Kisah Kita
Summary : Kumpulan drabble yang menceritakan kisah mereka.
Rate : T
Chara : Natsu.D, Lucy.H
Genre : Romance.
Disclaimer : Hiro Mashima.
Warning : Natsu OOC berat, typo, kurang manis, gaje, dll.
#1 : Pernyataan Cinta
Musim gugur selalu menjadi favoritnya. Bagaimana tidak? Warna-warni daun nampak indah berselancar di udara. Menimbulkan bunyi krasak-krusuk beradu dengan sepatu. Memang lebih dingin. Cuaca labil–terkadang cerah atau mendung, kurang menguntungkan bagi muda-mudi yang ingin berkencan. Maka sesuai pepatah, "sedia payung sebelum hujan" demi keinginan terbaik.
Namun setiap orang punya alasan sendiri. Begitu pun dia–seorang wanita beranjak dewasa yang asyik melahap kuenya. Tak ketinggalan segelas teh herbal berpadu kesegaran lemon.
"Yo, Lucy! Menunggu lama?" Seseorang datang. Menarik kursi di depan sang wanita sambil mencari posisi terbaik.
"Jarang-jarang kita bertemu di café. Ada perlu apa?" Tanyanya mengambil inti pembicaraan. Khusyuk mengaduk teh yang diseruput perlahan, benar-benar nikmat.
"Kamu pernah mendapat pernyataan cinta?"
"Tiga kali, yang terakhir dari Jellal minggu lalu. Memang kenapa?" Topik mereka sedikit aneh–sangat malah. Gerangan apa sampai pria salam ini bertanya soal asmara? Toh, dia terkenal tidak peka.
"Apakah mereka menembakmu seperti, Lucy …'" Sebelah tangan diangkat. Mengenggam jemari lentik sang pirang, "Maukau kau …" Pegangannya kian mengerat. Meremas lembut jari-jari itu, "Menjadi pacarku?" Benda kenyal tersebut mencium singkat–kasar, dengan rona merah manis menghias kedua belah pipi.
"Na-Natsu?! Barusan kau menciumku?!"
"Eh, bukankah sudah jelas? Butuh penegasan lagi?"
"Dasar bodoh! Ke–?!" Terbungkam oleh menggodanya bibir pria itu. Lucy memutuskan diam–ikut andil dalam paduan kasih mereka.
"Hah … hah …" Kepulan asap terbentuk lewat rongga hidung dan goa mulutnya. Salahkan Natsu sampai ia kehabisan napas, "Kenapa tiba-tiba kau menciumku?!" dibalas kekehan pelan yang bersangkutan. Lucy kian merajuk minta diberitahu.
"Tidak apa-apa, 'kan? Aku ingin berbagi kehangatan denganmu. Namun lebih penting…." Terhenti sejenak, Natsu mendekatkan bibirnya yang lengket oleh saliva, "Kuminta jawabanmu, sekarang juga." Bariton itu berbisik–seksi nan menawan menggelitik sekujur saraf dengan setruman-setruman kecil.
CUP!
"I-ini jawabanku. Sudah puas?!" Ciuman klise yang benar-benar mengejutkan. Sang pemuda menggulum senyum tertulus. Anggukannya menjadi isyarat dalam senyap.
Karena itulah musim gugur menjadi favoritnya sepanjang masa.
#2 : Puding Karamel
Makanan kesukaan Lucy adalah puding karamel. Hidangan penutup yang tekstur lembutnya selalu memanjakan lidah para penggemar. Dia bisa makan sehari satu. Tujuh dalam seminggu dan tiga puluh hari sebulan penuh–tak dilewatkan sedikit pun. Tentu mengundang kecemasan Natsu. Kalau kenapa-napa, 'kan, jadi sulit.
"Cobalah sesuap. Aku yakin kau suka." Mangkuk puding disodorkan. Entah kenapa, pria cenderung membenci hal-hal manis–walau pengecualian bagi Lucy Heartfilia. Onyx itu tak pernah lepas dari objek di depannya.
"Tanpa gula juga manis, sampai diabetes malah," komentar Natsu memainkan puding yang setengah dilahap. Ya, itu bekas Lucy dan dia akan mengambek kalau tidak segera dikembalikan.
"Jangan mengada-ada. Tanpa gula pudingnya hambar." Menyadari jarinya bergerak–Lucy minta dikembalikan. Mangkuk puding diberi sedikit dorongan supaya tiba ke seberang meja.
"Habis …" Sendok teh ditaruh perlahan. Natsu menempelkan kepalanya pada jidat sang blonde. Sesaat melupakan eksistensi puding yang memanggil-manggil, minta dihabiskan, "Karamelmu jauh lebih manis sampai membuatku diabetes, bahkan sekadar melihat saja. Apalagi dari dekat."
Merah muda menyapu pipi tirusnya yang menggembung sebal–mendorong kepala salam agar menjauh. Sukses besar, dia pulang dengan cengiran khas ala Natsu Dragneel, sementara Lucy melahap sisa puding tergesa-gesa–kesal karena lagi-lagi kecurian.
Namun ketahuilah, Lucy hanya takut ditinggal, kok.
#3 : Membaca Fanfiksi
Selain menghabiskan puding karamel sehari satu, Lucy hobi membaca cerita di website bernama fanfiction. Sore itu hujan mengguyur deras kota tercinta. Natsu yang baru pulang sekolah memutuskan mampir–sekalian berteduh sembari menunggu sedikit reda. Awal-awal ia disambut dengan baik, diberi handuk guna mengeringkan rambut, pakaian ganti berupa kaos putih polos milik Ayah. Namun selebihnya, asyik menjelajah alam imajinasi.
"Kenapa kau buru-buru begitu?" Lucy berlari kecil memasuki ruang tamu. Menjatuhkan dirinya ke atas sofa dan mengambil hand phone di atas meja–fokus membaca.
"Hmm…. Jadi itu yang namanya fanfiksi, eh?" Penasaran. Natsu mendekatkan retina yang menangkap tulisan-tulisan merangkap paragraf, seperti cerita biasa, tetapi menggunakan karakter anime, film dan lain-lain.
"Kaito memeluk pinggang ramping Len. Mencium lembut helai pirangnya sambil memasukkan tangan ke…." Jika mata si salamander adalah bohlam, pasti sudah pecah usai membaca kalimat tersebut.
Uhuk … uhuk….
Sejak kapan pacarnya pindah haluan jadi fujoshi? Terlebih, senyum Lucy semakin lebar dengan ekspetasi-ekspetasi liar sesuai narasi. Natsu tahu ini buruk. Mau langit runtuh sekalipun, perhatian calon penulis itu terfokus pada bacaan di depan mata. Dia sendiri benci–jika pasangan homo lebih romantis daripada mereka. Burung, kok, diadu burung? Patah iya. Meski konyol mempermasalahkan hal sekecil itu.
"Ekhem!" Merebut paksa hand phone Lucy. Ia menatap lekat karamel itu dengan niat mendominasi.
"Dekatkan sedikit kepalamu." Bagai hewan menuruti perintah majikannya, tanpa protes Lucy menyanggupi permintaan Natsu.
Tangan besar itu mengelus sayang helai pirang Lucy–sesekali memasang pose berpikir, tengah mengingat-ingat adegan cerita tersebut. Ah ya! Berseru riang, selewat ia mencium kening lebarnya, bergenti ke hidung dan terakhir dagu. Sepasang onyx tersenyum melalui tatapan. Balik memandang karamel yang disebut-sebut jauh lebih manis daripada puding.
"Jika kau bisa membaca fanfiksi. Sekarang bacalah pikiranku!"
KRUYUKK!
"Kau lapar, 'kan? Tunggu di sana. Kubuatkan nasi goreng." Siapa pun tahu kalau mendengar gemuruh perut Natsu. Ia menyusul ke dapur merangkap ruang makan. Memperhatikan gerak-gerik Lucy yang gesit menyiapkan bahan.
Barusan hanya modus minta perhatian, kok. Sebagai cowok yang baik dia boleh, 'kan, cemburu? Apalagi perhatian pacarnya terpusat ke cerita nista. Natsu mana rela diabaikan demi kisah pasangan homo?
#4 : Belajar
Besok ulangan biologi bab tata surya. Natsu yang mendadak alim karena paksaan Lucy, kini belajar giat di rumah sang blonde. Telinganya difokuskan mendengar penjelasan Ibu Guru Heartfilia. Terkadang mencatat pokok-pokok penting. Menorehkan tip-ex kalau salah tulis dan menghafal kilat. Berterima kasihlah dia berbaik hati membacakan, karena si salam paling malas kalau menyangkut bacaan tebal nun padat.
"Jawab pertanyaanku. Matahari terletak dekat planet?"
"Setahuku matahari selalu di sisiku. Sekarang dia membantu manusia ini menghafal materi biologi."
BUKK!
"Berhenti bercanda. Ku ganti pertanyaannya, sebutkan urutan planet!" Buku setebal dua ratus halaman mencium kasar pucuk kepala Natsu. Mati-matian Lucy menyembunyikan rona merah.
"Merkurius, venus, bumi, mars, jupiter, saturnus, uranus, neptunus. Kalau Lucy Heartfilia ada di hatiku!" Ujarnya polos mengangkat tangan tinggi-tinggi–merasa bangga atas jawaban tersebut.
"Sampai kapan Natsu Dragneel mencintai Lucy Heartfilia?"
"Sepanjang napasku masih berhembus. Kalau aku mulai lupa, teriak dan panggilah namaku sekencang mungkin. Lakukan apa pun yang kamu mau, asal jangan putuskan hubungan kita." Kini raut seriusnya tergantikan oleh cengiran. Sejenak membuat Lucy terkesiap–kehabisan kata-kata.
Selain biologi, mereka juga mempelajari satu hal: keduanya saling mencinta tanpa perlu bersua.
#5 : Luce
"Luce!" Panggilan itu bergema di sepanjang lorong. Natsu tampak berlari mengejarnya–yang acuh tak acuh melanjutkan tujuan, yakni kantin.
"Yo! Kau mau ke kantin? Ayo pergi sama-sama."
"Tu–!" Tanpa aba-aba, Natsu menarik pergelangan tangannya yang menggantung bebas. Mereka belum pernah pegangan–Lucy selalu menolak jika ditawari atau minta dilepaskan.
Salahkan tangan si salam, yang membuat jantungnya berdetak cepat ketika jemari mereka bersatu.
"Luce!" Terhenti di depan gerbang. Empunya menoleh ke belakang–kembali Natsu berlarian macam Ayah mengejar sang anak. Kalau diingat-ingat…. Seharian ini dia mengulang kejadian serupa.
"Yo! Mau kuantar naik sepeda?" Bel di kanan pedal ia mainkan iseng. Sekilas Lucy memperhatikan–masih sama seperti dulu. Warna merah yang nyaris pudar dan keranjang rotan di depan.
"Tidak, terima kasih. Aku jalan kaki saja."
"Padahal seru, lho. Lajunya lambat. Kujamin kau tidak akan jatuh." Salah berucap atau entahlah! Lucy mempercepat langkah yang disusul ringan Natsu. Seorang pejalan kaki dan pesepeda berhasil menarik perhatian orang-orang di pelipir.
"Lihatlah mereka cemburu!"
"Ya, lebih baik begini."
Salahkan angin yang berhembus kencang. Mereka tidak bisa mengobrol dengan nyaman jadinya.
"Luce." Lebih lembut dibelai angin musim semi. Baritonnya mengalihkan atensi si blonde yang menontoni keramaian. Lucy merasakan betapa dalam tatapan sang pemuda.
"Selamat sudah lulus! Selanjutnya kau mau kuliah di mana?"
"D-di Universitas Magnolia. Aku diterima dan masuk jurusan sastra Jepang."
"Berarti kita beda fakultas, ya? Kebetulan aku kuliah di sana." Sangat mengejutkan. Natsu yang benci belajar diterima Universitas Magnolia. Lucy menjabat kedua tangannya. Memberi selamat atas perjuangan si salam.
"Mou! Jangan terlalu memaksakan diri. Aku tidak apa-apa selama kita dapat berkomunikasi."
"Tenang saja. Aku tidur tepat waktu, kok, setiap hari. Untuk merayakannya kita pergi ke kedai ramen Kakek Yajima, bagaimana? Gray, Loke dan Jellal, Levy, Erza dan Juvia juga setuju."
"Be-benarkah?! Tunggu apalagi. Jangan buat mereka menunggu lama."
"Setelah selesai kita habiskan waktu berdua saja, oke? Sekalian membicarakan masa depan."
"H–hah?! Candaanmu tidak lucu, bodoh!" Memalingkan wajah darinya. Lucy berbalik badan sambil merutuki perkataan Natsu. Lima menit berlalu, tak ada tanda-tanda dia akan menarik ucapan tersebut.
"Perkataanmu kuingat, lho. Kau ingin dua anak. Tinggal di rumah sederhana. Punya perkarangan. Jadi setiap hari Minggu kita bisa menikmatinya sambil minum teh. Makan puding karamel juga."
"Di-diam! Bicara lagi kusumpal mulutmu!"
"Kamu tahu kenapa kupanggil Luce?" Berhenti di perempatan lampu merah. Jalan raya menjadi latar baru di mana muda-mudi itu sedikit berselisih paham.
"Aku hampir lupa menanyakannya. Dua bulan sebelum kelulusan kau mengubah panggilanku."
"Panggilan itu spesial untukmu seorang. Anggaplah awal dari hubungan baru kita. Aku sadar cepat atau lambat mesti mengikatmu. Tapi ya…. Karena belum punya cincin, tidak apa-apa, 'kan, sebatas sebutan saja?" Bibir cherry-nya membentuk kurva sempurna. Siapa sangka Natsu punya alasan … seromantis ini.
"Se-sebagai gantinya traktir aku ramen dua porsi! Jangan bilang di depan umum juga."
"Siap, boss!"
Begitulah akhirnya. Lucy benar-benar bahagia hari itu.
Tamat.
A/N : Halo semuanya. Kali ini aku membuat drabble. Semoga bagus dan kalian suka. Kalau misalnya lima bagian ini dapet respon positif, aku ingin membuat NaLu sampai ke pernikahan mereka dan punya anak. Jadinya two shoot deh, hehehe. Kalau ada ide lagi aku buat yang Jerza juga.
Aku tunggu review-nya, kritik, saran, dll. Mohon maaf juga kalo fanfic ini gaje sangat. Aku sadar gak pinter buat beginian.
