"…Aku baru pertama kali ini melihat perempuan sejutek dan semanis nona, diwaktu yang sama…."
.
.
Title: Sweet Lofe—Sweet Love & Life.
Rated: T.
Character(s): Sakura Haruno, Naruto Uzumaki, Ino Yamanaka, and 'lil bit Shikamaru Nara.
Pair: Sakura Haruno & Naruto Uzumaki.
Genre(s): Romance, Hurt/Comfort, 'lil bit Angst, Alternatif Universe [AU].
Disclaimer: Naruto Uzumaki, Sakura Haruno and other characters –belongs to Masashi Kishimoto.
Warning: Out Of Character, Typo(s) maybe, mainstream (maybe), Hancur, GaJe, OneShot.
.
.
Seorang gadis manis bergaun merah muda selutut itu menggerutu kesal—sama sekali tidak sesuai dengan apa yang dipakainya sekarang; yah, setidaknya mengurangi sedikit nilai estetika di mata orang, sehingga membuat orang-orang yang melihatnya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Cantik cantik kok sadis. Well, sebenarnya mayoritas gadis cantik itu—uhuk—memang—uhuk—sadis. Namun sepertinya, gadis itu memiliki alasan tersendiri, sampai berbicara sendiri tidak jelas layaknya ea ra kelaparan. Gadis bersurai bubble gum itu memainkan cicin indah berbalut berlian di jarinya. Entah apa yang dipirkannya saat ini. Dia hanya sedikit ragu—OK! Dia memang ragu dengan pertunangan—bodoh—ini.
Ia menghela napasnya berat, kemudian mengalihkan atensi matanya pada seluruh ruangan bernuansa merah maroon dan coklat tua itu; siapa yang mengusulkan warna aneh ini?—ini bukan di sebuah kastilkan? O-oh! Tentu saja bukan, ini pestamu gadis manis. Ah! Iya, ini pesta kecil-kecilan atas pertunangannya dengan orang pilihan orang tuanya. God! Kenapa di dunia yang sudah semodern ini, masih ada saja perjodohan dengan akar bisnis. Tidak adakah perasaan perikemanusiaan di dalam lubuk hati orang-orang penggila harta itu? –atau mereka hanya melampiaskan kepada anak-anaknya, karena dulu mereka juga di jodohkan? Entahlah.
Perasaan menggebu-gebu datang silih berganti, seolah mencabik kewarasannya. Gadis manis ini tahu, orang tuanya hanya bisa pasrah dengan rekan bisnisnya—bertubuh tambun, dan berkumis tebal; sangat disayangkan karena kumis itu hanya tumbuh lebat di bawah hidungnya, kenapa tidak sekalian tumbuh di seluruh tubuhnya? Bukankah dengan begitu, dia akan memiliki banyak kembaran di kebun binatang—yang mengancamnya ini-itu kalau tidak menikahkan kedua anak mereka. Katakan saja beliau sinting. Ups! Apakah dirinya kelepasan? ea rah pedulinya!? Biarkan semua orang tahu bahwa orang itu tidak waras.
—Tapi, dibalik itu semua, apa yang bisa ia lakukan selain mengumpat dan mencaci maki orang-orang yang katanya tidak memiliki hati tersebut? Dia bukan apa-apa selain anak yang terpaksa—sangat—menikah dengan putra rekan bisnis ayah ibunya. She's nothing. Hei! Bukankah orang tuamu bisa menolaknya? Ya, dulu ia juga pernah memikirkan hal itu, tetapi bukankah mengatakan jauh lebih mudah daripada melakukan? Lagipula perjodohan ini mengandung ancaman, jika orang tuanya menolak perjodohan ini, bisa-bisa bisnis orang tuanya hancur dan merajalelanya adu domba mengenai kedua orang tuanya, menurunkan nama baik Haruno –di penjara atau lebih parahnya diteror. Tentu saja dirinya tidak ingin hal itu terjadi. Sudah cukup dengan mempunyai anak setomboy dirinya yang hampir setiap hari membuat orang tuanya mengelus dada.
"Eghm!" Suara berdeham dari sampingnya membuat Sakura menolehkan wajahnya. Itu sahabatnya—gadis blonde-ponytail yang tak kalah manis darinya, dan sedikit lebih berisi darinya; tahukan jika itu sedikit menyakitkan?—tersenyum lebar, dia memeluk Sakura erat. "Aku benar-benar tidak menyangka. Tidak akan menyangka, kau yang memiliki perilaku seperti anjing Kiba…" Pukulan pelan telak mengenai bahu Ino, membuatnya terkekeh pelan, "…Maksudku, yang memiliki perilaku seperti putri kerajaan ini, akan bertunangan lebih dulu daripada diriku! Wow!—padahal, setahuku kau tidak pernah serius menjalani sebuah hubungan, seperti hubunganmu dengan Neji dulu, yang bertahan selama seminggu saja."
Sakura hanya bisa menggeleng kecil, dan tertawa. Sahabatnya ini masih saja mengingat hubungan palsu mereka itu; Neji dan dirinya hanya sebatas teman sebenarnya, hanya saja Neji merasa Tenten—gadis yang disukainya—tidak terlalu peka terhadap perasaannya, jadi mau-tidak-mau, Neji memintanya untuk menjadi kekasihnya. Menggelikan sebenarnya, mengetahui bahwa pemuda tanpa senyum itu memintanya menjadi kekasih palsu untuk menarik perhatian gadis yang disukainya—untung saja hukum karma tidak terjadi, jadi hidupnya tidak akan bertambah rumit. "Kenapa kau selalu menganggap itu benar-benar terjadi, baby pig? Perlu berapa kali kutekankan bahwa itu semua hanya palsu. Tidak lebih, okay! Kau tidak lihat, sekarang Neji dan Tenten benar-benar seperti perangko saja; tidak ingin lepas satu sama lain. Jadi buang jauh-jauh pemikiran itu, apalagi sekarang aku… —sudah bertunangan."
Ino menaikkan sebelah alisnya, dia tidak sebodoh itu mengenali Sakura. Jauh di dalam perkataanya, Sakura tersakiti. Ia memegang pundak Sakura pelan, "Sakura, ea rah padaku sejujur-jujurnya. Apakah di lubuk hatimu, kau tidak menerima perjodohan ini?—kau terpaksakan?" Topengnya terbuka ya? Senyuman tipis, Sakura sunggingkan, ia menggeleng lemah, "Memangnya, apa yang harus aku lakukan Ino? Ini hanya permainan bisnis dengan kami—orang-orang yang seharusnya tidak terlibat—menjadi pion mereka."
Ini jauh lebih menyakitkan daripada high heels kesayangannya patah. Ino memeluk kembali tubuh Sakura yang bergetar. Seumur hidupnya mengenal Sakura, baru kali ini ia melihat Sakura terlihat begitu rapuh. Ia memegang kedua bahu Sakura, mencoba menyelami mata emerald itu lebih dalam, membuka celah-celah keras kepalanya. Sakura lagi-lagi hanya menyunggingkan senyum tipisnya, ia menarik kedua tangan Ino dari bahunya, lalu menggenggamnya kuat; memberitahukan kepada Ino bahwa dirinya adalah gadis yang kuat. Ino hampir saja menitikkan air matanya, kalau bukan Sakura yang mengusap pipi Ino. "Jangan jatuhkan air mata indahmu ini hanya untuk diriku Ino. Menangislah ketika kau nanti akan menikah dengan Shikamaru. Cepatlah kau menjalin hubungan yang lebih serius dengannya, kau tidak maukan digantungkan olehnya? Atau kau mau aku mendahuluimu lagi?" ujarnya diiringi suara serak menahan tangis. Ia tertawa parau, untuk menjauhkan air matanya jatuh. Demi Desa Daun di tokoh-tokoh cerita! Ini adalah perjalanan hidupnya yang menyedihkan.
.
.
Semilir ea ra malam dingin menerpa tubuh gadis mungil itu, ia mengeratkan jaketnya pada tubuhnya yang semakin pucat. Salahnya sendiri keluar rumah malam-malam hanya dengan memakai celana jeans berjarak 10 cm dari lutunya dan kaos tanpa lengan yang hanya ditemani dengan jaketnya. Sudah sebulan semenjak pertunangan—menyakitkannya—itu berlalu, Sakura lebih suka menghabiskan malamnya di luar rumah barunya; di tepi danau, daripada harus bersama calon suaminya itu; entah sebenarnya dia pantas dipanggil calon suami atau tidak. Terkadang, jika Ino ada waktu luang, dia akan mengajaknya pergi keluar bersama calon tunangannya itu, si tukang tidur. Shikamaru Nara.
Tangan kanannya terangkat ke atas. Gemerlip cahaya indah dari sinar sang rembulan yang berlian manis itu pantulkan, membuat Sakura tersenyum getir. Dirinya tidak akan menyangka bisa bertunangan dengan seorang laki-laki—bukannya dia tidak normal, melainkan perasaannya—yang tidak ia cintai. Sakura menurunkan tangannya kembali dan meraih cincin indahnya, kemudian melepasnya dari jarinya. Ia menggenggam erat cincin itu, menimang-nimang apakah dirinya pantas mendapatkan cincin mahal ini; terbesit pikiran iblis agar membuang cincin itu di danau dan kembali ke rumah, mengatakan bahwa cincinnya hilang, dan mereka tidak bisa menikah. ea rah gunanya? Jika fakta-fakta pertunangannya masih terekam jelas dimana-mana.
"Hah…" helanya lelah. Bolehkah dirinya mengatur waktu ulang?—Sakura berjanji tidak akan mengecewakan orang tuanya kembali, tidak membuat Kaa-san mengomelinya akibat pakaian yang bertebaran dimana-mana, dan akan membantu kaa-sannya jika sedang lelah. Tapi… kalaupun waktu dapat diputar ulang, apakah itu dapat menjamin orang tuanya tidak akan dijebak oleh calon 'mertua'nya itu?
Tidak!
"—Permisi, apakah kau sendirian, Nona?" sahut seseorang dari belakangnya. Sakura menaikkan sebelah alisnya; walaupun Sakura jago dalam hal bela diri, bukan berarti Sakura tidak akan takut terhadap makhluk halus. Kau tahukan, makhluk halus itu tidak dapat dipegang? Mungkin kalau dulu ada bela diri melawan makhluk halus, Sakura akan lebih memilihnya. Ia mengusap tengkuknya pelan, lalu melirik ke belakang. Fiuh… kakinya berada di tanah. Tanpa ragu lagi, Sakura menoleh ke belakang.
Seorang pemuda—eghm—tampan. Baiklah, lumayan tampan, tersenyum kepadanya. Surai blondenya terayun lembut, mengikuti terpaan angina yang menerpa pelan. Entah apa yang terjadi, namun tiba-tiba saja suasana terlihat lebih tenang. Hanya terdengar suara hewan-hewan malam kecil yang tengah mencari makan.
"Nona, apakah kau sendirian?"
Seakan kembali pada alam sadarnya, Sakura mengangguk kecil. Pemuda itu menyunggingkan senyumnya semakin lebar –sekilas terlihat seperti orang idiot, tapi entah apa yang Sakura pikirkan, hingga menganggap senyuman itu adalah senyuman terindah dalam beberapa bulan terakhir; tentu saja setelah senyuman kedua orang tuanya. Dia mendudukan tubuhnya tepat di samping Sakura, membuat Sakura membelalakan matanya dengan dada yang berdegup tidak beraturan. Apakah ini Love At First Sight?
"Tidak baik seorang perempuan manis seperti nona, duduk sendirian di tepi danau malam-malam seperti ini." Sakura membuka mulutnya, tetapi ea rah sepatah katapun yang terlontar dari bibir cherrynya, akhirnya karena malu, ia menutup mulutnya kembali dan mengangguk. Pemuda itu terkikik kecil melihat ekspresi Sakura. Dia melempar batu kecil di sekitarnya ea rah danau. Menciptakan riak-riak kecil; membuat bayangan megahnya sang rembulan bergoyang-goyang.
"Apakah aku setampan itu, sampai nona tidak bisa mengatakan sesuatu?"
BLAR!
Sebuah perempatan muncul di dahi Sakura. Ia melengos kesal, tidak tampan, tidak jelek, semua sama saja, sama-sama memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi!—kenapa laki-laki selalu bangga pada diri mereka secara berlebih! Tentu saja untuk menarik para gadis. Suara tawa lepas menghampiri telinganya, Sakura melipat kedua tangannya di depan dada.
"Sumimasen, nona. Aku tidak bermaksud membuatmu marah," ucapnya disela tawanya. Sebenarnya Sakura tidak benar-benar marah padanya, hanya sedikit dongkol kepada sifat jelek seorang laki-laki. "Hn, tidak apa-apa, lagipula aku juga tidak mengenalmu, untuk apa aku marah."
"Wo-hoa! Aku baru pertama kali ini melihat perempuan sejutek dan semanis nona, diwaktu yang sama."
BLUSH!
Kuso!—Kenapa pemuda ini bisa memutar balik perasaannya terus menerus? Jika seperti ini, bisa-bisa ia jatuh pada pesonanya. Eh –tapi, bukankah itu bagus? Ia tidak perlu repot-repot menikah dengan calon suami-tidak-dicintai-nya itu. T-tunggu, namun Sakura masih memiliki hati untuk tidak meninggalkan kedua orang tuanya yang tersiksa akibat pembatalan proses menuju pernikahannya secara tiba-tiba; kecuali kalau pemuda ini lebih tinggi derajatnya daripada calon—penyihir—mertuanya itu.
"Aku pergi dari rumah," celetuk pemuda itu tiba-tiba. Ekspresinya berubah 180 derajat. Tidak ada lagi senyum di bibirnya, yang ada hanyalah tatapan berkabut. "Eh?" Sakura sedikit dibuat terkejut dengan kata-kata pemuda itu; pertama, untuk apa juga orang itu mengatakan hal pribadinya kepada dirinya yang tidak memiliki hubungan apapun, selain orang asing, kedua, tidak tahu kenapa, ia merasa bahwa diriya sebenarnya juga sedang pergi dari rumah.
Pemuda bermata blue sapphire itu, kali ini menyunggingkan senyum pahitnya—apakah pada waktu itu, senyumannya terlihat semenyedihkan itu, Kami-sama? Pemuda itu menekuk kedua kakinya ke atas, dan memeluknya. Dia memandang wajahnya sendiri di danau itu. "Yeah, aku pergi dari rumah, tepat sehari sebelum pertunanganku."
Apakah ini karma? Sakura mengalihkan pandangan seluruhnya kepada pemuda tersebut. Bahkan Sakura tidak sadar telah mengubah posisi duduknya, menjadi menghadap pemuda itu. Apakah mereka ditadirkan bersama atau apa?—Haha, itu tidak mungkin. Bahkan mereka tidak saling mengenal. Sakura yakin, ia menjadi seperti ini karena ia tertarik dengan perjalanan pemuda di hadapannya kini.
"Dia, gadis yang akan menjadi tunanganku, memiliki kekasih yang dicintainya. Dan aku tidak mencintainya. Kami dijodohkan atas dasar harta; tch! Dunia memang menyeramkan. Mereka hanya memikirkan kekayaan, kekayaan, dan kekayaan. Kalaupun mereka memikirkan kehidupan—mereka akan tersadar ketika salah satu dari anggota keluarga yang sebenarnya mereka cintai pergi. Alasan yang selalu mereka pakai; penyesalan datang belakangan." Pemuda itu menghentikan ceritanya, dia mengambil kotak kecil merah, nyaris membuat Sakura menghentikan napasnya—persis seperti film-film yang pernah Sakura tonton bersama Ino, tentang seorang pemuda akan melamar gadis yang disukainya—dari saku celananya. Pemuda tersebut mengenggamnya erat, tanpa ada niat untuk membuka atau mungkin membuangnya ke danau.
"Tapi, bagaimanapun juga, aku bukanlah seorang penjahat. Aku tidak akan menikahi seseorang tanpa adanya rasa cinta. Aku akan melakukan apapun untuk membatalkan pertunangan ini –termasuk pergi dari rumah. Katakan saja aku pengecut. Tetapi jauh dari kata pergi, sebenarnya aku hanya mencari jalan keluar dengan adil. Gadis itu dapat menikah dengan orang yang dicintainya, sedangkan aku, akan kembali mendapat perhatian orang tuaku; berupa makian. Paling tidak, itu jauh lebih baik daripada aku harus menghabisi perasaan orang lain." Sakura menggigit bibir bawahnya. Seandainya calon suaminya sebaik dan sepemurah ini, ia tidak akan segan-segan mempercepat pernikahannya. Pemuda dihadapannya ini, betapa bahagianya pasangannya kelak. Dia terlalu setia kepada keadilan hidup seseorang.
Pemuda itu mengusap wajahnya kasar, sebelum menengok ke arah samping. Tersenyum—sangat—tipis kepada Sakura, namun tersirat kehangatan dibaliknya. "Dan aku percaya, kau juga akan mendapat jalan yang terbaik. Aku tidak tahu masalahmu, mungkin tidak jauh seperti apa yang kualami."
DEG!
Sakura terlihat gelagapan sendiri dibuatnya. Bagaimana mungkin, pemuda ini tahu tentang kisah hidupnya—dia bukan stalkerkan? Terlihat pemuda itu menahan tawanya, ia beranjak dari duduk-bersantainya di tepi danau. Memasukkan kotak merah itu kembali pada sakunya, dan mendongak menatap langit biru gelap yang indah. Kedua tangannya berada di kantong celananya.
"Selama aku hidup, aku tidak pernah melihat seorang gadis keluar malam-malam, hanya dengan memakai celana pendek dan menimang-nimang sebuah cincin. Bukankah itu artinya kau juga ragu-ragu terhadap apa yang kau alami? Kecuali jika kau seorang gadis malam yang dilamar oleh salah satu clientmu."
"—Apa kau bilang, tengil! Gadis malam? Tch! Tidak sudi!" berangnya. Ck!ck!—Sakura dari dulu memang tidak bisa berubah. Sekali ganas, tetap saja ganas. Pemuda itu berpura-pura tidak mendengar Sakura yang tengah memerah, ia justru bersiul-siul tidak jelas. Merasa sebal, Sakura segera berdiri dan berniat meninggalkan pemuda itu, sebelum pergelangan tangannya dicengkram oleh pemuda tadi. "Aku tahu, aku salah. Aku juga belum mengenalmu dengan dekat, tapi… setidaknya aku ingin lebih dekat denganmu. Ini tanda pengenalku. Eum… sebaiknya aku memesan penginapan sekarang. Kau, nona manis, pulanglah. Udara malam tidak baik untuk kesehatan."
Gadis berambut manis itu mengerjap-erjapkan matanya bingung, apakah ini artinya pemuda itu mengajaknya mengenal satu sama lain?—lebih dekat? Sakura menatap punggung tegap pemuda asing tersebut—yang bahkan Sakura belum mengetahui nama pemuda tersebut. Sebuah senyuman lucu Sakura lukiskan, apakah ini solusi dibalik masalahnya?
Saat berjalan kecil menuju rumah mistis –itu hanya presepsinya, Sakura mengambil tanda pengenal pemuda tadi.
Naruto Uzumaki
A-apa! Naruto Uzumaki! Itu artinya dia adalah… anak dari CEO Perusahaan Elektronik tersukses di seluruh Jepang!
Layaknya seorang anak kecil yang mendapatkan apa yang dia inginkan, Sakura melompat senang. Kami-sama, terimakasih sebanyak-banyaknya; ia tidak akan menyia-siakan solusi dalam masalahnya ini. Semoga ini pilihan terbaik.
.THE END.
Udah berapa abad saya menghilang di dunia FFN Special Anime/Manga?
Lama enggak bikin, sekarang jadi kayak gini. Yah semoga terhibur dengan ff oneshot ini.
Pename sebelumnya; Bunga Arifa (?) Saya sendiri pun lupa #plak #slap
Oke, Mind to Review?
Regards,
-Arcoffire-Redhair-
