Naruto © Masashi Kishimoto

Warning : AU, OOC, typo

CURTAIN

"Hiks...Hiks,"

Anak laki-laki bermata sapphire tersebut menajamkan pendengarannya, ya tidak salah lagi itu suara tangisan tapi siapa yang menangis di jalanan yang sepi ini terlebih cuaca saat ini sedang sangat buruk, awan hitam berkumpul di atas sana, tetesan air pun mulai membasahi bumi, ia mempercepat langkahnya karena semakin ngeri membayangkan hal yang tidak-tidak, yang ada di dalam pikirannya saat ini hanya satu, cepat sampai di rumah.

Namun sesaat langkah kaki kecil itu terhenti, ia melihat sosok gadis kecil menangis di bawah pohon, dengan sedikit keberanian ia diam-diam mendekat, tapi kemudian dia mulai bingung dengan apa yang ingin dilakukakannya terhadap gadis tersebut terlebih itu adalah orang yang tidak sama sekai ia kenal, ia pun mengurungkan niatnya untuk menyapa gadis kecil itu, tapi nasib berkata lain, belum sempat ia menarik diri tiba-tiba gadis kecil itu mendongak dan menatap bingung kearahnya dengan mata yang memerah dan sembab.

"A-ano, maaf aku bukan anak nakal kok, aku hanya terkejut melihat kau menangis sendiri terlebih di tempat seperti ini," kata anak laki-laki itu kikuk.

"..." tidak ada jawaban dari sang gadis kecil, anak laki-laki itu pun mulai frustasi akhirnya ia putuskan

"Hm, maaf kalau aku mengganggumu, kalau begitu aku pulang saja, oh iya, aku tidak tau apa masalahmu sampai kau menangis sendiri di sini tapi saranku cepatlah pulang, hari sudah hampir gelap dan cuaca sedang buruk, kasihan ibumu di rumah pasti khawatir."

Alih- alih menanggapi ucapan anak laki- laki tersebut dengan kata-kata, yang terjadi malah gadis itu menangis semakin keras, anak laki-laki itu pun semakin bingung, ia pun memilih untuk duduk disamping gadis itu lalu kemudian berkata lirih "Maafkan aku," tangis si gadis kecil lalu terhenti, ia menatap lama anak laki-laki tersebut lalu kemudian satu kata meluncur dari mulutnya,

"a-arigatou," anak laki-laki menoleh,

"untuk apa?" tanyanya penasaran dengang maksud sang gadis kecil.

"Terima kasih sudah mengkhawatirkanku," jawab si gadis kecil dengan pipi yang sudah semerah tomat.

"Hm, baiklah. Maaf kalau aku terkesan lancang tapi kenapa kau menangis sendiri disini?" tanyanya hati-hati.

Sang gadis kecil menatap iris sapphire itu lama, iris lavender-nya menangkap ketulusan dan perhatian yang besar dibalik pertanyaan itu, ia pun memantapkan hati dan akhirnya kisah panjang itu pun bergulir dari bibir kecilnya, bagaimana perasaan sedihnya setelah ditinggal oleh ibunya yang baru saja meninggal beberapa waktu lalu. Iris sapphire tersebut menangkap kesedihan yang mendalam dari lavender sang gadis kecil dengan pelan ia berkata

"jangan bersedih, kau tahu ibu mu disana pasti sudah berbahagia, dan dia pasti tidak mau melihatmu menangis seperti ini."

Gadis kecil itu menatapnya, "ta-tapi aku yang menyebabkan kematian ibu," air mata mulai meleleh lagi di pipinya, "aku tidak bisa jadi anak yang membanggakan ayah dan ibu, aku malah membawa kesedihan bagi mereka, karena itu ibu berusaha mempertahankan kandungannya padahal ia sendiri tau kalau tubuhnya terlalu lemah dan akhirnya..."

Gadis kecil itu kembali terisak hebat, anak laki-laki yang tidak tega melihatnya menangis seperti itu ia pun melingkarkan tangannya di bahu gadis kecil tersebut

"jangan berpikiran seperti itu tidak ada anak yang tidak membawa kebahagiaan bagi orangtuanya, selama ini orangtua mu pasti memperlakukanmu dengan sangat baik, bukan?" ucapnya lembut.

Gadis kecil itu tersenyum dan mengangguk tapi kemudian raut sedih kembali terlihat di wajahnya, "tapi, ayahku berniat menikah lagi dengan wanita lain," tuturnya.

Anak laki-laki itu terdiam sejenak tapi kemudian kalimat yang tidak pernah ia perkirakan bisa bisa merubah hidup gadis tersebut terucap dari bibirnya, "ibumu orang baik, bukan? Aku percaya pasti dia sudah ada di surga, jadi yang perlu kau lakukan sekarang jadilah anak yang baik agar nanti kau bisa bertemu ibumu di surga, dan dia pasti senang karena selama tanpa dia kau bisa tumbuh jadi anak yang baik dan mandiri."

Gadis kecil tersebut terkejut tapi saat itu juga perasaan hangat menjalari hatinya ya dia menyadari mulai sekarang yang perlu dia lakukan adalah menjadi anak yang baik agar dapat bertemu ibunya di surga, terlebih ia tahu bahwa waktu yang akan mempertemukan dia dan ibunya bukanlah waktu yang cukup lama. Ia menghapus air matanya, lalu dengan senyum tulus iya berujar, "terima kasih..."

"Naruto," sahut anak laki-laki itu cepat, "Namaku Naruto."

Sang gadis tersenyum lalu mengulangi kata-katanya yang terputus, "Terima kasih, Naruto-san."

Kemudian entah siapa yang memulai, keduanya mulai beranjak dan meninggalkan tempat itu. "Jaa-nee, Naruto-san" teriak sang gadis riang dan dengan senyum yang lebar ia berlari riang menuju kediaman keluarganya, anak laki-laki itu terkekeh ringan di kejauhan seraya melambaikan tangan meskipun ia tau gadis kecil itu sudah tak melihatnya lagi.

"Jaa-nee..." dan matahari senja menjadi saksi bisu cerita yang baru saja terjadi diantara anak laki-laki dengan iris sapphire dan gadis kecil dengan iris lavender.

Naruto berlari terburu-buru ke arah rumahnya, mendengar cerita gadis lavender tadi membuatnya lupa waktu dan hal yang penting yang akan ia hadapai, dengan ngos-ngosan ia menapaki kaki di lantai rumah besar mereka, "tadaima" teriaknya dengan terengah-engah.

"Okaeri" sahut seorang perempuan yang lebih tua darinya tapi usia mereka tidak terpaut jauh, hanya tiga tahun, dia adalah kakak perempuan Naruto.

"Kenapa lama sekali?" tanya ibu Naruto. "Tadi kau bilang hanya ingin pamit dengan teman-temanmu, cepatlah bersiap sebentar lagi kita berangkat ke bandara." Naruto mengangguk, bergegas ia naik ke kamar dan mempersiapkan diri.

Sekarang Naruto telah berada di dalam pesawat, ia memejamkan mata, bibir kecilnya berkata "Selamat tinggal Jepang, selamat tinggal..." Ah, Naruto tersentak ia melupakan satu hal yang sangat penting, ia lupa menanyakan nama gadis kecil yang bersamanya tadi, dengan senyum kecut ia berkata dalam hati, "selamat tinggal gadis lavender, semoga suatu saat kita bertemu lagi," kemudian mata kecil itu terpejam dan membawanya ke alam mimpi.

7 tahun kemudian, Seoul

"Annyeong, selamat pagi eomma, appa, dan dongsaeng ku sayang," teriak seorang gadis cantik berambut pink, mata emerald-nya menatap jenaka ke arah ibu, ayah dan adiknya.

Hinata tersenyum menatap kakak tirinya tersebut. Tiri? Ya, mereka adalah saudara tiri, tidak ada hubungan darah yang menghubungkan keduanya, ciri fisik mereka saja sudah cukup menjelaskan segalanya, tapi apabila ditanya apakah keluarga mereka bahagia, jawabannya keluarga ini sungguh sangat berbahagia, kalau ditanya apakah mereka saling menyayangi semua juga tahu bahwa mereka saling menyayangi satu sama lain sepenuh hati dan dengan segenap jiwa.

"Berhenti, memanggil kami dengan panggilan seperti itu Sakura," ucap Hiashi dengan wajah yang berusaha dibuat segalak-galaknya, "jangan pernah melupakan jati dirimu sebagai orang Jepang, sudah cukup di luar sana kau terpengaruh dengan mereka setidaknya di rumah ini kita masih bisa menerapkan budaya kita," ucap Hiashi tegas.

"Go-gomen, otousan," ucap Sakura dengan bibir yang dikerucutkan.

"Hmm, tapi sepertinya panggilan 'Appa' itu terdengar cukup imut," dan meledaklah tawa seluruh anggota kelurga tersebut.

Seperti itulah keadaan keluarganya penuh cinta dan kehangatan dan rasanya Hinata tidak sanggup menukarkannya dengan apapun di dunia ini, dia begitu mencintai mereka, kehadiran ibu tirinya dan Sakura benar-benar merubah kehidupan Hinata dan ayahnya, Hinata yang pendiam dan ayahnya yang serius membuat suasana yang mereka ciptakan tidak begitu menyenangkan tapi dengan kehadiran Sakura dan ibunya suasana itu mulai mencair dan digantikan dengan canda tawa. Hinata tidak pernah menyesal menerima kehadiran Sakura dan ibunya, tidak pernah menyesal ayahnya memilih Ibu tirinya setelah kematian Ibu kandungnya karena ia kembali mendapatkan kasih sayang seorang ibu yang pernah hilang dan bonus kasih sayang dari seorang kakak perempuan.

Sakura pun tidak jauh berbeda, ia begitu menyanyangi keluarga kecil mereka ini. Bagi Sakura, Hinata dan ayahnya bagaikan malaikat suka-cita yang merubah kehidupannya yang dulu kelam menjadi begitu berwarna, bagaimana tidak, setelah kematian ayah kandungnya keluarga Sakura yang hidup sederhana harus mulai mencari topangan untuk menafkahi kehidupan mereka sehari-hari, karena itu ibunya harus bekerja pagi hingga malam, Sakura kecil selalu merasa kesepian ketika harus ditinggal ibunya bekerja, dan ketika ibunya mengutarakan niatnya untuk menikah lagi Sakura tidak bisa berbuat banyak, yang dia inginkan hanya kebahagiaan ibunya dan ketika menatap mata ibunya yang penuh pengharapan akan restunya maka Sakura pun menyetujuinya, dan sekarang ia tidak pernah menyesal akan hal itu. Keluarga Hyuuga yang kaya raya mampu mencukupi kehidupan mereka, bahkan lebih dari cukup, sehingga ibunya tidak perlu lagi bekerja dari pagi hingga malam, dan lebih dari itu ia mendapatkan adik perempuan yang sangat manis, yang menjadi tempatnya berbagi cerita, Hyuuga Hinata.

"Sakura, Hinata, ayo cepat habiskan makanan kalian, hari ini hari pertama Hinata di High School, jangan sampai terlambat, dan sepertinya Sasuke sudah ada di depan untuk menjemput kalian," ibu mereka berkata.

Sakura dan Hinata pun bergegas menghabiskan sarapan mereka, tak lupa berpamitan dengan kedua orangtuanya, mereka pun masuk ke dalam mobil dimana Sasuke sudah menunggu. Hinata duduk di depan bersama Sasuke yang berada di balik kemudi dan Sakura duduk di kursi penumpang di belakang Hinata, Sakura memasang headset-nya dan mulai memutar lagu dari iPod, Sasuke meliriknya sekilas lewat kaca, kemudian melajukan mobil mereka menuju Seoul International High School.

"Sasuke-kun, Onee-chan, aku ke kelas dulu ya," ucap Hinata.

"Hn," ujar Sasuke singkat dengan sedikit senyum seraya mengelus rambut Hinata.

"Hinata, hwaiting ne!" teriak Sakura semangat.

"Ne!" sahut Hinata.

Hinata memang harus berpisah dari dua orang terdekatnya itu, Sakura dan Sasuke adalah siswa tahun ke tiga disekolah tersebut dan kebetulan mereka berada di kelas yang sama, sedangkan Hinata adalah siswa tahun pertama di sekolah tersebut dan menempati gedung yang berbeda dari Sakura dan Sasuke.

Sepeninggal Hinata, suasana senyap menyelimuti Sasuke dan Sakura, Sasuke pun akhirnya memilih untuk membuka suara.

"Sakura,"ucapnya lirih.

"Ya?"

"Apakah tidak apa-apa seperti ini?"

"Bagaimana dengan kita?" ujarnya lagi lalu berlalu meninggalkan Sakura yang masih terpaku di tempat.

-TBC-

A/N :

author newbie di FF Naruto. Mohon maaf apabila masih terdapat banyak kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan. THX :D