesempurnaan hidupku. Aku menikmatinya, sangat. Aku bahkan tidak peduli jika pada kedua tanganku ada banyak darah dari manusia yang menjadi targetku. Berdosa? Aku rasa tidak! Aku bergerak menegakkan kebenaran. Meski jalur yang kutempuh adalah jalur di luar hukum. Kau pikir jaman sekarang hukum masih benar-benar bersih? Oh ayolah jangan jadi orang munafik. Selama ada manusia yang bisa mengubah-ubahnya, hukum tidak akan pernah benar-benar murni. Yang pasti sebagian besar masyarakat kota ini justru menghargaiku, memujiku, mengelu-elukanku. Mereka bahkan menganggap aku lah penjaga sebenarnya dari kota ini. Karena dirikulah, kejahatan di kota ini mengalami penurunan yang cukup signifikan.

.

.

.

Malam ini udara cukup hangat di Konoha. Jalanan masih ramai orang berlalu lalang. Ada yang berjalan terburu-buru, ada pula yang berjalan santai menikmati pemandangan. Di sebuah taman di tengah kota berpasang-pasang muda mudi terlihat menikmati kebersamaan mereka. Bercanda tawa, berbincang ringan atau bahkan bercumbu ria. Yah seperti sebuah lirik lagu 'malam Minggu malam yang panjang...'. Ya malam ini adalah malam Minggu di mana sebagian besar warga kota ini memilih melakukan aktivitas di luar rumah.

Sementara itu di sisi kiri taman yang dihiasi berbagai lampu warna warni terlihat kerumunan manusia. Ternyata mereka sedang melihat pertunjukan street dance oleh seorang gadis. Dari kerumunan tersebut terdengar suara riuh yang hampir mengalahkan volume musik dari tape recorder milik sang penari. Beberapa dari mereka bertepuk tangan, terkadang ikut bergoyang dan menyanyi. Tidak sedikit dari penonton laki-laki yang memberikan tatapan lapar kepada sang penari. Sementar sang penari sendiri tampaknya tidak terlalu mempedulikan penonton yang bahkan sudah bersuitan. Tetap menikmati kegiatannya menggoyangkan tubuh seirama musik yang diputar.

Sementar tak jauh dari kerumunan itu, seorang pemuda tampak sedang mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Tubuhnya sedikit bersandar pada batang pohon tua, kedua tangannya bertumpu pada lutut.

"Hosh..hampir saja aku ketahuan." Ucapnya.

Setelah merasa cukup teratur deru nafasnya, ia memanjat pohon di sampingnya dan mulai mengistirahatkan diri pada salah satu batang yang cukup kokoh. Membuka pelan topeng yang ia kenakan, pandangannya teralihkan pada keramaian di bawah sana. Sejenak mata birunya terpaku pada sosok yang sedang menari.

Ya Tuhan, apa-apaan gadis itu? Apa dia sengaja mengumpankan tubuhnya pada laki-laki yang ada di sekelilingnya? Terpesona dengan yang ada di hadapannya, rambut indigo yang mengayun, pantat sintal yang ikut bergoyang, dan dadanya yang bergun- Oh shit! Pemuda itu merasakan cairan menetes dari lubang hidungnya. Mengusap kasar cairan merah itu, dia memandang nanar pada gundukan di selangkangannya.

"Sialan! Aku baru ingat sudah satu bulan aku tidak memberikan kesenangan untuk 'adikku'."

Berusaha menepis pikiran kotornya, ia memilih untuk berbaring dan memejamkan mata. Angin malam yang cukup dingin menerbangkan helaian kelamnya. Lalu alam mimpipun mulai menghampirinya.

.

Kruyuuukk

Satu jenis suara itu berhasil membangunkannya dari alam mimpi. Dibukanya perlahan kelopak mata yang membungkus iris safirnya. Sejenak menatap dedaunan dari pohon yang ditempatinya. Mata itu menerawang sejenak hingga bunyi gemerasak mengganggu pendengarannya. Insting binatangnya membuat pemuda itu dengan cepat berjongkok dan memakai kembali topengnya. Matanya menatap pemandangan yang sempat mengganggunya sebelum acara tidur tadi.

Sepertinya pertunjukan street dance sudah berakhir. Pemuda itu menatap sang penari yang sedang memakai jaket ungu serta topi hitamnya. Gadis bertubuh mungil itu kemudian membenahi tape recordernya dan mulai berjalan meninggalkan taman. Rasa penasaran membuncah di hati si pemuda bertopeng.

"Berani sekali gadis itu, selarut ini berjalan sendirian di tengah kota. Lagipula apa dia tidak melihat tatapan predator yang diberikan sebagian besar kaum adam kepadanya? "

Rasa itu pula yang membuat pemuda ini memutuskan untuk mengikuti sang gadis secara diam-diam.

.

Langkahnya tetap ia jaga. Sesekali bahkan tubuhnya sedikit bergoyang, berputar mengikuti irama yang ada di otaknya. Bibir peachnya menggumamkan lagu kesukaannya. Sejenak ia berhenti kemudian kembali melangkah. Setelah berbelok di gang sempit, dengan gerakan cepat ia memutar tubuh, berlari dan bertumpu pada dinding kemudian melompat.

SRAAKKHHH

Tubuhnya mendarat. Tangan kanan memegang pisau lipat yang ia hunuskan ke leher orang tersebut dan tangan kirinya memutar tangan kiri lawannya ke belakang. Kedua kakinya menginjak kaki yang lebih besar darinya.

"Whoaa whoaa.. Tunggu dulu. Apa-apaan ini?"

"Seharusnya aku yang bertanya. Mau apa kau mengikutiku, Mesum?"

"Kheh, sabar nona. Kau mengataiku mesum itu artinya kau tahu apa maksudku mengikutimu bukan? Kenapa kau malah bertanya?"

"Jadi benar tujuanmu seperti yang aku kira? Cih, kau pikir aku akan membiarkanmu hidup?"

Lelaki yang menjadi tersangka stalking tersebut malah terkekeh.

"Kau berkata seolah aku tidak akan bisa melepaskan diri darimu."

"Memangnya bisa? Cih, coba saja. Kau tidak sadar posisi lehermu hm?"

Lelaki itu hanya tersenyum, dan melakukan hal yang sama sekali tidak gadis itu duga. Tangan kirinya yang tengah dikunci oleh sang gadis, mencubit pelan puncak buah dada sang gadis yang kebetulan berada dalam jangkauannya. Hal itu spontan membuat sang gadis melonggarkan kunciannya. Ia melepaskan tubuh si lelaki dengan cepat membuat pisau lipat yang dipegangnya nyaris menggores leher si lelaki jika saja reflek lelaki itu tidak setajam binatang.

"A-apa yang kau la-lakukan?" tanya sang gadis geram. Kedua tangannya ia gunakan untuk menutup bagian depan tubuhnya.

"Melepaskan diri darimu, nona."

Lelaki itu menyeringai di balik topengnya. Tubuhnya berputar menghadap sang gadis yang memandang tajam dirinya. Terkekeh senang seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru, lelaki tersebut melangkah semakin mendekati gadis itu. Sementara gadis mungil tersebut hanya mampu berjalan mundur meskipun tangannya ia angkat memasang kuda-kuda. Semakin melangkah hingga ia merasakan punggungnya menabrak dinding lorong jalan.

"Ah sial, aku benar-benar terpojok."

Mendapati mangsanya yang sudah terpojok, lelaki itu kembali terkekeh. Dilepasnya topeng rubah dari wajahnya. Mata biru itu menatap lurus pada mata sang gadis-maksudnya kacamata. Kedua tangannya ia kaitkan dengan jemari lentik sang penari dan ia tumpukan ke dinding di kedua sisi kepala gadis itu. Didekatkannya wajahnya kepada wajah seputih susu tersebut. Nafas memburu sang gadis terasa sangat jelas beradu dengan nafasnya. Kemudian didekatkannya bibirnya ke telinga sang gadis yang sudah merona merah.

"Boleh aku mencicipimu, sayang?" bisiknya parau.

Seketika rona merah di wajah sang gadis menggelap seolah-olah asap keluar dari kedua telinga serta ubun-ubunnya. Tanpa ba bi bu diangkatnya lutut kanannya dengan kekuatan penuh.

JDUUKKK!

Tepat sasaran mengenai "adik kecil" si lelaki. Kemudian berlari sekuat tenaga mengabaikan teriakan kesetanan lelaki itu.

"HOIII gadis kurang ajar! AWAS kau! Aku akan membalasmu!"

Lelaki itu jatuh terduduk sambil memegang selangkangannya. Mengerang kesakitan sambil mengumpat.

"Sialan! Kalau sampai aku tidak bisa memiliki anak gara-gara ini, kupastikan kau juga tidak akan memilikinya, gadis kurang ajar!"

.

.

.

TBC

.

.

.

Wahahahaha lumayan panjang juga ini. Hari Minggu memang benar-benar full inspiration. Apalagi besok tanggal merah, libur lagi hehehe.

RnR minna. Arigato.