Title : Belongs to Both of Us

Chapter : 1

Author : Nae

Rate : T

Genre : Brothership

Main Cast : Cho Kyuhyun. Kim Kibum. Park Jungsoo. And Other

Summary :

"Ah, padahal mereka lahir dan tumbuh bersama. Tapi kenapa seperti ini?"/ "Jungsoo Hyung adalah Hyung terbaik yang kumiliki. /"Kau menyedihkan, Hyung." / "Mwo? Hanya karena itu? Aiisshh… Jinjja. / "Kyu, aku begitu ingin seperti dirinya."/ Sekarang beritahu bagaimana caranya aku membencimu, Kyu."/ "Anak ini, kenapa berpikir untuk memberiku benda seperti ini? Pabbo!"/

.

.

Jungsoo memijit pelan keningnya. Pening melandanya setelah berjam-jam matanya dipaksa melototi layar laptopnya tanpa henti. Sidang skripsinya tinggal beberapa minggu lagi. Dan ia harus menyelesaikan segalanya seminggu sebelum sidang itu dimulai. Ia akan benar-benar sibuk beberapa minggu ke depan, dan ia berharap kedua orangtuanya yang tengah sibuk dengan pekerjaan mereka di luar negeri segera kembali. Bukan apa-apa, ia hanya yakin kalau ia akan repot dan waktunya untuk mengurus kedua adik kembarnya akan terabaikan. Meski Adik kembar yang dimaksud bukan Adik balita yang benar-benar butuh perawatan khusus, tetap saja baginya mereka tetap adik kecilnya yang butuh pengawasan dan perhatian lebih darinya.

Mendesah sekeras yang ia bisa. Matanya yang terasa begitu lelah dibiarkan menyapu ruangan tengah yang jadi tempatnya saat ini. Ruangan yang biasa dijadikan tempat berkumpul itu tampak begitu sunyi. Detik jam yang menempel di balik dinding putih rumah dengan fasilitas mewah itu sampai terdengar hingga telinga. Ternyata, di tengah kesunyian seperti ini, rumah mewah yang saat ini hanya dihuni tiga orang itu terasa begitu dingin dan mencekam.

Jungsoo mengusap tengkuknya. Masih mengamati tiap sudut ruangan. "Ah, kenapa jadi terasa horror seperti ini ya?" Merasa tidak lebih baik dengan membiarkan penglihatannya berkeliaran ke sana-sini, Jungsoo memilih untuk memfokuskan pandangannya ke arah laptopnya kembali. Matanya sudah terasa begitu berat dan perih. Selain karena ngantuk yang mulai menguasai, cahaya yang tersorot dari layar laptopnya juga cukup berpengaruh.

"Aissh, mata ini!" Menggerutu akhirnya. Dikuceknya mata sipit itu. Sekuat apa pun ia mempertahankan kinerja matanya, tetap saja mata berwarna cokelat itu menuntut untuk segera diistirahatkan. Ia mengubah sedikit posisinya. Menidurkan kepalanya di atas meja, dan perlahan ia menutup matanya. Bunga tidur menjemput perlahan kesadarannya. Namun, belum sempurna jiwa itu melayang…

BRUKK!

Ia terlonjak kaget. Matanya yang tampak merah kembali terbuka. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang begitu suara yang ia yakini bersumber dari arah dapur itu mengusik indera pendengarannya. Ayolah, ini sudah hampir tengah malam dan siapa yang membuat keributan di dapur di jam-jam seperti ini?

Jungsoo menggelengkan kepala kuat-kuat. Menepis segala pikiran buruk yang baru saja hinggap dan hampir mencuci otaknya. Ah, ini efek karena terlalu banyak menonton film berbau over sadistic, crime, dan psikopat. Ia tidak percaya hantu, tapi ia percaya orang-orang jahat.

Dengan meningkatkan kewaspadaannya, namja berlesung pipi itu berjalan mengendap-ngendap ke arah dapur untuk memastikan siapa yang tengah berkutat di ruangan yang biasanya menjadi wilayah kekuasaan eomma-nya itu. Setelah Eomma sibuk membantu Appa mengurusi perusahaan yang sedang melejit, ruangan yang sudah dilengkapi peralatan masak serba modern itu selalu tampak sepi. Jungsoo lebih sering membeli memesan makanan dari restoran ketimbang repot-repot memasak.

"YA! Park Kyuhyun!" Jungsoo berteriak ketika bola matanya menangkap sosok namja yang tengah berdiri di depan kulkas dengan pintu terbuka. Ia belum yakin kalau namja yang saat ini tengah berdiri memunggunginya itu benar-benar Adik bungsunya. Teriakannya hanya untuk memastikan saja.

Ia masih berdiam diri di ambag pintu dapur, mengantisipisi kalau namja yang berdiri jauh di hadapannya itu bukan pembunuh berdarah dingin yang bisa membunuhnya dengan cara paling sadis. Ia tidak berani mendekat. Lagi-lagi pikirannya terbang ke mana-mana. Ia takut ketika ia mendekat, namja itu ternyata psikopat seperti dalam film Scream atau Saw yang pernah ditontonnya. Jongsoo bergidik ngeri.

"Hyung, sedang apa kau di sini?"

"YA!" Kali ini teriakan Jungsoo terdengar dua kali lebih keras begitu seseorang menepuk bahunya dari belakang. Jangan lupakan suara parau khas bangun tidur yang berbisik di telinganya, mau tidak mau membuat bulu kuduknya merinding. Jantungnya nyaris loncat dari rongga dadanya. Dalam satu gerakan jungsoo membalikan badannya dan memastikan siapa yang baru saja membuatnya nyaris mati berdiri itu.

"Kyuhyunnie?"

Kyuhyun mengernyit. Dilihatnya wajah panik Hyung tertuanya itu sebelum melirik ke arah Kibum yang sudah menutup pintu kulkas. Saudara kembarnya itu membalikan badan dan menatapnya datar. Lantas setelah itu, namja yang dari penglihatan Kyuhyun terlihat pucat itu berlalu memasuki kamar mandi.

"Kau? Kau di sini, Kyu? Lalu… yang tadi—" Jungsoo membalikan badannya kembali. "NuguMwo? Ke mana dia?" Bola mata Jungsoo seketika melebar. "Aissh… jangan-jangan…" Dan ia kembali meracau.

"Sepertinya Hyung terlalu lelah. Istirahatlah!" Kyuhyun memegang bahu Jungsoo dan menuntun tubuh itu berbarik dari arah dapur. "Kajja!"

"Kau sedang apa di dapur, Kyu?" tanya Jungsoo mencoba mengalihkan perhatiannya dari segala keparnoan. Langkah mereka sama-sama berhenti di depan kamar Jungsoo.

"Aniya. Ohya, Hyung. Aku selalu berpikir kalau Hyung itu lebih cocok menonton drama romantis loh…"

"Mwo? Kau terdengar seperti sedang mengejek, Kyu."

"Ani, Hyung, ani. Aku tidak sedang mengejek. Ah, sudahlah. Hyung sebaiknya segera istirahat." Kyuhyun mendorong tubuh Jungsoo masuk ke dalam kamarnya. "Jangan lupa kunci pintunya, Hyung. Hyung tidak mau kan si pria berjubah hitam dengan topeng dan celurit panjang itu tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan—"

"Jangan menakutiku, pabbo!"

"Itu yang aku maksud Hyung nonton drama romantis saja."

"YA! Kau ini…" Dalam satu gerakan, Jungsoo memukul kepala Kyuhyun dan menatap adik bungsunya itu sengit. "Berhentilah menggodaku dan pergilah ke kamarmu!"

"It's oke, Hyung… kalau manusia bertopeng itu benar-benar datang, jangan coba-coba menggedor kamarku, ne?" Kyuhyun nyengir lebar dan segera berlari menjauhi Jungsoo sebelum hyung-nya itu kembali memukulnya.

"Aiiisshhh, bocah itu! Jinjja…"

.

.

Perlahan Kyuhyun melangkahkan kakinya menaiki undakan tangga yang akan membawanya menuju lantai atas di mana kamarnya dan juga kamar saudara kembarnya berada. Sebuah nampan dengan segelas air dan beberapa butir obat tengah dibawanya.

Setengah jam yang lalu, ketika Kyuhyun sedang tertidur dengan lelapnya, suara berisik yang bersumber dari kamar Kibum yang berada tepat di samping kamarnya, mengusik tidurnya dan memaksa ia akhirnya membuka mata.

Setelah mendengarkan dengan seksama, Kyuhyun menarik nafas dalam. Saudara kembarnya itu pasti sedang sakit. Suara batuknya yang terdengar begitu menyakitkan, sungguh mengganggunya. Kyuhyun cukup tahu alasan kenapa Kibum bisa jatuh sakit seperti sekarang ini. Selama beberapa hari terakhir ini aktifitas Kibum begitu banyak hingga waktu istirahatnya tersita.

Menjadi ketua osis dan kapten tim basket juga siswa terpintar di sekolah ternyata tidak menyenangkan seperti yang Kyuhyun kira. Dulu ia sempat marah pada Jungsoo Hyung yang melarangnya mengikuti banyak ekskul di sekolah hanya karena fisiknya yang begitu lemah. Tapi begitu melihat seberapa merepotkannya tugas dan tanggungjawab itu, Kyuhyun mulai bisa bersyukur. Kibum yang daya tahan tubuhnya kuat saja bisa sakit seperti sekarang ini. Apalagi dirinya yang hanya berlari sedikit saja bisa langsung ambruk.

Ketika ia mendengar suara pintu kamar Kibum terbuka, ia keluar kamar juga beberapa menit setelahnya. Meski selama beberapa tahun terakhir ini mereka tidak dekat, tidak seperti saudara kembar pada umumnya, dalam hati Kyuhyun tetap mengkhawatirkan kondisi Hyung keduanya itu. Ia tetap ingin memastikan Kibum baik-baik saja. Ia ingin memperhatikan Kibum meski dalam diam.

Well, lupakan kejadian setengah jam yang lalu dan kembali pada Kyuhyun yang saat ini masih berdiri mematung di depan pintu cokelat itu. Ia menatap nampan dan pintu di hadapannya secara bergantian. Keraguan dan kecanggungan menelan bulat-bulat keberaniannya.

"Ah…" Kyuhyun menghentikan gerakan tangannya yang satu senti meter lagi hendak mengetuk pintu itu. Ia menarik tangannya kembali dan menghela nafas lelah. "Aku rasa, alasan kau ke dapur tadi untuk minum obat." Kyuhyun menatap nampan di tangannya nanar. "Cepat sembuh, Kibummie. Jadi lebih kuat dan jangan sakit. Cukup aku saja yang sakit di sini."

Dan setelah itu Kyuhyun menggeser posisi tubuhya ke arah kiri, tepat di mana kamarnya berada. Menarik nafas sedalam mungkin dan segera membiarkan pintu dengan warna serupa dengan pintu kamar Kibum itu menelan tubuhnya.

.

.

"Hyung seperti panda," celetuk Kyuhyun pagi itu. Membuat suasana meja makan yang semula dikuasai es-es keheningan itu mencair.

Jungsoo yang tengah menikmati sarapan paginya dengan khidmat, seketika menatap Kyuhyun yang juga tengah sibuk dengan sarapannya. "Hyung begadang semalaman untuk menyelesaikan skripsi." Anak pertama keluarga Park itu menjelaskan. Ia kembali menekuni makanannya.

"Ahh, jeongmal? Bukan memikirkan sosok yang berdiri di depan kulkas semalam kan? Apa dia mengganggu tidur Hyung dan—"

"Itu aku, Hyung…" Kibum angkat suara. Tak tahan melihat wajah menyedihkan hyung-nya itu. Saudara kembarnya yang lahir tujuh menit setelahnya itu memang kerap menggoda hyung pertamanya.

"Sungguh? Aisshh… aku kira semalam itu kau, Kyunnie.." lega Jungsoo. Ia menatap Kyuhyun sengit. Harusnya Kyuhyun bilang kalau itu Kibum dari semalam. Mungkin ia tidak akan parno hingga sulit tidur dan bangun dalam keadaan buruk seperti sekarang. Yang ditatap tampak tertunduk diam. Kyuhyun selalu menjadi lebih pendiam jika Kibum sudah ambil suara dan masuk ke dalam percakapan. Meski itu hanya beberapa kata saja.

Kita ini bukan kembar identik, Hyung. Tapi kenapa dalam penglihatanmu, aku selalu tampak seperti Kyuhyun? Apa dalam pikiranmu itu hanya ada Kyuhyun saja? Kibum membatin sedih. Selera makannya tiba-tiba saja hilang dan ia hanya menatap hampa makanan di hadapannya.

"Sebenarnya apa yang kau lakukan malam-malam di dapur, Kibummie?" tanya Jungsoo menatap Kibum dengan rinci. Ia merasa ada yang berbeda dengan Kibum pagi ini. Terlihat, entahlah…

Kibum menggeleng pelan.

Dia sakit, Hyung. Pekalah sedikit, pabbo! Matamu itu minus berapa sih, sampai tidak lihat wajahnya yang pucat. Kyuhyun menggerutu dalam hati. Ia menatap Kibum sebentar dan kembali menatap menu sarapan sederhana yang masih tertinggal setengah di piringnya. Seandainya rasa canggung itu tidak menguasai hatinya, ingin saja ia berteriak di depan hyung-nya itu dan memberitahu kalau Kibum sedang sakit. Ia juga ingin memberikan perhatian penuh pada Kibum dan melarangnya untuk berangkat sekolah. Tapi lidahnya benar-benar kelu.

Helaan nafas berat Jungsoo keluarkan dalam satu hembusan. Ditatapnya kedua adiknya secara bergantian. Ada apa dengan kalian sebenarnya, huh? Kalian itu saudara kembar. Ingat! Sau-da-ra kem-bar! Kenapa kalian terlihat seperti dua orang yang tidak saling kenal? Kalian lahir dan tumbuh bersama, tapi kenapa aku bahkan belum pernah melihat kalian bertegur sapa beberapa tahun ini? Apa yang menyebabkan kalian seperti ini, huh? Jungsoo turut berbicara dalam hati. Ia benar-benar tidak mengerti dengan kedua adik kembarnya itu.

Jungsoo tidak tahu sejak kapan ada sekat pemisah antara Kibum dan Kyuhyun. Seingatnya, ketika ia kembali dari Kanada tiga tahun yang lalu, ia sudah disuguhkan pemandangan yang baginya begitu mengerikan daripada diungsikan tiga tahun lamanya di Kanada. Jika saja saat itu Appa tidak memaksanya melanjutkan High Schoolnya di Kanada, ia tidak akan melewatkan satu bagian pun dari kisah adik-adiknya itu. Ah, bahkan sampai saat ini Appa dan Eomma tidak pernah memberi tahu alasan apa yang terjadi antara Kyuhyun dan Kibum.

Mereka sudah dewasa. Saatnya nanti mereka pasti akan kembali seperti semula. Yang pasti, rasa sayang, rasa ingin selalu bersama, dan rasa ingin saling melindungi, selalu ada dalam hati mereka. Dan yang perlu kau tahu, mereka begitu menyayangimu. Jadi sayangi mereka, lindungi mereka dengan adil. Arraseo?

Begitu mengingat kata-kata Eomma-nya, Jungsoo menghela nafas lega, mencoba memercayai perkataan Eomma. Meski ia sendiri tidak tahu kapan semua kebisuan dan kecanggungan itu berangsur membaik. Jungsoo hanya berharap semuanya cepat berlalu. Ia ingin melihat kedua adiknya kembali bersama-sama mewarnai harinya.

.

.

Kibum menghela nafas dalam. Mengerjapkan mata sepersekian detik guna menghilangkan penat yang sejak tadi melandanya. Sejak bangun tidur, sakit di kepalanya tak urung pergi dam terus menyiksanya. Belum lagi tenggorokannya yang kadang terasa begitu gatal, membuat ia batuk-batuk sepanjang hari ini. Tak heran ia menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitarnya. Mungkin mereka cukup terganggu dengan suara batuknya. Beberapa dari mereka bahkan menganjurkannya untuk pulang dan istirahat.

Dan salahkan ia begitu keras kepala—tidak mengindahkan usulan teman-temannya—hingga penderitaannya berlangsung hingga jam olahraga hari ini. Ia berharap tubuhnya bisa diajak kompromi sampai jam olahraga selesai. Bagaimanapun juga ia tidak suka terlihat lemah di hadapan orang-orang.

"Aigoo…" Kibum biarkan keningnya menempel dengan pintu loker. Suasana loker sudah sepi mengingat teman-teman sekelasnya yang lain sudah lebih dulu berganti pakaian dan melesat menuju lapangan olahraga. Hanya ada dirinya yang tampak menyedihkan dan seorang namja berambut cokelat yang tampak mengamatinya dengan cemas di ujung lorong sekolah. Cukup jauh dari tempatnya berada.

"Pabbo! Kenapa kau tidak pulang saja, huh?" Kyuhyun—namja berambut cokelat itu—mendesis kesal. Ia merutuki sikap sok kuat saudara kembarnya itu. Ingin rasanya ia menghampiri Kibum. Namun lagi-lagi gengsi dan dan egonya selalu berhasil memerangi tekad untuk menghapus spasi yang sekian lama tercipta itu dengan mudah. Alhasil, ia memilih balik kanan dan berlalu meninggalkan Kibum. Ia juga harus segera bergabung dengan teman-temannya yang lain.

"Mianhae, Kibummie. Jaga diri, arra?" Hatinya berujar sedih. Jauh di lubuk hatinya ingin sekali ia menjitak kepala hyung-nya itu dan memaksanya untuk pulang dan beristirahat. Bagaimanapun juga ia saudara kembarnya yang bisa merasakan bagaiamana penderitaan yang tengah Kibum rasakan.

Dengan ekor matanya Kibum bisa melihat Kyuhyun melangkah menjauhinya. Menyadari hal itu, entah kenapa ia merasa ada denyutan menyakitkan dalam hatinya. Aku memang terlalu berlebihan mengharapkan perhatian darimu, Kyu. Seandainya Jungsoo Hyung yang sakit seperti ini, aku yakin kau akan dengan cepat menyadarnya dan mengkhawatirkannya.

.

.

"Ah, padahal mereka lahir dan tumbuh bersama. Tapi kenapa seperti ini?" Jungsoo menatap nanar ponselnya. Baru saja ia mendapat panggilan dari classmate Kyuhyun dan Kibum untuk segera menjemput salah satu dongsaeng-nya yang dikabarkan tumbang di jam olahraga. Ia benar-benar cemas, dan mau tidak mau ia harus meninggalkan kuliah hari ini. Ia tidak ingin mengambil resiko paling buruk untuk adik-adiknya.

Siwon, temannya yang tengah berjalan di sampingnya menoleh dengan cepat ke arahnya. "Lahir dan tumbuh bersama tidak menjamin kedekatan seseorang, Jungsoo-ah. Terkadang ada banyak orang yang terlihat dekat tapi hati mereka tidak mengatakan hal itu. Ada juga yang terlihat jauh, acuh, tidak peduli, namun dalam hati, diam-diam mereka saling memperhatikan dan melindungi."

"Dan menurutmu, kedua adikku termasuk ke dalam kategori yang mana? Mereka bahkan terlihat jauh dan tidak saling memperhatikan. Kalau mereka saling menjaga, saling mengkhawatirkan, saling melindungi, mungkin kejadian seperti ini tidak akan terjadi. Aiisshh…" Jungsoo tampak frustasi.

"Kau tidak bisa membaca hati seseorang, tapi kau bisa membaca sorot mata seseorang. Percayalah kalau mereka saling menyayangi. Dan aku yakin cuma dirimu yang bisa membuat mereka kembali bersatu." Tiga tahun menjadi teman baik anak pertama keluarga Park itu membuat Siwon cukup mengenal baik bagaimana adik-adik temannya itu. Ia bahkan sudah menganggap Kyuhyun dan Kibum seperti adiknya juga.

"Aku tak yakin dengan itu. Aku bahkan tidak tahu alasan mereka seperti ini. Tak ada yang mau memberitahuku soal ini meski aku sudah bertanya puluhan kali. Ah, sudahlah… aku pergi dulu!" Jungsoo segera melesat menuju parkiran. Meninggalkan Siwon yang hanya bisa menggelengkan kepala heran. Namja Choi itu menepuk keningnya begitu ingat kalau ia tidak menanyakan kenapa Jungsoo harus pergi ke sekolah dongsaengnya. Apa Kyuhyun collaps lagi?

.

.

Kibum menatap pantulan wajahnya di cermin toilet sekolah. Wajahnya yang masih basah terlihat begitu pucat. Ia membiarkan beberapa menit terbuang di dalam toilet. Perutnya terasa begitu perih dan melilit entah kenapa. Baru saja menu sarapan pagi yang tadi dimakannya berakhir di westafel karena ia muntahkan kembali. Ia menarik nafas dalam. Kepalanya terasa begitu penat. Dan kejadian beberapa jam yang lalu di lapangan olahraga membuat kepalanya benar-benar nyaris meledak. Jangan lupakan juga kecemasan yang kini memenuhi rongga dadanya membuat ia sama sekali tidak merasa kalau keadaannya baik-baik saja.

Kejadian beberapa saat yang lalu terus berputar dalam kepalanya.

Di tengah-tengah pelajaran olahraga, Kibum merasa sakit itu menusuk kepalanya semakin anarkis. Tenggorokannya terasa begitu panas seperti terbakar. Keringat dingin berlomba keluar dari tiap pori tubuhnya. Ia berniat untuk mengacungkan tangan dan meminta izin ke UKS saat tiba-tiba jeritan panik para siswa menulikan telinganya dan membatalkan niatnya.

"YA! Kyuhyun-ah, gwenchana?!"

Kibum memutar tubuhnya beberapa derajat untuk memastikan apa yang tengah terjadi. Dan kontan saja bola matanya membulat sempurna begitu di titik koordinat matanya sekarang tampak Kyuhyun, dongsaeng-nya terduduk lemas dalam rangkulan Changmin. Kyuhyun tampak begitu kesakitan. Ia merintih sembari meremas dadanya dengan kuat. Nafasnya terdengar tak beraturan. Beberapa siswa mengerubuni Kyuhyun namun tidak cukup menghalangi pandangan Kibum.

Kibum tahu apa yang terjadi dengan Kyuhyun. Kibum tahu betul bagaimana sakit yang tengah Kyuhyun rasakan sekarang meski ia tidak memelihara penyakit yang sama dalam tubuhnya. Sungguh ia paham, ia seakan merasakan sakit yang tengah mempermainkan Kyuhyun saat ini. Tapi, baru saja kakinya hendak melangkah menghampiri Kyuhyun dan mengambil alih tubuh ringkih Kyuhyun dari dekapan Changmin, rasa sakit dan mual di perutnya, membuat langkahnya terhenti. Ia merasa ada yang memaksa melesak keluar dari mulutnya dan secepat kilat ia berlari meninggalkan lapangan, meninggalkan Kyuhyun yang kali ini mulai terbatuk hebat.

Kyuhyun yang masih bisa mempertahankan kesadarannya, dengan jelas melihat kepergian Kibum. Sesak di dadanya semakin menjadi begitu melihat hal itu. Ia kembali terbatuk. Setiap kali ia batuk, dadanya terasa seperti dihujani ribuan batu-batu runcing yang menancap tepat di jantungnya. Ia semakin kesulitan mengambil udara seolah dinamit berduri yang siap diledakan kapan saja menyumbat paru-parunya. Namja berkulit pucat itu mengerang, tidak tahan dengan segala sakit mulai mencubiti tubuhnya dengan sadis. Raut cemas Changmin, teman baiknya, tidak bisa ditolerir lagi meski Seonsaengnim sudah mengambil alih tubuh Kyuhyun dan membawanya ke UKS.

Bahkan dulu, saat penyakitku kambuh sedikit saja, kau adalah orang pertama yang selalu menggenggam tanganku dan membagi kekuatanmu padaku. Kibum Hyung, jangan pergi. Jebal... Dan Kyuhyun merasa dunia mulai melukiskan diri dengan warna gelapnya. Ia tidak ingat apa pun lagi selain sakit yang bahkan masih terus mengikutinya bahkan hingga alam bawah sadarnya.

Dan kembali pada Kibum yang setelah membiarkan menu sarapan paginya berakhir tanpa sempurna dicerna di westafel, dan keadaannya jauh lebih baik, ia memutuskan untuk keluar dari kamar mandi. Saat pintu berwarna biru itu terbuka, dengan jelas Kibum melihat sosok namja tampan yang saat ini tengah berdiri di depannya. Donghae, teman sebangkunya, tampak memandangnya kesal.

"Kau ini lama sekali! Emang apa yang kau lakukan di dalam, huh? Kau tahu? Aku hampir lumutan berdiri di sini," sungut Donghae kesal. Kibum menghela nafas dan tak berniat meladeni kata-kata hiperbolis namja si pemilik senyuman polos itu. Ia memilih berlalu, dan membuat Donghae semakin mengerucutkan bibirnya lucu. "YA! Kibum-ah. Kau mau ke mana?"

Kibum tak menjawab. Ia terus berjalan sampai Donghae berhasil meraih tangannya dan menarik tubuhnya paksa. "Kita ke UKS, eoh?" Dengan sisa tenaga yang ada, Kibum mencoba melepaskan cengkraman tangan Donghae. Namun ternyata tenaganya tidak cukup untuk itu. Ia pasrah saja dengan tindakan namja kekanakan itu.

"Aku baik-baik saja, Hae. Kita tidak perlu ke UKS. Berhentilah!"

"Jangan kepedean. Aku tidak sedang memerhatikan kesehatanmu. Sekarang, masuklah dan temui dongsaeng-mu." Donghae menghentikan langkahnya di depan pintu berlabel UKS dan mencoba mendorong tubuh Kibum untuk membuka pintu UKS dan segera menemui Kyuhyun. "Kajja… aku tahu kalau sebenarnya kau begitu mengkhawatirkannya. Masuklah!" titahnya. Namja yang juga sepupu jauh Kyuhyun dan Kibum itu hanya ingin mencoba menyatukan kedua saudaranya itu. Seingatnya, dulu Kyuhyun dan Kibum itu begitu kompak dan tidak pernah terlihat tidak bersama-sama. Donghae merasa sedih dengan adanya jarak yang tercipta di antara kedua saudara kembar itu.

Untuk sepersekian detik Kibum menatap Donghae, meyakinkan. Donghae menepuk bahu Kibum untuk menyemangati. "Kajja!"

Kibum membalikan badannya. Donghae benar, mungkin ia memang harus melunturkan egonya. Ia harus menemui Kyuhyun dan berbicara padanya. Ia harus mengatakan yang sebenarnya tentang perasaannya selama ini. Tentang apa saja yang membuat spasi-spasi itu memisahkan mereka.

Menarik nafas dalam-dalam dan ia dengan gerakan perlahan, ia memutar handle pintu. Namun, belum sempurna kenop pintu itu terbuka, Kibum bisa melihat sosok lain yang tengah duduk di samping ranjang Kyuhyun di balik kaca pintu itu. Kyuhyun tampak sudah sadar di sana. Dan samar-samar ia mendengar apa-apa yang tengah kedua orang di dalam sana bicarakan. Dada Kibum terasa sesak sekarang.

"Kibum-ah, waeyo?" tanya Donghae begitu melihat Kibum hanya berdiri mematung di hadapannya.

"Hae-ah…" Dan detik itu juga tubuh Kibum merosot di balik pintu. Tangannya masih memegang handle pintu dengan kuat. Di balik wajahnya tergurat sejuta kekecewaan, kemarahan, dan kesedihan. Donghae yang melihat hal itu segera menoleh ke arah kaca pintu dan sesegera mungkin ia turut berlutut dan membawa Kibum ke dalam dekapannya.

"Mwo ya? Ada apa dengan kalian sebenarnya?"

.

.

To be continue…

Ini fanfic pertama saya. Terlalu banyak kesalahan, jadi mohon dimaklumi.

Review or no, no problem. I just hope you like.

Thank you