Yak, Kurofer balik lagi!~ *disambitin*Siape yang nyambitin gue woy?

Abaikan bacotan gaje di atas! Yap, ini fic pertama saya di fandom Bleach! Dan berhubung saya sangat suka pair UlquiHime, jadilah fict yang diketik spontan selama 4 jam ini -_-"a

Sebenarnya saya mau jadiin ini fict one shot, eh tapi tau-tau pas selesai, wordsnya mencapai angka 4,846 -,- Jadi saya pisah jadi 2 chap. Okeh, saya rasa cukup bacotan gaje saya, sa, enjoy reading!~

Warning: AU, typo(s) maybe?, alur cepat, dan berbagai kekurangan saya lainnya

Disclaimer: Bleach punya Tite Kubo-sensei! Saya cuma pinjem chara-charanya yang keren-keren! xD


Winter In Love

by: Kuroschiffer P.

...

Gadis berambut jingga panjang sepunggung itu melangkahkan kaki ke luar apartemennya. Ia mengenakan syal merah muda bergaris putih di lehernya yang jenjang sampai hampir menutupi mulutnya. Gadis itu berjalan sambil sesekali bersenandung kecil. Mood-nya sedang baik rupanya. Ia berjalan menuju danau taman kota Karakura yang membeku dikarenakan dinginnya suhu udara di musim dingin ini.

Sambil membawa sepatu khusus ice rink, ia terus berjalan sambil tersenyum hangat yang mengakibatkan orang yang melihat senyumnya merasakan hangat di hari yang sangat dingin ini. Hari ini ia ada janji dengan seseorang yang ingin mengajarinya cara 'bermain' di atas danau membeku itu atau kita sebut saja area Ice rink sementara. Ia melihat jam jingga sewarna rambutnya yang bertengger manis di tangannya. Jarum panjang di jam itu menunjuk angka 2 sedangkan jarum yang pendek menunjuk antara angka 3 dan 4.

"Hem, jam ini yang terlalu lambat atau aku yang terlalu bersemangat? Sampai-sampai aku berangkat 15 menit sebelum waktunya?" tanya gadis itu pada dirinya sendiri sambil menaruh telunjuk kanannya di dagu. Dapat kita lihat uap putih yang keluar dari mulutnya saat berbicara tadi yang menandakan udara di sana benar-benar dingin.

Ia kemudian berjalan santai sambil melihat sekeliling. Jalanan yang dipenuhi salju yang biasanya ramai oleh orang-orang dan kendaraan berlalu lalang kini terlihat sangat luas lantaran sepinya jalanan itu sekarang. Hanya ada beberapa anak berlarian dengan ceria tanpa takut ada kendaraan yang mengganggu. Toh, jalanan tertimbun salju itu tak bisa dipakai untuk berkendara oleh jenis kendaraan apapun. Di jalan itu juga terdapat beberapa orang yang berlalu lalang sambil mengenakan syal, coat, jaket, boot, dan perlengkapan musim dingin lainnya.

Gadis bermata coklat itu terus berjalan sambil melihat sekelilingnya. Kemudian ia melihat sebuah stall makanan yang menjual bakpao hangat yang agak ramai oleh orang-orang. Mungkin sebuah bakpao hangat sangatlah menggiurkan di cuaca seperti ini. Tak terkecuali gadis itu, ia pun melangkahkan kakinya menuju stall bakpao tersebut.

"Mampir sebentar buat beli makanan boleh, lah! Sekalian mengulur waktu sampai setengah tiga." gumam gadis itu riang sambil tersenyum.

Sesampainya ia di stall itu, ia berdiri mengantri. Antriannya tak terlalu panjang juga tertib—beda banget sama Indonesia #plak! Oke, lanjut. Sembari mengantri, gadis yang perangainya selalu ceria itu kembali melihat-lihat sekelilingnya. Matanya kemudian menangkap sosok yang sudah sangat tidak asing baginya sedang berdiri memesan bakpao di stall tempat ia mengantri. Gadis itu dan sosok itu berdiri hanya dibatasi oleh dua orang pengunjung lain. Setelah sosok itu selesai membeli bakpao dan hendak meninggalkan tempat itu, gadis itu berteriak menyapanya.

"Hey, Ulquiorra! Tunggu!" kata gadis yang sedang mengantri itu.

Merasa dirinya dipanggil, sosok itu menengokkan kepalanya yang tertutup rambut hitam ebony lurus yang terkesan agak sedikit emo. Ya, dialah Ulquiorra Schiffer. Ia mengenakan jaket sejenis parka berwarna hitam, syal hijau tua bermotif kotak dengan garis hitam, dan celana panjang jeans. Tangan kanannya yang terbungkus sarung tangan putih memegang bungkusan bakpao yang sedang dimakan sedangkan tangan kirinya dia masukkan ke dalam saku celananya.

"Onna, sedang apa kau di sini?" tanya Ulquiorra sambil berjalan kembali ke tempat gadis itu.

"Tentu saja aku sedang membeli bakpao, Ulquiorra." kata gadis itu balik, menjawab pertanyaan Ulquiorra yang menurutnya aneh. "Kau mau ke danau juga, kan? Kalau begitu kita ke sana bareng saja!" ajak gadis itu sambil tersenyum.

"Hn." jawab Ulquiorra singkat. Dia memang tipe orang pendiam yang tak banyak omong. Ia kemudian berdiri di samping gadis itu dan ikut mengantri lagi bersamanya.

Akhirnya giliran gadis itu. Dia pun memesan bakpao kacang hijau manis yang ia sukai. Kemudian ia berjalan meninggalkan stall itu dengan Ulquiorra di sampingnya.

"Untung tadi kita ketemu ya. Kalau tidak, pasti salah satu dari kita akan menunggu lama di taman." kata gadis itu riang membuka pembicaraan.

"Hn." kata Ulquiorra singkat. Yah, sebenarnya dia ingin bicara banyak dengan gadis di sampingnya ini karena tiap kali berbicara, ia hanya diam mendengarkan sambil ber-'hn' ria. Ia sedikit merasa tidak enak karena ia mungkin terlalu dingin menanggapi gadis sehangat dan seceria gadis di sampingnya ini. Tapi mulutnya selalu terkunci karena memang dia tak tau apa yang harus dikatakan. Ha-ah..jadi orang stoic memang susah ya?#dicero Ulqui.

"Oh iya, kenapa kau tidak membawa sepatu ice rink? Katanya kau mau mengajariku cara meluncur dengan keren di atas rink ice?" tanya gadis itu sambil menaikkan sebelah alisnya bingung.

"Ooh, aku 'kan tidak perlu ikut meluncur kalau ingin mengajarimu, Onna." jawab Ulquiorra santai sambil terus menghabiskan bakpao ayamnya yang tinggal secuil.

"Yah, tapi kalau kau tidak ikut meluncur 'kan tidak asyik? Masa nanti aku meluncur sendirian?" protes gadis itu.

"Tidak apa-apa 'kan? Masa meluncur sendirian saja kau takut, eh Onna?" jawab Ulquiorra tetap dengan wajah stoicnya.

"Apanya yang 'takut'? Aku hanya merasa tak menyenangkan jika aku yang meluncur dan bersenang-senang sendiri sedangkan kau hanya berdiam diri tak melakukan apapun." jawab gadis itu sambil cemberut. Terselip nada kesal dalam kata-katanya tersebut.

Mata hijau emerald Ulquiorra sedikit melebar. Ia memang tak terbiasa diperhatikan oleh orang-orang di sekelilingnya karena wajah dan sikapnya yang dingin sedingin cuaca saat ini. Alasan lainnya karena masa lalu orang tuanya yang sudah meninggal yang membuatnya menjadi seperti ini dan dikucilkan semua orang. Tetapi, lain halnya dengan orang-orang, gadis di sebelahnya ini terus tersenyum di sampingnya walau mengetahui semua itu. Gadis itu selalu membuat Ulquiorra kaget gara-gara perbuatan dan kata-katanya yang tak terduga. Ya, gadis itu datang yang membuat hati Ulquiorra yang perlahan-lahan mencairkan hati beku Ulquiorra.

"Huh, kau memang aneh ya, Onna?" kata Ulquiorra sambil tersenyum singkat yang kemudian langsung tergantikan dengan wajah stoic-nya yang biasa.

Namun senyum singkat yang tulus itu sempat tertangkap oleh mata gadis itu.

"Ah, Ulquiorra! Sudah kukatakan berkali-kali 'kan? Jangan panggil aku Onna, cara bicaramu seperti orang yang baru kenal saja! Dan lagi, jangan terus mengataiku!" kata gadis itu kesal. "Tapi, teruslah tersenyum seperti tadi, ya? Hal itu jau lebih menyenangkan daripada terus meledekku." ujar gadis itu menambahkan kata-katanya sebelumnya sambil tersenyum menghadap Ulquiorra.

Semburat merah yang amat tipis muncul di wajah pucat Ulquiorra. "Huh, kau memang aneh, Orihime Inoue. Aku tidaklah tersenyum tadi." elak Ulquiorra sambil terus menatap ke depan. Ia meremas bungkusan bakpao tadi dan melemparnya ke dalam tong sampah yang dilewatinya.

"Eeh! Padahal tadi aku memujimu, lho! Dasar kau ini kejam, ya?" kata gadis itu kesal yang ternyata bernama Orihime Inoue.

Mereka terus berjalan ke taman dengan santai sambil mengobrol walaupun sebagian besar hanya Orihime yang berbicara dan Ulquiorra hanya menanggapinya dengan diam dan 'hn'.

"Kau pasti tau 'kan teknik dasar meluncur di es?" tanya Ulquiorra sambil berdiri di depan Orihime yang sedang duduk mengganti sepatunya dengan sepatu ice rink di pinggir danau.

"Kalau itu sih aku tau. Sepertinya kau menganggapku tidak bisa meluncur secara keseluruhan, eh Ulquiorra?" tanya Orihime balik sambil mengencangkan ikatan sepatunya.

"Ya, aku memang menganggapmu begitu. Dan baguslah jika kau sudah tau, jadi tak akan terlalu sulit mengajarimu." jawab Ulquiorra datar dan jujur. Dasar, kau memang tak mengerti perasaan cewek, Ulqui!

"Hhh, kau terlalu meremehkanku kalau begitu. Yah, baiklah, apa yang pertama kita pelajari sekarang?" tanya Orihime sambil berdiri di atas es di samping Ulquiorra. Sekarang, tinggi mereka sejajar disebabkan Orihime memakai sepatu ice rink-nya.

"Bagaimana kalau meluncur cepat? Itu hal pertama yang harus dipelajari agar bisa melakukan berbagai gerakan di atas es. Pertama, angkat kaki kananmu kira-kira 45⁰ lalu…." Ulquiorra pun menjelaskan teknik-teknik meluncur cepat kepada Orihime dengan panjang lebar. Ia membuat penjelasan yang mudah dimengerti untuk seorang pemula seperti Orihime.

Oh iya, kenapa Ulquiorra yang sudah mahir dalam hal meluncur mau bersusah payah mengajari Orihime? Yah, sebenarnya hal itu disebabkan kejadian enam hari yang lalu, hari di mana mereka pertama kali bertemu di danau beku ini.

Flashback

Seorang gadis berambut jingga terang seperti matahari berjalan gontai di jalanan penuh salju itu. Bekas air mata terlihat samar di wajah mulus nan cantiknya. Ia berjalan sambil menunduk menghadap jalanan putih itu. Ia sedang berjalan pulang dari rumah sahabat baiknya, Tatsuki Arisawa. Mengapa ia terlihat sangat tak bersemangat dan matanya sembab? Itu karena ia baru saja mendengar kabar yang menurutnya sangat menyakitkan.

Tadi saat dia dan Tatsuki sedang bermain game bersama di rumah Tatsuki, dia mendapat SMS dari salah satu teman baiknya yang lain. Kira-kira beginilah pesannya:

[From : Kuchiki Rukia]

Hey Orihime, kau kemana hari ini? Padahal aku baru saja mau mengajakmu main. Oh iya, kau tau? Hari ini Ichigo menembakku! x) Aku kaget sekali dan sekaligus senang!~ Yah, aku mau kau jadi orang pertama yang tau kalau aku jadian karena bagaimanapun kau kan teman baikku.. :D

Orihime yang baru saja membaca pesan itu langsung menjatuhkan konsol game-nya dan tertunduk. Tatsuki yang menyadari keanehan Orihime yang tiba-tiba berhenti bermain menengok ke arah Orihime.

"Hime, kau kenapa? Tiba-tiba saja berhenti." tanya Tatsuki heran. "Pesan dari siapa?" tanya Tatsuki sambil menyudahi bermain dan mengambil handphone Orihime yang tergeletak di samping pemiliknya. Setelah Tatsuki selesai membaca pesan yang tertera di sana ia langsung menatap Orihime dengan sedih.

"Oh, Hime.. Kau yang tabah, ya! Aku tau perasaanmu saat ini, pasti sangat menyakitkan!" kata Tatsuki lirih sambil menepuk pundak Orihime. Ya, selama ini Orihime memang menyukai Ichigo Kurosaki, teman laki-lakinya sejak kecil yang penolong dan murah senyum. Tetapi yang mengetahui perasaan Orihime kalau ia menyukai Ichigo hanya Tatsuki, teman sekakligus sahabat terdekatnya sejak kecil.

"Tidak apa, Tatsuki-chan! Aku sudah tau akan begini jadinya." Jawab Orihime sangat pelan sambil mengepalkan kedua tangannya, berusaha menahan air matanya agar tak terjatuh.

"Hime, kalau kau mau menangis, menangislah! Biarkan perasaanmu mengalir bersama air matamu!" ujar Tatsuki menguatkan Orihime sambil merangkulnya.

Orihime yang tak dapat menahan air matanya lagi, langsung menangis sambil memeluk Tatsuki. Ia menangis tanpa suara tetapi yang terdengar hanya suara isakan kecil.

Setelah Orihime selesai menangis, Tatsuki langsung membelai punggungnya dengan lembut, beusaha menguatkan Orihime. Ia pun kemudian menceritakan lelucon-lelucon aneh agar Orihime bisa sedikit lebih terhibur. Kemudian mereka mulai mengobrol dan tertawa-tawa bersama lagi, seakan kabar barusan tak pernah ada.

"Sudah jam 3, Tatsuki aku pulang, ya?" kata Orihime sambil melihat jam tangan yang melekat di tangan kirinya.

"Yah, kenapa cepat sekali, Hime? Kue yang baru kupanggang bahkan belum matang!" protes Tatsuki kepada temannya yang sedang bersiap-siap pulang.

"Hm.. aku mau belanja bahan makanan untuk malam ini. Karena stok bulan kemarin sudah hamper habis." kata Orihime tersenyum sambil merapatkan syal dan jaketnya.

"Baiklah kalau begitu, hati-hati ya, Orihime!" pesan Tatsuki sambil mengantar Orihime keluar dari rumahnya.

"Ya, terima kasih atas makanan dan game-nya ya Tatsuki! Itadakimasu!" kata Orihime sambil melangkah keluar halaman rumah keluarga Arisawa dan melambai.

"Itterasai!" kata Tatsuki membalas lambaian Orihime sambil menatap ke arahnya sampai sosok berambut jingga itu menghilang.

Dan alhasil, sekarang gadis itu sedang berjalan sendirian di hari yang dingin itu. Setelah ia mampir ke swalayan sebentar dan mendapatkan bahan makanan untuk tiga hari, ia berjalan pulang sambil membawa satu kantong plastik yang tak terlalu besar. Dia kembali menundukkan kepalanya, kembali teringat hal yang membuatnya sedih.

'Aah, Orihime! Kau tak boleh seperti ini terus! Bagaimanapun Rukia dan Kurosaki-kun adalah teman-teman baikmu 'kan?' pikir Orihime sambil kembali menegakkan kepalanya dan menggelengkannya pelan.

Dia kembali melihat sekeliling. Dia melihat taman kota Karakura yang sekarang sudah ditimbun oleh selimut putih tebal yang dingin. Di taman itu, hanya ada sedikit sekali orang dibandingkan hari-hari lainnya. Danau di taman itu pun membeku. Hanya ada 4-5 orang yang meluncur di atas danau es itu. Orihime memutuskan untuk mampir ke taman itu sebentar untuk mencerahkan pikiran dan mood-nya.

Saat ia duduk di bangku panjang taman dekat danau beku itu, ia melihat sesosok pemuda berambut hitam ebony meluncur cepat dan disertai gerakan-gerakan yang menurut Orihime mengagumkan. Pemuda itu terlihat sangat santai 'bermain' di atas lantai e situ. Kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku celana. Pandangannya dingin dan datar.

Orihime melihat kedua mata pemuda berkulit pucat itu. Mata hijau emerald yang sangat indah. Orihime seakan terhipnotis, terus memandangi pemuda yang dengan lincahnya berlarian di atas es dingin itu.

Pemuda itu kemudian meluncur ke tepi danau dan duduk di bangku panjang tempat Orihime duduk karena memang bangku itulah yang tidak tertutup salju. Orihime terkejut pemuda yang diperhatikannya daritadi tiba-tiba duduk tak jauh di sampingnya. Orihime memberanikan diri menyapanya.

"A-ano, tadi itu cara meluncur yang hebat sekali! Kau seorang pro, ya?" tanya Orihime kepada pemuda yang sedang sibuk melepas sepatu ice rink-nya.

Merasa seseorang mengajaknya bicara, pemuda itu yang sedang menunduk itu menoleh. Dia melihat seorang gadis bermata coklat berambut jingga seterang mentari sedang menatapnya.

"Bukan." jawabnya singkat. Dia agak terkejut tiba-tiba ditanyai oleh orang asing.

"Ahaha, begitu. Tapi cara meluncurmu tadi benar-benar tidak biasa! Seperti orang yang benar-benar terlatih!" kata Orihime sambil tersenyum. Orihime sepertinya menyadari keterkejutan lawan bicaranya yang tiba-tiba disapa oleh orang asing sepertinya.

Pemuda itu tidak menjawab melainkan terus melanjutkan kegiatan melepas ikatan sepatunya yang rumit.

"Hei, kau baru pindah, ya ke sini? Sepertinya aku baru pertama melihatmu di sekitar sini." tanya Orihime memecah keheningan.

"Tidak, aku sudah tinggal di sini 2 tahun yang lalu." jawab pemuda itu masih singkat dan datar yang sekarang sedang mengikat tali sepatu biasanya.

"Kalau begitu kenalkan, aku Orihime Inoue, kau?" tanya Orihime riang sambil menyodorkan tangannya ke arah pemuda pucat itu.

Pemuda itu menegakkan badannya kembali setelah selesai mengikat sepatunya. Ia menoleh kea rah gadis supel dan periang yang ada di sampingnya. Sebenarnya ia merasa sedikit ragu dan terkejut. Karena biasanya orang-orang di sekitarnya bersikap dingin kepadanya. Jangankan menyapa, menoleh ke arahnya pun tidak. Padahal dirinya tidak pernah melakukan kesalahan apapun kepada mereka. Tetapi ia tetap menjawab pertanyaan Orihime tanpa menjabat uluran tangannya.

"Ulquiorra Schiffer." jawab pemuda itu dingin. Sebenarnya pemuda itu sudah mengira reaksi macam apa yang bakal dikeluarkan oleh gadis itu setelah mendengar namanya—tepatnya nama keluarganya. Tetapi reaksi yang dia kira itu tak kunjung muncul di wajah cantik Orihime.

"Um, senang berkenalan denganmu Schiffer-san!" kata Orihime sambil tersenyum riang ke arah Ulquiorra dan menarik kembali tangannya yang tadi menggantung di udara.

Ulquiorra menaikkan alisnya sebelah. Ia terkejut, heran, bingung terhadap gadis di sebelahnya ini. Biasanya orang-orang yang sudah mendengar nama Schiffer langsung bergidik ngeri, menjauhinya, menatapnya sinis, dan dingin. Tapi gadis ini jangankan menunjukkan semua ekspresi itu, dia malah tersenyum hangat dan senang.

"Kau…tidak takut denganku, Onna?" tanya Ulquiorra penasaran.

"Eh?"

To Be Continued


A.N.: Yak, saya potong pas lagi flashback saja dah! Karena saya ga pintar memotong-motong adegan ahaha~ #plak! Saya bingung mau potong di mana dan saya pikir paling cocok di bagian itu, ya sudah.. Dan berhubung fict ini dari awalnya udah kelar jadi ga bakal lama update, paling minggu depan#plak! itu lama!#

Sekali lagi saya mohon masukan dari para senpai-senpai yang sudah lama bikin acc di sini karena saya masih newbie dan saya masih butuh banyak bimbingan! *bungkuk-bungkuk*

Sa, click the review box below and burst out all your steam and suggest, please!~

Someone Who's Longing to The Death

Kuroschiffer P.