IF I COULD CHOOSE...
Chapter 1
Cast :
Baekhyun, Chanyeol, Sehun EXO (pairing CHANBAEK dan SEBAEK)
Genre :
Romance, Hurt, Sad
Rate :
T/ M / Gender Switch (GS)
FF ini terinspirasi dari sebuah cerita yang pernah aku tonton dari tivi (lupa judulnya *mian*)
Cerita dan alurnya serta dialognya milikku.
Happy reading!
.
.
.
Byun Baekhyun menatap jam di tangannya untuk kesekian kalinya malam itu. Hari sudah larut. Pukul 9 malam. Bagi orang-orang mungkin belum terlalu malam, tapi bagi Baekhyun yang tidak pernah pulang ke rumah lebih dari jam enam sore, ini benar-benar sudah larut. Dan dia masih menunggu bus seorang diri di halte.
Ah, ini gara-gara mobilnya mogok. Gila. Di hari pertamanya bekerja sebagai seorang perawat di sebuah rumah sakit besar di Seoul, mobilnya mogok!
Tubuhnya lelah bukan kepalang. Menjadi seorang perawat memang melelahkan. Tentu saja tidak sama seperti saat dia masih di sekolah keperawatan dulu. Saat di sekolah keperawatan, dia paling-paling hanya akan menangani satu atau dua pasien untuk dirawat. Tapi di rumah sakit sungguhan, di dunia nyata, dia sudah lelah menghitung berapa banyak pasien yang dia rawat sejak shift pertamanya dimulai jam tujuh pagi hingga sore ini.
Belum lagi, dia masih harus menyesuaikan diri dengan lingkungan rumah sakit tempatnya bekerja. Sebagai seorang pemula, tentu saja Baekhyun harus banyak belajar dari para senior-nya di sana. Apalagi tidak semua senoir bersikap ramah dan baik padanya. Memiliki wajah cantik memang tidak selamanya membawa keberuntungan. Di hari pertamanya tadi, dia merasa dikerjai habis-habisan oleh para senior-nya itu.
Baekhyun menghela napas dengan kesal. Kapan bus itu datang? Astaga!
Sebenarnya, Baekhyun bisa saja menghubungi ayahnya dan memintanya untuk menjemput Baekhyun. Tapi Baekhyun tidak mau merepotkan sang ayah. Dia selama ini sudah dicap sebagai seorang anak manja. Dia tidak mau terlalu tergantung pada sang ayah lagi. Dia akan membuktikan pada semua orang bahwa dia bukan seorang nona manis yang hanya bisa merengek pada ayahnya, dia bisa mandiri.
Kalau boleh berkata jujur, Baekhyun memang sedikit waswas. Akhir-akhir ini sudah terlalu banyak pemberitaan di TV tentang kejahatan-kejahatan pada anak-anak dan perempuan. Dia selalu merinding bila melihat berita seperti itu di TV. Apalagi dia sudah melihat salah satu korban kejahatan itu secara langsung. Tadi ada salah satu pasien kelas III yang merupakan korban pemerkosaan.
Sungguh mengerikan kondisinya.
Dalam keremangan lampu di halte bus sepi itu, Baekhyun dikejutkan dengan keberadaan seseorang. Seorang pria duduk di sampingnya. Hanya berjarak satu meter saja. Baekhyun tidak bisa melihat wajahnya tapi dia bisa memastikan pria itu bertubuh tinggi, dengan mengenakan kaos dan celana jins saja. Pria itu tertunduk seperti sedang menebah dadanya.
Baekhyun menelan ludahnya kasar. Mungkinkah...pria ini penjahat?
Tak terasa tangannya gemetar. Baekhyun berdiri, berniat untuk berlari dan pergi sejauh-jauhnya dari halte bus namun apa daya. Kakinya pun ikut gemetar, lemas. Dia hanya bisa beringsut mundur dengan keringat dingin yang menetes di pelipisnya sebesar biji jagung.
Astaga!
Haruskah dia berteriak untuk meminta pertolongan?
Tetapi tidak ada siapapun di sekitar sini selain dirinya dan pria asing mencurgakan itu. Tidak ada yang bisa menyelamatkannya jika pria ini benar-benar melakukan kejahatan padanya.
Tuhan...selamatkan aku.
Tiba-tiba, seperti mendengar doa Baekhyun dalam hati, pria itu terbatuk. Bukan hanya sekali. Berkali-kali dan terlihat seperti merasakan nyeri yang luar biasa di dadanya. Napasnya tersengal-sengal seolah menarik satu napas saja rasanya luar biasa menyakitkan.
Dan sebagai seorang perawat, Baekhyun tidak bisa membiarkan seseorang sekarat di depan matanya. Jiwanya terpanggil untuk menolong pria ini meski dirinya belum yakin apakah dia pria baik atau seorang penjahat seperti dugaan awalnya.
"Tuan, apa anda baik-baik saja?" tanya Baekhyun akhirnya setelah melewati pertentangan sengit hatinya.
Pria itu tidak menjawab. Tentu saja. Dia terlalu sibuk mencengkram dadanya dan bernapas putus-putus. Mungkinkah dia...sesak napas?
"Tuan..." Baekhyun menggeser tubuhnya lebih mendekat dan memerhatikan pria itu dengan seksama. Dari gejalanya, memang benar sepertinya pria ini mengalami gangguan pernapasan. Dia mengalami sesak napas.
Dengan cepat dan mengikuti nalurinya, Baekhyun segera menyandarkan punggung pria itu di dadanya. Hal pertama yang harus dia lakukan adalah membuat pria ini duduk tegak agar jalan pernapasannya terbuka. Sambil menumpu pria itu, dia mengedarkan pandangannya untuk mencari tas pria itu. Biasanya, orang penderita sesak napas selalu membawa obat dan inhaler di dalam tasnya. Tapi sialnya, pria ini tidak membawa apapun bersamanya.
"Tuan, tenanglah. Coba anda tarik napas dalam secara perlahan. Tarik napas..." Baekhyun memberi instruksi dan secara perlahan pria itu menuruti kata-kata Baekhyun. "Bagus. Sekarang buang napas anda pelan-palan."
Begitu seterusnya sampai pria itu tenang dan napasnya sudah kembali normal. Baekhyun menghela napas lega. Dia merasa lucu karena setelah seharian bergelut dengan pasien dan berbagai macam keluhan dan penyakitnya, Baekhyun masih dipertemukan dengan orang sakit dalam perjalanan pulangnya.
Pria itu masih menyandarkan punggungnya pada Baekhyun, mengambil napas pelan namun kentara sekali tubuhnya masih lemas. Baekhyun jadi merasa kasihan pada pria ini. Kalau diperhatikan baik-baik, mungkin pria ini sebaya dengannya. Tubuhnya tinggi, kulitnya putih pucat, dan tidak Baekhyun pungkiri bahwa dia memiliki wajah yang tampan.
"Tuan, apa anda sudah lebih baik sekarang?"
Pria itu mengangguk lemah. "Ya. Terima kasih sudah menolong saya."
"Bukan masalah. Apa anda kuat berjalan sampai rumah sakit dekat sini? Saya bekerja di rumah sakit Nasional Seoul dan saya akan mengantarkan anda ke sana untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Setidaknya anda harus beristirahat barang satu malam di rumah sakit, sementara saya akan berusaha menghubungi keluarga anda."
"Terima kasih, nona."
Dan malam itu, Baekhyun urung pulang ke rumahnya. Dia menghabiskan malam di rumah sakit, menjagai pria asing itu sekaligus menunggu keluarganya tiba.
Pukul sepuluh lebih empat puluh delapan menit, seorang wanita paruh baya dan seorang pria muda bertubuh tinggi berjalan cepat menuju meja informasi. Baekhyun memperhatikan dua orang itu dari kursi tunggu sambil menahan kantuknya.
"Suster, di mana pasien bernama Park Sehun dirawat?" tanya pria tinggi itu.
Park Sehun.
Baekhyun langsung menajamkan pendengarannya. Apa barusan pria itu menyebutkan nama Park Sehun? Apakah dua orang itu adalah keluarga dari pria yang sudah ditolongnya tadi?
Baekhyun buru-buru bangkit dan menghampiri kedua orang tersebut. "Selamat malam, apa kalian keluarga tuan Park Sehun?"
"Iya. Saya ibunya. Anda siapa?"
"Saya Byun Baekhyun, nyonya. Saya yang menemukan putra anda di halte bus dalam keadaan sesak napas dan membawanya kemari. Dan saya juga yang menelepon anda tadi."
"Oh. Ya Tuhan! Nona Byun terima kasih!" wanita paruh baya itu menyalaminya. "Sekarang di mana anak saya?"
"Mari ikut saya, nyonya. Anak anda dirawat di ruangan ini."
.
.
.
Malam semakin larut ketika Baekhyun keluar dari pintu utama rumah sakit. Berkali-kali ayahnya menelpon dan menyatakan kekhawatirannya, namun dengan santai Baekhyun mengatakan bahwa ada banyak pekerjaan di rumah sakit sehingga dia harus lembur.
Ketika Baekhyun hampir melewati gerbang rumah sakit, sebuah mobil berhenti di sampingnya. Mau tak mau hal itu membuat Baekhyun menghentikan langkahnya dan menoleh.
Pengemudi mobil itu menurunkan kaca jendelanya dan tampak lah wajah yang sedikit familiar. Bukankah dia...kakaknya Park Sehun?
"Di mana alamat rumah anda, nona? Sebagai ucapan terima kasih karena sudah menolong adik saya, saya akan mengantarkan anda pulang."
"Ah, tidak terima kasih. Sepertinya saya naik taksi saja."
"Ini sudah malam. Berbahaya bagi seorang wanita naik taksi di tengah malam seperti ini. Ayolah naik."
Baekhyun sempat ragu untuk sejenak. Namun melihat ketulusan yang terpancar dari mata pria itu, akhirnya Baekhyun mengangguk setuju. Dia masuk ke dalam mobil mewah itu dan duduk dengan sedikit canggung di samping kursi kemudi.
"Maaf tadi saya tidak sempat memperkenalkan diri. Saya Park Chanyeol. Kakak Sehun."
"Saya Byun Baekhyun. Di mana Sehun-ssi dan ibu anda?"
"Ah, Sehun akan rawat inap selama beberapa hari. Dan ibu sedang menungguinya. Sementara saya akan pulang sebentar untuk mengambil pakaian Sehun dan kembali lagi ke sini nanti," jelas Chanyeol. Kemudian dia melirik Baekhyun, "Bagaimana anda bisa bertemu dengan Sehun di halte bus?"
"Itu...saya bekerja sebagai perawat di sini. Dan sedang menunggu bus untuk pulang. Tiba-tiba saya melihat adik anda seperti menahan sakit di dadanya dan napasnya tersengal. Saya memberinya pertolongan pertama kemudian setelah adik anda lebih baik, saya membawanya ke rumah sakit."
Chanyeol mengangguk paham. Kemudian fokusnya kembali pada kemudi.
Suasana hening mendominasi udara di dalam mobil. Setelah Baekhyun menyebutkan alamat rumahnya, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.
Namun ada satu yang mengganjal pikiran Baekhyun sejak tadi. Bagaimana bisa orang sakit seperti Sehun dibiarkan berkeliaran di malam hari?
"Uhmm...apa Sehun-ssi sering mengalami sesak napas?" tanya Baekhyun membuka percakapan lagi.
"Ya. Dia sudah mengidap penyakit itu dari sejak usia lima tahun. Adikku itu fisiknya cukup lemah. Dia tidak boleh kelelahan dan melakukan hal berat," kata Chanyeol sedih.
"Lantas, kenapa Sehun-ssi dibiarkan berkeliaran malam-malam tanpa membawa obatnya? Bahkan dia tidak memakai pakaian hangat saat saya menemukannya."
"Ah... Dia sedang marah padaku dan ibu. Lalu kabur dari rumah. Memang sedikit kekanak-kanakan sih. Hanya karena ibu melarangnya pergi ke Daegu seorang diri untuk menghadiri pameran lukisan temannya. Dia marah pada kami."
"Oh...Sehun-ssi penyuka lukisan?" Baekhyun malah bertanya hal yang tidak penting. Dari sekian banyak kalimat yang diucapkan Chanyeol, hanya kata 'lukisan' itu yang paling menarik perhatiannya.
"Sehun seorang pelukis."
Wah, gumam Baekhyun dalam hati. Benar-benar tidak menyangka bahwa Sehun memiliki bakat mengulas kuas di atas kanvas.
Tanpa terasa, mobil yang dikemudikan Chanyeol sudah sampai di depan rumah Baekhyun. sebuah rumah bergaya mediteranian di kawasan Gangnam. "Sudah sampai. Terima kasih atas tumpangannya, Chanyeol-ssi. Semoga adik anda cepat sembuh."
Chanyeol hanya membalasnya dengan anggukan dan sebuah senyum. Kemudian mobilnya kembali melaju membelah jalanan Seoul.
.
.
.
Ketika Baekhyun masuk ke dalam rumahnya, sebagian lampu sudah dimatikan. Hanya lampu ruang tengah saja yang masih menyala, dan ayahnya sedang duduk di sana sambil mengusap kacamatanya dengan sapu tangan.
"Kau lembur atau pergi berkencan, Baekhyunnie-ku sayang?" sapa sang ayah.
Baekhyun langsung menghampiri ayahnya dan duduk di samping pria yang sudah tak lagi muda namun masih tetap gagah itu. Kemudian dia memeluk ayahnya. "Sungguh, Yah. Ada sesuatu yang harus kulakukan di rumah sakit. Ada pasien dadakan," jelas Baekhyun.
"Dan pasien itu adalah pria yang barusan mengantarmu pulang?"
Baekhyun memutar bola matanya. "Bukan, Yah. Ya ampun. Dia hanya seorang kenalan."
"Dan seseorang yang baru saja kau kenal sudah berani mengantarkanmu pulang?"
Baekhyun hanya mampu mengerucutkan bibirnya. Ini dia...sikap kolot ayahnya. Sudah berapa pria yang mundur mendekati Baekhyun gara-gara terlalu takut dengan ayahnya yang dikenal galak luar biasa.
"Biar aku jelaskan. Tadi saat aku akan pulang, aku bertemu seorang pria yang mengalami sesak napas. Aku membawanya kembali ke rumah sakit dan menghubungi keluarganya. Kemudian kakak dari pria yang kutolong itu menawarkan diri untuk mengantarku pulang. Mobilku mogok dan sedang di bengkel, Yah. Dan sudah sangat larut, jadi aku tidak menolak tawarannya. Sudah jelas, ayahku tersayang?"
"Kenapa tidak menghubungi ayah? Ayah bisa menjemputmu."
"Karena aku sudah dewasa dan aku tidak mau terus menerus bergantung pada ayah."
"Omong kosong," gerutu sang ayah tak terima. "Sampai kapan pun kau tetap putri kecil ayah. Mau kau ada di ujung dunia sekalipun, ayah akan datang dan menjemputmu."
Tuan Byun sebenarnya bukan seorang ayah yang galak. Dia hanya terlalu sayang pada putri sematawayangnya itu. Apalagi selama ini tuan Byun harus membesarkan Baekhyun seorang diri. Dia menjadi orangtua yang sangat protektif terhadap anaknya.
"Iya. Iya. Sudah malam, yah. Apa ayah tidak lelah? Ayah harus banyak istirahat. Besok pagi kan ayah harus ke kantor."
Ayahnya berdecak sambil mencolek hidung mungil anak gadisnya. "Ayah tidak bisa tidur karena mengkhawatirkanmu. Tapi karena kau sudah di rumah, ayah merasa lega. Sekarang ayah sudah bisa tidur dengan nyenyak."
"Baiklah kalau begitu. Selamat malam, yah," ujar Baekhyun sambil mendaratkan sebuah kecupan di pipi ayahnya. Kemudian ia naik menuju kamarnya di lantai dua.
.
.
.
Esok paginya, Baekhyun sudah standby di rumah sakit tepat pukul tujuh. Memakai pakaian kebesaran seorang perawat, Baekhyun berjalan bersama rekannya untuk mengecek setiap pasien di lantai dua dan tiga. Kebetulan pasien yang ditolongnya semalam ada di kamar di lantai tiga. Park Sehun sudah dipindahkan ke kamar inap VIP.
"Selamat pagi, Sehun-ssi," sapa Baekhyun ramah.
Di dalam kamar rawat VIP tersebut, Sehun sedang duduk sambil memainkan ponsel-nya dengan bosan. Sang kakak, Park Chanyeol, masih terlelap di sofa panjang di sebrang ranjang Sehun. Sementara sang ibu tidak kelihatan batang hidungnya. Mungkin sedang di toilet karena Baekhyun mendengar suara gemericik air dari sana.
"Selamat pagi," balas Sehun terkejut. Dia tidak menyangka akan bertemu lagi dengan gadis yang menolongnya semalam. Terlebih, gadis itu mengenakan pakaian perawat rumah sakit ini.
"Bagaimana keadaan anda, Sehun-ssi?"
"Bukankah kau..."
"Ah ya, mungkin anda lupa. Saya Byun Baekhyun. Semalam kita bertemu di halte bus."
"Aku ingat, Baekhyun-ssi. Hanya saja aku tidak tahu kalau kau bekerja di sini sebagai perawat..."
Baekhyun tersenyum sambil menyibukkan diri dengan mengecek tanda vital pasiennya itu. Detak jantung, tekanan darah, dan memastikan selang infus tidak tersendat atau cairannya tidak habis. "Saya sudah mengatakannya semalam. Mungkin anda lupa."
"Ah ya. Semalam aku terlalu panik karena dadaku sesak. Jadi aku tidak begitu mengingat apa yang kau ucapkan dengan baik."
"Tidak apa. Apa anda sudah merasa lebih baik?" tanya Baekhyun.
Sehun mengangguk. "Jauh lebih baik. Aku belum mengucapkan terima kasih padamu."
"Sama-sama. Sudah menjadi tugas saya," kata Baekhyun. "Sebentar lagi sarapan akan segera diantarkan. Jangan lupa semua makanan harus dihabiskan supaya anda cepat sehat, Sehun-ssi."
"Ne."
"Kalau begitu, saya permisi. Saya harus mengecek keadaan pasien lain."
"Baekyun-ssi, tunggu!"
Baekhyun mengurungkan kakinya untuk melangkah menuju pintu, kemudian menoleh pada Sehun dengan alis terangkat. "Ada apa?"
"Apa besok aku bisa bertemu lagi denganmu?"
Baekhyun terdiam untuk beberapa saat, berusaha mencerna kalimat Sehun barusan di otaknya. Kemudian dia tersenyum ramah, "Tentu saja. Saya bekerja di rumah sakit ini. Tentu saja Sehun-ssi bisa bertemu lagi dengan saya besok."
"Bukan itu. Maksudku... apa kita bisa bertemu lagi di lain hari? Di luar rumah sakit ini?"
Baekhyun sedikit terkejut dengan pertanyaan Sehun. Apakah pria ini...mengajaknya berkencan atau bagaimana? Baekhyun tidak mengerti. Mereka kan baru bertemu dua kali. Satu kali saat Sehun sesak napas. Yang kedua adalah sekarang. Tidak mungkin pria ini mengajaknya berkencan.
Atau...ah, mungkin Baekhyun terlalu percaya diri. Bisa saja Sehun merasa sangat berhutang pada Baekhyun yang sudah menolongnya dan berniat untuk berterima kasih dengan cara mentraktirnya makan. Iya kan?
Baekhyun kembali tersenyum lembut. "Tentu, Sehun-ssi."
.
.
.
Rupanya perkenalan Baekhyun dengan Sehun tidak berhenti sampai di situ. Hampir setiap hari Sehun mendatangi rumah sakit hanya untuk sekedar mengajak Baekhyun makan siang bersama. Tentu saja Baekhyun bukan orang bodoh yang tidak paham motif di balik ajakan-ajakan Sehun. Dia tahu kalau Sehun menyukainya. Bahkan semua perawat di rumah sakit itu tahu.
"Kekasihmu sudah menunggu," kata Soohyun sambil menunjuk pada Sehun yang sedang menunggu di lobi utama rumah sakit.
"Dia bukan kekasihku. Dia hanya teman. Kenalan," jelas Baekhyun.
"Tapi sebentar lagi akan jadi kekasihmu. Lihat betapa gigihnya dia. Setiap hari datang untuk mengajakmu makan siang, untuk merebut hatimu."
Mendengar penuturan sahabatnya, tentu wajah Baekhyun menjadi bersemu merah. Dilihat dari segi manapun, Sehun adalah pria tampan. Dia memiliki wajah dan tubuh yang sempurna. Apalagi jika mengabaikan fakta bahwa Sehun adalah pria yang sakit-sakitan. Dia benar-benar gambaran dari seorang pangeran seperti di negeri-negeri dongeng.
"Cepat temui dia. Waktumu hanya satu jam."
Dengan sedikit terburu-buru, Baekhyun menghampiri Sehun. "Sudah lama menunggu?" tanya Baekhyun.
Sehun tersenyum dan menggeleng. "Tidak. Aku baru saja datang."
"Mau makan di mana?" tanya Baekhyun to the point. Satu bulan terakhir ini memang Sehun selalu mengajaknya makan siang tanpa pernah absen satu hari pun kecuali di hari liburnya.
"Terserah kau saja. Kau mau makan apa?" kata Sehun.
Baekhyun berpikir sebentar. Ah, kalau makan di luar, tentu akan memakan banyak waktu. Sementara hari ini tugasnya cukup menumpuk. "Bagaimana kalau di kantin rumah sakit saja? Makanannya cukup enak kok."
"Baiklah," ujar Sehun setuju.
Pada akhirnya mereka menghabiskan jam makan siang di kantin rumah sakit. Baekhyun memang benar. Menu makanan di kantin ini memang tidak kalah rasanya dari makanan di restoran yang pernah mereka kunjungi. Bahkan, Sehun menyantap makanannya dengan lahap.
"Aku membawa sesuatu yang spesial untukmu," kata Sehun setelah makanan mereka habis.
Baekhyun hanya bisa mengerutkan dahinya penasaran. "Apa itu?"
Kemudian Sehun menyodorkan sesuatu. Seperti selembar kertas yang di atasnya terdapat sketsa wajah seorang gadis cantik. Baekhyun menerima benda itu dengan perasaan senang bukan kepalang. Itu sketsa wajahnya yang digambar oleh Sehun. "Cantik sekali. Terima kasih, Sehun-ah."
"Kau memang cantik," puji Sehun.
"Kapan kau menggambar ini?"
"Saat aku menunggumu tadi. Mungkin hanya sekitar sepuluh menit."
"Wow. Aku tidak tahu kau sehebat ini, Sehun-ah."
Sehun tersenyum senang atas pujian dari gadis yang disukainya itu. "Terima kasih. Lain kali, datanglah ke studio-ku. Aku baru menyelesaikan sebuah lukisan dan aku ingin kau menjadi orang pertama yang melihatnya."
"Suatu kehormatan," kata Baekhyun. "Tapi kenapa harus aku yang menjadi orang pertama?"
"Karena aku menyukaimu, Baekhyun-ah."
Baekhyun tertegun. Dia tahu kalau Sehun menyukainya tapi dia tidak menyangka Sehun akan mengutarakan perasaannya sekarang. Saat ini. Di kantin rumah sakit yang sedang penuh sesak ini.
"Sehun..."
"Aku tahu ini kedengaran tidak romantis. Apalagi kita sedang di tempat umum seperti ini, tapi...Aku menyukaimu Baekhyun. Tidak. Aku mencintaimu pada pandangan pertama. Aku sudah menyukaimu saat malam itu kau menolongku."
"Sehun...aku..." Baekhyun merasa lidahnya kelu. Tentu saja dia senang mendengar pernyataan cinta dari Sehun, tapi perasaan senang itu sudah membuat lidahnya lumpuh.
"Jadilah kekasihku, Baekhyun..."
.
.
.
Sehun tengah mematut dirinya di depan cermin ketika sang kakak, Chanyeol masuk ke dalam kamarnya. Dia memperhatikan sang adik yang terlihat resah memilih pakaian dan menggantinya dengan pakaian lain. Begitu seterusnya. Sehun nampak tidak puas dengan penampilan apapun yang dia lihat pada dirinya di cermin.
"Ish!" umpatnya geram.
Chanyeol hanya terkekeh melihat tingkah adiknya. "Mau sampai kapan kau berdiri di depan cermin dan marah-marah?"
"Hyung. Pinjami aku bajumu. Kenapa semua bajuku jadi tampak jelek begini sih?" gerutunya.
"Memang adikku ini mau pergi ke mana hmm?"
Mendengar pertanyaan sang kakak, Sehun jadi teringat ucapan Baekhyun dua hari yang lalu ketika dia menyatakan perasaannya pada gadis cantik itu.
"Kau serius, Sehun-ah?"
Sehun mengangguk mantap, "Sangat serius."
"Tapi maafkan aku, Sehun. Aku tidak bisa menjawabnya sekarang."
"Kau tidak menyukaiku?"
"Jangan salah paham. Aku menyukaimu, Sehun. Hanya saja..."
"Kenapa?" Sehun bertanya dengan nada kecewa.
Baekhyun menggigit bibir bawahnya sebelum akhirnya berkata, "Datanglah ke rumahku lusa. Temui ayahku. Dan setelah itu kau akan mendapatkan jawaban dariku."
"Aku akan menemui seseorang," jawab Sehun sok misterius.
"Ah aku sudah curiga. Ibu bilang satu bulan terakhir, kau sering keluar rumah di jam makan siang. Kau menemui seorang gadis ya? Kau sedang berkencan dengan siapa?" tanya Chanyeol penasaran.
Awalnya Sehun ingin sedikit merahasiakan kedekatannya dengan Baekhyun dari ibu dan kakaknya. Toh, mereka belum resmi berkencan. Tapi melihat kerutan penasaran di dahi sang kakak, membuat Sehun tak tahan untuk menceritakan semuanya. "Apa hyung masih ingat Byun Baekhyun?"
Chanyeol terdiam beberapa saat, berpikir. "Ah...gadis perawat yang menolongmu itu?"
Sehun mengangguk antusias. "Ya. Dia orangnya, hyung. Dia gadis yang selama ini selalu kutemui."
"Sejak kapan kau menyukainya?" tanya Chanyeol.
"Sejak awal. Sejak dia menolongku. Mungkin akan terdengar sangat klise, tapi kurasa ini yang disebut cinta pada pandangan pertama."
"Wah, adikku yang tampan ini sedang jatuh cinta rupanya. Beruntung sekali gadis itu bisa disukai olehmu, Sehun-ah..."
Sehun tersenyum lebar. Justru Sehun merasa dirinyalah yang beruntung karena gadis secantik Baekhyun menyukainya. Yah, meskipun Baekhyun belum menerima perasaannya secara resmi.
"Jadi hari ini kau akan berkencan dengannya?"
Sehun menggeleng. "Aku akan menemui ayahnya."
"Secepat itu?" Chanyeol tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
"Ya. Secepat itu."
"Gila! Apa kau tidak lihat, Sehun? Bahkan hyung-mu ini belum memiliki kekasih."
Sehun hanya bisa terkekeh. "Maafkan aku kalau aku lebih populer dan lebih tampan dari pada hyung. Makanya hyung harus sedikit meluangkan waktu untuk diri sendiri. Jangan terlalu fokus pada pekerjaan. Yang hyung pikirkan selalu pekerjaan dan pekerjaan. Sekali-kali, berkencanlah dengan gadis yang hyung sukai."
Chanyeol hanya mampu tersenyum miris. Pekerjaan dan pekerjaan. Ya, dia memang seorang workaholic. Tapi itu bukan salah Chanyeol sepenuhnya. Bukan keinginannya menjadi seorang penerus perusahaan setelah ayahnya meninggal. Dan Sehun, adiknya itu bahkan tidak dapat membantunya menjalankan perusahaan. Chanyeol mengurus semuanya seorang diri. Maka dari itu dia hampri tidak pernah memiliki waktu untuk dirinya sendiri.
"Baik. Terima kasih atas nasehatmu, tuan sok tahu," kata Chanyeol sambil mengacak gemas rambut Sehun. "Semoga sukses ya!"
.
.
.
"Siapa?" sang ayah meninggikan suaranya.
"Namanya Park Sehun. Kami sudah satu bulan ini cukup dekat, yah. Sehun adalah pria yang baik dan aku menyukainya," jelas Baekhyun takut-takut karena melihat ekspresi wajah ayahnya.
"Di mana kau mengenalnya?"
"Aku pernah bercerita tentang seorang pria yang kutolong saat dia mengalami sesak napas sebulan yang lalu kan? Nah, dialah orangnya, yah."
"Ya Tuhan! Apa aku tidak salah dengar? Kau menyukai laki-laki penyakitan seperti itu?"
"Ayah!"
"Apa yang kau harapkan dari dia? Sudah tahu dia pria lemah. Melindungimu saja dia tidak akan mampu! Jangankan melindungimu, melindungi dirinya sendiri saja dia tidak bisa!"
Baekhyun menatap kecewa pada ayahnya. Kenapa ayahnya bisa sekejam ini? Demi Tuhan, Sehun tidak seburuk yang ayahnya pikir. Sehun memang memiliki penyakit, tapi bukan berarti Sehun lemah dalam segala hal. Sehun juga punya kelebihan.
"Aku mohon, yah. Sehun akan datang sebentar lagi ke rumah kita. Bersikap baiklah padanya," kata Baekhyun.
"Apa pekerjaannya?"
"Sehun...dia tidak bekerja di perusahaan atau apa... dia—"
"Ya Tuhan! Pengangguran?!" ayahnya semakin naik pitam.
"Dia melukis, yah. Dia seorang pelukis hebat."
"Pelukis itu sama seperti gelandangan. Beruntung kalau lukisannya laku dan disukai banyak orang, kalau tidak, mau makan apa kau!"
Baekhyun tidak bisa lagi membendung airmatanya. Kenapa ayahnya jahat sekali? Bukankah ayah sayang padanya? Tapi kenapa setiap Baekhyun dekat dengan seorang pria, ayahnya selalu bersikap seperti ini? Inikah bentuk dari kasih sayang seorang ayah?
"Kami hanya berpacaran, yah. Bukan akan menikah besok. Ayah harus temui dulu orangnya, baru menyimpulkan suka atau tidak suka," kata Baekhyun.
"Sekali tidak, tetap tidak!"
Dengan kalimat terakhir itu, ayahnya berlalu. Dengan langkah besar dan cepat, pria paruh baya itu meninggalkan Baekhyun menuju mobilnya yang sudah terparkir di pelataran rumah. Tak berapa lama, mobil itu sudah meninggalkan kediaman keluarga Byun.
Saat Baekhyun berlari keluar hendak menyusul sang ayah, mobil itu sudah tidak nampak di penglihatannya. Dan yang membuatnya sangat terkejut, dia menemukan sosok Sehun tergeletak di depan gerbang rumahnya—dalam keadaan tak sadarkan diri.
"Park Sehun!" teriak Baekhyun. Dia secepat kilat berlari ke arah pintu gerbang, menyongsong tubuh Sehun yang tergeletak lemah tak berdaya.
Segala pemikiran buruk berkecamuk di kepalanya. Apa mungkin ayahnya bertemu dengan Sehun dan mendamprat pria ini? Tapi tidak ada luka apapun di tubuh Sehun. Dia juga tidak mungkin tertabrak atau terserempat kendaraan.
"Sehun, sadarlah! Jebal... Apa yang terjadi padamu? Hiks..."
.
.
.
.
TBC / DELETE?
Hai, BaekQiu kembali dengan membawa ff baru!
Mumpung lagi dapet inspirasi, apa salahnya langsung aku tulis dan publish... hahaha...
Kalau review-nya banyak dan respon kalian bagus, ff ini bakal aku lanjutin...
Kalau enggak...ya...terpaksa harus sampai chapter 1 aja.
Pokoknya buat para reader jangan sungkan-sungkan meninggalkan jejak walaupun hanya satu atau dua kata. Okeh?
Give me your REVIEW, FAV, and FOLLOW juseyoooooo... *wink*
