Mysterious Park
Part 1
(Hetalia punya Hidekaz Himaruya bukan punya saya ._. )
Bel pulang sekolah di Hetalia Gakuen telah berbunyi sejak tadi. Namun sekolah masih dipenuhi oleh para pelajar. Ada yang mengikuti kegiatan klub, ada juga yang sekedar ingin berkumpul bersama teman-teman. Di sudut belakang sekolah malah tampak seorang pemuda berkebangsaan Yunani tertidur dengan lelapnya di atas bangku.
Tak jauh dari sana, pintu sebuah ruangan terbuka lebar. Di dalam, ada tiga orang yang terlihat sibuk merapikan ruangan itu. Di depan pintu terdapat tulisan 'Klub Jurnalistik'
"Vee~ Akhirnya kita bisa libur juga~" Salah satu dari mereka berkata dengan riangnya. Feliciano, nama pemuda yang berasal dari Italia itu.. Wajahnya sangat berseri-seri. Hari ini adalah hari terakhir mereka bersekolah sebelum memasuki liburan musim panas. Setelah ini mereka akan libur sebulan lebih.
"Ya. Tapi jangan lupa dengan tugas kita," sahut seorang pria dengan rambut pirang. Nama pria itu Ludwig, pemuda berkebangsaan Jerman. Ia menumpuk semua kertas di meja dan memasukkannya ke dalam lemari.
"Ah iya… Vee~ kita masih harus menulis artikel," sahut Feliciano.
"Karena itu, sebaiknya kita pikirkan dari sekarang apa yang akan kita tulis," kata Ludwig. Ia menutup pintu lemari dan memandang sekelilingnya. Sudah tak adakah lagi yang harus ia masukkan?
Seorang pemuda Jepang bernama Kiku menyapu lantai tanpa suara. Ia hanya mendengarkan percakapan kedua temannya itu sambil terus bekerja.
Melihat Kiku berjalan menyapu ke arahnya, Ludwig segera menyingkir dan kembali ke depan meja.
"Aku juga masih bingung mau menulis apa," kata Feliciano. Ia menoleh pada Kiku. "Kiku, kamu punya ide tidak?" tanyanya kemudian pada pemuda Jepang itu.
Kiku tersentak, berhenti menyapu dan menoleh. "I…ide?" tanyanya, sedikit gugup. Kiku adalah orang yang pemalu dan tertutup. Ia jarang mengungkapkan ide-idenya. Apalagi kalau ditanya langsung seperti ini.
"Tema artikelnya adalah 'Tempat yang Seru dan Menegangkan yang Jarang Diketahui Orang'. Kita harus menulis segala hal tentang tempat itu," kata Ludwig.
"Vee~ Kalau tempat yang menakutkan sih banyak di dunia ini," sahut Feliciano. "Rumah yang katanya berhantu di ujung jalan sini juga menakutkan…"
Kiku terdiam dan melanjutkan pekerjaannya, menyapu ruangan. "Tempat yang seru dan menegangkan ya?" tanyanya dalam hati. Ia teringat lagi dengan kata-kata guru pembina klub mereka. Karena mereka memasuki masa liburan, sang guru meminta mereka untuk pergi ke tempat yang menarik. Tema majalah mereka setelah kembali bersekolah nanti adalah pengalaman semasa liburan. Nantinya klub jurnalistik juga harus mewawancarai murid-murid lain dan menanyakan pengalaman liburan mereka. Tapi sang guru ingin agar ada satu pengalaman yang benar-benar menarik ditulis di sana. Karena itulah ketiga orang itu diminta bepergian dan menulis pengalaman mereka.
"Ada-ada saja," pikir Kiku lagi. Ia terus menyapu sementara Feliciano mulai mengoceh tentang rumah berhantu dan Ludwig hampir melayangkan protes pada pemuda Italia itu. "Entah kemana kami harus pergi…"
"Kalian mau pergi ke tempat berhantu?" Seorang pemuda tiba-tiba masuk begitu saja ke ruangan itu.
Ketiga anggota klub jurnalistik menoleh ke arahnya. Pemuda itu bernama Bayu, siswa yang berasal dari Indonesia. Mereka berempat satu kelas. Tapi Bayu bukan anggota klub jurnalistik.
"Oh, maaf aku masuk tiba-tiba! Habis pintunya terbuka sih!" sahut Bayu, menyadari kelancangannya.
"Tidak apa-apa," kata Ludwig. "Kami sedang berencana pergi ke tempat yang menarik dan jarang diketahui orang, bukan tempat berhantu."
"Vee~ Tempatnya harus seru dan menegangkan. Apa kamu punya ide?" tanya Feliciano.
"Hm.. kupikir kalian mau pergi ke tempat berhantu," jawab Bayu.
"Kalau tempatnya bagus sih, mungkin bisa kami pertimbangkan," kata Ludwig.
"Hm…begini…" Bayu langsung menarik kursi dan duduk begitu saja. Ludwig dan Feliciano pun duduk dan serius mendengarkan. "Semalam aku mendapat telepon dari Made, temanku di Bali. Dia baru saja pergi bersama klub fotografinya ke sebuah tempat yang menyeramkan…"
Feliciano mendengarnya sambil menahan nafas. Seberapa menyeramkannya tempat itu?
"Tempat itu ada di dekat sebuah pantai di pulau Bali. Tadinya tempat itu adalah taman rekreasi. Tapi pemiliknya bangkrut dan tempat itu pun terlantar. Nah, Made dan teman-temannya masuk ke sana dan mengambil foto. Tapi…mereka mengalami hal aneh…" lanjut Bayu lagi.
Ludwig hanya diam, tampak serius. Sementara Feliciano mulai ketakutan.
"Mereka melihat penampakan… Ada setan anak kecil berjalan-jalan meminta makanan. Ada hantu perempuan berambut panjang… Ada…"
"Huwaaaa!" Feliciano langsung melompat ke belakang Ludwig dengan gemetar ketakutan. Ia memang suka mendengar cerita hantu. Tapi tak jarang ketakutan juga karenanya.
Ludwig menoleh padanya dengan kesal.
Kiku yang telah selesai menyapu hanya menggelengkan kepalanya. "Hantu itu tidak ada," katanya pelan.
"Ada!" sahut Bayu serius. Rupanya ia mendengar kata-kata Kiku. "Setelah itu mereka pulang dengan ketakutan dan memeriksa hasil pemotretan di kamera mereka. Memang tidak semua. Tapi beberapa gambar memperlihatkan objek-objek yang tidak seharusnya ada di sana! Ada bayangan-bayangan dan sosok aneh ikut terpotret!"
"Tidaaaaaaakkkk!" Feliciano berteriak lagi. "I…itu menakutkan vee~"
Bayu hanya tersenyum. "Jadi…bagaimana? Tempatnya menarik bukan? Lagipula jarang diketahui orang. Penduduk di Bali pun mungkin hampir tak ada yang ingat dengan tempat itu. Pasti akan jadi perjalanan yang seru dan menegangkan!"
"Hm…baiklah, akan kami pertimbangkan," sahut Ludwig.
"Tapi tapi…hantunya?" tanya Feliciano.
"Hm… katanya Made datang di sore hari menjelang malam sih... Biasanya hantu kan datang di malam hari. Kalau kalian datang di pagi hari, kurasa tak akan ada masalah," jawab Bayu.
Ludwig memandang kedua sahabatnya. Sepertinya ia setuju untuk mempertimbangkan kedatangan mereka ke tempat itu.
Kiku menghela nafas. Ia tak punya ide lain. Atau lebih tepatnya terlalu banyak ide berkumpul di kepalanya hingga ia tak bisa memilih. Rasanya menaruh tempat itu dalam list rencana kepergian mereka tak akan jadi masalah. "Oh ya, Bayu-san…apa nama tempat itu?" tanya Kiku kemudian.
"Taman Festival Bali," jawab Bayu.
…
Dua hari kemudian… Cuaca hari itu cerah. Matahari bersinar terik dan angin bertiup perlahan.
Ketiga anggota klub jurnalistik Hetalia Gakuen telah tiba di pulau Dewata. Dan kini mereka telah berada di depan pintu masuk taman itu…
Taman Festival Bali.
Taman ini memiliki luas sekitar 8,98 hektar. Pada tahun 1998an, taman ini merupakan sebuah taman rekreasi ala Dufan milik kota Jakarta. Berbagai permainan ada di sana. Taman ini juga memiliki gedung bioskop dan tempat perlindungan satwa langka. Ada juga sebuah kolam tempat dimana reptil dipelihara di sana.
Grand Opening telah dilakukan. Wisatawan telah berdatangan. Namun rupanya peminat tempat itu hanya sedikit, masih jauh dari harapan. Tiket masuk yang mahal membuat warga lokal enggan ke sana. Kedatangan wisatawan asing pun tak bisa memenuhi target yang dicapai. Pada akhirnya pengembang tempat itu merugi. Pembangunannya tersendat hingga terhenti. Tahun 1999 tempat itu dinyatakan telah berhenti beroperasi dan ditinggalkan begitu saja. Kini tanah itu menjadi milik Pemprov Bali dan menjadi tempat yang terlupakan…
"Vee~" Feliciano memandang bagian luar tempat itu dengan kagum. "Benar-benar sepi ya~"
Kiku memandang ke sekitar mereka. Tadi ia sempat melihat segerombolan anak berlari-lari ke arah pantai yang tak jauh dari sana. Tapi tak seorang pun mau mendekati taman itu.
"Benarkah kalian mau masuk ke sini?" Seorang remaja bertanya dengan ragu ke arah mereka. Anak perempuan bernama Made itu yang tadi menjemput mereka dari bandara dan langsung mengantar mereka ke sana.
"Yah…tempat ini yng direkomendasikan Bayu untuk artikel kami. Dan kurasa tempat ini menarik," sahut Ludwig.
Setelah Bayu bercerita tentang taman itu, Kiku segera mencari informasi di internet. Memang benar, taman itu dikenal memiliki hawa aneh dan konon berhantu. Walau bukan tempat yang benar-benar seru dan menegangkan, Ludwig merasa taman ini wajib dikunjungi.
"Toh kami masih punya waktu sebulan untuk menulis artikel. Jika tempat ini ternyata tidak menarik, kami masih bisa memilih tempat lain." Itu yang ada di pikiran Ludwig.
"Tapi hantunya…" Remaja bernama Made itu tampak ragu. Beberapa hari yang lalu ia datang ke sana dan melihat sesuatu yang mengerikan. Rasanya sulit membiarkan orang lain masuk ke sana… Ya, walaupun berbeda dengannya yang masuk di malam hari…
"Masih pukul sepuluh pagi. Kurasa tak akan ada masalah," sahut Ludwig sambil melirik jam tangannya.
"Mau muncul pun tidak apa-apa. Aku akan mengusir mereka dengan awesome!" seru seseorang tiba-tiba. Pemuda albino dengan mata crimson tersenyum dengan senangnya.
"Oi..kak…" Ludwig tak tahu harus berkata apa melihat orang itu.
Pria itu hanya tertawa. Dia Gilbert, kakak dari Ludwig. Ia juga bersekolah di Hetalia Gakuen. Mendengar adiknya akan bepergian, ia tak ingin diam saja. Ia memutuskan untuk ikut.
"Aku yang awesome ini mana takut dengan yang seperti itu!" kata Gilbert.
Made menggelengkan kepala. "Kuharap Anda semua tidak bertindak sembarangan di dalam sana. Jangan mengganggu arwah penunggunya," katanya. "Hati-hatilah. Saya akan menjemput Anda semua di sini pukul lima sore nanti"
"Baiklah. Terima kasih Made-san!" sahut Kiku.
"Vee~ Kalau begitu ayo kita masuk!" seru Feliciano riang. Entah kemana wajah ketakutannya dua hari yang lalu itu. Feliciano memang gampang takut. Tapi ia juga penasaran. Rasa penasarannya itulah yang mengalahkan ketakutannya.
Kini ia segera mengangkat tasnya dan berlari masuk ke dalam, disusul oleh Ludwig, Gilbert dan Kiku.
Made menatap kepergian mereka. "Semoga mereka tidak diganggu oleh 'mereka'…" bisiknya. Ia berbalik, berjalan ke arah mobilnya dan pergi dari sana
BERSAMBUNG
Yap, karakter lain akan muncul belakangan.
Sekedar informasi,Taman Festival Bali dalam cerita ini benar-benar ada. Ya, BENAR-BENAR ADA!. Benar, taman itu adalah taman yang terlupakan Tapi pastinya bukan taman yang sangat menakutkan seperti dalam cerita
Aku pernah masuk ke sana bersama teman-teman kampusku dalam pelajaran fotografi.
Di Part 2 nanti aku akan menceritakan lebih lagi tentang taman ini.
XDb
