Disclaimer:
I do not own them.
Naruto © Masashi Kishimoto
To Kiss you © No No 22

To Kiss You

Naruto POV

Aku mencintainya… dan aku masih terus mencintainya. Bahkan sejak ia menciptakanku. Aku mencintai segala hal tentangnya. Kulit putih pucatnya yang sempurna, mata hitam yang memikat itu, rambut hitam yang mencuat ke belakang, semuanya. Tapi… meskipun aku sangat mencintainya, dia tidak akan pernah membalas perasaan itu, sekalipun jika aku bisa memberitahunya tentang perasaanku. Karena biar bagaimanapun… aku hanyalah boneka.

Aku sangat ingat bagaimana saat ia menggambar mataku… Apa yang aku lihat saat itu hanyalah kedua mata itu… kedua mata berwarna hitam yang menghipnotisku itu.

"Aku menggambar matamu dengan warna biru yang indah."

Saat aku mendengar suaranya untuk pertama kali, kupikir aku akan menjadi debu, karena suaranya sangat hangat dan kaya… Aku suka itu. Aku melihat, berhubung itu satu-satunya hal yang bisa kulakukan, ia mulai membuat bentuk tanganku, kakiku, dan seluruh tubuhku. Jemarinya sangat lembut dan terampil saat ia membuat tangan, telapak dan bibirku. Rasanya aku akan jatuh saat itu juga saat ia menyentuhkan ujung jemarinya di bibirku. Aku tersenyum, karena memang seperti itulah ia mengukir bibirku, saat ia mengecat tubuhku dengan warna tan yang bagus, ia jadi lebih berhati-hati untuk mengecat sekitar mataku.

"Aku tidak ingin merusak mata biru ini," katanya, "mata ini sudah seperti yang kuinginkan."

Aku senang mataku memang seperti keinginannya, dan aku juga berharap agar dia tidak tergelincir dan merusaknya. Bukan karena mereka adalah salah satu mata paling manis yang pernah dibuat di muka bumi, tapi karena dia bisa saja melempar dan membuangku karena tak sengaja merusak tubuhku… untung saja, ia tak membuat kekacauan. Ia tersenyum hangat kepadaku saat ia mengangkatku dengan kedua tangannya, kedua matanya bersinar seperti aku tak pernah melihatnya bersinar sebelumnya.

"Sekarang tinggal memberimu baju dan rambut…" katanya sambil tertawa, dan aku ikut tersenyum. Tapi yang mengejutkanku, ia meletakkanku ke dalam kotak. Ya, kotak yang terbuat dari kaca, dimana aku bisa melihat apapun yang terjadi di sekitarku, tapi ini berarti dia tak akan menyentuhku untuk sementara… dan memang tidak… untuk waktu yang lama. Sebenarnya ia pergi… dan aku tidak tahu kemana. Waktu berganti, dan aku tidak tahu sudah berapa lama sampai akhirnya ia masuk lewat pintu itu lagi. Kali ini dengan sebuah tas di tangannya. Satu hal yang aku tahu bahwa aku sangat senang bisa melihatnya lagi, dan aku mungkin akan melompat kegirangan kalau aku bisa. Ia pergi keluar membeli bahan untuk membuat baju dan rambutku. Dari kotak kacaku, aku terus melihatnya bekerja. Menjahit kain oranye dan biru itu menjadi kemeja, dan juga celana. Aku lalu melihatnya memegang sesuatu yang berwarna emas. Kupikir itu akan menjadi rambutku. Setelah ia selesai, ia menarikku keluar dari kotak dan mulai bekerja, memasangkan bajuku, juga benda emas itu di kepalaku. Namun, dibanding mengatakan bahwa ia telah selesai, ia malah menatapku sambil berpikir, sebelum akhirnya ia mengambil kuas dan mencelupnya dalam tinta hitam, lalu menggambar sesuatu di wajahku. Begitulah. Sampai akhirnya ia tersenyum lagi padaku…

"Sempurna…" katanya, sambil meletakkanku di depan kaca. Akupun melihat diriku sendiri untuk yang pertama kalinya… Aku punya rambut pirang, kulit berwarna tan, dan juga mata biru jernih yang indah, senyum cerah… dan tiga tanda sungut di setiap pipiku. "Kau terlihat sempurna… Naruto."

Setelah Pembuatku menyelesaikan aku, ia memasangkan senar untuk otot-ototku yang tak berguna, yang terbuat dari potongan kayu ini. Ia lalu bisa membuatku bergerak… Rasanya sangat hebat, bisa bergerak untuk pertama kalinya! Aku melompat, berputar-putar, berloncatan dan membuat langkah yang mengagumkan! Dan Pembuatku terus tersenyum padaku, puas kepadaku.

Pembuatku lalu membawaku keluar dari rumah tempat aku lahir. Ia membawaku keluar dari rumahku, dan datang ke dunia yang sangat berbeda, dimana kami dikelilingi oleh pepohonan, rumput, bunga-bunga yang indah, dan juga serangga yang mengagumkan. Ia lalu meletakkanku di panggung kecil ini… ya, ini memang kecil untuknya, tapi untukku, ini sempurna. Aku melihat anak-anak duduk di depan panggung ini, dan mereka semua sudah menyambut pembuatku dengan hangat. Mereka bahkan menyambutku dengan hangat juga, dan aku merasa senang karenanya. Tapi, kemudian pembuatku bersembunyi di belakang panggung kecil ini, dan anak-anak kecil itu duduk, jadi aku adalah satu-satunya hal yang bisa terlihat oleh mereka. Pembuatku mulai menggerakkanku, dan aku mengambil kesempatan itu untuk bergerak dengan bebas, menari untuk anak-anak yang datang dan menonton. Mereka datang untuk menontonku!!

Setelah hari itu… hari pertama dalam hidupku… Pembuatku sering meletakkanku di panggung kecil itu, dan aku akan selalu berdansa untuk anak-anak yang selalu menyambut kami dengan hangat. Aku sangat senang! Aku sangat bahagia dan puas! Sampai… sampai dia datang. Entah perempuan itu datang darimana! Dia mulai duduk di bangku, tak jauh dari panggungku, dan mulai menontonku menari. Tentu, awalnya aku tak peduli. Aku senang akhirnya ada orang lain yang datang untuk menontonku. Tapi semuanya berubah saat aku menyadari bahwa pembuatku melihatnya.

Lelaki ini punya tatapan itu di mata obsidiannya yang indah. Sebuah tatapan yang tak pernah diberikannya padaku… sebuah tatapan panjang, yang hangat, dan tak pernah ia berikan padaku. Awalnya kupikir itu tak penting, karena ia sudah punya aku. Tapi ia mendatangi gadis itu setelah salah satu pertunjukanku. Dan ia memelukku di tangannya, aku juga memberikan senyuman cerahku seperti biasanya.

"Hai…" katanya. Gadis itu menatap dan tersenyum.

"Halo."

Gadis ini punya rambut pink pendek, mata berwarna emerald, dan tubuh yang langsing. Pendek kata… ia cantik… Dia membuatku kelihatan seperti sampah!!! Dan sesuatu mulai mendidih dalam diriku.

"Kau punya pekerjaan yang hebat dengan bonekamu itu," katanya.

"Aku punya nama!!"
Itulah yang ingin kukatakan…

"Hai, namaku Naruto, dan terima kasih," pembuatku berkata. Seharusnya aku menyeringai, tapi sialnya, aku hanya bisa tersenyum cerah.

"Kau memberinya nama?"

"Aku percaya semua hal pantas mendapatkan nama."

"Jadi, siapa namamu?"

Pertanyaan itu menamparku. Aku tak pernah tahu siapa nama Pembuatku, dan belum pernah benar-benar penasaran akan hal itu. Aku jadi merasa malu karena tidak memperhatikan nama Pembuatku, bahkan setelah ia memberikanku nama.

"Uchiha Sasuke," kata pembua- tidak… kata Sasuke. Ia tersenyum pada perempuan itu, dan gadis itu terkekeh.

"Aku Haruno… Haruno Sakura," katanya dengan senyum riang.

"Sakura, ya?"

"Ya… dan kalau kau tak keberatan, aku harus pergi sekarang. Kalau tidak aku akan terlambat." Dengan itu, iapun pergi, meninggalkan Sasuke di sini bersamaku, ini sangat menyenangkan bagiku… tapi tidak untuk Sasuke. Ia terlihat kecewa…

. . .

Beberapa minggu telah terlewati, dan Sakura tetap datang untuk menontonku. Ia juga selalu membawa buku, dan selalu tersenyum pada Sasuke, Sasuke juga membalas senyum itu. Selama minggu-minggu itu, perasaan dalam diriku semakin bertumbuh dan bertumbuh, semakin kuat dengan setiap senyum yang Sasuke beri untuk Sakura. Tapi aku selalu bersorak setiap kali aku dan Sasuke kembali ke rumah, dan dia akan berbicara padaku, meski aku tak bisa membalas apapun padanya. Sekarang, ia berbicara padaku lagi.

"Hari ini adalah hari lain, Naruto… hari lain bagimu berdansa untuk anak-anak itu," kata Sasuke dengan senyum hangat. Betapa aku berharap aku bisa mengatakan sesuatu padanya! Setidaknya 'ya' kecil, atau 'mhm' akan sangat hebat… Tapi tidak… aku tak bisa bicara… karena aku hanya boneka.

"Menakjubkan sekali secepat ini anak-anak itu bergantung padamu, ya, Naruto," kata Sasuke sambil memakai bajunya, cukup membuatku malu, karena aku tidak bisa menoleh sekalipun aku mau… "Lagipula, kau adalah bonekaku yang terbaik Naruto! Aku menggunakanmu lebih sering dibanding boneka lain yang pernah kubuat."

"Benarkah Sasuke?"

Aku pasti telah mengatakan itu… kalau aku bisa. Dan mungkin ia akan berkata, "Ya. Itu benar Naruto." Tapi kami berdua tahu bahwa itu tak mungkin… Saat aku mulai merasa depresi, aku baru menyadari bahwa Sasuke telah terdiam cukup lama. Dan saat aku mulai khawatir, ia malah berbalik sikap.

"Yah, saatnya untuk pertunjukkan!" Kata Sasuke sambil mengangkatku dengan lembut dan berjalan menuju pintu, membawaku ke panggung, dimana para penonton telah menunggu. Aku tersenyum cerah saat melihat anak-anak yang mengadah ketika kami mendekat. Mereka mengelilingi Sasuke dan aku, memohon pada kami untuk segera mulai. Sasuke tertawa kecil.

"Iya, iya! Duduklah, anak-anak." Kata Sasuke, anak-anak langsung menurut dan berlari kembali ke tempat mereka. Sasuke, seperti biasa, bersembunyi di belakang panggungku, dan aku berdiri di sana untuk anak-anak. Akupun tersenyum riang saat anak-anak menatapku dengan penuh perhatian, dan akupun mulai bergerak! Aku mulai berjalan mengelilingi panggungku, sesekali melemparkan ciuman jauh pada satu dua gadis, yang akan tertawa geli. Dan aku mulai berdansa, bergerak mengelilingi panggung dengan penuh kebanggaan, berputar di sana, berputar di sini. Tarianku mengagumkan, anak-anak dan orang lain yang melihatku akan berkata begitu. Aku menari bagaikan rubah, kata mereka, dan aku tersenyum. Aku terus berdansa, namun tiba-tiba membeku saat aku melihat Sakura duduk di bangku dengan bukunya. Ia tersenyum… tapi tidak padaku… aku mengadah ke atas dan melihat Sasuke balas tersenyum, menatapnya dengan tatapan hangat yang sama. Aku merasa perasaan itu mulali tumbuh di dalam diriku lagi, dan kali ini lebih kuat dibanding sebelumnya. Aku mulai menghentakkan kakiku kuat-kuat, melayangkan kakiku di udara dengan marah. Kenapa dia harus datang?!! Tak ada satupun yang mengharapkannya di sini!!! Minimal aku tidak! Akupun duduk tiba-tiba dan menyilangkan tanganku dengan emosi. Andai aku bisa bicara… aku mungkin akan menggerutu, berkomat-kamit akan sesuatu yang tak seharusnya didengar. Aku merasakan mata yang kukenal tengah menatapku… aku tahu Sasuke sedang melihat ke arahku, terkejut akan amukan kecil yang kutunjukkan.

Kenapa aku harus berdansa? Oh ya… anak-anak. Yang sekarang sedang menatapku dengan mata lebar mereka… Dengan seketika, aku melompat kembali ke kakiku dan mulai berdansa, seakan amukan tadi hanyalah bagian dari semuanya, dan dengan bangga aku bisa mengatakan, anak-anak mulai bersorak lagi. Kuharap aku bisa sebahagia mereka sekarang… tapi mengetahui bahwa Sasuke masih terus tersenyum pada Sakura, aku tak bisa tersenyum.

"Sampai besok, anak-anak," kata Sasuke ramah saat ia mengangkatku, dan meletakkanku di lengannya… cukup untuk menyenangkanku.

"Tuan Sasuke! Tuan Sasuke!!!" salah satu anak tiba-tiba berkata. Dia adalah anak perempuan, dengan rambut oranye yang diikat. Ada rona merah di pipinya… aku tidak yakin itu natural atau malah bedak, tapi toh bukan itu yang harus diurusi. Sasuke hanya menggumam kecil dan anak itu melanjutkan, "Bagaimana kalau Naruto itu nyata?!!"

"Apa maksudmu?" tanya Sasuke sambil tertawa. Aku dibuat bingung olehnya… "Ia nyata! Kalau tidak, ia tidak mungkin ada di sini."

"Bukan bukan bukan! Maksudku, bagaimana kalau dia anak sungguhan!! Kami sudah membicarakan tentang ini, dan kami ingin tahu apa yang Tuan Sasuke pikirkan!!" lanjut anak itu. …pertanyaan ini akan membuat pipiku merona… kalau aku bisa merona, maksudku.

"Yah… aku akan sangat senang…" kata Sasuke setelah jeda panjang. Aku tersenyum karenanya, dan kemudian menyadari bahwa ia tampak sedang berpikir… akan sesuatu yang ada di otaknya.

"Kerja bagus, Sasuke-san."

"Pergi sialan!! Sasuke milikku!!!"

Aku benci kenyataan bahwa aku hanyalah boneka… ditambah lagi dengan Sasuke yang mengadah pada Sakura dengan senyum ramah.

"Terima kasih, dan tolong, panggil aku Sasuke saja." Kata Sasuke. Anak perempuan yang tadi, terkekeh geli dan berlari menuju anak-anak lain, meninggalkan aku, Sasuke, dan Sakura sendirian. Tapi aku seperti tidak eksis karena aku tidak bisa melakukan apapun atau mengatakan apapun!!!

"Ya… aku selalu lupa," kata Sakura dengan tawa gugup. Tawa kecil yang sangat kubenci itu… Sebenarnya, aku benci semua yang keluar dari mulutnya!!! Kalaupun ada kupu-kupu yang keluar dari sana, aku pasti membencinya!!!

"Jangan khawatir…"

Lalu ada jeda yang cukup panjang…

"Aku harus pergi, kau tahulah pekerjaanku!" kata Sakura. Ya, itu yang paling bagus… pergilah!!!

"Ya. Senang berbicara denganmu, Sakura." Kata Sasuke senang, saat ia tidak seharusnya terdengar senang!!

"Sama-sama, Sasuke!" kata Sakura sebelum ia menepuk kepalaku dan pergi. Aku jadi berpikir… mungkin aku akan memberinya kasus mutilasi paling kejam kalau ia pernah menyentuhku lagi. Sialan!! Sekarang aku jadi punya kuman menjijikkan Sakura di tubuhku! Iiikh!!

"Sakura…"

Aku berhenti berpikir dan merasakan kesedihan dalam hatiku. Sasuke masih terus berpikir tentangnya… Ini tidak adil. Kalau saja aku bukan segumpal kayu, aku akan membuat ia tahu perasaanku!! Aku akan berlutut dan memberitahunya! Aku benci karena tak bisa memberitahu dia… ini adalah bagian terburuk. Tidak bisa berbicara kepadanya. Tidak bisa didengar olehnya. Selama aku terus berpikir dengan depresi, aku sampai gagal menyadari bahwa Sasuke sudah berjalan menuju rumah. Saat aku kembali ke lingkungaku, aku ada di atas mejanya, duduk di atas sana dan melihat ia melangkah di ruangan ini. Kelihatannya ia terus berpikir… Ia pasti berpikir untuk membuat boneka baru. Dan ini bukan kali pertama ia membuat boneka lain. Setelah aku, ia membuat tiga boneka lagi, dan ia juga memberi mereka nama, tapi tidak menggunakan mereka dengan sering. Aku bisa melihat mereka sekarang. Mereka ada sejajar denganku di dalam lemari, menonton langkah Sasuke seperti yang kulakukan. Shikamaru terlihat malas seperti biasanya, itulah mengapa Sasuke jarang menggunakannya. Hinata tengah menonton Sasuke sambil malu-malu, ia terlalu penakut untuk Sasuke. Dan Kiba membosankan, ia tidak terlalu kreatif dan bersemangat, atau setidaknya itulah yang Sasuke katakan.

"Apa dia berpikir untuk membuat boneka baru lagi?"

Aku akan memutar mataku kalau aku bisa, ternyata bukan aku saja yang berpikir begitu.

"Tentu saja, kalau tidak ia tidak akan berputar-putar begitu. Menyusahkan saja…" kata Shikamaru, lengkap dengan desahan malasnya.

"A-a-apa yang akan ia buat sekarang, menurutmu?" tanya Hinata.

"Dia harus membuat boneka anjing! Pasti itu akan menarik!" kata Kiba senang, tersenyum lebar untuk anjing khayalannya.

"Kau dan obsesi bodohmu dengan anjing!" kataku dengan nada terganggu. Serius, dia tidak mau diam tentang anjing, bahkan sejak pertama kali ia melihat anjing! Tapi sebelum Kiba bisa membantah, Sasuke berhenti melangkah dan kemudian berjalan lurus ke arahku, alias, ke arah mejanya. Yah, boneka baru akan segera lahir.

. . .

"Tidak…"

"Menyusahkan saja…"

"Tidak…"

"K-k-kenapa, Naruto-kun?"

"Tidaaaak…"

"Hei Naruto, katakan saja!!"

"Dari semua hal yang ada di dunia… KENAPA MALAH DIA YANG DIBUAT OLEHNYA?!!"

Yup, saat ini aku yakin aku marah, apalagi aku tengah melotot dan tidak tersenyum. Di sana… tepat di sana… berdiri orang yang paling aku benci!!! Aku ingin teriak sekeras mungkin lari ke arahnya, lalu melemparkannya dalam api di perapian Sasuke.

"Selesai…" kudengar Sasuke berkata senang. Bleh, bagaimana ia bisa senang?! Ini boneka yang mengerikan!! "Aku jadi penasaran apa yang akan ia katakan… kalau ia tahu aku membuat boneka dirinya. Bagaimana menurutmu Naruto?"

"Mengerikan!!! Benar-benar menyeramkan!!! Kenapa kau membuat benda itu, Sasuke?!!"

Itulah yang seharusnya kuserukan dengan penuh emosi… tapi sayangnya hanya Shikamaru, Hinata, Kiba, dan dia yang bisa mendengarku. Aku terkejut saat melihat ekspresi kejut di wajah Sasuke… Apa dia mendengarku? Apa sesungguhnya ia bisa mendengarku?!!

"…Menyedihkan… menanyai boneka dengan sebuah pertanyaan… seperti dia bisa menjawab saja…"

Uh, itu menyakitkan… aku juga berpikir begitu, Sasuke! Kuharap aku bisa memberitahumu… tapi aku hanya sebuah boneka bodoh!! Aku menatap dengan muram saat ia mendudukkan dia tepat di sebelahku. Semua kesedihanku keluar dari pintu dan mengamuk!!

"Aku tak ingin ia duduk di sebelahku," desisku marah.

"Dia hanya boneka lain Naruto. Apanya yang salah?" tanya Kiba.

"Kau ingat aku memberitahumu tentang seorang gadis…"

"Yap."

"Dialah gadis itu." Aku berdesis, dan Kiba, juga Shikamaru dan Hinata, mulai memahami apa yang kumaksudkan.

"Heh, kau hanya cemburu. Kau tahu persis kau tidak bisa menandingiku."

Aku akan benar-benar bahagia jika bisa menarik kepalanya hingga lepas saat kata pertama keluar dari mulutnya. Dia tak seharusnya bicara!!

"Sakura… kau terlihat sangat mirip dengan Sakura nyata…" kata Sasuke dengan tersenyum, sungguh membuatku takut. Aku menggeram saat Sakura mengeluarkan tawa bodohnya. Tawa mencemooh dan mengejek!! Dia akan mendapatkan balasannya, aku bersumpah.

"Kau boneka yang menyeramkan!!" aku menggeram marah pada Sakura.

"Kalau begitu kita berdua, dong."

"APA?!! AKU MENGAGUMKAN, TAHU!! SANA KUBUR DIRIMU DI BAWAH BATU!!!"

"Yak betul. Kau memang sama mengagumkannya dengan kungkang."

"Tunggu sampai kita di panggung, dan aku akan menendang pantatmu sampai dinasti seberang!"

Saat Sakura dan aku terus beradu argumen satu sama lain, kami tak menyadari Sasuke tengah menulis sesuatu. Dan saat aku sadar, dia telah selesai dan tengah menutup amplop dengan tulisan itu di dalamnya. Dan untuk lebih menambah kengerian dan kemarahanku, ia menuliskan nama Sakura di amplopnya. Aku mengacuhkan tawa dan ejekan Sakura saat aku menatap Sasuke yang menatap surat itu dengan tatapan yang sama yang ia beri pada Sakura sungguhan. Aku merasa hati khayalanku hancur menjadi serpihan-serpihan kecil. Serpihan yang sangat kecil, sampai-sampai hanya tangan terampil Sasukelah yang bisa mengambil dan menyatukannya. Aku hampir tidak mendengar Sasuke mengatakan selamat malam kepadaku, terlalu tenggelam dalam kesengsaraanku sendiri, untuk bisa menyadari dunia di sekitarku.

. . .

Yup, hari lain untuk datang ke panggungku! Mentari bersinar dan burung-burung berkicauan saat Sasuke berjalan menuju panggung, membawaku di tangannya. Satu-satunya penghancur mood adalah… dia juga membawa monster mengerikan itu, dan aku masih tidak karuan pagi ini. Kiba dan Hinata mencoba menghiburku, begitupun Shikamaru, tapi tak berpengaruh. Zip. Nada. Dooong. Jreng. Aku tetap saja depresi.

"Tuan Sasuke!!!"

Anak-anak juga tidak membuat ini jadi lebih baik! Terlebih karena mereka mulai ber-'oooh' dan ber-'waah' ria pada Sakura, yang kelihatan begitu puas dengan itu semua. Aku menggeram marah pada diriku sendiri, menyadari bahwa ini tak bisa membantu, karena: Aku. Terus. Saja. Tersenyum. Aneh.
Aku melotot pada pelototanku sendiri di udara!!! Udara bodoh… aku benci kau juga!!! Dan kau tahu kenapa? Karena kau bertiup ke arah Sakura!! Memberi perempuan yang sungguhan itu kehidupan, dan semua kebutuhannya untuk hidup!! Kenapa kau tidak tinggalkan ia layu seperti acar dan biarkan ia mati?!!

"Tidak bisa memenangkan kompetisi, 'kan?"

"Diam kau. Setidaknya aku tidak punya jidat lebar."

"Apa?!"

"Aku senang Sasuke tak bisa mendengar suara kecil bodohmu. Suaramu itu seperti suara burung-burung aneh yang tak pernah bisa diam, itu lho, ayam-ayam jago yang bodoh."

"!!!!"

Aku tak bisa menahan diri untuk tak bangga. Akhirnya aku bisa membuatnya diam! Dan aku tidak bohong soal ayam jago. Maksudku, pernahkah kau mendengar suaranya? Suaranya akan membuatmu ingin membunuhnya, sama dengan saat kau ingin melempar batu ke kepala ayam jago, berharap ia mati dan membisu! Pikiran-pikiranku tiba-tiba terganggu saat aku mendapati diriku ada di panggung, bersebelahan dengan Sakura. Tapi Sasuke hanya menggantungkan senar kami di sana, tidak menariknya untuk membuat kami bergerak. Apa yang ia inginkan? Apa ia lupa sesuatu? Aku sangat bingung!!! Woah. Kenapa ia berjalan ke sana?!!

Aku melihat Sasuke berjalan menuju bangku dimana Sakura biasa duduk, dan meninggalkan amplop itu di sana. Ia tersenyum sejenak pada amplop itu, sebelum akhirnya ia kembali ke panggung. Jadi dia hanya meninggalkan surat itu di sana, menunggu perempuan itu datang dan membukanya. Aku bisa merasakan perasaan ini melimpah di dada kayu kecilku. Aku tidak tahu apa ini, karena aku belum pernah merasakan ini sebelumnya. Maksudku, yah, aku memang pernah merasakan yang mirip dengan ini… tapi yang satu ini terlalu banyak. Rasanya seperti aku akan terbakar kapan saja, menjadi tumpukan arang dalam sekejap. Ya, itu dia… menjadi tumpukan arang.

"Oke, ayo kita lihat bagaimana ia bekerja…" kudengar Sasuke berkata senang. Kurasakan tubuhku bergerak naik, aku tahu Sasuke menarik senarku.

"Siap untuk bersinar lebih cemerlang?"

"Oh, diam kau. Biar bagaimanapun, anak-anak lebih mencintai aku. Mereka sudah kenal aku sejak lama…"

"Tepat sekali… mereka pasti bosan denganmu. Sama dengan semua boneka sebelum kau."

Ugh. Itu rasanya sakit. Terlebih, ia bisa saja benar. Sasuke membuat boneka, berharap mereka bisa menyenangkan anak-anak. Katanya aku boneka terbaik! Tapi bagaimana kalau anak-anak memang bosan denganku? Bagaimana kalau mereka bosan melihatku menari… Bagaimana kalau mereka lebih suka pada Sakura ketimbang aku… Aku pasti akan bergabung dengan Hinata dan yang lainnya dalam lemari sementara Sakura bersinar dalam keagungan. Tiba-tiba saja aku tertohok. Tentu… begitulah perasaan mereka, Shikamaru, Hinata dan Kiba… mereka pasti merasa buruk dan terlupakan… Bagaimana bisa aku begitu egois? Buta! Tidak perhatian! Sekarang aku benar-benar ingin terbakar jadi arang untuk kebodohanku. Ok, aku berjanji aku akan melakukan apapun untuk bisa membuat mereka di sini! Jadi mereka bisa bersinar juga!

Kurasakan Sasuke menyentakku, mendorongku untuk bergerak. Di sana, aku terdiam sejenak. Aku memandang ke sekitar hanya untuk melihat ayam jago bego yang mengganggu itu tengah menarikan sebuah tarian anggun. Dan tariannya lebih anggun daripada tarianku! Aku tersentak saat mendengar anak-anak mengekspresikan kegembiraan mereka. Enak saja aku biarkan ia menang!! Aku membuat sebuah lompatan lebar menyebrangi panggung dan mulai berputar nonstop. Kudengar anak-anak bersuara senang saat aku berputar semakin kuat dan kuat. Aku mengadah dan menaikkan tanganku ke langit, menggapai. Aku berhenti saat tiba-tiba mulai berlompatan di atas panggung, memberikan senyum cerahku. Anak-anak terkekeh geli saat aku melemparkan ciuman pada mereka dan membuat sedikit tarian lucu. Tapi mereka kembali ber-'oooh' dan ber-'woww' pada Sakura, yang menarikan tarian salsa. Aku mulai marah dan berputar ke arahnya, menendang kakiku ke udara dan melengkungkan tubuhku, menghentikan salsanya. Ia mendengus dan melemparkan tatapan tajam ke arahku, sementara aku menyeringai. Dan ini terus berlanjut selama beberapa menit, duel kecil kami, tapi aku membeku di tengah tarianku saat kulihat Sakura sungguhan ada di bangku. Ia sedang membaca itu… ia sedang membaca surat itu. Aku melihat sekilas pada Sasuke yang menatapnya dengan tatapan itu… tatapan yang tak pernah bisa jadi milikku. Aku melihat ke arahnya lagi, kepalaku terpaku dan kulihat ekspresi terluka di wajahnya. Aku tak mengerti… mengapa ia terluka?

"Sasuke milikku, Naruto. Kau tidak akan pernah bisa memenangkan hatinya, kau hanya boneka!"

"Kau juga!!"

"Ya… tapi tidak sepertimu, aku sesungguhnya nyata," kata Sakura sambil menunjuk pada Sakura sungguhan. Saat itulah aku terhentak. Rasanya penglihatanku gelap. Lalu aku berdiri disana, menatap Sakura, dan berikutnya aku melemparkan tinjuku padanya, menarik rambut merah mudanya yang berantakan, melemparnya melewati panggung, dan berteriak marah, seolah aku adalah salah satu hewan liar yang baru dimasukkan ke kebun binatang. Kalau Sakura membalas, aku tak menyadari, ataupun mendengar bahwa ia balas berseru ke arahku. Yang kutahu hanyalah aku sedang marah, marah yang melewati batas, dan aku akhirnya melakukan apa yang ingin kulakukan saat pertama kali melihat Sakura Sungguhan, saat kulihat tatapan Sasuke padanya.

KREEKK

Aku menatap ke arahnya, ia menatapku dengan ketakutan dan amarah. Aku telah mematahkan salah satu kakinya… dan membuat salah satu senarnya terperangkap di salah satu sendi lengannya. Awalnya aku merasa biasa saja, tapi kemudian aku merasakan kesenangan berlimpah juga kemenangan.

Aku mulai bersorak histeris. Dan aku mulai mengayun-ayunkan tanganku dalam kejayaan, aku mengadah dan mengeluarkan tawa panjang. Tapi terhenti seketika oleh espresi di wajah Sasuke. Ia sedang menatap padaku, matanya melebar dalam kejut dan ketidakpercayaan. Tapi dari tatapan itu aku juga tahu ia terluka… aku membiarkan tanganku terkulai dan menatap ke tempat lain. Anak-anak tengah menatapku dengan mata yang lebar… membisu. Kemudian aku melirik dengan khawatir ke bangku, hanya untuk menyadari bahwa perempuan itu telah tiada… dan di sana ada gumpalan selembar kertas di tanah, dekat dengan bangku itu.

Aku mengadah pada Sasuke lagi, merasakan penyesalan mendalam di dadaku. Aku tidak merasa senang lagi… aku tidak merasa menang lagi… aku merasa menyesal. Sangat menyesal.

"Apa yang terjadi, Sasuke?"

Aku ingin bertanya… Aku sangat ingin bertanya bagaimana keadaannya, sampai-sampai ini menyakiti jantungku yang tak pernah ada.

"…Ayo pulang…" balas Sasuke, sekalipun aku tahu ia tak bisa mendengar pertanyaanku.

. . .

"Bagaimana ini bisa terjadi?! Kupikir… Kupikir mungkin… Argh!!"

Aku hanya bisa melihat Sasuke menarik rambutnya penuh emosi. Ia sangat terluka! Dan aku tidak bisa melakukan apapun untuknya. Shikamaru, Hinata, dan Kiba, menontonnya dengan ekspresi yang sama. Ayam jago bodoh itu terbaring di sisi kananku, tubuhnya terbaring dalam posisi yang aneh, tapi aku tahu ia tidak merasa sakit atau apapun. Ia melotot ke arahku, tapi aku tak mempedulikannya. Aku menyimpulkan, dari semua omelan Sasuke dalam perjalanan pulang, Sakura telah menolaknya dan meremas kertas itu, melemparnya ke tanah sebelum akhirnya ia pergi dengan tangisan. Normalnya aku akan merasa bahagia karena Sakura tak mengambil Sasuke, tapi aku merasa hancur melihat Sasuke tenggelam dalam luka.

"…apalagi… ini tidak bisa diapa-apakan lagi… D-dari yang kutahu… mungkin ia sudah menikah atau apa," Sasuke berkomat-kamit pada dirinya sendiri.

"Maafkan aku, Sasuke…"

"Lupakan itu… aku harus memperbaiki S-…" lelaki ini bahkan tak bisa mengucap nama perempuan itu tanpa mengerutkan dahi dalam rasa sakit. Perasaan yang kurasakan saat di panggung mulai kembali, ini terlalu berlimpah… Aku hanya bisa menonton saat Sasuke berjalan menuju mejanya dan menarik Sakura dari sebelahku. Aku melihat saat ia membuat kaki baru untuknya, dan mengganti yang jelek dengan yang bagus. Tangannya terperangkap… ia harus mengeluarkan senar itu dan menggantinya kalau harus.

"Ayolah… bodoh…" Sasuke menggeram sembari menyentak pada senar, berusaha mengeluarkan senar itu. Sakura terlihat bosan, dan aku menggeram karenanya. Bagaimana bisa ia tidak bersyukur saat Sasuke tengah memperbaikinya?! Ini membuatku ingin berteriak lagi!! "Argh!!"

Aku melihat semuanya bagaikan dalam gerak lambat. Tangan Sasuke tergelincir dari senar, dan ia menubruk sebotol tinta hitam yang ada tepat di sisi tangannya, ke arahku.
Tinta itu mencemari dan terserap di bajuku, di tubuh kayuku, di sendiku… semuanya. Aku… Aku merasa tak enak. Rasanya semuanya dalam api, seolah aku sedang terbakar. Aku bisa merasakan itu… aku bisa merasakan tinta hitam itu teresap dalam kayuku, menghancurkan tubuhku dan mencemarinya… mencemari jiwaku.

"Tidak… tidak!! Tidak, tidak, tidak!!!" kudengar Sasuke memekik ketakutan, tapi entah kenapa suaranya terdengar sangat lembut… aku merasakan tubuhku terangkat dari meja, rasanya sangat sakit… tapi aku tak peduli. Sasuke sedang mengangkatku. Sasukelah yang memegangku.

Aku melihat Sasuke menyeka tubuhku dengan handuk, terburu-buru. Usahanya untuk menyeka tinta dengan handuk itu gagal. Aku tersenyum lemah saat ia mengutuk perlahan. Ia berusaha dengan keras… sangat keras… untuk menyelamatkanku dari kegelapan yang perlahan mulai membayangi penglihatanku. "Sial!!"

Ia kembali meletakkanku di atas meja, dan aku menatapnya. Ia berada di tengah ruangan, dengan tangan yang menekan ke dahinya dalam frustasi dan penderitaan. Aku melihat tatapan khawatir dari teman-teman yang kusayangi, dan mencoba untuk tersenyum lemah pada mereka. Mereka paham bahwa tinta adalah salah satu dari sangat sedikit benda yang bisa membunuh boneka. Cairan hitam itu akan menarikmu dalam lubang… Sekalipun Sasuke bisa menyelamatkan tubuhku… menggantinya dengan kayu baru… aku tak akan sama lagi. Aku akan menjadi boneka yang sama sekali berbeda, hanya dengan wajah yang sama.

"Sial!!!" aku mendengar retak kecil dalam suara Sasuke. Aku melihat kembali ke arahnya, hanya untuk mendapatinya menatap padaku dengan tatapan terluka… sebutir air mata mulai membasahi wajahnya. "Dari semua boneka… kenapa harus… Argh!!!"

Kurasakan hati khayalanku berkibar dalam kebahagiaan.

Jadi, dia memang perhatian padaku. Ia memang memikirkan aku… Senyumanku semakin cerah saat memikirkan ini. Kemudian, aku merasakan Sasuke mengangkatku dengan lembut. Aku menatap pada matanya untuk waktu yang lama, terpikat pada dalamnya kegelapan mata itu… Dan kemudian… ia melakukan itu… Ia menciumku.

Rasa bahagia dan tak percaya mengisi dada kayuku yang membusuk saat kurasakan bibir lembutnya menyentuh bibirku yang terbuat dari kayu. Kudengar desah kejut dari arah belakang Sasuke, tapi aku tak peduli. Hanya satu hal yang bisa kumengerti saat ini, aku telah menang… dan Sasuke memang benar-benar benar mencintaiku… ia mencintaiku… meski aku hanyalah sebuah boneka yang sekarat.

. . .

"Maafkan aku… Naruto…" kudengar ia berbisik… atau mungkin ia tak berbisik, mungkin pendengaranku yang semakin menipis. Suaranya semakin samar detik demi detik. Kurasakan ia menempatkan tubuhku dalam 'peti mati'-ku… sebuah kotak. Tapi ada sutra merah di dalam kotak itu, dimaksudkan untuk membuatku tetap nyaman. Hehehe… Sasuke baik sekali padaku… sulit dipercaya bahwa ini berakhir begini. Aku sekarat dan akan mati… Aku melihat bayangan tubuhnya dengan samar. Ia menyentuh sisi atas kotak dan mendekat ke atas kotakku. Aku telah siap untuk kegelapan… aku akan mati dengan bahagia… setidaknya aku sudah siap.

"Aku mencintaimu…"

Dan kemudian, kegelapan itu melimpahiku, tepat pada saat Sasuke meletakkan penutup di kotakku, hanya setelah ia mengatakan kata-kata itu. Aku memandang pada kegelapan untuk waktu yang lama, setetes tinta mengalir dari mataku ke sisi wajahku saat kubiarkan kegelapan mulai menguasaiku.

"Aku juga mencintaimu, Sasuke…"