Shikamaru mengedarkan pandangannya. Memerhatikan tiap-tiap sudut ruangan berikut meneliti bagian dalam lemari pakaian yang sengaja dibiarkannya terbuka. Sepertinya semua yang dibutuhkannya telah dimasukan ke dalam koper, pun telah dibereskannya pula kamar tidurnya. Ia menghela napas kemudian berkacak pinggang sembari menelengkan kepalanya.

"Mendokuse, sepertinya nanti akan jadi hari-hari yang berat."

.

.

.

Long Distance Relationship

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Road To SIFD – Come Back To Me

Happy Reading

[Satu: Pergi]

.

.

.

Ino mengunci kamarnya rapat-rapat, tidak membiarkan kekasihnya masuk dan memberinya penjelasan terlebih dahulu. Gadis itu menutup telinga menggunakan kedua tangannya. Ia tidak mau mendengar ketukkan dan teriakkan di balik pintu. Demi apapun saat itu juga ia tidak mau bertemu dengan kekasihnya. Persetan dengan semua penjelasannya, ia tidak peduli. Tidak mau peduli lagi.

Sementara dibalik pintu Shikamaru mencoba berbicara pada Ino mengenai kepergiannya ke Venice untuk menimba ilmu. Ia berencana untuk mengatakan pada kekasihnya bahwa ia akan pergi besok. Keputusan untuk melanjutkan studinya ke luar negeri itu dipilihnya secara mendadak. Hanya orang tuanya yang tahu dan sesungguhnya Shikamaru tidak tega memberi tahu kekasihnya mengenai kepergiannya. Karena ia tahu, Ino akan kecewa padanya. Karena tidak menepati janjinya untuk tidak meninggalkan Ino sendirian.

Shikamaru menghela napas. Ia berteriak hingga suaranya serak namun tidak mendapat respon dari dalam ruangan. Ia menyerah dan memutuskan untuk pergi dari depan pintu kamar Ino. Namun sebelum beranjak, ia mengucapkan beberapa kalimat untuk kekasihnya.

"Aku tidak peduli jika kau marah, Ino. Tapi kuharap besok kau ikut ke bandara mengantarku setidaknya aku ingin melihatmu terakhir kalinya sebelum aku pergi dan menetap di Venice beberapa tahun. Tapi jika tidak aku harap kau baik-baik saja, Ino."

Shikamaru saat itu juga merasa usahanya berbicara pada Ino sia-sia. Setelah mengucapkan beberapa patah kata, ia berbalik meninggalkan pintu bercat putih gading itu dan kembali pulang mengemas barangnya untuk keberangkatannya besok.

Sesungguhnya Shikamaru berharap kekasihnya datang ke bandara untuk mengantarnya.

.

.

.

Shikamaru kecewa, kekasihnya itu enggan mengantarnya ke bandara. Hanya kedua orang tuanya yang mengantar kepergiannya menuju Venice, Italy. Pemuda itu menghela napas berat. Ia masih berharap kekasihnya itu datang meski beberapa saat saja. Ia melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. Masih ada waktu 40 menti lagi sebelum pesawatnya lepas landas. Ia menatap resah pintu masuk bandara, berharap kekasihnya datang menghampirinya dan mengucapkan sampai jumpa hingga beberapa tahun kemudian.

Sementara di lain tempat, Ino beranjak dari kamarnya menuju dapur setelah seharian meringkuk di tempat tidur. Ia sendiri tidak tahu mengapa ia melangkahkan kakinya menuju dapur. Tangannya seakan bergerak sendiri membuat omlette jamur kesukaan kekasihnya. Ia teringat perkataan Shikamaru yang mengharapkannya datang untuk mengantarnya ke bandara dan mengucapkan salam perpisahan sebelum pergi ke negara lain untuk melanjutkan studinya.

Ino memandang kosong omlette jamur yang dibuatnya kemudian menghela napas. Ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Adakah kesempatan baginya untuk bertemu kekasihnya sebelum ia pergi? Gadis itu kemudian mengedarkan permata kelamnya ke arah jam kukuk yang terpatri di dinding ruang tengah rumah. 30 menit sebelum keberangkatan Shikamaru ke Venice. Ia berharap ia sempat memeberikan omlette jamur itu pada Shikamaru.

Ia telah berpikir semalaman. Kini ia meluluhkan egonya dan mencoba mengerti bahwa ia tidak bisa bergantung pada kekasihnya untuk selamanya. Ia mencoba mengerti bahwa Shikamaru harus pergi sesaat agar ia dapat menjadi pribadi yang dewasa. Bukankah kekasihnya itu ingin ia menjadi gadis yang kuat dan tegar? Gadis belia itu akhirnya memutuskan untuk pergi ke bandara untuk mengiringi keberangkatan sang kekasih. Ia segera mengemas omlette jamur itu lalu bergegar berlari ke luar rumah menuju bandara.

Saat itu juga ia ingin berada di bandara. Saat itu juga ia menghapus egonya. Saat itu juga ia ingin melupakan janji Shikamaru padanya karena ia ingin menjadi gadis yang kuat. Saat itu juga ia ingin bertemu dengan kekasihnya!

Ino tidak peduli sudah berapa orang yang ditubruknya saat itu. Ia terus berlari. Sebisa mungkin sampai ke bandara selagi sempat.

Demi apapun juga ia ingin bertemu Shikamaru selagi bisa!

.

.

.

Shikamaru mengedarkan pandangannya ke arloji yang dikenakannya. 15 menit lagi sebelum pesawatnya lepas landas. Sudah cukup lama ia berdiri memandangi pintu masuk yang tidak kunjung menampakkan sosok yang diharapkannya untuk datang. Sudah waktunya ia memasukki pesawatnya. Ia berbalik, dan pamit dengan kedua orangtuanya kemudian menarik kopernya dengan enggan dan mulai berjalan menjauhi lobby. Meskipun demikian, entah mengapa ia tetap merasa bahwa kekasihnya itu akan datang. Ia menghela napas dan berhenti sejenak lalu berbalik lagi menuju pintu masuk, hanya untuk melihat suasana bandara yang nanti akan ia rindukkan selama berada di Venice.

Namun yang dilihatnya saat itu sungguh mengejutkannya. Sosok yang diharapkannya hadir saat itu berdiri di depan pintu masuk menghadap ke arahnya dengan napas tersengal. Shikamaru mengerjapkan matanya beberapa kali, tidak percaya. Namun yang dilihatnya saat itu begitu nyata terlebih saat sosok itu berlari ke arahnya dan menubruknya kemudian memeluknya erat.

Tidak salah lagi, Ino datang untuk mengiringi kepergiannya ke Venice.

Shikamaru tersenyum lega. Ia menggerakkan tangannya untuk membalas pelukkan Ino.

Maaf...

Itulah yang gadis kecilnya ucapkan padanya berkali-kali. Shikamaru hanya tersenyum dan mengusap pelan kepala sang kekasih. Mengatakan bahwa semua sudah dimaafkan dan semua tidak masalah.

Ino melepaskan pelukkannya, menatap sedih kekasih tercintanya yang akan pergi beberapa tahun meninggalkannya. Ia menghapus jejak-jejak air mata yang mengalir di pipinya kemudian menyerahkan bungkusan yang dibawanya pada Shikamaru.

"Untukmu, Shika. Aku harap kau menghabiskan omelette jamur ini."

Shikamaru menatap bungkusan yang ditujukkan padanya dan menerimanya dengan senang hati.

"Terimakasih Ino." Shikamaru tersenyum dan menepuk pelan kepala Ino. Ia senang sekali kekasihnya datang untuknya.

"Maaf Ino, aku tidak menepati janjiku karena tidak bisa bersama denganmu untuk beberapa saat."

Ino tersenyum dan menggeleng. Mengatakan bahwa semua sudah dimaafkan dan semua tidak masalah. Karena Ino tahu, kepergian kekasihnya ke Venice akan membuatnya menjadi lebih dewasa. Tentu.

Pemuda itu sekali lagi memeluk kekasih tercintanya. Pelukkan terakhir sebelum pergi ke tempat yang menjadi destinasinya.

Pemberitahuan mengenai pesawatnya yang akan berangkat sebentar lagi membuat Shikamaru melepaskan pelukkannya.

"Ino, maukah kau membuatkan lagi omelette jamur kesukaanku saat aku pulang nanti?"

Ino mengangguk, mengiyakkan permintaan sang kekasih. Shikamaru tersenyum lagi. Merasa sudah waktunya pergi, Shikamaru pamit pada Ino. Ia menatap sebentar kekasihnya sebelum akhirnya berbalik pergi menuju pesawatnya. Meninggalkan Ino yang melambaikan tangan padanya dan berharap sang kekasih baik-baik saja.

"Tunggu aku, Ino. Kita akan bertemu kembali."

.

.

.

TBC

Road To SIFD – Come Back To Me