"Baiklah, semua sudah berkumpul disini. Sai, Ino, Sasuke, Lee. Misi kalian kini adalah mengantar gulungan ini kepada Rumah Sakit di Kirigakure. Dalam perjalanan kalian harus menemukan lima batang tumbuhan ini dan membawanya ke Kirigakure untuk di kembang biakkan di sana. Kalian mengerti?" Tanya sang Hokage sambil menunjukan gambar tumbuhan yang harus mereka cari. Setelah mengangguk, mereka bubar dari kantor hokage dan bersiap untuk misi mereka.

Gadis berambut pirang itu kembali kerumahnya. Ia bersiap-siap untuk pergi misi. Kaki jenjangnya sedikit melompat ketika ia mengetahui siapa rekan misinya.

'Yeay! Ada Sasuke-kun'

Kehangatan © LavenMick Amanda

Naruto © Masashi Kishimoto

Semi-canon, ooc maybe, gaje, abal, typo, SaiIno.

.

"Talk"

'Mind'

.

Enjoy!

.

"Baiklah, kita berangkat sekarang" ujar seorang ketua dari mereka. Gerombolan ninja dengan seragam hijau itu segera melompat menuju suatu desa yang jauh. Sepanjang perjalanan, keempat dari mereka hanya diam, tak berani mengambil suara. Lompatan mereka terhenti ketika sang ketua menyadari bahwa mentari yang kini mulai berjalan pelan tenggelam menuju singgahsana-nya. Namun dengan cepat awan hitam menguasai langit diatas mereka.

Mata biru itu melihat sekelilingnya. Kini mereka berada pada dataran tinggi. Butiran-butiran air jatuh perlahan menghantamkan dirinya ketanah dan meresap setelahnya. Tangannya mengadah menangkap air yang turun dari awan hitam. Gemuruh mulai terdengar di sana sini. Ia pun menggenggam tali tas punggungnya. Tatapannya yang semula di langit kini tertuju pada seorang pemuda yang menjadi ketua dalam misinya kali ini. Menunggu keputusan sang ketua misi apakah akan berteduh atau melanjutkan perjalanan.

"Kita istirahat disana saja menunggu hujannya reda" ucapnya menunjuk sebuah pondok kecil yang hanya beratapkan daun-daun lebar yang telah mengering. Mereka pun berlari menuju pondok itu dan duduk. Semuanya tenggelam pada kegiatan masing-masing. Mata birunya berputar pada pemuda Uchiha yang menyandarkan punggungnya pada salah satu tiang tersebut. Ino tak ingin mengganggu pemilik mata onyx tersebut, jadi ia hanya berjalan ketempat Sai dan Lee. Dia duduk di tengah-tengah Sai dan Lee.

"Sepertinya akan jadi malam yang panjang iya kan, Sai, Lee?" tanya Ino memecah hening. Hanya rintik hujan yang mengisi keheningan mereka sebelumnya.

"Emh, iya benar juga. Sepertinya akan jadi badai besar" ujar Lee angkat bicara. Ino pun merogoh tas punggungnya, tangan kanannya mencari suatu barang disana. Setelah beberapa selang waktu, ia menarik keluar sebuah kotak biru berukuran kecil. Ia membuka tutup kotak yang ternyata isinya adalah roti lapis

"Ung.. Lee-san... kau mau?" tanya Ino.

"Apa boleh?" tanya Lee. Lalu tangannya meraih sepotong roti lapis itu setelah Ino mengangguk.

"Hontou ni Arigatou, Ino-san" ujar Lee sedikit membungkuk. Lalu ia menghadap Sai disebelah kirinya dan menyodorkan bekalnya.

"Iie, Ino-san" ujar Sai. Lalu Ino menarik tangan kanan Sai dan menaruh sebuah roti lapis ditangan Sai.

"Aku mendengar suara perutmu" ujar Ino tersenyum geli.

"Arigatou, Ino-san" ujar Sai tersenyum seperti biasanya. Ino pun mengangguk. Setelahnya, ia menoleh Sasuke yang berada dibelakangnya tengah memejamkan matanya. Ino pun tegak dan berjalan mendekati ketua misinya itu.

"Kau mau?" tawar Ino menyodorkan kotak bekalnya.

"Tidak" jawabnya singkat. Namun si Yamanaka cerewet ini tidak habis akal.

"Oh ayolah Sasuke, aku tahu kau lapar"

"Tidak"

"Aku hanya tak ingin membiarkan kau pingsan lemas hanya karena lupa makan"

"Tidak akan terjadi"

"Kalau begitu, sebagai ketua setidaknya ayo berkumpul bersama aku, Sai dan Lee" ucap Ino.

"Tidak"jawab Uchiha itu. Perempatan pun muncul di dahi mulus Ino.

"Ayo sini!" ujar Ino menarik tangan Sasuke dengan kuat. Sasuke yang faktanya memang lelah hanya menuruti langkah Ino yang menggiringnya. Ino lalu mendorong bahu Sasuke dengan tangannya yang kosong kebawah sehingga posisi Uchiha itu duduk bersila. Setelahnya, Ino pun duduk dibelakang Sai. Lee dan Sai yang tadinya menghadap kedepan memutar posisi duduk mereka menjadi menghadap Ino dan Sasuke. Sedangkan Ino dan Sasuke duduk berhadap-hadapan.

"Masih banyak roti lapis. Ayo makan!" ujar Ino. Lee-lah yang pertama mengambil roti lapis. Ino sengaja membuatnya agak banyak, karena sebelumnya, Ino pernah satu kelompok dengan Sai dan Lee dalam sebuah misi dan mereka sama sekali tidak membawa bekal.

"Ittakadimasu!" ujar mereka berempat. Tepatnya hanya Ino dan Lee lah yang bersuara. Dua lainnya hanya bergeming. Alis Ino bertaut menyadari Sasuke sama sekali tidak menyentuh bekalnya.

"Sasuke, ayo makan" ujar Ino

"Tidak"

"Baiklah, kau yang memaksa" ujar Ino. Ia lalu mengambil sebuah roti lapis isi sayur itu dan mengambil sebuah jarum di tasnya. Ia lalu sedikit menusuk leher Sasuke dengan jarum itu.

"Argh! Apa yang kau Hmmmpfff—!" ucapan Sasuke terputus saat Ino membungkam mulut Sasuke dengan roti lapis-nya. Ino pun tersenyum penuh kemenangan saat dapat memaksa Sasuke untuk makan roti lapis itu. Mau tak mau Sasuke harus mengunyah roti itu dan membiarkan roti itu melewati tenggorokannya dan terjun menuju pencernaanya.

"Terpaksa harus begitu. Kalau tidak kau kan tidak makan." Ujar Ino mengambil lagi roti lapisnya dan memasukan kedalam mulutnya sendiri.

"Iya, Sasuke-san. Aku bingung kenapa kau menolak roti lapis seenak ini" ucap Sai angkat bicara.

"Arigatou, Sai" ujar Ino tersenyum. Sebenarnya Ino cukup gugup saat Sai memuji roti lapisnya. Tapi ia sembunyikan segera menyadari ini bukanlah waktu yang tepat untuk merona.

Sang waktu pun terlewati dengan cepat. Kotak bekal yang tadinya penuh itu kini menjadi kosong. Saat menyadarinya, Ino langsung menutup kotak bekal itu dan memasukannya kembali kedalam tasnya. Keheningan sempat menguasai mereka berempat. Dan Ino rasa, ia akan segera mati dengan konyol jika ia terus terjebak dalam hening. Ia segera memutar otaknya untuk mengambil satu tema pembicaraan. Gosip? Ah tidak mungkin. Dia mengerti ketiga pria di depannya ini sama sekali tidak tertarik dengan yang namanya gosip. Ia memikirkan kembali alternaif lain apa yang harus ia bicarakan. Bukan Ino kan jika terus terjebak dalam hening yang membosankan?

"Oh iya, Sasuke-kun... aku ingin lihat tanaman yang akan kita cari itu" ujar Ino. Yap, akhirnya tokoh utama kita mendapatkan ide untuk membuka pembicaraan. Cukup bagus, untuk ketiga pria yang tak tertarik dengan gosip.

Sasuke pun merogoh saku celana belakangnya, mencari selembar gambar yang akan dilihat Ino. Setelah mendapatkannya, Sasuke menyodorkan selembar kertas itu kepada Ino yang masih sama dengan posisinya tadi.

Ino pun menatap gambarnya dengan detail. Sebuah tumbuhan berdaun menyirip dengan corak kemerah-merahan di pinggirnya. Daunnya cukup lebar, dan tebal sepertinya. Seperti daun sirih, namun tak menjalar atau menumpang pada pohon lain. Selanjutnya ia memerhatikan batangnya. Berwarna merah pada pangkal akar dan hijau pada ujung didekat daun. Hidupnya begerombol, namun setiap batangnya hanya ada satu atau dua daun. Yang ia ingat dari penjelasan Hokage, bahwa tumbuhan itu sebagai obat bius. Ino pun memejamkan matanya. Mencoba mengingat detail tumbuhan itu dalam ingatannya. Lalu ia kembalikan gambar itu pada Sasuke.

"Baiklah, kita akan cari itu dimana?" tanya Ino.

"Di daerah pinggir pantai sebelum kita menyebrangi kapal" ujar Sasuke. Ino pun mengangguk mengerti. Lalu matanya beralih pada langit yang masih menumpahkan liquid bening ke tanah.

"Bagaimana kalau kita lanjutkan perjalanan lagi? Hujan sudah agak reda?" ujar Sai ambil suara. Sasuke pun mengangguk. Ino memakai tas punggungnya. Mereka pun kembali berlari menembus rintik hujan.

.

Malam yang indah tanpa bulan. Cahaya-cahaya kecil menguasai langit gelap itu. Tubuhnya kini bersandar pada sebuah pohon kelapa. Sudah dua hari kakinya terus berlari. Seingatnya, kemarin malam dia tidur di tengah hutan bersama rekannya. Dan sekarang, di sinilah ia. Akan bermalam dipinggir pantai.

Pantai itu cukup tenang. Pasirnya berwarna putih dan bersih. Airnya jernih.

Besok siang ia akan menyebrang ke Kirigakure.

Manik biru yang tadinya memerhatikan langit kini beralih pada rekan setimnya. Sasuke dan Sai sedang membuat api unggun dan Lee tengah berburu ikan-ikan kecil untuk makan malam. Gadis Yamanaka ini merasa tidak bersalah jika tidak berbuat apapun. Jadilah ia tegak dan membersihkan celananya dari pasir dan mendekat kearah Sasuke dan Sai.

"Ada yang bisa kubantu?" tanya Ino melipat tangannya di punggung.

"Tidak, Ino-san. Apinya akan hidup" ujar Sai. Ino pun mengangguk mengerti. Ia pun menjauhi Sai dan Sasuke menuju ketempat Lee. Ino pun menggulung celananya sebatas lutut dan melepas sepatunya. Ia berjalan mendekati Lee dan membiarkan air pantai merendam kakinya sebatas betis.

"Lee, apa butuh bantuan?" tanya Ino. Lee pun menoleh ke Ino.

"Emh.. ya... " ujar Lee. Lalu Ino mengambil sebuah kunai yang terletak pada tas pinggangnya.

"Aku bukan orang yang pintar berburu ikan, Ino-san" ujar Lee menggaruk belakangnya yang tidak gatal. Ino pun tersenyum geli.

"Kalau begitu kenapa tidak minta bantuanku?" tanya Ino sambil mengikat ujung kunainya dengan tali kecil.

"Err, kukira akan merepotkan Ino-san" ujar Lee memerhatikan Ino.

"Tentu saja tidak, Lee. Lihat ini" ujar Ino membidik sebuah ikan, dan lalu melemparnya. Ia memegang ujung tali kunai itu, lalu menariknya.

"Wah... Ino-san hebat" ujar Lee terpukau. Lalu Ino tersenyum geli.

"Ini teknik yang mudah, Lee" ujar Ino sambil melihat hasil tangkapannya. Lumayan, ikan laut berukuran sedang. Ia lalu melakukan hal yang sama dengan sebelumnya, lalu menarik ujung tali dari kunai itu. Dua ikan berukuran sedang sudah tertangkap.

"Ino-san, apa butuh bantuan?" tanya Sai. Ino menggeleng dan melihatkan hasil tangkapannya. Ia lalu naik kepinggir pantai sambil menenteng sepatunya dengan tangannya yang kosong.

"Ini cukup tidak, Sasuke-kun?" tanya Ino menaruh ikan itu didepan Sasuke. Yang ditanya hanya mengagguk singkat.

"Lee, bisakah kau mencari dua lembar daun yang agak lebar?" tanya Ino. Lee pun mengangguk mengerti. Setelah itu, Ino mengambil kunainya yang ia gunakan untuk menangkap ikan tadi.

Jemarinya bergerak lincah membersihkan ikan itu. Sai hanya memerhatikan Ino mengerjakan semuanya. Sasuke menatap perapian yang sudah hidup. Tidak lama kemudian Lee kembali membawa apa yang diminta Ino.

"Arigatou, Lee" ujar Ino. Lee mengangguk membalas ucapan Ino. Lalu Ino membungkus ikan itu dengan daun yang didapatkan Lee dan menaruhnya disamping bara api unggun yang tidak terlalu besar. Setelah itu Ino duduk bersila menunggu masakannya matang. Ia mengamati ketiga laki-laki didepannya. Matanya berputar kepada Lee, yang sedang memerhatikan api didepannya. Lalu Sai melakukan hal yang sama. Dan terakhir Sasuke. Ino menatap jari manis Sasuke yang sepertinya mengkilat. Ternyata itu sebuah cincin.

Eh? Cincin?

Seingat Ino, Sasuke bukanlah seseorang yang suka memakai perhiasaan, apalagi perhiasan berbahan perak. Dan seingatnya juga, ia tak pernah melihat Sasuke memakai cincin itu selama misi ini. Jadi, bagaimana tiba-tiba seorang Uchiha yang dingin itu bisa memakai cincin perak?

Tunggu.

Cincin perak itu...

Ino juga pernah melihat cincin yang sama dijari manis Sakura sebelum ia pergi misi. Persis sama! Coraknya juga sama!

Apa jangan jangan mereka akan menikah? Tapi Sakura tidak pernah bercerita padanya!

"Sasuke-kun... cincinmu itu sama dengan milik Sakura-chan..." ujar Ino memberanikan diri.

"Memang. Kami akan menikah" ujar Sasuke yang membuat Ino terdiam. Posisi Ino yang tidak terlalu jauh dari Sasuke dapat mendengar jelas perkataanya. Perkataanya yang meluncur begitu saja, menusuk pendengaran Ino dan menjadi panah beracun yang menghancurkan hati Ino. Seperti ada sesuatu yang menghambat pernapasan Ino. Membuatnya menjadi payah menghirup oksigen.

"Oh..begitu" hanya itu yang dapat Ino ucapkan. Lidahnya terasa kelu untuk mengucapkan sepatah kata. Biasanya, ia dapat dengan mudah menghirup oksigen. Biasanya, ia dapat dengan mudah mengucapkan kata-kata. Namun semua organ tubuhnya kini tak dapat di ajak kompromi. Semua otot-otot ditubuhnya terasa lemas. Rasanya ia ingin terbaring sekarang juga. Nafsu makannya pun kini hilang setelah Sasuke mengucapkan kalimat itu.

Ia tak percaya, ternyata sahabatnya-lah yang dapat memenangkan hati pemuda itu. Rasanya kini sia-sia saja semua perasaan yang telah ia bangun dengan tulus. Bagaikan dengan satu sentilan telak, sebuah dinding beton roboh dengan sangat mudah. Matanya terasa panas dan akan mengeluarkan liquid bening. Namun ia tahan sekuat tenaga agar tak menumpahkannya disini.

"Ino-san... apa ikannya sudah matang?" tanya Lee. Lamunan Ino pun terpecah akibat suara Lee. Ia pun merangkak mendekat untuk memeriksa apa ikannya sudah matang atau belum.

"Sepertinya sudah" ujar Ino mengangkat ikan yang terlapis daun tersebut menjauh dari perapian. Sai, Lee dan Sasuke mendekat kearah Ino.

"Ini untuk Lee dan Sasuke. Ini untukku dan Sai" ujar Ino menyodorkan Ikan yang masih sangat panas itu. Ia tak peduli dengan kulit tangannya yang akan melepuh. Toh, luka di hatinya jauh lebih sakit dari luka bakar ditangannya. Setelah Sasuke dan Lee menerima ikan itu (dengan hati-hati), Ino membuka lapisan daun yang membungkus ikan itu. Masih sama seperti sebelumnya, ia mengabaikan panas yang membakar tangannya. Ino pun tetap memaksakan dirinya untuk makan. Toh perjalanan mereka akan lebih berat besok.

"Ino-san, kau menyakiti tanganmu" ujar Sai. Ino mengabaikan ucapan Sai.

"Ittakadimasu!" ucap Ino pelan. Ia lalu mengambil daging ikan dibagian ekor dan langsung memasukan daging ikan yang masih sangat panas itu ke mulutnya.

"Ino-san, bukankah dagingnya masih panas?" tanya Sai lagi.

"Tidak.. Tidak panas" ujar Ino mengabaikan rasa sakitnya yang mulai menjalar dilidahnya. Saat Ino akan mengambil lagi dagingnya, sebuah tangan menahan pergelangan tangan Ino.

"Jangan menyakiti dirimu" ujar Sai. Sai mengerti akan hati Ino. Sai dapat membacanya dari mimik muka Ino. Memang tidak berubah drastis, tapi bagi seseorang Anbu yang sudah terbiasa mengamati segalanya dengan cermat. Untuk sekian kalinya, Ino tetap mengabaikan Sai. Ia melepaskan tangannya dari genggaman Sai dan tegak, pergi entah kemana. Lee dan Sasuke hanya menatap Ino yang menjauh dan kembali menyantap makanan mereka.

Sungguh. Ino merasa lemas kali ini. Ucapan Sasuke tadi membuat Ino menjadi lemas. Ino tak dapat memikirkan apapun. Ia berjalan dipinggir pantai, membiarkan ombak yang bergulung menyapa lembut telapak kakinya. Kali ini ia tak dapat menahan kesedihannya. Sebuah anak sungai kecil meluncur dipipinya. Ia menangis dalam diam, dan masih berjalan di garis pantai. Jauh dalam hatinya, ia ingin pulang kerumahnya. Ia ingin melupakan Sasuke. Ia berharap sebuah batu menghantam kepalanya dan ia hilang ingatan. Namun semua hanya angan gila Ino saja. Ia adalah utusan Konoha dan ia tak boleh mempermalukan Konoha.

Lupakan Sasuke.

Lupakan Sasuke.

Dasar Sasuke sialan.

Tidak bisakah ia menghargai perasaan Ino walau sedikit?

"Ino-san?" oh jujur saja, ia tak ingin siapapun memanggilnya sekarang. Ino menghapus air matanya lalu menatap kebelakang.

"Oh? Sai?" panggil Ino. Sai pun duduk ditempatnya ia berdiri sambil membawa sesuatu.

"Duduklah" ujar Sai. Lalu Ino dengan setengah hati mengambil tempat duduk disamping Sai. Sialan, pemuda Uchiha itu selalu berputar-putar dipikirannya.

"Makanlah" ujar Sai lagi. Ia menyodorkan ikan yang terletak diatas daun itu.

"Tanganku sakit" ujar Ino. Lalu Sai yang mengerti akan luka bakar Ino pun mencuil sedikit daging ikan tersebut dan menyodorkan kedepan mulut Ino.

"Eh?" Ino sedikit bingung dengan perlakuan Sai kepadanya.

"Buka mulutmu" Oh, Sai benar-benar membuatnya seperti anak kecil. Ino pun membuka mulutnya dan Sai memasukan daging ikan itu kedalam mulut Ino. Muncul rona merah dipipi Ino. Ino berterima kasih pada langit malam yang membuat warna di pipinya tidak terlalu kelihatan. Malam itu di isi oleh percakapan ringan antara Ino dan Sai, dengan Sai yang masih menyuapi Ino. Ino pun terlihat menikmati waktunya bersama Sai. Sambil menyuapi Ino, Sai pun mengobati jari-jari Ino yang terluka itu. Sebenarnya Ino bisa mengobatinya dengan chakra medisnya. Namun otak dan ototnya memerintahkannya untuk diam, menikmati perlakuan Sai padanya.

Yah... izinkan tokoh utama kita melupakan sedikit kesedihannya.

—To be continue.

AAAAAAAAA! THEDAK!

Laven kembali dengan fic gaje setelah UN! xD

Rush? Emang iya. Biasalah, first SaiIno atuh :3

Ngomong-ngomong, ide pantai di pantai itu terlintas begitu saja dan... menurut laven sangat gaje bin lebay (menurut readers gimana? :D)

Baiklah, laven akan cepat apdet, dan perkiraan Laven fic ini cume sekitar tiga sampai empat chapter.

Tidak banyak yang pengen Laven sampaikan, Namun Laven tetap minta review nya. Kritik dan saran akan Laven terima dengan senang hati.

Don't forget to read and review, minna-san! ^^

Salam manis,

LavenMick Amanda.