Well, harusnya Ley ngerjain 27 Days in Horror, tapi lagi terinspirasi buat bikin TYL1827 huhu hoho. Padahal 27 DIH nya sendiri baru 70% -_- Yah moga-moga aja gak keteteran dua-duanya haha *peace

Disclaimer : Katekyo Hitman Reborn! © Amano Akira, Collapse © Ileyra

Warning : Shonen-ai


Chapter 1. Changed


Sawada Tsunayoshi berubah.

Pemikiran itu terus menghantui benak Hibari selama dua belas jam terakhir. Membuatnya merasa terbebani dengan hal-hal yang masih abstrak di kepalanya hingga ia mengesampingkan masalah-masalah penting lain yang harus diselesaikan hari ini.

Hibari bersandar di kursi belakang mobilnya sambil menghela nafas panjang. Dalam 25 tahun baru kali ini ada sesuatu yang membuatnya begitu depresi, sampai-sampai ia tergoda untuk menghempaskan perasaan yang menyiksa batinnya itu ke dalam sebatang nikotin yang masih menjadi musuhnya sampai saat ini. Gelisah, mantan ketua komite kedisiplinan itu menerawang kaca mobil untuk melihat keindahan pemandangan Palermo yang sudah lama tak ia kunjungi—mungkin selama lebih dari sepekan.

Ah di saat-saat seperti ini betapa ia ingin sekali menyalahkan urusan-urusannya di Jepang yang membuatnya jauh dari kesenangan pribadinya. Gara-gara panggilan misi yang memakan waktu sampai 28 hari itu, ia jadi kesulitan untuk tetap berkontak dengan Tsuna.

Hibari mungkin memang melabeli herbivore yang bernama Sawada Tsunayoshi itu dengan perasaan benci. Tidak begitu benci sih, hanya saja ia merasa sebal karena ada seorang herbivore yang sanggup mengungguli kemampuan bertarungnya yang sudah melegenda. Kadang-kadang ia juga merasa kesal sekali karena hingga saat ini kekuatan yang ia miliki masih belum bisa menyetarai kemampuan Tsuna. Tapi di samping semua itu, ada satu perasaan lain—yang tidak ingin ia akui sampai sekarang—bersembunyi di balik rasa sebal terhadap sang Vongola Juudaime.

Hibari begitu peduli.

Sungguh, ia sendiri juga tidak tahu kenapa dirinya bisa sangat mempedulikan herbivore payah yang sok akrab dan murah senyum terhadap semua orang di sekitarnya. Saking pedulinya hingga Cloud Guardian Vongola itu sering kali mengawasi setiap gerak-gerik Tsuna dari kejauhan, melindunginya dari musuh secara diam-diam, bahkan membawakan makanan tiap kali si brunette terlalu sibuk dengan pekerjaannya yang menggunung. Entah sejak kapan sifatnya yang bisa dibilang 'protektif' itu muncul. Hibari tidak menyadarinya, tahu-tahu saja ia sudah terobsesi dengan laki-laki yang dulu dijuluki dame-Tsuna tersebut.

"Kyo-san, sebentar lagi kita sampai," kata Kusakabe sambil membelokkan mobil ke kiri di perempatan, hingga terlihat sebuah Mansion Vongola yang terletak di atas bukit dari kejauhan. Kira-kira sepuluh menit lagi mereka akan tiba di depan gerbang Mansion bergaya Eropa tersebut."Apa kau ingin membeli sesuatu untuk Sawada-san?"

Membelikan sesuatu?

Hibari berpikir sejenak.

Ia memang selalu membelikan Tsuna oleh-oleh tiap kali pulang dari misi, sebagian besar berupa makanan ringan walau terkadang ia juga membelikannya benda-benda yang menyangkut warna orange atau angka 27. Hal itu sudah menjadi kebiasaan kecil bagi Hibari.

Tapi apakah kondisi Tsuna yang sekarang cocok untuk menerima hadiah darinya?

Dua belas jam yang lalu, tepat ketika Hibari baru saja tiba di hotel setelah menghadiri rapat aliansi, Gokudera Hayato meneleponnya. Storm Guardian yang temperamental itu hampir-hampir tidak pernah menghubungi Hibari kecuali ada sesuatu yang berhubungan dengan Tsuna—dan sifatnya sangat urgent. Apalagi waktu itu di Italia seharusnya sedang tengah malam, tidak mungkin kalau tidak ada apa-apa.

Sambil berusaha menyingkirkan pikiran negatif yang mencoba merasuki kepalanya, Hibari mengangkat telepon. Dari seberang terdengar suara Gokudera yang terbata-bata berusaha menjelaskan sesuatu, kemudian terdengar suara ribut sebentar, lalu suara di seberang telepon tiba-tiba berubah menjadi lebih tenang, namun itu bukan lagi suara Gokudera, melainkan Yamamoto Takeshi—yang menjelaskan dengan serius bahwa semenjak pulang dari pertemuan dengan keluarga Castellano, sifat boss mereka berubah total. Yamamoto tidak berkata apa-apa lagi selain itu, ia hanya memita Hibari untuk meng-cancel semua jadwalnya besok dan pulang ke mansion Vongola secepat mungkin.

Dan di sinilah Hibari, di Palermo, menuju Vongola Mansion secepat yang ia bisa dengan rasa penasaran dan khawatir yang menggerogoti rasa sabarnya.

Ada apa gerangan dengan Sawada Tsunayoshi?

"Kyo-san?" Suara Kusakabe menyadarkan Hibari dari lamunannya, mengingatkannya kembali bahwa ia sedang berpikir untuk membelikan Tsuna sesuatu.

"Tidak perlu," jawab Hibari, "Aku ingin cepat-cepat tiba di sana."

Kusakabe melirik atasannya dari kaca spion. Meskipun hanya sesaat, tapi lelaki bergaya rambut Elvis itu bisa mendeteksi adanya perasaan khawatir yang mencuat dari bola mata abu-abu gelap Hibari.

"Baiklah," sahut Kusakabe sambil mempercepat laju mobil.

.

.

.

Begitu tiba di Mansion, Hibari disambut oleh Yamamoto. Si ahli pedang itu segera menemaninya berjalan ke ruangan di mana Sawada Tsunayoshi biasa bekerja. Ruangan yang biasanya hanya dikawal oleh dua mafioso di depan pintu masuk, kini seolah menjadi sebuah tempat keramat begitu Hibari melihat puluhan orang berjas hitam lengkap dengan senjata mereka berjejer di sepanjang lorong menuju pintu masuk ruangan Tsuna.

"Maaf Hibari, aku tahu kau tidak suka kerumunan, tapi tolong maklumi untuk kali ini saja ya?" Pinta Yamamoto sebelum ia membuka pintu ruang kerja Tsuna. Hibari hanya mendengus pelan.

Ruang kerja Tsuna yang luas jadi terlihat sedikit sempit karena seluruh guardian ada di sana, ditambah lagi ada orang-orang yang tergolong dekat dengan Vongola Juudaime seperti Reborn, Dino, dan Enma pun ikut hadir. Wajah mereka semua terlihat begitu serius, khawatir, dan depresi, terutama Gokudera yang duduk di sudut sofa sambil menundukkan kepalanya. Di tangan kanan Gokudera yang terbalut perban, bertengger sebatang rokok yang sudah habis setengahnya. Mengingat bahwa Gokudera begitu menyayangi Tsuna seolah laki-laki itu adalah seluruh kehidupannya, mungkin ialah yang paling depresi di antara semua orang yang hadir di sini.

"Akhirnya kau datang juga, Kyouya." Dino memulai percakapan, namun Hibari tak menghiraukannya sama sekali dan malah bertanya,

"Mana Sawada Tsunayoshi?"

"Boss sedang tidur di kamarnya." Jawab Chrome. Tak berpikir panjang, Hibari langsung berjalan ke arah pintu yang menjadi satu-satunya akses menuju kamar Tsuna, ditemani Yamamoto yang mengikutinya dari belakang. Ia membuka pintu dengan hati-hati dan masuk ke ruangan dengan suara sepelan mungkin. Matanya langsung tertuju pada sosok yang tengah terbaring di ranjang lebar.

Sawada Tsunayoshi...

Laki-laki berambut cokelat itu tampak tidur dengan damai di balik selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Matanya terpejam, wajah letih, kemeja yang kusut, dan sebuah borgol tampak melingkar di pergelangan tangan kanannya sementara ujung yang satunya di lingkarkan ke sudut kerangka tempat tidur.

"Kenapa dia diborgol?" tanya Hibari.

"Kami terpaksa melakukannya," jawab Yamamoto lirih, "Sejak pulang dari pertemuan dengan keluarga Castellano, boss sudah mencoba untuk bunuh diri sebanyak tiga kali."

"Bunuh diri?" sebelah alis Hibari terangkat. 'Bunuh diri' adalah hal terkonyol yang pernah ia dengar. Sawada Tsunayoshi yang selama ini selalu terlihat bahagia di balik pekerjaan beratnya, dan selalu menyebarkan senyum tulus pada semua orang meski sedang banyak masalah itu—mencoba bunuh diri? Yang benar saja!

"Iya, yang pertama ia mengambil senjata dari salah satu penjaga dan berusaha untuk menembak kepalanya sendiri, kemudian ia mencoba meminum obat tidur melebihi dosis, dan tadi siang ia mencoba menusukkan pisau buah ke lehernya, aku dan Gokudera sampai kesulitan untuk membuat boss tenang."

Oh, sekarang Hibari mengerti kenapa tangan kanan Gokudera dililit perban. Tapi yang menjadi masalah sekarang adalah—

"Kenapa ia ingin bunuh diri?"

"Itu yang akan kita bicarakan sekarang." Yamamoto memberi gestur agar Hibari mengikutinya. Setelah menatap wajah Tsuna untuk yang terakhir kalinya, si skylark itu pun meninggalkan kamar dan kembali ke dalam ruangan yang penuh dengan kerumunan.

Hibari bersandar di dinding yang jaraknya agak jauh, sambil memperhatikan Ryohei yang memulai pembicaraan.

"Hal ekstrim apa yang sebenarnya terjadi pada Sawada? Ia jadi terlihat seperti orang yang sedang kerasukan hantu ekstrim atau semacamnya."

"Dua hari yang lalu boss mendapat undangan ini." Jelas Chrome sambil menyodokan secarik kertas undangan ke atas meja, Reborn yang pertama kali mengambil dan membacanya dalam hati, "Itu undangan dari keluarga Castellano untuk menghadiri pertemuan pribadi di mansion mereka, tapi menurut pengawal yang mengantar boss, pertemuannya tidak diadakan di mansion Castellano, melainkan di Grand Hotel Villa Igiea."

"Kenapa lokasinya bisa berbeda dengan di surat undangan?" tanya Lambo.

"Itu mungkin hanya formalitas," jawab Dino. "Mansion Castellano tidak seluas dan semewah Mansion Vongola, boss keluarga Castellano pasti sengaja membelokkan pertemuan mereka di hotel agar Tsuna tidak kecewa, juga untuk menjaga image mereka."

"Kalau begitu kenapa dari awal tidak dicantumkan nama hotel itu saja?" tanya Lambo lagi.

"Mereka mencantumkannya." Jawab Reborn, "Coba kalian perhatikan ini."

Sang Tutor mengangkat kertas undangan itu menuju sinar matahari dan menerawangnya. Di bawah tulisan Mansion Castellano, samar-samar terlihat tulisan lain yang merupakan alamat Grand Hotel Villa Igiea. Tulisan itu hilang ketika Reborn menjauhkan kertasnya dari sinar matahari.

"Tulisan rahasia?" gumam sang Lightning guardian, "Bagaimana bisa Vongola menyadari ada tulisan rahasia di sana?"

"Juudaime akan selalu menyadarinya," Sahut Gokudera, "Ia bahkan bisa menyadari bahwa ada surat yang menggunakan tinta beracun tanpa membuka amplopnya terlebih dahulu."

"Kufufu—keturunan Vongola, bukan hal yang aneh."

"Lalu kenapa alamat aslinya harus ditulis secara rahasia segala?" tanya Enma.

"Mungkin itu karena kurirnya," jawab Reborn. "Di amplop undangan ini ada cap pos, berarti mereka tidak mengirimkan kurir sendiri melainkan memanfaatkan jasa umum. Untuk mencegah agar informasi di dalamnya tidak bocor ke pihak-pihak yang tak diinginkan, mereka sengaja mencantumkan alamat asli dengan tinta khusus."

"Sebenarnya apa yang mereka rundingkan sampai-sampai pertemuan ini bersifat sangat rahasia segala?" tanya Enma lagi.

"Kami tidak tahu sampai detailnya." Jawab Yamamoto. "Masalahnya saat boss pergi ke pertemuan itu, semua guardian sedang ada misi. Namun yang kudengar dari mafioso yang mengawal boss, pertemuan mereka tidak berjalan lancar."

"Coba perjelas, maksudnya tidak lancar bagaimana?" tanya Reborn seraya menaruh surat undangan ke atas meja yang kemudian diambil oleh Dino.

"Jadi saat perundingan tengah berlangsung, tiba-tiba terdengar keributan dari arah kamar tempat mereka berunding. Karena panik, baik mafioso dari kita maupun orang Castellano, keduanya memaksa masuk dengan mendobrak pintu, kemudian mereka menemukan boss serta boss Castellano dalam keadaan tak sadarkan diri. Boss Castellano dibawa ke rumah sakit sementara boss dibawa pulang ke Mansion. Beberapa jam kemudian saat kami tiba di Mansion karena ditelepon, boss siuman, namun tingkah lakunya terlihat aneh."

"Aneh bagaimana?"

Yamamoto berpikir dahulu sebelum menjawab, ia membayangkan sosok Tsuna ketika baru saja siuman.

"Pandangan matanya kosong, seolah-olah ia sedang tertegun melihat sesuatu yang tak nampak di depannya. Ia juga tak banyak bicara, atau bercerita apa yang sebenarnya terjadi di Grand Hotel Villa Igiea. Tapi yang paling aneh adalah—"

"Juudaime mencoba bunuh diri." Sambung Gokudera. "Ia mencoba bunuh diri beberapa kali, kami selalu sempat menghentikannya namun setelah itu ia akan berteriak-teriak seperti orang yang trauma terhadap sesuatu, dan aku tak punya petunjuk apapun untuk menolongnya." Gokudera menghela nafas panjang, kembali menundukkan kepala, tenggelam dalam depresi total.

"Lalu bagaimana dengan boss Castellano? Mungkin kita bisa meminta keterangan darinya." Usul Enma.

"Kemarin aku sempat mengunjungi rumah sakit tempatnya dirawat, ia juga tidak bisa dimintai penjelasan, dan yang lebih parah—dokter mengatakan kalau ia koma." Jawab Yamamoto.

"Koma? Kalau begitu keluarga Castellano juga jadi pihak korban atas kasus ekstrim ini." Celetuk Ryohei.

"Apa mungkin informasinya bocor kemudian ada pihak ketiga yang ikut campur?" tanya Chrome.

"Itu belum tentu kan," sahut Mukuro, "Siapa tahu Castellano memang dalang dibalik semua ini, mungkin saja ia memainkan beberapa trik dibalik tindakannya untuk menipu mata kita."

"Tapi bukankah tadi kau dengar sendiri kalau boss Castellano koma sejak pertemuan itu?" tanya Lambo. "Apa dia rela mempertaruhkan nyawanya hanya untuk membuat Vongola bertingkah aneh?"

"Kufufu—itu sih bisa dimanipulasi. Bukan hal yang mustahil kalau orang yang sedang koma di rumah sakit itu sebenarnya adalah orang lain, sementara boss Castellano sendiri sekarang tengah tertawa puas karena berhasil membuat kita kebingungan seperti ini."

"Aku sependapat dengan Mukuro." Tutur Reborn, " Kita jangan mudah mempercayai keluarga Castellano meskipun boss mereka juga memang terbukti menjadi korban karena kejadian ini, apalagi keluarga Castellano masih terbilang baru, selain itu aku juga pernah dengar rumor kalau—"

'DRAAK'

"S-suara apa itu barusan?" teriak Lambo. Semuanya hening, saling bertukar pandang sambil menajamkan telinga. Suara yang barusan itu terdengar dekat.

"Jangan-jangan—"

'DRAAAAK KLONTANG'

"Juudaime!" teriak Gokudera sambil bergegas menerobos ke kamar Tsuna, diikuti yang lainnya. Ini pertama kalinya bagi Gokudera untuk memasuki kamar boss-nya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, tapi ia sama sekali tak peduli.

"Juu—!"

Sang bomber langsung panik begitu sosok Tsuna yang seharusnya masih terbaring di tempat tidur, kini hanya tinggal tersisa serpihan borgol yang berceceran di atas selimut. Mata Gokudera berkeliling ke seluruh ruangan dan ia hampir saja terkena serangan jantung begitu menemukan boss-nya tengah berdiri di atas pagar balkon sambil membentangankan kedua tangannya, siap terjatuh kapan saja.

Gokudera secara refleks berlari menghampiri Tsuna sebelum kemungkinan buruk itu terjadi, namun selang sedetik kemudian, tubuh yang dengan bebas berdiri di atas pagar balkon lantai 5 itu pun jatuh tanpa suara di depan matanya.

"JUUDAIMEEEEE!"

.


Okayyyy hufff—sampai segini dulu deeeh, biar gak terlalu panjang, habis kalo kepanjangan tar pada bosen bacanya. Seperti biasa, Ley selalu menambahkan bumbu misteri, hahah. Ini sebenernya masih intro sih. Terus ntar kayanya bakal ada OC deh, tapi perannya gak terlalu penting kok, jadi tenang aja =w=. Okaaaaay.. review pliiiiis? \(*w*)/