Blue

.

.

Apa yang kupikirkan?

Warna itu merupakan sebuah tragedi

Tidak ada satupun hasrat bagiku untuk menyukainya

Menggelikan

Warna itu menyesakkan

.

Biru—

.

Desclaimer : Riichiro Inagaki & Yusuke Murata

Written By : Yukari Hyuu-Kei

Tragedy/Romance

The KakeiMaki & OCMaki love story

.

Warning : Ada beberapa adegan yang terinspirasi dari sebuah novel. Don't like? Don't read!

.

.

"Dan warna itu—Biru—sebuah warna yang akan mengotori perasaanku. Warna indah yang selalu kudapati di mana pun aku berada—langit, laut ... tapi pada akhirnya, jika kau menyuruh untuk kenyataan yang berkata, aku tidak bisa memungkiri kalau aku ..."

.

Shibuya Maki P.O.V.

.

Namaku Shibuya Maki. Dulu, aku tidak peduli soal cinta. Menurutku itu adalah sebuah hal yang membosankan dan tidak penting. Aku lebih menyukai fashion dan kosmetik. Yah, aneh memang. Aku suka kosmetik, tapi tidak mau dicintai? Padahal para gadis itu biasanya ingin tampil wah supaya memikat perhatian kaum adam, kan? Hahaha ...

Tapi itu dulu.

Kelas 8. Semuanya berawal dari ketidak sengajaan dan kebetulan. Ketika seorang laki-laki salah mengirimkan SMS ke nomor handphone-ku. Tak pernah kusangka, ternyata dia bersekolah di tempat yang sama denganku. Seorang kakak kelas di kelas 9.

Imazeki Shunta. Itulah nama yang diberikan orangtuanya ketika lahir. Seorang lelaki yang populer.

From : Shunta-senpai

Shibuya-san, sepulang sekolah temui aku di koridor kelas 8, ya!

_ At : 12.22 P.M.

SMS itu datang ketika jam istirahat makan siang. Aku tersenyum kecil walau dalam hati aku sempat bingung.

Sorenya, aku benar-benar datang ke koridor yang dimaksud oleh Imazeki-senpai. Nampaknya mantan ketua OSIS itu sudah menungguku di sana.

"Sore, Shibuya-san," ucapnya lembut. Aku tersenyum.

"Ada apa, senpai? Tidak biasanya kau mengontakku di dunia nyata," aku tertawa kecil, mengingat Imazeki-senpai memang dekat denganku hanya di dunia maya saja.

"Iya. Ini pertama kalinya kita berbincang langsung, kan?" katanya membenarkan. "Sekarang, aku punya sedikit urusan denganmu. Bisa?"

Aku mengangguk saja. Toh, aku tidak sesibuk itu untuk menolaknya.

"Ikut aku," ajaknya. Menuju ke lift dan sampai di lantai teratas.

Aku mengikutinya.

Ia yang awalnya berdiri membelakangiku, sekarang berbalik menghadapku. Menatap mata hijauku. Juga rambut oranyeku yang sesekali bergerak ditiup angin.

"Shibuya-san ..."

"Y, ya?"

"Aku menyukaimu,"

DEG!

A, apa? Apa yang dikatakannya barusan? Aku terkejut. Ya, tentu saja. Tapi saat itu, aku merasa begitu nyaman. Sangat. Dan saat itu, diluar kesadaranku aku mengatakan ...

"Iya, aku juga,"

A ... PAAA?

Hh! Sayangnya aku sudah mengatakannya. Walau pelan, tapi Imazeki-senpai mendengarnya dengan jelas. Dan sekarang, tidak mungkin aku mengatakan ah, aku kelepasan bicara! Aku tidak menyukaimu! Mana mungkin ...

Imazeki-senpai sesaat tampak terkejut. Namun akhirnya ia berjalan mendekatiku. Memelukku. Dan sekali lagi, aku merasakan kenyamanan itu.

"Jadilah pacarku, Shibuya-san,"

"Iya, tentu saja,"

Lagi-lagi itu ulah mulutku yang kelepasan bicara.

_Blue_

Keesokan harinya, tepatnya Sabtu sore, Imazeki-senpai mengajakku berjalan-jalan dengannya.

Sudah beberapa jam kami bersama. Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 4 sore.

"Wah, sudah jam segini," gumamku. Imazeki-senpai menoleh.

"Sudah mau pulang?"

"Hmm ..." aku diam sejenak. "Iya, aku tidak bisa pulang terlalu malam,"

Imazeki-senpai menghela napas. "Baiklah, ayo pulang,"

Aku berjalan duluan. Agak terburu-buru. Di depanku sekarang adalah jalan raya. Setelah merasa aman, aku segera menyebrang.

"Shibuya!" teriak Imazeki-senpai tiba-tiba. Tentu saja aku menoleh ke arahnya dengan pandangan bingung. Tapi ...

Tapi dengan cepat ia mendorongku. Kepalaku terbentur sesuatu. Tapi sesaat, ketika pandangan mataku gelap, aku mendengar suara mobil direm dengan cepat. Detik itu juga aku segera mencoba untuk membuka mataku. Walau buram, aku terus mencari apa yang sebenarnya sedang terjadi. Namun nampaknya mataku hanya bisa melihat sebuah mobil. Melarikan diri. Mobil berwarna ...

Biru?

Senpai? Bagaimana dengannya? Ketika mataku menuju ke arahnya, dengan tiba-tiba pandanganku menjadi sangat gelap. Dan aku tidak bisa mengingat apa-apa.

_Blue_

Aku membuka mataku. Hanya mata kanan yang dapat terbuka. Mata kiriku tampak begitu gelap.

"Shibuya-chan, sudah bangun?"

Aku menoleh ke arah suara itu. Otohime. Seorang gadis cantik yang dekat denganku sejak kelas 7.

"Apa yang terjadi padaku?" tanyaku pelan.

Tiba-tiba, Otohime menunduk. "Kau ... kau mengalami kebutaan sebelah mata. Dan ada retak di tulang lututmu. Mm ..."

Apa? Aku ... mengalami kebutaan sebelah mata? Ti, tidak! Kenapa ini bisa terjadi padaku? Apa salahku? Dan lagi, bagaimana dengan ... dengan ...

Dengan Imazeki-senpai?

"Imazeki-senpai ..." kataku terputus.

"Keadaannya kritis! Ia masih dalam keadaan coma dan dokter pun tidak bisa memastikan kapan ia akan bangun," terangnya.

Aku tidak bisa menjawabnya lagi. Aku terlalu merasa bersalah. Kenapa ... kenapa ia menyelamatkanku saat itu? Akhirnya hanya jadi begini! Akhirnya hanya penyesalan yang datang. Selalu!

Dan, biru?

...

"Kalau kau ingin menjenguk Imazeki-senpai, kata dokter silakan saja. Mereka .. tidak bisa berbuat banyak lagi. Kau, mau kuantar ke ruangannya?"

Aku mengangguk kecil.

Otohime membantuku. Saat ini aku harus berjalan dengan kurk. Retak di kakiku masih belum sembuh secara utuh. Walau kata Otohime, ini bukan retak yang begitu parah.

Suara kurk menggaung di rumah sakit ini. Sepi. Sesepi keadaan hatiku. Sesak.

Graak ...

Otohime membuka pelan pintu ruangan Imazeki-senpai. Dan segeralah kutangkap sosoknya di atas tempat tidur berwarna putih. Namun, alat detektor jantung sudah tidak terpasang lagi di tubuhnya. Ia tampak begitu tenang. Dan ... sudah ...

Sudah ...

"Imazeki-senpai!" teriakku.

Suster tiba-tiba saja datang.

"Oh, kau ... gadis yang saat itu sedang bersama Imazeki-san, kan?" tanyanya. Aku hanya mengangguk. Resah. "... maaf kami lupa memberitahumu. Karena saat itu kau sedang dalam keadaan pingsan. Imazeki-san ... sudah tidak ada. Kami sudah mencoba banyak hal, tapi nihil. Ia .. sudah pergi. Maafkan kami,"

Mendengar itu, aku tidak lagi bersuara. Padahal di dalam hatiku aku berteriak.

Apa yang dia katakan barusan?

Tidak ...

Tidak!

"Shibuya ... chan ..."

Suara itu terdengar pelan. Dari mulut Otihime yang tampaknya juga merasa begitu kaget. Tapi aku tidak merespon. Hanya tenggelam pada diam.

Tapi aku tidak bisa menahannya lagi. Cairan itu keluar begitu saja dari mataku. Mengucur dingin.

Tidak ...

Kalau saja saat itu dia tidak ...

Aaah ...

Biru—

"Biru ..."

"Apa?"

"Mobil itu ... biru,"

Kini tatapanku kosong. Menatap Imazeki-senpai yang tidak lagi bergerak. Menatap wajahnya yang tersenyum.

"Benda itu yang membunuhnya."

_Blue_

Imazeki-senpai mendonorkan sebelah matanya untukku. Aku sudah berkali-kali menolaknya, tapi orangtuanya tetap memaksakan sebelah matanya untukku. Katanya, daripada Shunta meninggal dengan sia-sia. Ya, akhirnya aku hanya bisa mengangguk. Operasi berjalan lancar. Dan kini, Imazeki-senpai ikut melihat dunia dengan matanya—yang sekarang telah menjadi mataku. Bagiku, ia tetap hidup. Ia tetap berada di sisiku. Dan warna itu—Biru—warna yang akan mengotori perasaanku. Sebuah warna yang tidak akan kusukai. Janji ini akan selalu terucap di lisanku tanpa adanya sebuah suara. Pasti.

Ever, never

_Blue_

Tbc

Osh, akhirnya selesai! Saya mohon maaf atas ke-OOC-an Maki! Maaf! Maaf! *plakplakplak*

Kenapa dari dulu saya suka nulis tragedi yang memiliki sangkut-paut dengan kecelakaan, yak? =.=" kebiasaan, deh.

Saya sebenernya nggak tega nulis ini! Saya cinta biru! *apasih*

Ah, gapenting!

R
E
V
E
W
N
Y
A

.

M
A
N
A
?

?