GOING CRAZY
.
~PROLOGUE~
Lelaki kecil yang baru berusia 11 tahun itu melangkah tergesa-gesa menuju rumahnya. Sedari tadi semenjak ia keluar dari gerbang sekolah ia merasa ada seseorang mengawasi dan menguntitnya, bahkan sampai sekarang ia masih merasakan perasaan yang sama. Setiap kali ia menoleh kebelakang, tak ada apapun yang ia dapati kecuali jalanan sepi nan kosong.
Ia ketakukan, napas beratnya terdengar memburu. Bagaimana ia tidak takut? Sejak beberapa bulan lalu ia selalu merasa ada seseorang yang mengawasi dirinya dari kejauhan dimana ia tidak dapat melihat orang tersebut. Bahkan sekarangpun, ia merasakan hal yang sama.
Lelaki kecil itu berlari semakin cepat melihat rumahnya sudah dekat, rasa takut semakin membuncah didadanya ketika mendengar langkah kaki di belakang yang juga berlari seakan takut kehilangan dirinya.
BRAKLelaki kecil itu membanting pintu rumahnya tergesa. Walau ia sudah aman berada dalam rumah, namun tetap saja ia merasa seseorang itu mengawasi dirinya, dari kejauhan. Terlebih saat ia ingat, Ibunya sedang tidak berada di rumah. Dengan arti lain ia sendirian disini.
"Cepatlah pulang, aku takut." Gumam anak itu, terus mengucapkannya seperti mantra.
~ISN'T LOVE~
Belakangan ini aku merasakan seseorang terus menguntitku. Aku benci dengan rasa takut yang menghantui, bahkan saat aku tidur dimalam hari, aku masih bisa merasakan orang itu mengamatiku dari balik jendela maupun tempat manapun yang bisa membuat dia melihatku.
Aku tak tahu siapa orang itu, akupun belum pernah melihat sosoknya, hanya pernah mendengar langkah kakinya ketika aku berlari karena takut. Hal ini sudah berlangsung selama 2 bulan lebih, aku sudah berusaha meyakinkan Ibu kalau ada seorang yang mencoba menculikku, dan aku sangat takut akan hal itu. Tapi Ibu malah tidak percaya dan menganggap kalau aku hanya berhalusinasi karena terlalu banyak menonton film horor.
Takut serta cemas menghantuiku setiap pagi, siang, dan malam. Ibu bukanlah sosok yang bisa melindungiku, Ibu harus bekerja siang-malam bahkan terkadang keluar negeri untuk urusan bisnis, dan tentu tidak punya waku untuk melindungi bahkan sekadar mendengar keluh-kesah dan rasa takutku.
Sering aku meminta Ibu untuk mempekerjakan pembantu rumah tangga, tapi Ibu bilang itu tidak perlu dan hanya membuang uang untuk menggaji orang. Ibu tahu aku sudah bisa memasak dan mengurus diriku sendiri karena aku sudah besar. Ya, aku akui itu memang benar, aku bisa mengurus diriku, tapi aku tak bisa mengurus dan berdamai dengan rasa takut.
Dan malam inipun aku sendirian di rumah, tidur sendiri dengan lampu yang dibiarkan menyala, menyembunyikan selurun tubuh pada selimut tebal, bodoh memang karena ini adalah pertengahan musim panas dan aku malah berselimut di udara sepanas ini. Jangan ditanya karena apa, jawabannya akan selalu sama. Aku sangat takut.
TING TUNG Aku terperanjat kaget tatkala mendengar suara bel rumah. Rasanya tidak mungkin Ibu pulang malam ini, paling tidak Ibu akan pulang besok pagi atau bahkan besok sore, rasanya mustahil kalau malam.
Piyamaku sudah bermandikan keringat, keringat dingin karena takut sekaligus keringat karena kepanasan. Akhirnya aku turun dari ranjang, mengambil tongkat baseball untuk jaga-jaga kemudian turun kelantai bawah untuk membukakan pintu bagi orang di luar sana.
"S-siapa?" Tanyaku gemetar saat sudah tiba di depan pintu utama. "Aku. Kyuhyun seonsaengnim," Aku menghela napas lega, kulempar tongkat baseball tadi lalu membukakan pintu untuk Guruku di sekolah. Setidaknya dengan kehadiran Guru Cho di rumahku, aku akan merasa aman untuk sebentar. Lagipula Guru Cho bukan orang asing bagiku.
"Masuklah, seonsaengnim." Guru Cho masuk sesuai perintahku, aku menutup pintu lalu membimbingnya keruang tengah. "Ada apa bertamu malam-malam?" Tanyaku pada wali kelasku itu setelah dia duduk tak jauh dariku.
"Ibumu menyuruhku untuk menjagamu, katanya dia tak akan pulang selama beberapa hari." Kata Guru Cho sambil menatapku, aku menghela napas lega, ternyata Ibu masih perhatian hingga menyuruh Guru Cho datang kesini malam-malam. Tak ada rasa curiga, Ibu memang punya nomor telpon Guru Cho untuk bertanya bagaimana perkembanganku di sekolah.
"Syukurlah~ Seonsaengnim mau minum apa?" Aku menghela napas lega dan hampir kelupaan kalau Guru Cho tidak aku beri minum, bagaimanapun dia tamu disini. "Tidak, tidak. Ini sudah malam, apa tidak sebaiknya kau tidur?" Guru Cho tersenyum hangat padaku. "Ah, ya. Baiklah," Jawabku canggung.
Guru Cho malah menggendongku, aku terkaget, jantungku hampir bisa mematahkan tulang rusukku saat itu juga. "Panggil saja namaku," Bisik Guru Cho. Tubuhku semakin bergetar, aku ingin berteriak namun lidahku rasanya kelu. Perasaan ini persis sama saat aku ketakutan akan penguntit di belakangku.
"Anda tidak bohong kalau Ibu Saya menyuruh Anda kesini'kan?" Tanyaku masih ketakutan. Kulihat Guru Cho, atau kita panggil namanya saja, tersenyum. Lebih tepatnya ia menyeringai lebar. "Iya, aku memang bohong." Kyuhyun menatapku sementara aku merasakan kepalaku mulai pening.
"Lepaskan aku.." Aku meronta dalam gendongannya, namun dia tidak menyerah melepaskanku begitu saja, hingga akhirnya kami sampai dikamarku. "Lepas!" Aku teriak keras, kutinju-tinju wajahnya, tapi itu justru membuat dia tertawa.
"Aku mencintaimu," Kata Kyuhyun sambil membaringkanku di ranjang, aku shock berat. Bagaimanapun usia Kyuhyun itu sudah menginjak 27, sedangkan aku masih 11 tahun! Kami berbeda 16 tahun. Terlebih saat melihat kenyataan kalau dia Guruku di sekolah.
"Sudah 3 bulan ini aku memperhatikan dan menguntitmu, Yesung-ah." Jadi orang yang selama ini membuatku takut dan cemas adalah Guruku sendiri? Dialah orang yang membuatku merasa terancam. Sekarang dengan bodohnya aku percaya dan memperbolehkan dia masuk.
"Aku selalu mengagumimu.." Ucapnya tepat di depan telingaku, aku bergidik, otakku mengatakan untuk segera memukulnya, kabur keluar kamar lalu mengambil pisau di dapur, tapi justru tubuh ini tak dapat bergerak walau satu senti.
Dia menjilat telingaku, dan aku merasakan perutku bergejolak, seperti ingin memuntahkan sesuatu namun tertahan. "T-tidak.. Ini bukan cinta.. Bukan!" Lirihku ketakutan, gumpalan hangat bernama airmata sudah menggenang dikedua mataku.
"I-ini hanya obsesimu.." Kemudian cairan bening tadi mengalir. Kyuhyun malah menjilatnya, kedua matanya terlihat sangat puas melihatku tak berdaya seperti kucing kecil yang sudah disuntikkan obat bius. "PERGI!" Teriakku ketakutan sambil mendorongnya sekuat tenaga.
Berhasil! Ia terjengkang kebelakang, tentu saja aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk kabur sesuai rencanaku sebelumnya. Aku berlari cepat menuruni tangga, sesampainya disana mataku langsung tertuju pada pisau runcing di atas meja makan. Aku segera mengambilnya, memegangnya erat-erat dan bersiap menusukkan pisau itu pada Kyuhyun.
Aku tak akan masuk penjara hanya gara-gara membunuh seorang pedofil yang berusaha memperkosa dan telah menguntitku selama berbulan-bulan, jikapun tidak ada bukti untuk itu, aku tetap tidak akan masuk penjara karena aku masih dibawah umur, dalam artian lain aku dilindungi hukum.
Langkah kaki menuruni tangga terdengar, aku semakin ketakutan, seluruh tubuhku bergetar, begitupun pisau dalam genggaman. Aku harus tetap fokus. Tidak lama kemudian Kyuhyun terihat memasuki dapur dengan seringaian, ia menyalakan lampu hingga memudahkan dia menemukanku di dekat counter cuci piring.
"J-jangan mendekat!" Seruku, namun getaran disuaraku tak dapat disembunyikan. Kyuhyun semakin mendekat, aku sudah tak dapat memundur karena terhalang counter cuci piring. "Kh!" Niatku untuk menusuknya gagal. Dia malah menggenggam pisau itu dengan tangannya tanpa peduli darah mulai menetes, aku melepaskan pisau begitu saja dan dia membuangnya.
"Jangan sok-sok'an ingin membunuhku jika kau sendiri tak tega melihat seseorang berdarah," Kyuhyun memegang wajahku dengan tangannya yang terluka, bau amis darah memaksa masuk kehidungku. "Kau takut, ternyata membuatmu semakin manis." Ucapnya lalu mengusap bibirku, membasahinya dengan darah.
"Jangan tidak masuk sekolah besok, aku menunggumu." Dia menciumku! Dia mencium bibirku! Aku terlalu takut untuk melawan, bahkan saat dia menyesap bibirku kuat untuk mengeringkan darah disana.
~Jangan Katakan Kalau Ini Bukan Cinta~
Aneh memang karena aku lebih tertarik pada tubuh lelaki kecil daripada melihat perempuan seksi telanjang sekalipun. Ini sudah berlasung sejak lama, bahkan saat aku masih berusia 17 tahun, makanya aku terlihat tidak pernah jalan dengan seorang wanitapun. Banyak yang bertanya kenapa aku belum juga menikah padahal usiaku hampir memasuki kepala 3, aku hanya menjawab belum ada wanit yang menarik perhatian. Padahal sebenarnya, tentu saja karena aku tidak bernafsu pada mereka.
Dan gilanya, aku malah jatuh cinta pada anak didikku sendiri. Dia adalah Kim Yesung, seorang siswa yang berada dalam kelas dimana aku menjadi wali kelasnya disana. Rasa ini tiba-tiba saja muncul, mungkin karena aku terlalu menaruh perhatian padanya. Atau juga ini disebabkan Ibu Yesung sendiri yang menyuruhku selalu memperhatikan, menjaga, dan mengawasi dirinya agar selalu selamat dan memastikan dia baik-baik saja sampai di rumah.
Namun lama-kelamaan melakukannya membuatku merasa bahwa itu sudah menjadi makanan sehari-hari, tidak melihatnya satu haripun rasanya seperti sekarat. Sangat menderita! Aku mengikutinya kemanapun dia pergi, seperti saat dia kerja kelompok di rumah temannya, membeli makanan, maupun ke minimarket seorang diri. Tenanglah Yesung sayang, aku tak akan membiarkan siapapun menyentuh apalagi menyakitimu, aku selalu disini untukmu, jadi kau tak perlu takut.
Setiap malam aku duduk diam di depan rumahnya, di dekat sebuah pohon besar. Aku sering melihat dia berganti baju lewat jendela, meski hanya sekadar nampak seperti siluet, tapi itu sudah bisa membangunkan gairahku. Oh, Yesung sayang. Kau tidak tahu seberapa inginnya aku menciummu.
"Cho seonsaeng!" Aku tersadar dari lamunan saat seorang bocah yang juga anak didikku mengayun-ayunkan tangannya di depan wajahku. Aku menatapnya bingung. "Aku sudah mengerjakan soal yang Anda suruh." Dia berucap sambil menunjukkan telunjutknya pada papan tulis.
"Ya?! Ah. Kembali saja ketempat dudukmu." Aku menyuruhnya dengan tergagap, sesekali mataku melirik pada seorang lelaki cantik yang duduk paling depan, pas di depan meja Guru yang sekarang aku duduki. Dia nampak tak mau bertemu pandang denganku, sedari tadi yang dia lakukan hanya berpura-pura membaca buku, kulihat dia sedikit bergetar dengan bibir pucat seperti kurang darah.
Aku hanya tersenyum melihat dia. Sabar Yesung sayang! Setelah pulang nanti kita akan segera bertemu. Aku terkikik dalam hati, betapa bahagianya membayangkan berduaan dengan Yesung. Aku yakin dia juga menginginkan hal yang sama karena dia juga mencintaiku, yakan?
"Buka BAB Pecahan." Ucapku dan mencoba kembali fokus pada mengajar.
Hingga akhirnya jam dua siang! Oh Ya Tuhan! Aku sungguh berterima kasih karena waktu sudah sampai disaat dimana anak-anak dipulangkan dari sekolah. Dengan kata lain aku akan bisa menjaga Yesung dari penculik yang kemungkinan akan mengambilnya dariku! Nyawa taruhannyapun, aku tak akan membiarkan siapapun mengambil Yesung dariku. Aku akan mengorbankan segalanya demi bersama Yesung.
Sekarang aku tepat beberapa meter dari dia berjalan, langkahnya tergesa-gesa, sesekali dia melihat kebelakang. Hei! Kau membuatu gila sayang. Kau terus bermain petak-umpet dan itu berhasil menyesakkanku! Jangan lari dariku. Jangan sembunyi dariku! Aku lelah mencarimu sepanjang hari! Sekali-kali kaulah yang datang dan temukan aku, jangan hanya aku yang selalu mencarimu.
Karena terlalu asyik melamun, aku kehilangan sosok cintaku! Diamana Yesung? Dimana dia? Aku keluar dari tempat aku bersembunyi tadi, yaitu sebuah pohon yang selalu jadi tempat persembunyianku ketika dia menoleh kebelakang. Akupun mulai panik! Tidak ada yang boleh mengambil Yesung dariku!
Aku mengeluarkan ponsel, mencari nama Yesung disana, kebetulan Ibu Yesung mau memberikan nomor anaknya dengan kepercayaan kalau aku akan menjaganya. Tentu saja aku bisa menjaga Yesung. Aku menyentuh gagang telpon hijau di layar ponselku.
Suara tut panjang sebelum Yesung mengangkatnya. Suaranya terdengar manis ditelingaku. "Yeobeoseyo?" Hei! Aku benci ini. Aku benci dia yang seolah tak mengenali aku! Seharusnya dia langsung tanya saja. "Ada apa Kyuhyun!?" Seharusnya dia seperti itu! Bukannya berlagak tidak kenal aku.
"Dimana kau? Kenapa lari?" Napasnya terdengar memburu, aku benci itu! Dia yang seolah ketakutan mendengar suaraku. "Jangan ikuti aku, jebal!" Dia melirih, aku yakin dia menangis karena suara isakan. Aku yakin telingaku tak salah dengar, aku mendengar suara Yesung disekitar sini. Aku terus berjalan mengikuti kemana hatiku, dan aku yakin hatiku tak pernah salah kalau menyangkut Yesung.
"Sepertinya aku tahu dimana kau.." Aku segera menutup telpon dan memasukkannya kesaku celana, langkahku semakin cepat saat melihat perawakan dari seorang bocah di belakang pohon taman. Sial! Sepertinya Yesung menyadari keberadaanku. Dia berbalik! Wajahnya memerah, begitu juga dengan matanya yang membola, aku yakin dia menangis hebat, buktinya saja airmata masih memasahi wajah manisnya.
"Jangan dekati aku!" Dia berseru kemudian berlari sangat cepat. Aku mengikutinya, hatiku berlari mengikuti langkahnya yang semakin cepat. Aku pikir aku akan jadi gila jika dia terus-terusan lari seperti ini.
"Yesung, berhenti!" Aku mempercepat lariku merasa dia mulai kelelahan, kuraih tangannya lalu membenamkan dia dalam pelukanku. "Lepaskan aku.. Pergi!" Yesung meronta sekuat yang dia bisa. "Aku mencintaimu, Yesung. Tolong mengertilah, aku lelah bermain kejar-kejaran denganmu, aku lelah harus mencarimu yang selalu bersembunyi dariku!" Ucapku walau aku tidak yakin dia mendengarkannya.
"Tidak! Kau salah. Ini bukan cinta. Bukan!" Yesung berseru keras, aku semakin memeluknya erat, membiarkan dia mencium perutku agar suaranya tertahan. Aku takut ada yang mendengar. "Jangan katakan kalau ini bukan cinta! Aku sangat mencintaimu Yesung!" Ucapku dengan nada memaksa dan tegas.
~Afraid~
Aku berhasil melarikan diri dari Kyuhyun yang hendak membawaku kerumahnya. Sekarang aku aman berada dalam kamar, tiduran sambil meringkuk di atas tempat tidur. Aku sudah mengunci semua jendela maupun pintu. Aku yakin dia tidak akan bisa masuk, kalau dia nekat, maka aku sungguh akan menelpone polisi.
Aku terus saja berada dalam posisi ini, terlalu takut beranjak sedikitpun dari tempat tidur, meski aku lapar bahkan belum ganti baju, itu tak masalah. Aku tak ingin Kyuhyun menangkap bayanganku. Dia amatlah mengerikan, bahkan lebih mengerikan dari sosok monster dan hantu yang biasa aku lihat di film.
Dimanapun dan apapun yang aku lakukan, semua terasa sangat menakutkan. Kyuhyun selalu mengawasiku, aku tidak bodoh hingga sampai tidak tahu kalau dia berada di seberang rumahku, di dekat pohon sana.
Kumohon! Siapapun tolong aku.
~Don't Afraid~
Aku pikir aku akan jadi gila. Malam yang panjang menjadi semakin kelam saat aku tak menemukan bayanganmu berkeliaran di dalam rumah. Aku disini, di bawah pohon di depan rumahmu. Cepat datang dan temukanlah aku!
Hingga akhirnya pagi hampir tiba, kau masih saja bersembunyi dariku!
Kau, Kau, Kau, Kau! Tak akan terpisahkan dariku! Sebaiknya cepat keluar, aku tak akan menakut-nakutimu. Dan aku harap kau juga jangan takut.
~I Don't Wanna See You~
Aku terus-terusan menundukkan kepalaku takut, seseorang yang biasa aku panggil Guru itu tetap saja tidak mengalihkan pandangannya dari tadi. Jujur saja jika bisa aku tidak ingin masuk sekolah hari ini bahkan sampai beberapa hari kedepan. Namun rasanya tak mungkin aku melakukan itu karena Ibu pasti saja akan marah besar, dan sialnya aku benci mendengar Ibu berceramah, meskipun itu untuk kebaikanku sendiri.
"Yesung, bisa kau kerjakan soal ini?" Sontak saja aku mengangkat kepalaku sambil melotot kaget pada sosok Kyuhyuh, wajahnya begitu santai, tapi juga terdapat binar kesenangan dimatanya. Oh! Sial, aku sudah sangat membenci pelajaran matematika, biar aku bersungguh-sungguh ingin bisa, tetap saja rasanya aku tidak bisa, malah Guru matematikaku adalah orang yang paling aku takuti dan orang yang menjadi daftar 'seseorang berbahaya yang harus dijauhi'.
"Maaf, aku tidak bisa seonsaengnim." Jawabku sesopan mungkin, kulihat ia mendelikkan kedua bahunya. "Aku akan membimbingmu, cobalah." Dia masih saja memaksa agar aku mengerjakan soal di papan tulis. Kulihat soalnya luamayan sulit, ah tidak! Melainkan sangat sulit untuk seukuran aku. "Tidak mau seonsaengnim." Jawabku lagi, kini sangat ketus, kulihat wajahnya mengeras.
"Ah, baiklah kalau begitu." Ia tersenyum sambil menatap kearah yang lain. "Kau, silahkan coba!" Kyuhyun menunjuk kesalah seorang anak, dan syukurlah anak itu mau.
Jam pulang sekolah telah tiba setelah melalui dua jam mata pelajaran KYUHYUN SEONSAENGNIM. Walau hanya dua jam aku merasa berada satu tahun dalam penjara, sangat mencekam dan mengerikan. Entah ada yang sadar atau tidak, selama Kyuhyun mengajar dia selalu melihat kearahku, dan yang aku lakukan hanya bisa menundukkan kepala.
Aku berjalan keluar kelas, semuanya masih nampak biasa saja, aku bahkan tidak merasakan Kyuhyun mengikutiku, setelah melalui lapangan sekolahpun, semuanya seakan baik-baik saja.
Takut kalau Kyuhyun segera menangkapku sekeluarnya aku dari gerbang sekolah, aku berlari secepat yang aku bisa. Lari, lari, dan lari! Hanya itu yang ada dalam pikiranku saat aku merasakan kehadiran seseorang. Setelah berlari cukup jauh menuju kediamanku, aku merubahnya menjadi jalan cepat.
"Yesung." Tiba-tiba saja aku dikejutkan oleh suara seseorang, setelah aku menoleh aku malah mendapati Kyuhyun menatapku cemas. "Jangan lari.." Dia menahan tanganku. "Lepas!" Seruku sambil mencoba melepaskan tangan dari genggamannya. "Aku tidak akan menyakitimu, jadi jangan lari." Dia memelas, biar wajahnya seperti itupun tapi tetap saja mekakutkan bagiku. "Aku akan teriak!" Ancamku kemudian.
Kyuhyun terdiam, tapi tangannya tidak juga melepaskan tanganku. "APA KAU GILA? KENAPA KAU BEGINI? LEPASKAN AKU!" Aku berteriak nyaring, namun sialnya tidak ada seorangpun yang berada di dekat kami. "Aku muak melihatmu! Tolong lenyaplah! Aku tidak ingin melihatmu!" Aku meracau kesal, namun tetap saja ia hanya berdiri memandangiku bagai orang bodoh.
"LEPAS.. LEPAS~" Aku mulai menangis karena kesal sekaligus takut. Pegangan tangan Kyuhyun terlepas, tentu saja aku tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk kabur. Pergi menjauhinya sejauh mungkin.
Aku tidak ingin melihatnya!
Aku tidak ingin menangis lagi!
~I Wanna See You~
Kau tak akan pernah bisa menyingkirkanku. Jangan berpikir aku akan melepaskanmu hanya karena kau menangis di hadapanku. Kau juga mencintaiku juga, yakan? Tapi kau hanya malu untuk mengungkapkannya hingga kau lebih memilih kabur dariku.
Kumohon jangan lari sayang. Aku sangat ingin melihatmu. Aku ingin memelukmu. Rasa rindu ini menyiksaku setiap malam, aku tidak bisa duduk diam di rumah tanpa melakukan apapun saat rindu ini menghinggapi.
Aku bangkit dari ranjang, kuraih jaket dan topi kemudian memakainya, lalu aku berjalan menuju meja tempat biasa aku memeriksa tugas-tugas muridku, mengambil sesuatu di dalam lacinya. "Kita akan segera bertemu sayang," Aku bergumam. Wajah manis Yesung terbayang di kepalaku.
Jalanan terlihat sepi saat aku keluar, wajar saja, ini sudah jam 10 malam. Rumahku tak terlalu jauh dari rumah Yesung, hanya berbeda komplek saja, dan aku tak perlu membuang uang dan waktu agar bisa sampai kesana.
Aku terus berjalan, sesekali merapatkan jaket dan membetulkan topi hitamku. Rasa rindu ini seakan bisa membunuhku sekarang juga, aku mempercepat langkahku merasa rumah Yesung sudah dekat. Lampu terasnya tidak menyala, begitu juga dengan semua lampu di dalam rumahnya. Tidak biasa sekali.
Dulu, saat Yesung belum menyadari kalau aku menguntitnya, dia sangat rajin keluar rumah untuk pergi ke minimarket di ujung jalan, namun setelah dia tahu, dia bahkan tidak berani keluar kamarnya meski itu hanya sekadar membuka jendela. Apa dia sebegitu takutnya denganku. Aku bahkan tidak pernah menyakitinya, seharusnya Yesung mengerti seberapa besarnya cintaku.
Aku bersembunyi di belakang pohon, dekat lampu jalan yang mati di depan rumahnya. Terus menatap kearah jendela di lantai dua, itu adalah kamar Yesung. Keluarlah sayang, aku sungguh sangat ingin melihatmu. Sudah aku bilang jangan main petak-umpet, itu sangat membuat dadaku sesak.
Kau tidak boleh mencintai siapapun kecuali aku, Yesung-ah. Kau akan segera menjadi milikku.
Aku memfokuskan tatapanku pada pintu rumahnya yang terbuka perlahan, dia terlihat ketakuan, apa yang membuat Yesungku ketakutan seperti itu, apa ada pencuri di rumahnya. Tenang Yesung, seharusnya kau panggil saja aku. Kemudian Yesung berjalan ke rumah yang ada di samping kirinya, hei! Mau apa dia dirumah orang asing. Seharusnya dia panggil aku! Seharunya Yesung meminta bantuanku! Bukan siapapun, tidak boleh siapapun, hanya aku! AKU!
Orang di rumah asing itu membukakan pintu untuknya, Yesung masuk. Sialan orang itu, apa dia berniat mengambil Yesungku! Sudah aku bilang jangan membuatku marah. Aku bergegas keluar dari tempat persembunyian menuju rumah orang sialan itu. Sesampainya disana aku berjalan kehalaman belakang, mengintip dari celah-celah dinding yang tak tertutup rapat.
Yesung berada disana, makan malam dengan 3 orang asing. Sialan! Kenapa mereka terlihat begitu akrab. Apalagi Yesung tertawa lepas, tawa yang selama ini tak pernah lagi aku lihat. Aku mengeram, tanpa sadar tanganku sudah berdarah karena meremas sesuatu dalam saku jaketku.
Siapa saja yang berani mengambil Yesung dariku akan dapat akibatnya! Lihat saja.
Aku berjalan menuju pintu, kutendang pintu itu setelah sebelumnya menaikkan kerah jaketku dan memastikan wajahku tak terlihat. Kudengar salah seorang wanita memekik kaget, lalu diikuti anak seusia Yesung yang tadi bercanda riang dengan Yesungku! Berani sekali dia.
"Siapa kau?" Lelaki tua disana berdiri. "Tidak sopan sekali masuk kerumah orang." Oh! Seharusnya kalian lebih pakai otak sedikit, kalian tidak mengunci pintu tadi, wajar saja aku bisa masuk seenaknya. Apa kalian mau mencelakai Yesungku ha? Bagaimana jika penjahat masuk lewat pintu ini? Kalian mau tanggung jawab kalau sampai Yesung terbunuh?
"S-siapa dia? A-aku merasa pernah melihatnya." Anak disamping Yesung bersembunyi kebelakang punggung Yesung. Haih! Kau sungguh membuatku muak! Jangan pernah menyentuh Yesungku dengan tangan menjijikanmu!
"J-jangan takut, sebaiknya aku bicara dengannya." Yesung menjawab, sok berani sekali dia, terakhir kali kami bertemu saja dia berteriak histeris meminta dilepaskan. Oh! Apa sekarang dia akan menyerahkan dirinya padaku secara percuma. Baguslah, aku tak perlu lagi main petak-umpet dan kejar-kejaran.
"Yesung, jangan! Dia berbahaya." Wanita tadi menarik tangan Yesung yang hampir mendekat padaku. Sialan sekali! "T-tidak ahjumma, aku kenal dia kok. Mungkin dia tadi kerumah, lalu tidak menemukan aku disana, dan tanpa sengaja dia melihatku masuk kesini." Jelas Yesung, suaranya terdengar ketakutan.
Bagus sayang, ayo lebih mendekat padaku. "Jangan. Dia membawa senjata," Setelah wanita tadi melepaskannya sekarang malah pria tua penuh uban menarik tangan Yesung. Ck! Mau mati ya dia?
"Tidak apa, dia tak akan menyakitiku." Kenapa kau baru menyadari kalau aku tidak akan menyakitimu ha? "Jangan!" Pria tua itu brengs*k sekali.
Kesal, akhirnya aku mendekat kearah mereka. Sasaranku adalah wanita itu, yang sekarang sedang berdiri dengan gemetar. Sesampainya disana aku menyeringai melihat si pria tua memekik keras mengatakan jangan. Aku tetap saja memegang bahunya lalu mengarahkan pisau keleher wanita malang itu.
"J-jangan.." Oh! Ternyata itu Ryeowook, temannya Yesung di sekolah. Sekarang ia menatap kasihan ke arah Ibunya. "Lepaskan Yesung," Gumamku, sepertinya pria tua itu mengerti, dia segera melapaskan tangan Yesung.
Aku tertawa senang, kemudian tanganku mulai menyayat leher putihnya, menggoroknya dari kiri ke kanan secara cepat. Wanita itu tak sempat berteriak, darah langsung memuncrat dari lehernya. Kulihat dia tak bisa bernapas dengan benar, mungkin karena pisau ini sudah menancap menyentuh tenggorokannya.
"EOMMA!" Ryeowook berteriak keras melihat Ibunya aku bunuh, wanita itu jatuh, darahnya mengotori lantai rumah. Belum puas sampai sana, aku menduduki perutnya. Pisau yang tadi menancap di lehernya aku cabut, lalu mulai menusukkan kedada kirinya penuh emosi. Haha! Sepertinya tulangnya patah karena aku.
Mata wanita itu membelalak lebar, sepertinya aku berhasil menusuk ke jantung. "STOP!" Kudengar Yesung berteriak, ia terduduk lemas, sepertinya habis muntah. "B-berhenti.." Gumamnya lemas.
Aku berdiri, lalu menatap curiga pada pria tua. Kuraih sesuatu dalam saku jaket, itu adalah benda kedua kesukaanku. DORLangsung saja kutarik pelatuk pistol, dan berhasil mengenai kepalanya. "Appa!" Ryeowook berteriak lagi, kini ia sudah tak bisa melakukan apa-apa kecuali menatap kepergian orang tuanya.
"KAU GILA?" Teriak Ryeowook, sepertinya aku tak perlu lagi menyembunyikan wajahku. Kuturunkan kerah jaketku lalu membuka sedikit topi, kutatap ia. "Seonsaengnim.." Suaranya terdengar ketakutan. "Mereka salah apa?!" Lirihnya lagi. Aku tidak menjawab, ku alihkan tatapanku pada Yesung.
Bibir Yesungku terlihat pucat, wajahnya juga ketakutan. "Geumanhae," Kudengar Yesung mengucapkan kata itu. Aku mulai mendekatinya, setelah sampai aku berjongkok, ku angkat dagunya. "Uljima." Kataku selembut mungkin, berusaha menenangkan. Ibu jariku bergerak menghapus airmata dipipinya.
Jadi selembut inikah wajah Yesung, sehangat inikah pipinya ketika airmata mengalir melewati? Oh Tuhan! Aku sungguh tak dapat menahan gairahku. Wajahnya terlalu menggoda.
Kucium kedua pipinya bergantian, beralih pada bibir pucatnya yang terbuka. "Seonsaengnim boleh melakukan apapun asalkan jangan menyakiti bahkan membunuh orang-orang di dekatku." Dia merengek. Hei! Aku benci ini. Kenapa dia memanggilku begitu. Kenapa ia menatap seakan aku pembunuh?
"Mereka menyentuhmu, Yesung-ah." Bisikku lembut, kulihat ia bergidik. "Jangan menilai dari apa yang kau lihat seonsaengnim, mereka berusaha melindungiku karena kau berbahaya!" Dia menatapku, apa-apaan mata itu? Dia membenciku, tatapannya terasa merendahkanku.
"AAWW!" Sialan, aku segera berbalik setelah merasakan entah itu pisau atau garpu menancap di punggungku, rasa panas, perih dan tentunya sakit mulai merambat. Ternyata Ryeowook yang melakukannya, sekarang ia memundur sambil mengarahkan pisau padaku.
Aku hanya terkekeh, lucu sekali anak ini. DOR Satu tembakan saja sudah berhasil membuatlah lumpuh. DOR Sekali lagi aku menembak dadanya, berusaha agar dia bisa tidur selamanya tanpa gangguan.
"Haha." Aku tertawa pelan, kemudian berbalik lagi untuk menghampiri Yesungku. Apa? Dia sudah tak ada. Kemana anak itu, apa dia mau bermain lagi malam-malam seperti ini? "Cobalah untuk lari, kemanapun juga, aku bisa menemukanmu. Aku mengenalmu, sayang." Teriakkanku menggema memenuhi ruangan sepi penuh darah itu. Aku mulai berjalan, aku merasa bahwa Yesung belum keluar dari rumah ini, dia hanya sembunyi, aku yakin itu.
Aku terus melangkah menyusuri dapur, mencari kesetiap inci ruangan namun tak ada apapun. "Kau tak akan pernah bisa lepas dariku," Aku bergumam senang, kemudian sebuah ide melintas dikepalaku.
"Yesung-ah, sepertinya Ibumu sudah pulang, ada mobil di depan rumahmu. Perempuan itu keluar, dia membuka pintu namun tak bisa." Aku berpura-pura melihat dari jendela yang kebetulan menghadap ke halaman rumah Yesung. Aku tahu titik kelemahan Yesung, yaitu ibunya sendiri. "B-benarkah?" Aha! Yesung keluar dari tempat persembunyiannya.
"Iya, coba sini." Aku berbalik lalu melihat dia keluar dari tempat sempit di antara kulkas dan lemari besar, jadi tubuhnya sekecil itu hingga dia bisa masuk dan berhasil membuat aku tidak dapat melihatnya. Dia terus berjalan mendekat padaku. "Tidak bohong'kan?" Wajah cemasnya sangatlah menggemaskan.
"Iya, cepatlah. Lihat ibumu dari sini," Hingga akhirnya Yesung berdiri tepat disampingku. Langsung aja aku memegang kedua tangannya. "K-kau bohong!" Dia berseru tidak terima. "Seharusnya kau belajar dari pengalaman, sayang." Aku menggendongnya, sangat ringan seperti kapas.
"KAU BOHONG! AKU MEMBENCIMU!" Yesung meronta seperti anak kucing yang biasanya aku peluk dengan paksa. "Tatap aku!" Bentakku membuat dia terdiam. Mata merahnya terarah pada kedua mataku, ada ketakutan disana.
"Kau hanya boleh mencintaiku. Tak siapapun termasuk Ibumu! Tidak boleh!" Aku bergumam, dan sangat yakin bahwa ia mendengarnya.
.
To Be Continue
.
Ucchan Note : GORE + PEDO IS SO MUCH FUN~/digampar apalagi disini yemma imut2~ untung yefi chan ngajak kolab lagiXD ucchan akan berusaha walau deadlinenya mengerikan _ " review ne~! ^o^
Yefi Chan Note : Hai! Hai! Ini adalah fic kolab Ucchan dan diriku. Semoga suka yah~ Kalau ada yang gak jelas mohon ditanyakan ^^
Niat review?!
