Disclaimer: Harry Potter adalah milik J.K. Rowlings sementara One Piece milik Eiichiro Oda. Penulis tidak mengambil keuntungan apapun dalam bentuk material.
Warning: AU, OOC, OC, MoD! Harry, typo, etc
Rating: AU
Genre: Adventure, Family
THE IMMORTAL GUARDIAN
By
Sky
Manusia akan selalu berubah seiring dengan waktu yang telah memakan zaman, mereka selalu berpikiran maju meskipun sejarah yang mengawali mereka semua telah terpupus sedikit demi sedikit. Sebuah hal yang tidak diragukan lagi telah terjadi, dan bila ada seseorang yang mampu mengingat semua itu dari detik pertama sampai sekarang, maka orang tersebut akan memberikan komentar kalau waktu akan mengubah semuanya.
Sudah 5000 tahun lamanya sejak ia dilahirkan di dunia ini dan melihat bagaimana dunia berubah mulai dari detik pertama sampai sekarang ini. Ia hanya tersenyum ketika melihat perubahan tersebut dan sampai dirinya mulai dilupakan oleh orang-orang yang dulu sangat mengelu-elukan namanya karena apa yang telah ia lakukan di masa muda. Menatap ke arah horizon yang terbuka lebar, Harry James Potter yang merupakan pahlawan dunia sihir hanya bisa tersenyum kecil tanpa ada makna di dalamnya.
Ia sendirian karena orang-orang yang dulu pernah menjadi teman dan keluarganya telah meninggalkannya di dunia ini untuk selama-lamanya, dan Harry yang mengetahui statusnya sebagai imortal serta pemegang ketiga hollow pun menerima semua itu meskipun hal tersebut tidaklah mudah.
"5000 tahun sudah berlalu, Master, kurasa keturunan terakhir anda yang ada di tempat ini sudah lama pergi dan menyusul para pendahulunya," ujar seseorang yang berdiri di samping Harry. "Saya rasa teman yang masih berada di tempat ini untuk anda adalah saya sendiri."
Suara yang menemani Harry tersebut adalah suara seorang laki-laki, bagaimana rupanya Harry tak pernah tahu sebab orang tersebut selalu mengenakan jubah panjang berwarna hitam dengan kerudungnya menutupi kepalanya dan menyisakan bayangan tak berbatas di dalamnya. Kematian atau Death, Harry menemukan nama makhluk yang terus mengikutinya sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Dan makhluk yang bernama Death tersebut sudah mengikutinya sejak dulu setelah Harry menerima statusnya sebagai seorang Master, tuan dari ketiga Hollow yang dulu pernah dihadiahkan kepada ketiga Peverell bersaudara.
"Aku tahu itu," ujar Harry dengan singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari pemandangan hutan yang ada di hadapannya tersebut. "Kau tak perlu memberitahu tentang fakta yang sudah lama kuketahui dan kuterima sejak lama, Death."
Berdiri di atas sebuah bukit yang terjal, Harry James Potter yang berstatus sebagai Master of Death pun tersenyum tenang meski kedua mata emeraldnya tak bisa lekang dari memori-memori lama yang terus menemaninya selama bertahun-tahun belakangan ini.
"Tak ada yang menahan anda untuk berada di tempat ini, Master, mungkin akan lebih baik kalau anda mencari sebuah tempat baru untuk tinggal ," Death pun memberikan saran kepada sang penyihir abadi yang masih memunggunginya tersebut.
Tempat yang baru, kata-kata dari Death itu memberikan sebuah getaran kecil di dalam hati Harry. Selama bertahun-tahun tempat dimana ia berada saat ini adalah rumahnya, rumah dimana Harry dilahirkan, mendapatkan teman, mengalami kebahagiaan dan kesedihan, serta tempat dimana ia membesarkan anak-anaknya yang sekarang sudah pergi meninggalkannya. Bagaimana mungkin Harry bisa meninggalkan tempat ini? Pertanyaan itulah yang berkabung dengan lekat di dalam hati Harry, ia pun bergeming dan tak menjawab komentar yang Death berikan padanya.
Kedua mata hijau emerald miliknya itu terus menatap horizon langit serta hutan hijau di sana tanpa ada jeda dan bergantian, angin sore yang berhembus dari arah barat pun turut menyemarakkan suasana dengan belaiannya yang dingin namun manis pada tubuh pemuda yang tampak berusia dua puluh tahunan tersebut.
Harry memejamkan kedua matanya untuk beberapa saat lamanya sebelum ia membukanya lagi, sebuah tanda kalau ia tengah berpikir dan mempertimbangkan perkataan yang diberikan oleh temannya tersebut.
"5000 tahun memang telah berlalu, namun aku masih belum yakin untuk meninggalkan tempat ini seperti saranmu tersebut, Death," gumam Harry, ia memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celananya. Mimiknya yang tenang menggambarkan bagaimana penyihir yang telah berusia lanjut tersebut menerima segala perubahan yang terjadi, bahkan kematian orang-orang yang dulu pernah dicintainya pun juga telah diterima sepenuh hati mengingat statusnya sebagai tuan dari kematian.
"Anda harus melangkah ke depan, Master, kalau anda terus berada di tempat ini maka keadaan emosional anda tak akan bisa mencapai kebahagiaan," ujar Death yang sepertinya tak sependapat dengan Harry. "Maafkan saya atas kelancangan ini, namun saya tak ingin anda terpuruk semakin jauh karena berada di sini. Orang-orang yang pernah anda kenal sudah tiada saat ini, mereka sudah termakan oleh waktu dan hanya menyisakan anda sendiri. Saya tahu kalau anda bukanlah seorang masokis maupun orang yang terus berpegang teguh akan kenangan lama, oleh karena itu saya memberikan saran bagi anda untuk pergi dari tempat ini dan mencari tempat baru untuk tinggal."
Kalau Harry merasa heran akan perkataan yang Death berikan padanya, ia tidak menyahutinya dan lebih memilih untuk menghiraukan sahabatnya untuk beberapa saat lamanya. Perkataan itu adalah perkataan terpanjang yang Death berikan padanya sejak pertama kali keduanya saling berkenalkan dan Harry memutuskan untuk menjadi Master of Death yang baru, benar-benar luar biasa bagi pemuda itu untuk mengalami pengalaman aneh seperti itu. Apa mungkin Death merasa khawatir padanya? Mungkin.
Harry menggelengkan kepalanya lagi, perkataan dari Death tersebut tidak ia ambil hati karena dirinya sudah menerima semua yang terjadi di dalam hidupnya dengan sepenuh hati, meskipun pada akhirnya kenyataan yang menerpanya tersebut akan menyakitinya.
Ia dilahirkan dan dibesarkan di tempat ini, semua kebahagiaan dan kepedihan yang diberikan oleh takdir padanya juga terjadi di sini, sehingga Harry pun mau tak mau akan menganggap kalau dunianya adalah tempat ini meski orang-orang yang ia cintai sudah pergi dari tempat ini. Semenjak ia menerima status sebagai tuan dari Death dengan julukan Master of Death, Harry pun sudah menerima kenyataan kalau ia akan terus hidup lama dan mungkin dengan Death sebagai teman dekatnya saja. Begitu menyedihkan, namun seperti itulah hidup yang Harry jalani. Hermione pernah mengatakan kalau Harry tidak boleh menyerah meskipun halangan demi halangan terus menghantamnya dengan keras di tengah jalan, karena itu Harry tak pernah kehilangan harapan. Keinginannya hanya satu, ia ingin menyusul orang-orang yang ia cintai ke kehidupan setelah ini, namun statusnya tersebut tidak mengijinkan Harry untuk mati, benar-benar menyiksa batinnya.
Terlebih Death benar, Harry mengatakan dalam hati meski bibirnya masih bungkam. Ia bukanlah orang yang akan berlama-lama untuk selalu teringat pada kenangan yang sudah lama ia tinggalkan, meskipun jarak yang ia tempuh itu bisa dikatakan sangat lama dan membutuhkan waktu bertahun-tahun, tapi Harry tidak keberatan melihat pemuda itu memiliki waktu yang banyak untuk berada di dunia ini. Saat kematian Ginny yang juga berstatus sebagai istrinya, Harry lekas bangkit dalam waktu kurang dari satu tahun, dan bahkan ketika teman-temannya serta anak cucunya pergi meninggalkannya pun Harry bisa begitu tegar tanpa perlu mengalami keterpurukan.
Kenangan tentang mereka pasti ada, namun Harry tak ingin berlama-lama mengarungi kesedihan yang melanda dirinya. Namun selama lima ribu tahun belakangan ini Harry memutuskan untuk tinggal karena ia ingin melihat dunianya sendiri, mulai dari perubahan yang terjadi sampai mencari petualangan dengan menjelajah dunia bersama Death di sampingnya.
"Kau tak perlu meminta maaf padaku, Death," jawab Harry, Tangan kanannya membelai rambut hitam pendeknya untuk beberapa saat lamanya. "Kurasa aku harus menerima tawaran yang kau berikan padaku, Death, meskipun aku dilahirkan di tempat ini namun aku tak bisa berdiam diri berada di tempat yang sama. Keinginanku hanya satu, yaitu bisa menyusul keluargaku serta teman-temanku ke kehidupan selanjutnya, mungkin di tempat yang baru aku bisa menemukan cara untuk mengakhiri kutukan yang berkepanjangan ini."
Death pun mengangguk, mengerti dengan maksud yang Harry utarakan padanya. Menjadi Master of Death itu memiliki keuntungan namun juga konsekuensi yang tidak kecil. Mereka tidak bisa mati, bahkan ketika jantung mereka sudah berhenti berdetak, mereka akan terus hidup abadi. Kehidupan kekal itu mungkin dilirik sebagai mukjizat yang menguntungkan, namun bagi orang-orang seperti Harry hal itu tidak lebih dari sebuah kutukan yang tak bisa ia lepaskan. Selama bertahun-tahun Harry harus menyaksikan orang-orang yang ia cintai meninggal, termakan oleh usia sementara ia sendiri tidak bertambah tua sedikit pun. Menyaksikan istri dan anak-anaknya meninggal serta teman-temannya itu tentu akan menjadi pukulan yang besar pada sang penyihir, tidak heran kalau Harry terus berupaya untuk mendapatkan jawaban agar kehidupan kekalnya tersebut berakhir.
"Jadi anda menerima saran yang saya berikan, Master Harry?" Tanya Death lagi, suaranya yang datar kini sedikit bercampur dengan harapan. Meskipun tugas Death itu adalah mengumpulkan jiwa orang-orang yang mati dan terdengar sangat kejam, namun Harry adalah tuannya dan ia sangat peduli pada pemuda bermarga Potter tersebut.
Anggukan kecil yang diberikan oleh Harry bisa diartikan sebagai persetujuaan.
"Tak ada yang mengikatku lagi di tempat ini, baik Ginny dan anak-anak sudah tak ada lagi. Kurasa kalau Ginny masih ada di sampingku, ia pasti mengatakan kalau aku harus menerima tawaran itu. Mungkin di tempat yang baru aku bisa menemukan jawaban dari permasalahanku tersebut."
Jawaban yang bijaksana dari sang penyihir serta tuan dari kematian, dan Death pun menganggukkan kepala setuju.
"Terlebih, kalau Hermione dan Ron tahu aku terus berada dalam kesedihan serta tak mau berpikiran ke depan, kurasa mereka akan kembali dari peristirahatan abadi mereka hanya untuk menendangku," di sini Harry tertawa kecil mengingat kedua sahabat baiknya yang telah meninggal tersebut. "Tak ada salahnya untuk mencoba."
"Pilihan yang bijak," sahut Death. Tangan kanannya yang berupa tulang tersebut terangkat ke atas, guratan sihir kuno yang menyelimuti tubuhnya pun bergetar untuk sesaat sebelum mereka menyelimuti tubuh Harry dalam sebuah pelukan yang hangat. "Saya rasa waktu telah membuat kebijaksanaan anda semakin terasah, dan saya akan memberikan sebuah tempat yang bagus untuk anda."
Harry menggelengkan kepalanya untuk beberapa saat lamanya, ia memang semakin bijaksana ketika waktu mulai memakan tubuh dan jiwanya, meski demikian Harry tetap merasa ia adalah Harry Potter yang sama, tak berubah sedikit pun. Pemuda itu menarik jubah hitam yang menyelimuti tubuhnya semakin memeluk dirinya, dan di saat yang sama ia pun mulai memejamkan kedua matanya untuk menerima selimut sihir yang Death berikan padanya.
Sewaktu Dumbledore bertemu dengan dirinya di stasion King Cross ketika Voldemort menghabisi nyawanya untuk yang terakhit, laki-laki tua yang Harry hormati dan anggap sebagai kakek tersebut pernah mengatakan kalau kehidupan lanjutan setelah kematian bisa dikatakan sebagai petualangan yang akan kau hadapi. Dan sampai detik itu pula Harry yang tak pernah melupakan kata-kata yang diberikan oleh Dumbledore tersebut meyakini akan hal itu, selain itu kalimat yang Death berikan padanya juga menawarkan hal yang sama, sebuah hal yang tidak bisa Harry dapatkan melihat kehidupannya itu tidaklah terbatas.
"Aku percaya pada pilihanmu, Death," kata Harry, ia pun menoleh kepada partnernya tersebut sebelum memberikan sebuha senyuman singkat. "Apa yang terjadi selanjutnya adalah petualangan yang akan aku miliki di kemudian hari. Kau setuju denganku 'kan?"
"Iya, Master Harry. Dan mungkin saja anda akan bisa menemukan jawaban dari pertanyaan anda," Death meletakkan tangannya yang berupa tulang belulang tersebut pada pundak Harry.
Saat tangan tersebut bersentuhan dengan tubuh Harry, huruf rune kuno yang berasal dari tubuh Death pun berjalan dan menyentuh tubuh Harry sebelum menyelimutinya seperti selimut hangat baginya. Huruf-huruf tersebut menyebar, bersinar, dan memberikan sensasi hangat sebelum cahaya yang muncul di sana pun langsung menyelimuti Harry. Pemuda itu memejamkan kedua matanya ketika semua itu terjadi, ia menyerahkan semuanya kepada Death yang tengah mengirimnya menuju ke dunia lain dimana ia bisa menemukan jawaban dari pertanyaannya.
Senyuman kecil yang berasal dari Death adalah hal yang terakhir ia lihat sebelum kegelapan menyelimuti pemandangannya dan kesadarannya pun perlahan menghilang. Tubuhnya terasa begitu ringan seperti dirinya kini mengambang di permukaan air laut, dan Harry pun menyerahkan kesadarannya pada sang sahabat untuk menuntunnya ke tempat yang ia yakini sebagai tempat baru untuk ia jelajahi. Mungkin saja di tempat baru tersebut Harry bisa menemukan jawaban yang bagus untuk mengakhiri kehidupan abadinya sehingga ia bisa berkumpul dengan keluarganya, yang saat ini tengah menunggunya di sebuah tempat di kehidupan selanjutnya.
Batterilia adalah sebuah pulau yang tidak terlalu besar namun juga tidak terlalu kecil, sebuah pulau yang damai dan dihuni oleh beberapa orang penduduk yang sebagian besar bermatapencaharian sebagai nelayan serta pedagang, bagi orang-orang hidup di pulau yang damai semacam ini adalah sebuah berkah meskipun beberapa orang menemukannya sedikit membosankan, terutama bagi para petualangan yang juga seorang bajak laut seperti dirinya. Di pulau Batterilia ini Roger bisa menemukan sebuah kedamaian meskipun itu sangat singkat, dan ia rasa tempat tinggal istrinya tersebut akan menjadi sebuah tempat yang cocok untuk membesarkan buah cinta keduanya sampai ia tumbuh menjadi orang dewasa yang mampu menjaga dirinya.
Mengingat akan bayi yang kini masih berada di dalam kandungan istrinya, Roger mau tidak mau merasa sangat khawatir dengan nasib bayi tersebut. Memiliki seorang ayah seperti dirinya pasti akan membuat nasib sang anak akan menjadi terpuruk, terlebih bila orang-orang tahu kalau Roger adalah ayahnya, maka kemungkinan besar pemerintah dunia akan menghukum mati sang bayi karena kesalahan yang Roger buat. Menjadi seorang raja bajak laut mungkin adalah impian Roger sejak ia masih muda, menjadi raja bajak laut berarti ia menjadi orang terbebas yang pernah ia impikan, dan dari semua petualangannya di laut bersama teman-temannya pun Roger mendapatkan julukan tersebut. Ia bebas, lepas dari sebuah ikatan yang menjeratnya ketika ia berada di lautan, namun di saat yang sama Roger memiliki sebuah kekhawatiran mengenai nasib anaknya.
Berdiri di atas bukit kecil yang menghadap ke laut membuat Roger merenung. Laki-laki yang berada di usia empat puluh tahunan tersebut berpikir keras akan apa yang harus ia lakukan mulai sekarang ini. Penyakit yang ia derita dan tak bisa disembuhkan itu sudah mulai menggerogoti tubuhnya, membuatnya lemah dan dari apa yang Crocus diagnosa maka waktunya berada di dunia ini tidaklah terlalu lama, semua itu bisa dihitung dalam bulanan kurang dari setahun. Andai saja Rouge tidak mengandung buah cinta mereka, mungkin Roger akan menyerahkan diri dengan bahagia kepada angkatan laut dan menunggu untuk dihukum mati, namun hal tersebut rasanya mustahil melihat ia adalah seorang calon ayah sekarang ini. Meski Roger tak menyerahkan dirinya, laki-laki itu juga melihat masa depannya juga tidak terlalu baik, terlebih bila pemerintah dunia menyadari kalau ia memiliki seorang anak. Anak dan istrinya bisa berada dalam bahaya.
Aku ingin hidup tanpa ada penyesalan, namun kurasa slogan itu terdengar terlalu sederhana. Mudah untuk diucapkan namun sulit untuk dilakukan, bahkan untuk pria yang mendapat julukan sebagai raja bajak laut pun rasanya cukup mustahil, pikir Roger kepada dirinya.
Menatap ke arah horizon cakrawala yang mengembang di atas langit, pria itu menghembuskan nafas berat. Ia harus mencari cara untuk menyelamatkan keluarga kecilnya sebelum Roger menyerahkan dirinya, setidaknya hal terakhir yang bisa ia lakukan adalah menyelamatkan mereka.
Orang-orang pernah berkata padanya kalau mereka berdoa kepada Tuhan dan memohon sebuah keajaiban, maka keajaiban itu akan muncul di depat mata. Hanya saja Roger bukanlah pria sentimentil seperti itu, meskipun ia adalah seorang pemimpi seperti rekan-rekannya yang berada di bawah kepemimpinannya di Oro Jackson, Gol D. Roger bukanlah orang yang religius. Roger tidak percaya Tuhan, bahkan ia sendiri tak percaya akan adanya keajaiaban. Tapi untuk keselamatan keluarga kecilnya tidak ada salahnya Roger mencobanya.
Bisa saja Roger meminta bantuan rekan-rekannya seperti Rayleigh untuk menyelamatkan istri dan calon bayi mereka, namun Roger tak bisa melakukan hal itu mengingat Rayleigh tidak ada di sini sekarang, bahkan ia tak tahu dimana rekan pertamanya itu berada saat ini. Shanks dan Buggy juga langsung ia hapus dari pilihan, keduanya masih terlalu muda, bahkan kedua anak kabin kapalnya tersebut bisa dikatakan masih anak-anak. Lagi-lagi Roger kehabisan pilihan, dan ia tak mungkin meminta bantuan petinggi angkatan laut, hal itu sama saja ia menjual nyawa anaknya kepada iblis yang siap menerkam sang bayi.
"Kali ini saja, aku menginginkan sebuah keajaiban untuk menolong anak dan istriku!" Ujar Roger dengan tegas, kedua matanya yang sedari tadi memandang kaki langit kini langsung beralih untuk melihat lautan lepas, rumahnya selama puluhan tahun terakhir ini.
Roger tidak terlalu berharap dengan yang namanya keajaiban itu bisa langsung terjadi, terutama bila orang yang memintanya tersebut adalah seorang kriminal kelas kakap yang merupakan raja bajak laut seperti dirinya, mungkin Tuhan memang membencinya namun hal itu tidaklah Roger pedulikan. Lagi-lagi Gol D. Roger masuk ke dalam dilema yang diakibatkan oleh situasi yang ia hadapi.
Kedua mata hitamnya terus menatap lautan lepas tanpa ada jeda. Warna birunya lautan yang terus memanggilnya untuk berlayar itu berselimut dengan warna orange yang diakibatkan oleh warna sang mentari yang mau tenggelam di ufuk barat, gradien warna yang sempurna antara satu dengan lainnya tersebut memang akan memukau siapapun yang melihatnya serta menikmatinya tanpa ada batasan, dan bagi Roger yang merupakan laki-laki paling bebas di lautan pun menikmati hal itu. Dirinya tersenyum lebar, memperlihatkan beban yang ia panggul di kedua bahunya sedikit demi sedikit semakin menipis karena melihat bayangan laut di depannya. Bagi Roger tak ada hal yang membahagiakan lagi kecuali mendapat kebebasan serta berkumpul dengan orang-orang yang ia cintai.
"Mungkin anakku kelak akan mengikuti jejakku menjadi seorang bajak laut," ujarnya pada diri sendiri, suara tawa pun terdengar lagi.
Suara tawa yang begitu riang itu membahana di bukit kecil tersebut, dan bila ada orang yang melihatnya saat ini pasti mereka akan berpikir kalau laki-laki yang tengah berdiri di atas bukit tersebut dengan menghadap ke arah laut adalah orang yang bahagia, tak ada beban yang ia panggul maupun sebagainya. Sungguh, julukan Roger sebagai raja bajak laut serta pria yang mendapatkan kebebasan mutlak akan petualangan pun membuat iri orang-orang. Suara tawa tersebut perlahan meredup, dan heningnya suasana pun diikuti oleh keterkejutan yang tak bisa diutarakan ketika Roger menangkap sebuah bayangan dari sesuatu di lautan lepas.
"Apa itu?" tanyanya pada diri sendiri, laki-laki itu mendekat ke arah tebing untuk melihat sesuatu yang terapung di laut.
Kedua mata hitamnya tiba-tiba terbuka lebar saat ia melihat sebuah tubuh manusia terapung di atas air laut. Dan dari penampilan orang itu Roger dapat menyimpulkan kalau orang itu tengah tak sadarkan diri. Ia harus segera menolong orang itu sebelum ia tewas, atau mungkin sekarang ini orang tersebut memang telah tewas.
Tak mau mengambil risiko yang besar akhirnya laki-laki yang memiliki julukan sebagai raja bajak laut pun langsung berlari dari tempatnya berdiri lagi, dengan cepat ia segera menghampiri pantai dan berenang untuk menuju ke arah tubuh yang terapung di atas laut dengan sebuah papan kayu untuk menahan tubuhnya. Pria itu terus berenang, tidak peduli kalau mantel perjalanan serta baju yang ia kenakan tersebut basah dan lengket karena air laut yang mengelilinginya. Saat Roger sudah berada di samping tubuh yang terjaga oleh papan kayu tersebut, ia pun langsung menarik tubuh tersebut bersamanya sebelum berenang ke tepian.
Aksi penyelamatan yang Roger lakukan itu berlangsung tidak lebih dari 10 menit lamanya sebelum pada akhirnya keduanya sampai di hamparan pasir putih yang ada di pantai, dan Roger pun langsung membaringkan tubuh yang ia selamatkan dari laut.
Syukurlah ia masih hidup, pikir Roger setelah ia memeriksan denyut nadi dari orang yang telah ia selamatkan tersebut. Dan ternyata orang ini adalah seorang laki-laki muda.
Terbaring di atas pasir pantai yang sedikit basah adalah seorang laki-laki muda yang mungkin berada di usia dua puluh tahunan awal. Laki-laki itu memiliki rambut pendek berwarna hitam legam, kulit putih alabaster, dan dari tulang rahang serta wajahnya Roger bisa melihat kalau laki-laki ini adalah seorang bangsawan. Melihat orang yang ia selamatkan itu kini malah menimbulkan sebuah tanda tanya di benak Roger, hal ini berhubungan dengan apa yang dilakukan oleh seorang bangsawan seperti orang ini sampai ia hanyut di lautan lepas.
"Mungkin kapal yang ia tumpangi diserang oleh bajak laut atau mengalami kecelakaan. Tapi bangsawan atau bukan aku bersyukur ia masih hidup," ujar Roger pada dirinya tanpa ia mengalihkan pandangannya dari tubuh orang tersebut. "Dan orang ini masih terlalu muda untuk mati."
Meski Roger berpendapat kalau orang ini adalah seorang bangsawan, ia mulai ragu dengan pendapatnya tersebut setelah melihat pakaian yang dikenakan oleh laki-laki tersebut. Tidak pernah sekalipun Roger melihat seorang bangsawan berpenampilan sederhana seperti orang ini, bahkan ketika situasi yang menyelimuti mereka bisa dikatakan sangat pelik. Jangankan berpakaian mewah dan super merepotkan seperti para bangsawan yang sering Roger lihat ketika ia berada di kota yang dihuni oleh para bangsawan, laki-laki yang tak sadarkan diri tersebut hanya mengenakan T-shirt sederhana berwarna biru muda dan berlengan pendek dengan celana panjang berbahan kain warna hitam, dan ia pun tidak mengenakan alas kaki.
Mungkin anak yang tak sadarkan diri tersebut hanya orang yang memiliki kesamaan dengan para bangsawan, tidak lebih dari itu, namun bangsawan atau bukan Roger tak bisa meninggalkannya begitu saja untuk tewas di tempat ini, tidak bila ia masih berada di sini. Laki-laki yang berusia empat puluh tahunan tersebut pada akhirnya memutuskan untuk membawa anak yang ia temukan tersebut ke tempat kediaman Rouge, tidak mungkin ia membiarkannya berbaring di sini, terlebih Roger tidak tahu kalau anak itu tengah terluka atau tidak.
Membawa anak itu di kedua lengannya ternyata jauh lebih mudah dari apa yang ia kira, apalagi berat dari orang itu tidaklah sebear yang ia bayangkan, bahkan terlampau sangat ringan seperti anak yang tak sadarkan itu kurang makan. Berjalan dengan cepat, Roger pun langsung membawa anak temuannya tersebut untuk menuju rumah Rouge yang tidak jauh di sana.
"Rouge... kita memiliki tamu!" Teriak Roger ketika ia melihat sosok sang istri yang tengah berada di kebun bunganya melihat ke arah Roger.
Kegelapan yang selalu menghantuinya tersebut tidak pernah membuatnya takut maupun kehilangan jati dirinya sendiri. Jiwanya sudah lama disentuh oleh kegelapan semenjak ia masih kecil, bahkan sentuhan sihir dari Voldemort pun bisa dikatakan menjadi katalis yang membuat Harry menghiraukan keadaannya tersebut. Bayangan dan kegelapan adalah elemennya, keduanya telah lama menolong Harry ketika ia masih kecil. Ketika paman Vernon dan Bibi Petunia mengurungnya di dalam ruangan di bawah tangga rumah, teman satu-satunya yang ia miliki adalah kegelapan yang pekat, dan dari sana Harry pun mulai memahami kalau memiliki kegelapan sebagai elemen utama tidak berarti ia jahat seperti pangeran kegelapan yang bernama Voldemort itu. Harry tidak melihat dunia di balik kacamata hitam dan putih seperti kebanyakan orang-orang yang ia kenal, ia melihat dunia dari semua sisi yang ada sehingga ia tidak akan menghakimi orang-orang yang memihak kegelapan maupun pihak cahaya yang dielu-elukan oleh kementrian sihir beserta organisasi The order of Phoenix yang didirikan oleh Dumbledore.
Bagaimana mungkin Harry bisa membenci kegelapan kalau kegelapan sendiri adalah salah satu faktor yang membangun dirinya dan bersanding dengan terangnya cahaya? Sebagai seorang Shadow Mage pun Harry pun akan bertindak dalam zona netral yang telah ia pijak selama bertahun-tahun.
Kegelapan umum yang ia lihat pun sama nyamannya dengan kegelapan yang menyelimuti pemandangannya pada saat ini, bahkan karena itu Harry tidak merasakan rasa sakit satu pun meskipun ia tahu tubuhnya tengah terluka parah akibat lontaran sihir hebat yang Death lakukan untuk membawanya ke dunia baru.
Ada di mana aku sekarang ini? Tanya Harry dalam hati. Kedua matanya yang terasa berat tersebut tak dapat ia andalkan saat ini, terlebih sihir yang berasal dari Death tersebut begitu menyakitkan ketika menghantam tubuhnya dan melemparkannya ke tempat ia berada saat ini. Dalam hati Harry berharap tempat yang Death pilih bukanlah tempat yang penuh akan kegilaan dan menimbulkan kesusahan baginya, namun mengenal siapa Death sudah pasti makhluk itu sangat senang untuk mengirim Harry ke medan perang agar ia dapat mengumpulkan jiwa dari orang-orang yang mati, sesuai dengan nama pekerjaannya.
Tekanan yang begitu besar serta rasa sakit yang bersumber dari dadanya itu membuat tubuh Harry terlonjak kecil, memaksa pemud berambut hitam tersebut membuka matanya dan langsung terduduk di tempat ia berbaring sekarang ini. Cahaya yang sangat menyilaukan itu ia hiraukan kala ia merasakan sesuatu akan keluar dari dalam mulutnya, dan rasa besi yang terkumpul di dalam mulutnya pun langsung keluar sebelum Harry mampu menutup mulutnya menggunakan telapak tangan kanannya.
"Merlin..." Runtuk Harry, rupanya ia memuntahkan darah yang cukup banyak. Warna merah tersebut mengotori baju, mulut, dan tangannya, bahkan tidak sedikit pula yang muncrat di sprei tempat tidur ia berada saat ini.
Sebuah belaian lembut yang menyapa punggung kecilnya itu membuat Harry sedikit tenang meskipun nafas yang keluar dari tubuhnya terdengar begitu terburu, seperti ia baru saja melakukan marathon mengelilingi kota London berkali-kali. Tubuhnya terasa begitu letih dan jangan lupakan luar biasa sakit, Harry rasa ia ingin sekali tidur untuk selama-lamanya. Andai saja kondisi ini bisa membunuhnya pasti Harry akan mengadakan pesta di kehidupan selanjutnya bersama keluarga dan teman-temannya. Kondisi yang menyiksa seperti ini membuatnya mengerang kecil sebelum tubuhnya terjatuh lagi di atas tempat tidur.
Harry meringkuk dimana ia berbaring saat ini, tangan kanannya masih menutupi mulutnya dan kedua matanya pun kini terpejam begitu erat. Rasa sakit yang berkepanjangan itu terus Harry rasakan seiring dengan sihirnya yang menghantam tubuhnya dalam hitungan detik, membuat Harry menggigit bibir bawahnya sehingga ia tak akan berteriak keras ketika rasa sakit yang berasal dari inti sihirnya menumbuknya dengan begitu keras. Meskipun ia berada dalam awan penuh kesakitan yang mengakibatkan Harry tak mampu berpikir jernih, ia bisa merasakan sentuhan hangat dari sebuah tangan pada punggungnya dan suara-suara lembut yang menangkan dirinya. Sepertinya Harry tidak sendirian berada di ruangan tersebut, ia mungkin akan berterima kasih kepada mereka yang telah menolongnya tapi rasanya Harry akan menunggu untuk beberapa saat lamanya sampai tubuhnya benar-benar pulih dan rasa sakit yang berkepanjangan tersebut reda.
"Uggh..." Erang Harry yang masih berada dalam kesakitan, dalam hati Harry mengutuk Death berkali-kali karena sihir yang makhluk itu hantamkan padanya membuat tubuhnya terluka parah seperti ini. Bahkan tidak sedikit pula darah yang ia muntahkan beberapa saat yang lalu.
Merlin, aku akan menendang Death karena rasa sakit ini yang ia berikan padaku. Aku berani bersumpah kalau Death itu sebenarnya membenciku!
Teriakan serta kutukan yang ingin Harry ucapkan itu terpaksa ia tahan, ia terlalu sibuk untuk mengatasi rasa sakit parah yang ia rasakan ketimbang berucap secara verbal dan menghabiskan energinya.
Sebuah hantaman yang begitu besar tiba-tiba ia rasakan dari dalam, menumbuk inti sihir serta jantungnya secara bersamaan. Hal itu membuat Harry memuntahkan darah pada bantalnya serta membuatnya membuka kedua matanya dengan lebar, dan sedetik kemudian ia pun kembali tidak sadarkan diri. Lagi-lagi kegelapan yang menari-nari dalam penglihatannya pun memekat, membuai Harry untuk kembali masuk ke dalamnya tanpa ada halangan yang jelas maupun mengetahui sampai kapan ia akan terbuai.
AN: Terima kasih sudah mampir dan membaca
Author: Sky
