Karena Sayuri paham... Dia tidak akan bisa menggapai bintang yang jauh di atas sana...
.
.
.
.
.
Paham (c) Kagayaku Hoshina
Owari no Seraph (c) Kagami Takaya & Yamato Yamamoto
Warning: OOC, eyd tak sesuai kaedah, AR, AT, dll.
.
.
.
.
.
Sayuri paham, bahwa Guren hanya memandangnya sebagai pelayan. Dan Sayuri menyadari statusnya. Tuan dan pelayan. Ah... Betapa status itu sangat mengesalkan.
Sayuri tahu... Bahwa meski sudah sepuluh tahun mereka tak bertemu, Guren masih mencintai Nona Muda keluarga Hiiragi. Hiiragi Mahiru.
Sayuri tahu... Untuk apa Guren memandangnya. Mahiru punya segalanya. Kecantikan, kekuatan, lahir di keluarga yang dikenal di negeri ini. Apa lagi yang kurang? Ah... Sifatnya juga sempurna.
Jurang pemisah antara gadis berhelai karamel dan tuannya terlalu lebar. Dia tak akan bisa melompatinya.
Bintang di angkasa sana terlalu jauh. Tak akan tercapai hanya dengan tangan kosong.
Sayuri tak pernah meminta rasa ini untuk mengendap dalam hatinya. Tapi kenapa... Kenapa dia di anugerahi rasa ini bila dia tak mampu menggapai cintanya?
Apa takdir memang senang mempermainkannya? Apa takdir tertawa bila dia selalu menangis di malam hari? Apa takdir mengejeknya karena rasa sakit dan cinta milik Sayuri bergabung?
Apa takdir- ah, sudahlah. Sayuri tak akan pernah bisa menentang takdir.
Sakit dan cinta. Bagaikan bayangan dan cahaya. Sayuri telah memilih jalan yang salah.
Apa Tuhan membencinya? Begitukah? Karena itukah dia diberi rasa ini?
Sayuri memasang topeng di pagi hari. Namun saat malam hari, topeng itu akan mencair. Mencair tanpa bisa Sayuri cegah. Mengaliri pipinya.
Benar. Topeng itu adalah suatu kurva cantik bernama 'senyum'.
Malam itu, setelah topengnya lepas dan mencair, Sayuri membuka jendela kamarnya.
Membiarkan angin malam berembus membelai rambut sewarna karamel miliknya. Memandang kanvas biru gelap di atas, kelereng coklat milik Sayuri memantulkan cahaya dari langit.
Ah... Betapa bintang itu terasa dekat. Terasa dekat, tetapi berjarak jauh.
Tanpa sadar, telapak tangan Sayuri mencoba menggapai bintang yang paling besar. Dan benar... Hanya udara kosong yang berhasil di gapainya.
Manik gadis berusia 16 tahun itu meredup dan memandang tangannya-yang menggenggam udara kosong-dengan nanar.
Tes.
Liquid bening mengaliri pipinya. Mengusap pipinya pelan, Sayuri memandang langit lagi. Ah... Peduli apa dengan air mata ini.
Kali ini ia membiarkan cairan itu tumpah sesukanya. Meski pandangannya sedikit kabur, tapi cahaya bintang-bintang itu masih terlihat olehnya.
Sayuri tahu ia bodoh. Kenapa ia mencoba menggapai bintang di atas sana sementara jarak antara dia dan bintang terlalu jauh?
Ah... Kini Sayuri paham. Dia memang tidak akan bisa menggapai bintang yang jauh di atas sana...
Fin?
.
.
.
.
.
Terima kasih sudah mau mampir dan membaca.
Review?
