Kirigaya Naruto dan Kirigaya Kazuto.
Dua orang bersaudara yang terjebak di game kematian yang bernama Sword Art Online. Mereka terpisah selama dua tahun di sana. Saling mencari antara satu sama lainnya, tanpa menyadari bahwa mereka adalah saudara.
Selama di SAO, mereka menjadi orang lain dan memakai nama samaran. Naruto memakai nama "Menma" dan menjadi seorang swordman yang dikenal dengan nama "Yellow Knight" karena memiliki kecepatan seperti kilat dengan lintasan berwarna kuning. Sedangkan Kazuto memakai nama "Kirito" dan menjadi seorang swordman yang dikenal dengan nama "The Black Swordman" karena penampilannya serba hitam. Mereka menjadi dua swordman yang sangat terkenal di SAO.
Selain itu, mereka mendapatkan cinta sejati di SAO. Seperti Naruto mendapatkan Asuna si wakil ketua guild terkuat KoB. Kazuto mendapatkan Sinon si ketua guild Guardian Cats. Mereka menjalin cinta di dunia digital dan terus berjalan sampai akhirnya tiba di dunia nyata.
Naruto telah menyelamatkan semua orang dari dunia SAO. Namun, ada sesuatu yang mengganjal ketika mendapat kabar bahwa sebagian pemain SAO belum sadar dari komanya. Hal ini mendorong Naruto untuk ikut bermain game yang bernama ALfheim Online karena ingin menemui rival abadinya yaitu Sasuke dan menyelidiki keanehan di dalam dunia ALfheim Online itu. Membuatnya terseret dalam sebuah misteri yang akan melibatkan Asuna sebagai taruhannya. Kazuto juga terseret untuk membantunya dalam mengungkap misteri yang ada di ALfheim Online itu.
Petualangan Naruto dan Kazuto di ALfheim Online sudah dimulai!
.
.
.
Rabu, 5 Oktober 2016
.
.
.
Disclaimer:
Naruto © Masashi Kishimoto
Sword Art Online © Reki Kawahara
.
.
.
Multipairing:
Naruto x Asuna
Kirito x Sinon
Genre: adventure/family/romance/mysteri
Rating: T
Setting: canon (Sword Art Online)
Note: sekuel dari season pertama "My Brother, You Are The Best" request dari Firdaus Minato. Ada adegan yang diambil dari canonnya dan diubah untuk disesuaikan dengan kondisi fic ini.
.
.
.
ME, MY BROTHER AND FAIRY WORLD
By Hikasya
.
.
.
Chapter 1. Bertemu Lyfa
.
.
.
.
Bulan besar menggantung di langit tak berawan, hutan di bawahnya dinaungi warna hijau biru oleh cahaya bulan.
Malam ALfheim sangat singkat, namun masih ada waktu sebelum subuh.
Normalnya, hutan gelap semacam itu akan menjadi penyebab kecemasan, namun itu adalah kegelapan yang sama yang membuat mundur menjadi mustahil.
Lyfa, tersembunyi di bayangan pohon raksasa, mengangkat kepalanya untuk menatap langit berbintang. Untuk sesaat, tampaknya tidak ada hawa kehadiran membahayakan di langit. Merendahkan suaranya sebisa mungkin, dia berbicara pada rekan tim di dekatnya, "Kalau sayapmu sudah pulih, kita akan segera lepas landas. Persiapkan dirimu."
"Ah... Tapi, aku masih pusing."
Partnernya menjawab dengan nada yang terkesan kacau.
"Kamu masih merasa mabuk? Tidakkah kamu merasa malu? Kamu harusnya sudah terbiasa dengan itu."
"Biarpun kamu bicara begitu, sesuatu yang seram tetap saja seram..."
Lyfa mendesah dengan frustasi.
Bersandar di samping pohon adalah pemain remaja bernama Recon, juga teman Lyfa di dunia nyata. Mereka telah mulai bermain ALO – ALfheim Online – bersama. Dengan kata lain, dia dan Lyfa sudah memainkan game ini hampir sekitar satu tahun. Namun, tidak peduli berapapun waktu berlalu, Recon masih tidak bisa mengalahkan perasaan vertigo saat terbang. Dalam ALO, kekuatan dalam pertempuran udara adalah satu-satunya tindakan yang penting, namun setelah hanya satu atau dua pertarungan, dia akan merasa lelah. Hal ini membuatnya tampak sulit diandalkan.
Biarpun Recon seperti ini, Lyfa tidak membenci bagian itu darinya. Lebih tepatnya, dia hanya tidak bisa mengabaikan "adik laki-lakinya" ini. Penampilannya sering menampakkan tubuh rapuh dengan rambut kuning-hijau bob, telinga panjang yang menggantung ke arah tanah, dan ekspresi yang membuat kalian berpikir kalau dia hampir menangis. Meski itu dibuat dengan sembarangan, penampilannya dalam game sangat mirip dengan di dunia nyata. Saat Lyfa pertamakali melihatnya dalam game, dia hanya bisa tergelak tawa.
Bagi Recon juga, Lyfa juga sangat mirip dengan penampilan aslinya. Sebagai Sylph, dia memiliki postur bagus, alis agak tebal, sepasang mata indah, dan tubuh bertulang sedikit besar untuk anggota rasnya.
Pada dasarnya dia menginginkan karakter yang nampak lebih "anggun."
Penampilannya saat ini bukan hanya untuk memenuhi keinginan itu, namun juga karena ia anggap sangat imut. Namun, dia bisa dianggap beruntung. Banyak orang tak seberuntung itu, dan demi memuaskan penampilan mereka, mereka harus membayar biaya tambahan untuk merekonstruksi karakter mereka. Dibandingkan orang-orang ini, Lyfa jelas tak perlu memprotes apa-apa.
Pembayaran tambahan sama sekali tak mempengaruhi penampilan karakter, namun Recon telah bermain dengan matanya sampai mereka mencocokkan rasa estetisnya, dia pikir keseimbangan mereka cukup payah.
Lyfa memegang peralatan "Blest Armor" dari punggung Recon dan menariknya.
Melihat pada empat sayap transparan yang dikelilingi oleh fosforensi kehijauan, mengindikasikan kalau dia bisa terbang lagi.
"Tuh, kamu bisa terbang lagi. Ini waktunya terbang keluar dari hutan ini."
"Eh... Nanti kita bisa dikejar-kejar lagi. Ayo, istirahat dulu. Istirahat..."
"Payah! Hanya ada satu Salamander di luar sana yang tangguh. Kalau kita hati-hati, maka kita tidak akan kelihatan. Tidak ada dari kita yang bisa menghindari pertarungan udara, jadi jangan takut dan terbanglah!"
"Oh..."
Recon menjawab dengan malas, mengarahkan tangan kirinya ke udara.
Joystick transparan – remote control yang digunakan untuk terbang – muncul di tangannya. Bagian akhir depannya terdapat bola kecil, ini adalah panduan terbang untuk controller ALO. Saat Recon menarik controller ke arah dirinya, empat sayap membentang dari punggungnya. Bersinar semakin cerah seiring mereka memanjang.
Setelah melihat ini, Lyfa mulai membentangkan sayapnya sendiri, mengepakkannya dua atau tiga kali. Dia tak memakai control stick. Ini adalah skill level tinggi bernama "Voluntary Flight", bukti bahwa pemain itu adalah prajurit kelas satu dalam ALO.
"Ayo, kita segera keluar dari sini!" Lyfa berbisik.
Usai sayapnya membentang sampai maksimum, ia menendang tanah, melaju ke arah bulan. Bidang pandangnya perlahan meluas sampai dia melihat seluruh
ALfheim terbentang di hadapannya, menawarkan rasa kebebasan tiada batas.
"Ah..."
Terbang ke arah yang tinggi, Lyfa berteriak kegirangan. Yang ia rasakan saat ini sangat tiada duanya. Dia mengeluarkan sorak-sorai. Sejak zaman kuno, manusia sudah memiliki hasrat untuk terbang seperti burung. Hal ini akhirnya menjadi kenyataan di dunia fantasi.
Set batas waktu penerbangan oleh sistem adalah satu-satunya hal yang mengganggu pengalaman ini. Untuk bisa terbang sepenuh hati akan memerlukan biaya tambahan.
Pada dasarnya, ini adalah harapan semua pemain yang bertarung dalam ALfheim. Untuk mencapai puncak "Yggdrasil" sebelum orang lain dan memasuki kota aerial legendaris. Di sana, seseorang akan bertransformasi menjadi peri sejati, "ALF", meningkatkan batas waktu penerbangan, dan menjadi penguasa dari langit tanpa batas.
Lyfa tak punya keinginan untuk meraih item langka atau menaikkan statusnya.
Alasan dia bertarung di dunia ini hanya karena satu hal.
Lyfa menuju ke arah bulan emas penuh yang belum tenggelam, memakai sayap seperti kacanya. Partikel cahaya terpecah-pecah di belakangnya seperti komet yang menyeret ekor hijau sepanjang langit malam.
"Ly-Lyfa-chaaaaan...! Tunggu aku...!"
Suara lemah dari bawah memanggil Lyfa kembali ke realita. Dia berhenti dan melihat ke bawah, memegang controllernya, Recon mati-matian berusaha mengejarnya. Kecepatan terbang maksimumnya sangat rendah dibandingkan saat memakai panduan sistem, dan kalau Lyfa serius, Recon tak akan bisa mengejarnya.
"Cepat naik! Berjuanglah!"
Lyfa membentangkan sayapnya dan melayang-layang sambil menunggu Recon.
Mengangkat kepalanya untuk melihat sekelilingnya, pada jarak jauh, di batas akhir lautan pepohonan, dia melihat Yggdrasil, yang menjulang di tengah kegelapan. Dari poin ini, bahkan wilayah teritori Sylph kurang lebih bisa ditentukan.
Saat Recon berhasil mencapai tinggi yang sama dengannya, Lyfa menyesuaikan kecepatannya sambil mereka terbang bersama.
Recon terbang di sisinya, menunjukkan ekspresi tidak nyaman dan berbicara,
"Tinggi, entah kenapa terlalu tinggi, kan?"
"Kamu tidak menganggap terbang tinggi itu menyenangkan? Kalau sayapmu lelah, kita selalu bisa meluncur."
"Waktu kedua kalinya mencoba terbang, kepribadiannya berubah..."
"Apa kamu bilang?"
"Bu-Bukan. Bukan apa apa!"
Recon dengan cepat menutup mulutnya seiring mereka menuju ke area barat daya dari Alfheim, yakni, wilayah Sylph.
Pada awal hari ini, Lyfa telah membentuk party dengan empat rekan yang bisa diandalkan, dan berpikiran sama dan bepergian ke area dungeon di wilayah netral timur laut. Beruntungnya, mereka mampu berburu tanpa menemui tim-tim lain, jadi panen mereka sangat melimpah, dan mereka mendapatkan uang dan item sangat banyak. Setelah bersiap kembali ke wilayah Sylph, mereka dikejar oleh kelompok delapan Salamander.
Ada pertarungan di antara ras berbeda dalam ALO, namun sangat tak biasa untuk menjumpai kawanan bandit yang menyerbu bersama dan merampok pemain lain.
Penyerbuan hari ini terasa aneh, apalagi saat ini adalah siang akhir pekan di dunia nyata. Mereka tak menduga akan diserang, khususnya dalam jumlah besar seperti itu. Mereka sungguh ceroboh.
Sambil terbang, mereka sudah terlibat dua kali dalam pertarungan tim di udara "AIR RAID", di mana kedua pihak kehilangan tiga anggota mereka. Mereka akan memulai dengan jumlah orang lebih sedikit, dan sekarang hanya Lyfa dan Recon yang tersisa. Mengambil keuntungan pada fakta kalau kecepatan terbang Sylph jauh melebih Salamander, mereka berhasil lolos dari serbuan, dan berhasil menuju ke wilayah Sylph. Namun, karena pengalaman vertigo sepanjang dua pertarungan berturut-turut, Recon menjadi sangat mabuk dan mereka belum mampu mencapai wilayah Sylph. Justru, mereka harus bersembunyi di hutan untuk memberi waktu agar Recon bisa pulih. Tepat saat Lyfa kehilangan semua rasa ketegangan, dan menoleh ke arah hutan di belakangnya...
Dari bagian bawah dari sisi tumbuhnya pepohonan hijau gelap, setitik cahaya oranye berkilau.
"Recon, mengelak!" Lyfa berteriak, dengan cepat mengayun ke kiri. Tak lama kemudian, dari tanah, tiga garis api menembak ke atas, melewati celah yang tersisa oleh dedaunan pohon.
Beruntungnya, mereka terbang jauh lebih tinggi, dan jejak panjang tembakan api berhenti tak jauh dari mereka, dan lenyap ke langit malam.
Tak ada waktu untuk menghargai betapa nyarisnya situasi mereka. Serangan sihir yang diluncurkan barusan dari dalam pepohonan akan menangkap perhatian para pengejar lain, dan lima bayangan merah dan hitam dengan cepat mendekat.
"Sial, keras kepala sekali!"
Lyfa menggerutu dan melihat ke arah barat daya. Dia masih belum menangkap sosok cahaya Tower of Wind, yang berdiri di tengah daratan Sylph.
"Kita tak mungkin lolos! Bersiaplah untuk bertarung!" Lyfa memanggil, sambil menarik pedang panjang melengkung dari pinggangnya.
"UWAAAAH! JANGAAAAN!"
Recon berteriak sambil mengeluarkan pisaunya dan memposisikan dirinya.
"Ada lima musuh. Tidak mungkin kita bisa menang, tapi mana bisa aku menyerah semudah itu! kalau aku bisa mengeluarkan semua perhentian, aku setidaknya bisa membawa satu denganku."
"Itu mungkin cara yang benar untuk melihatnya."
"Kebetulan, aku juga ingin kamu melihat sisi baikku."
Recon sedikit menggerakkan bahunya. Wajah Lyfa menegang, dan dia memasang postur menyelam. Mempererat tubuhnya, dia berputar sekali sebelum menembak ke bawah, sayapnya menekuk dalam sudut tajam. Bagi para Salamander, dalam formasi V, gerakan ini tampak tidak direncanakan.
Bahkan di antara para veteran pemain ALO, yang online sejak awal, Lyfa yang berpengalaman dan memiliki perlengkapan baik baru menderita kekalahan karena dua alasan, kalah jumlah dan formasi Salamander belakangan ini yang merepotkan.
Mengorbankan mobilitas, mereka memakai armor dan tombak berat dan mengambil keuntungan dari berat ekstra untuk menampilkan serangan menikam yang kuat.
Menghadapi serbuan begitu banyak tombak tak ubahnya menatap gelombang ganas. Keuntungan Sylph adalah bobot mereka yang ringan, dan pergerakan yang lincah, namun bagi mereka untuk bertarung dalam pertarungan bertubi-tubi adalah hal yang sulit.
Namun Lyfa, yang sudah melawan musuh semacam ini dua kali hari ini, sedikit memahami kekurangan dari gaya mereka. Dengan keberanian yang muncul karena keputusasaan, Lyfa menyelam tanpa takut pada vanguard dari kelompok musuh. Dia menutup jarak dalam waktu singkat, namun semua perhatiannya terfokus pada ujung silet tajam dari tombak perak yang musuhnya gunakan untuk menyerangnya.
Terjangan Sylph menimbulkan lengkingan bernada tinggi bahkan gesekannya membuat pergerakan dari cengkeraman senjata Salamander mengendur. Momen keduanya bersilang, udara meletup dalam auman membahana.
Lyfa menggertakkan giginya, dan dengan sedikit pergerakan di kepalanya, mengelak dari ujung tombak. Dia mengabaikan panas hebat di mana tombak menggores pipinya, dan menyerbu maju, menyerang si helm merah darah dengan pedangnya.
"YAAA!"
Tikaman lurus ke depan.
"Aaaaah!"
Diserang secara mengejutkan, mata musuhnya terbuka lebar dengan kebingungan sebelum lenyap di balik ledakan cahaya hijau kuning yang diciptakan sebagai special effect. Ganasnya serangan menyebabkan armor berat dari lawannya bergetar kuat.
Tak mampu menahan serangan, musuh dengan cepat terlempar ke arah tanah, dan usai hantaman, ia menerima luka tambahan karena bobot armornya, berdampak pada HP-nya menurun sekitar 30%. Bukan serangan fatal, namun karena serangan kuat ke kepalanya, mustahil baginya untuk mengatur ulang formasi. Lyfa segera mengganti target, dengan hati berteriak dalam pengharapan.
Di sini!
Dengan taktik serbuan berat yang dipakai musuh, kelemahan mereka adalah formasi mereka yang rusak memerlukan waktu untuk diatur kembali. Ketika keempat Salamander yang tersisa tak yakin harus berbuat apa, Lyfa membentangkan sayapnya sejauh mungkin dan dengan paksa melaju pergi.
Ini membuat tubuhnya mengerang kesakitan karena gerakan dipaksakan dan gesekan berlebih. Lyfa menahan sakitnya. Demi berputar secepat mungkin, dia mengayunkan sayap kanannya dengan kuat sambil mengerem dengan sayap kirinya. Memakai tindakan berlebihan semacam itu membawa musuh berikutnya ke garis pandangannya.
Salamander targetnya, meski menyadari niatnya, tak mungkin bisa berharap untuk menandingi gerakan itu. Gilirannya selesai, pedang Lyfa menyerbu Salamander.
Musuh di sisi kiri menerima serangan dengan sempurna, dan semakin merusak formasi mereka.
'Kalau ini terus berlanjut, kami bisa melakukannya!'
Dari kelima musuh, hanya si pemimpin, yang diluncurkan beberapa saat lalu, yang mampu memakai "Voluntary Flight", sisanya hanya bisa memakai controller penerbangan biasa. Karena Lyfa menggunakan "Voluntary Flight", kelincahan geraknya sangat melampaui Salamander sepanjang pertarungan jarak dekat.
Pada poin ini, ia mencoba mencari Recon, yang tengah bertarung dengan Salamander di sisi kanan. Meski penampilannya tak bisa diandalkan, dia juga pemain veteran. Dalam duel jarak dekat, keahliannya dalam memakai pisau tidaklah bisa diremehkan.
Lyfa, dengan pedang panjang di tangannya, membawa kembali perhatiannya pada musuh yang ia incar, dan terus melancarkan serangan bertubi-tubi. Ini mungkin akan bekerja, pikirnya. Satu-satunya elemen yang membuatnya cemas adalah serangan sihir sebelumnya. Sihir api artinya dari mereka berlima, setidaknya satu dari para Salamander adalah Mage.
Kemungkinan itu ada karena dari kelima makhluk berlapis logam ini semuanya memiliki kemampuan sihir, mungkin saja, mereka adalah pendekar pedang sihir.
Biarpun level sihir mereka rendah, kekuatannya masih cukup ganas.
Demi mempertahankan efektifitas formasi, mage biasanya diatur di sisi kanan atau kiri, pikir Lyfa. Dengan kata lain, orang yang harus dia kalahkan saat ini adalah
lawan rapuh yang sedang berduel dengan Recon. Pada jarak ini, dia tak mungkin bisa memiliki waktu yang tepat untuk merapal mantra. Jadi, asal kita bisa menghabisi kedua orang ini saja, sisanya bisa dengan mudah dikalahkan dalam 5 menit.
"Yaaaa!"
Lyfa sekali lagi menghunuskan serangan dua tangan yang dia sangat dibanggakannya
Dengan indah melukai bahu lawannya, HP-nya yang sudah merah bahkan semakin menurun.
"Sial!"
Musuhnya meneriakkan kutukan biarpun tubuhnya terselimuti dalam api merah.
Diikuti oleh suara terbakar, tubuhnya berubah menjadi abu sebelum menyebar keempat mata angin, hanya menyisakan api merah kecil. Api ini disebut "Remain Light", setelah ia menghilang, mantra dan item kebangkitan bisa digunakan. Namun, setelah satu menit dalam kondisi ini, pemain akan secara otomatis kembali ke kampung halaman dari ras mereka dan dihidupkan kembali.
Lyfa mengguncang pikiran ini dan berfokus pada musuh selanjutnya. Tiga yang tersisa memiliki pergerakan sedikit tumpul. Mereka tampaknya kurang berpengalaman dalam memakai tombak, dan sangat lamban dalam pertarungan jarak dekat. Mengawasi mereka terus melancarkan serangan payah dan amat lamban, Lyfa, yang bisa melihat semua itu, merasa kalau usaha mereka sia-sia.
Perhatiannya kembali ditarik ke sisi lain, Recon juga hampir menang. HP-nya sudah cukup berkurang, namun tak sampai memerlukan mantra pemulihan. Kalau terus begini, bahkan dengan ketidakseimbangan kekuatan lima vs dua, mereka masih bisa menang. Dengan ini di pikirannya, Lyfa sekali lagi mengangkat pedangnya.
Namun, pada momen berikutnya hembusan api nampak menyelimuti Recon.
"UWAAAAAAAAAH!"
Recon berteriak dalam kepiluan sambil ia membeku di tengah udara.
"Bodoh, jangan berhenti, terus bergerak!"
Kalimat ini bahkan tak mencapai Recon sebelum dia ditembus oleh tombak Salamander yang sudah sekarat di dekatnya.
"MAAAAAAAAF!"
Dengan suara permintaan maaf terakhir, tubuh Recon terselimuti oleh pusaran angin hijau. Efek ini disebut "End Frame", dan hanya muncul saat kematian. Melebur, tubuh Recon lenyap, dan seperti Salamander yang tadi, hanya menyisakan Remain Light.
Bagi Lyfa, sangat tak menyenangkan untuk melihat Remain Light dari rekan-rekannya yang jatuh, biarpun dia tahu kalau itu akan segera lenyap saat mereka dihidupkan lagi. Dia menggigit bibirnya, mengetahui kalau sentimen itu adalah kemewahan yang tak bisa ia harapkan. Demi menghindari hembusan api yang datang dari bawah, ia mati-matian bergulung ke sisi.
'Sial, si Mage ternyata adalah orang pada saat awal itu! Kalau aku menyadari itu lebih cepat, aku akan segera mengejarnya dan menghabisinya.'
Namun menyesal juga tak ada gunanya. Situasi saat ini sangat tak menguntungkan baginya.
Namun, dia tak menyerah. Sampai akhir, bahkan oleh ketidakkeuntungan ekstrim, ia akan terus mencari cara untuk membalikkan situasi. Inilah kepercayaan yang ia telah tanamkan selama bertahun-tahun dan yang menjadi semakin kuat karena ia mengambil peran sebagai pendekar pedang.
Dengan serbuan api datang dari Salamander di tanah, dua lainnya di udara segera mengambil posisi dan memulai serangan tikaman berkecepatan tinggi.
"Sini!" Lyfa berteriak, mengangkat pedangnya tanda menantang.
Akhirnya, sihir api yang diluncurkan oleh Salamander mengenai Lyfa dan menghantam punggungnya.
"WUAAAAAAAAH!"
Dia tentu tak bisa merasakan rasa sakit atau kepanasan, namun serangan itu memberi dampak hebat yang membuatnya kehilangan keseimbangan.
Beruntungnya, selagi kabur dia tak lupa memasang seperangkat mantra pertahanan "Atribut Angin", sehingga bar HP-nya masih bertahan, namun wilayah Sylph masih sangat jauh.
Pada poin itu, Lyfa menyadari kalau kecepatan terbangnya menurun.
'Sial, aku mencapai batas penerbanganku! Sayapku akan kehilangan seluruh kekuatannya dalam beberapa detik lagi, dan aku tidak akan bisa terbang lagi sampai recharge.'
"Ugh..."
Menggertakkan giginya, Lyfa melakukan penyelaman tangkas ke dalam hutan untuk kabur. Karena pihak musuh memiliki mage, bahkan bersembunyi dengan memakai sihir akan sangat sulit. Namun dia tak mau menyerah begitu saja dan kalah di sini.
Lyfa menyelinap ke celah kanopi dan melewati cabang-cabang pohon yang sempit sembari mendekati permukaan tanah. Ini sudah waktunya. Kecepatan terbangnya sudah hampir berhenti, tepat saat dia mencapai tanah. Saat dia bersiap mendarat, dia membalikkan tubuhnya perlahan, dan setelah membiarkan kakinya menyentuh tanah, dia melompat ke lubang sebuah pohon raksasa. Kemudian, sambil mengulurkan tangannya ke udara, dia bersiap meluncurkan sihir tipe stealth.
Sihir dalam ALO sangat mirip dengan film fantasi, dan bisa dideskripsikan sebagai lafal "mantra". Agar sistem bisa mengidentifikasi sihir yang akan dipakai, lafal mantra harus mengikuti ritme dan pelafalan yang tepat. Kalau lafal mantra terganggu di tengah jalan, maka sihir akan gagal dan pemain harus mengulangi lagi dari awal.
Lyfa dengan cepat menyelesaikan lafal mantranya. Ia telah meluangkan banyak waktu untuk menghafal dan melatihnya, sehingga mengurangi waktu yang diperlukan untuk memakainya. Tak lama setelah mantra selesai, atmosfir hijau muda memancar dari kakinya dan perlahan mulai menutupi seluruh tempat persembunyiannya sampai menyelimuti seluruh tubuhnya. Ini adalah mantra pertahanan yang mencegah musuh mendeteksi keberadaannya. Namun, itu bisa dipatahkan oleh pemain yang memiliki kemampuan "Scan" level tinggi atau mantra penetrasi. Lyfa menahan nafasnya untuk membuat dirinya sekecil mungkin.
Tak lama kemudian, Lyfa mendengar suara yang unik bagi Salamander yang terbang. Mendarat di ruang terbuka di balik pohon, suara berdentum armor logam berbunyi sepanjang area diikuti oleh teriakan.
"Sylph itu pasti ada di sekitar sini, ayo cari!"
"Tidak, Sylph terspesialisasi dalam Stealth. Ayo, gunakan sihir!"
Setelah mengatakan itu, orang itu mulai melafalkan mantra. Lyfa hampir menyumpah-nyumpah namun secara insting menutup mulutnya. Setelah beberapa detik, sesuatu muncul dengan berisik dari belakang.
Beberapa kadal merah kecil dengan mata merah memanjat sepanjang akar pohon raksasa. Ini adalah sihir penetrasi "Atribut Api", belasan kadal muncul dari si pelafal mantra dan mencari dalam lingkaran yang menyebar dan memancarkan api saat mereka menemukan sesuatu, segera menunjukkan lokasi dari monster atau pemain lain.
'Pergi sana, jangan datang kemari!'
Tentu saja, kadal kadal itu tak punya pola gerakan khusus, mereka bergerak secara acak setelah dipanggil. Lyfa mati-matian berharap supaya kadal itu pergi ke tempat lain, namun sia-sia saja. Salah satu kadal menyentuh membran yang mengelilingi Lyfa, kemudian ia mengeluarkan decitan bernada tinggi dan membara dalam api.
"Kita dapatkan dia, ada di sana!"
Mendengar suara armor logam perlahan mendekatinya, Lyfa melompat dari bayangan dan berbalik untuk mendarat di kakinya. Dia mencabut pedangnya dan dengan anggun memasang posisi bertarung, tiga salamander sudah mengarahkan tombak mereka padanya.
"Ayo, jangan main-main lagi sekarang!"
Orang di sebelah kanan melepaskan visor di helmnya. Di mana kegirangannya tertutup oleh helm, namun itu tak bisa menutup suara kerasnya.
Orang di tengah, si pemimpin, melanjutkan dengan suara tenang.
"Maaf, tapi ini adalah misi kami. Kalau kau serahkan uang dan itemmu, maka kami akan membiarkanmu pergi."
"Ah, bunuh saja dia! Musuhnya perempuan jadi aku jadi makin semangat, ah!"
Si pembicara adalah orang di sebelah kiri, yang juga mengangkat visornya sembari mengatakan itu. Dia terlihat seolah teracuni dengan kekerasan, dengan tatapan mata terpaku pada Lyfa.
Berbicara dari bertahun-tahun pengalaman bermain game, "pemain pemburu wanita" ini adalah cecunguk yang paling buruk. Sialnya, orang-orang seperti mereka ada banyak. Rasa takut membuat punggung Lyfa bergidik. Kalau pemain tipe ini menyentuh tubuh pemain lain kecuali dalam pertarungan, sistem akan segera menyampaikan laporan pelecehan seksual. Ini bisa diterima karena korban jiwa adalah, di satu sisi, salah satu tujuan game ini. Kalau dilihat dengan cara lain, pertumpahan darah adalah kebebasan para pemain. Beberapa pemain justru melakukannya secara ekstrim dan merasa sangat senang dengan "memburu" pemain-pemain wanita dalam ALO.
Dalam operasi ALO normal, hal semacam itu bisa benar-benar terjadi. Rumor itu ternyata benar, dan saat ini terjadi dalam game, dan Lyfa merinding oleh pikiran semacam itu.
Lyfa dengan tegap memposisikan kakinya, memakai kuda-kuda dua pedang favoritnya. Menfokuskan kekuatan pada tatapan matanya, ia menatap ketiga Salamander.
"Aku setidaknya akan bawa salah satu dari kalian ke liang kubur. Kalau kalian tak takut pada Death Penalty, datanglah padaku."
Lyfa mengatakan itu dengan suara rendah. Salamander di kedua sisi tampak marah oleh pernyataannya dan mengangkat tombak mereka. Si pemimpin menenangkan mereka dengan mengangkat kedua tangannya dan berkata.
"Menyerahlah. Sayapmu sudah mencapai batas, kami masih bisa terbang saat ini."
Memang, sesuai kata-katanya. Dalam ALO, kalau pemain di tanah diserang oleh musuh di udara, kondisi mereka sangat tidak diuntungkan. Lebih jauh lagi, ini bukan hanya satu lawan yang bisa terbang, namun tiga. Namun Lyfa tak akan menyerah.
Dia tak akan menyerahkan uang dan itemnya untuk ampunan.
"Dasar, gadis keras kepala. Apa boleh buat, kau yang memintanya sendiri!"
Bahkan si pemimpin mengangkat bahunya, memposisikan tombaknya, dan terbang ke udara. Kedua Salamander lain mengambil controller mereka dan mengikuti.
Bahkan menghadapi tiga tombak di saat yang sama, Lyfa bersiap-siap menyerang musuh terdekat. Dia menfokuskan kekuatannya pada pedangnya. Ketiga Salamander mengelilingi Lyfa dan dia bersiap-siap menyerbu musuh, saat hal tak terduga terjadi.
SRAK! SRAK! SRAK!
Semak-semak di belakang mereka tiba-tiba mulai berguncang, dan sebuah bayangan melompat dan meluncur melewati sisi para Salamander, berputar di udara, dan setelah beberapa putaran kemudian terjatuh ke tanah dengan suara keras.
Melihat kejadian tak terduga ini, ketiga Salamander dan Lyfa membeku untuk sesaat kemudian menatap si bayangan itu.
"A-Aduh... Mungkin ini yang mereka sebut dengan pendaratan darurat."
Suara tanpa ketegangan ini datang dari pemain laki-laki berkulit agak coklat yang tengah berdiri. Rambut hitamnya sedikit panjang, dan mata merahnya memberi kesan berandalan. Di punggungnya membentang sayap biru keabu-abuan yang menandai dia sebagai anggota ras Spriggan.
Apa yang dilakukan oleh seorang Spriggan di sini padahal dia berasal dari wilayah jauh di sebelah timur?
Selagi memikirkan itu, Lyfa mulai mengecek perlengkapan laki-laki asing itu. Mantel panjang berbulu hitam, celana panjang hitam sederhana tanpa armor, kedua tangannya memakai sarung tangan hitam, dan pedang lecek – dilihat dari manapun, dia hanya memakai peralatan dasar. Seorang pemula datang jauh-jauh ke dalam zona netral ini, apa yang dia pikirkan?
Dilihat dari manapun juga, dia hanya pemain pemula. Lyfa tak ingin dia melihat adegan pertarungan kejam ini, tanpa berpikir dia memanggilnya.
"Apa yang kamu lakukan? Cepat kabur sana!"
Namun, si pria berambut hitam itu tak bergerak. Apa dia tak tahu kalau pemain dari ras berbeda itu diperbolehkan, dan bahkan dianjurkan, untuk saling membunuh?
Setelah meletakkan sesuatu di saku dadanya dengan tangan kanannya, dia melihat Lyfa dan kemudian pada para Salamander yang melayang-layang lalu berkata.
"Tiga tentara mengeroyok seorang gadis, bukankah itu sudah kelewatan?"
"Bicara apa kau?"
Pidatonya membuat marah dua Salamander di belakangnya. Mereka bergerak untuk mengepung si pria ini dari depan dan belakang, mengelilinginya selagi masih di udara. Mereka menurunkan tombak mereka dan bersiap-siap menyerbu.
"Sial!"
Lyfa ingin maju dan menolongnya, namun dia tak bisa bergerak sembarangan karena pemimpin mereka masih berada di langit di depannya.
"Idiot, berani betul kau datang kemari sesantai itu!? Oke, sesuai kemauanmu, kami akan bersenang-senang menghabisimu!"
Pria itu berdiri di depan para Salamander yang armornya sudah agak rusak sambil menurunkan visor mereka. Seiring kedua Salamander itu menurunkan tombak mereka untuk menyerbu, sayap mereka menciptakan cahaya ruby brilian.
Salamander di depan memulai serangannya di mana yang lain tengah menunggu beberapa detik lebih lama, berniat mengambil kesempatan dari perbedaan waktu untuk membunuh pria itu saat dia mengelak dari serangan pertama.
Itu bukan sesuatu yang bisa diladeni seorang pemula. Aku tak ingin melihat momen saat tubuhnya ditembus tombak, pikir Lyfa. Dia menggigit bibirnya dan hendak membuang wajahnya, namun sebelum itu.
'Aku masih tidak bisa percaya apa yang terjadi.'
Dengan tangan kanannya masih menutupi saku, dia dengan santai mengeluarkan tangan kirinya dan menangkap pucuk tombak yang mengincar nyawanya. Cahaya dan suara berdentum sepanjang udara yang menandai aktivasi skill "Guard". Lyfa tak bisa mempercayai penglihatannya, rasa kaget memaksa matanya terbuka lebar dan rahangnya jatuh. Pria itu menggunakan momentum Salamander untuk melemparnya ke arah rekannya yang mendekat dari belakang.
"WOAAA... AH... AH... AAAAAAAH...!"
Teriakan lepas dari kedua Salamander saat keduanya bertubrukan dan jatuh ke tanah dalam suara gemerincing logam.
Pria itu berputar sedikit, dan sambil memegang gagang pedangnya melempar tatapan datar pada Lyfa.
"Orang-orang ini, apa tidak masalah kalau aku mencincang mereka?"
"Tentu saja tidak, itulah yang hendak mereka rencanakan padamu beberapa saat yang lalu."
Lyfa menjawab dengan nada kekaguman.
"Begitu, oke, aku permisi dulu."
Pria itu mencabut pedang leceknya dengan tangan kanannya, dan membiarkannya menggantung sangat dekat ke tanah. Setelah mengatakan hal yang cukup nekat,
Lyfa menduga dia akan segera menyerang, namun dia tak bergerak. Kemudian, dia memajukan kaki kirinya ke depan, membenahi pusat gravitasinya, dan mendadak...
BOOOM!
Pria itu lenyap di saat yang sama dengan dentuman suara keras. Sonic boom!? Lyfa sudah bertarung dengan banyak musuh, namun dia belum pernah melihat serangan semacam itu. Matanya bahkan tak bisa mengikuti pergerakan si pria. Saat ia buru-buru menolehkan kepalanya ke kanan, pria itu berhenti bergerak dengan tubuh mendekati tanah di tempat yang jauh dari dia mulai menyerang. Ia menyelesaikan tekniknya dengan mengayunkan pedangnya ke arah sarung pedangnya.
Di antara kedua Salamander, salah satu dari mereka terselimuti oleh End Frame saat dia mencoba berdiri. Tubuhnya dengan cepat berubah menjadi abu dan lenyap ke arah empat mata angin, hanya menyisakan Remain Light.
Terlalu cepat!
Lyfa merinding. Tindakan dan serangan itu jauh melebihi apapun yang dia pernah lihat, pada dimensi yang sama sekali berbeda. Tubuhnya bergetar oleh ketakutan oleh apa yang baru saja terjadi.
Di dunia ini, hanya satu hal yang mengendalikan seberapa cepat kau bergerak, kecepatan yang sinyal otakmu terima dari sistem "Full Dive" dan bereaksi pada mereka. Amusphere mengirim sinyal ke pusat gerakan di otak, kemudian otak memproses sinyal-sinyal ini dan menghasilkan sinyal yang mengendalikan fungsi motorik tubuh. Sinyal-sinyal ini kemudian ditangkap oleh sistem Amusphere.
Semakin cepat si otak pemain dalam melakukan itu, makin cepatlah pemain itu dapat bergerak dalam game. Refleks bawaan adalah salah satu hal yang menentukan seberapa cepat itu bisa terjadi namun kecepatan juga meningkat dengan pengalaman, jadi semakin lama pemain itu bermain maka semakin cepatlah dia bisa bergerak.
Ini bukan menyombong, namun kecepatan Lyfa adalah peringkat lima besar dari semua Sylph. Kecepatannya telah ditempa dengan melatih refleksnya selama bertahun-tahun dan terasah dengan setahun bermain ALO. Dia sangat percaya diri kalau siapapun yang jadi lawannya, dari segi kecepatan dia takkan kalah oleh siapapun juga.
Lyfa dan si pemimpin Salamander hanya bisa terbengong-bengong saat pria itu berdiri dan menoleh pada mereka, sekali lagi dengan anggun menyarungkan pedangnya ke posisi semula.
Salamander lain, yang serangannya dielakkan, tampaknya masih tak paham apa yang baru terjadi. Dia masih bergerak ke arah berlawanan sambil mencoba mencari pria itu yang telah lenyap di hadapannya.
Pria itu sekali lagi menyerang tanpa ampun, menyerbu ke arah Salamander yang masih kebingungan. Aku pasti tidak akan melewatkannya lagi kali ini, pikir Lyfa sambil berkonsentrasi pada pergerakan pria itu dengan mata terbuka lebar-lebar.
Gerakan dasarnya tidak terlalu cepat, namun ia seperti melenggok. Namun, itu hanya sampai saat dia mengambil langkah pertama serangannya dan...
Atmosfir menjadi berkabut dan nampaknya bergoncang dengan bising. Lyfa sepertinya bisa melihatnya kali ini. Seperti menonton film yang dipercepat, mata Lyfa berhasil menangkap sebagian besar namun tidak semua gerakannya. Pedang pria itu melompat dari posisinya yang lebih rendah dan memotong si Salamander menjadi dua. Bahkan kilatan yang tercipta oleh gerakannya sama sekali tak bisa menyusulnya. Pria itu bergerak beberapa meter ke depan, dan berhenti dengan pedang diangkat tinggi-tinggi. Sekali lagi percikan api berkobar, menandakan kematian Salamander kedua.
Lyfa begitu terpukau oleh kecepatan itu sampai dia menyadari betapa besar daya rusak yang ditimbulkan oleh serangan pria itu. Bar HP kedua Salamander, yang sebelumnya hampir penuh, saat ini lenyap sama sekali. Singkatnya, serangan pria itu sama mengerikan dengan kecepatannya.
Rumus serangan ALO tidaklah rumit. Hal itu bergantung pada empat hal. Kekuatan senjata itu sendiri, di mana bagian tubuh lawan yang terkena, kecepatan serangan, dan armor yang dikenakan oleh lawan. Pada kondisi ini, kekuatan senjata pria itu rendah, di mana armor yang dikenakan oleh Salamander memiliki level cukup tinggi.
Kekuatan serangannya datang dari akurasi dan kecepatan menakjubkan dari pria itu.
Pria itu kembali ke posisi santainya semula dan menengadah ke arah pemimpin Salamander yang masih melayang di udara. Dengan pedang bersandar di bahunya, pria itu membuka mulutnya dan berujar.
"Jadi, apa kau mau bertarung juga?"
Kata-kata pria itu sama sekali tak berisi ketegangan. Bahkan si Salamander harus tersenyum.
"Tidak, aku tidak punya kesempatan menang, lupakan saja. Akan kuberikan itemku padamu kalau kau memintanya. Skill sihirku mendekati 900, dan Death Penalty akan membuat semua usaha kerasku terbuang sia-sia."
"Kau sungguh orang jujur."
Pria itu tersenyum simpul dengan santai, dan mengalihkan tatapannya pada Lyfa.
"Kau di sana, nona muda, kau mau apa? Kalau kau mau melawannya, aku tidak akan mengganggumu."
Seenaknya datang membuat kekacauan dan membuat begitu banyak kekisruhan, kemudian seenaknya mengatakan hal semacam itu, Lyfa sampai ingin tertawa. Dia adalah tipe yang bisa datang ke medan tempur dan mematahkan semangat bertarung semua orang.
"Aku ini hebat. Lain kali aku akan menang, Tuan Salamander."
"Jujur saja, melawanmu satu lawan satu, kupikir aku tidak akan bisa menang."
Setelah itu, si Salamander membentangkan sayapnya dan terbang pergi, menyisakan jejak cahaya merah. Kemudian, meninggalkan pepohonan yang berguncang sebagai jalurnya, ia lenyap sangat jauh ke langit gelap. Yang tersisa hanya Lyfa dan pria berambut hitam di tengah hutan dengan dua Remain Light.
Tak lama kemudian, dua Remain Light itu juga lenyap.
Saat dia melihat si pria, Lyfa kembali tegang.
"Jadi, aku harus apa? Haruskah aku berterima kasih? Haruskah aku kabur? Atau haruskah kita bertarung?"
Dia memasukkan pedangnya yang disarungkan dengan gerakan yang sangat santai.
"Ah, bagiku ini seperti Ksatria Keadilan yang menyelamatkan Sang Tuan Putri dari penjahat."
Pria itu memasang wajah datar tanpa ekspresi. Bermaksud menggoda Lyfa.
"Kemudian karena tersentuh, sang Tuan Putri yang menangis, memberinya pelukan."
"Apa kau bodoh?"
Lyfa tanpa sadar meneriakinya, dengan wajah tersipu.
"Aku lebih baik bertarung melawanmu."
"Hn, aku cuma bercanda kok. Jadi, tidak usah dianggap serius begitu."
Sambil melihat si pria yang bertampang datar dan cuek begitu, Lyfa menggertakkan giginya dalam amarah. Dia tengah berpikir cara untuk membalasnya, saat tiba-tiba sebuah suara datang entah dari mana.
"Itu benar, aku tidak bisa membiarkan itu."
Itu adalah suara gadis muda. Melihat ke sekeliling dengan siaga, Lyfa tak melihat apa-apa yang bergerak dalam bayangan. Pada poin ini, pria itu kelihatan panik dan berkata.
"Ah, hei, aku sudah menyuruhmu supaya jangan keluar."
Lyfa menoleh untuk melihat saku dada si pria karena sesuatu yang bersinar tampak melompat dari dalamnya. Itu adalah makhluk kecil, yang kemudian melayang di sekitar wajah si pria dan membuat suara berdengung kecil.
"Hanya mama Asuna dan aku yang boleh mendekati papa."
"Pa-Papa?"
Lyfa mendekat beberapa langkah, dan mendapati sebuah makhluk seukuran telapak tangan. Itu adalah pixie navigasi yang bisa dipanggil dari jendela bantuan. Namun, kalau memang begitu, pixie seharusnya hanya bisa menjawab pertanyaan dasar tentang game.
Lyfa lupa untuk waspada pada pria itu, dan tatapannya terpaku pada si pixie mungil...
BATS!
"Oh, jangan-jangan ini..."
Si pria dengan cepat melingkarkan tangannya di sekitar pixie dan merangkulnya erat-erat, dengan senyum simpul terpaksa muncul di wajahnya. Lyfa melihat pixie di tangan pria itu dan bertanya.
"Hei, bukankah itu Private Pixie?"
"Eh?"
"Itu adalah promosi spesial saat game ini pertama diluncurkan, ada semacam lotere dan pemenangnya akan menerima Private Pixie. Ini pertama kalinya aku melihatnya."
"Ah, aku mema...!"
Pixie itu mulai mengatakan sesuatu, namun terinterupsi ketika si pria menempatkan jari di mulutnya.
"Ya, ya, kira-kira begitu. Aku cukup beruntung dengan lotere."
"Begitu, hmmm..."
Lyfa menatap si pria spriggan itu sekali lagi, dan menelitinya dari atas sampai bawah.
"Ada apa ya?"
"Kau orang aneh. Kau jelas-jelas memulai game saat pertamakali diluncurkan, namun kau masih memakai perlengkapan dasar, tapi anehnya kau sangat kuat."
"Ah ini, sebenarnya, akun ini kubuat sejak dulu sekali, namun baru kumainkan akhir-akhir ini. Selama itu aku memainkan VRMMO lain untuk waktu yang panjang."
"Benarkah?"
Lyfa berpikir kalau itu sangat masuk akal. Kalau dia familiar dengan Amusphere karena dia telah memainkan game lain, maka sangat masuk akal untuk bisa mencapai kecepatan segila itu.
"Selain itu, kau jelas-jelas adalah ras Spriggan, tapi kenapa kau ada di sini? Wilayah rasmu ada jauh di timur, kan?"
"Aku... Lebih jelasnya aku kesasar."
"Kesasar?"
Karena jawaban payahnya, Lyfa berteriak tanpa sadar.
"Bahkan orang yang tidak punya indera jarak itu ada batasnya... Kau terlalu aneh!"
Tawa meledak dari bagian bawah dadanya saat dia melihat ekspresi aneh pria itu.
Setelah beberapa saat, Lyfa meletakkan pedang yang masih di tangannya kembali ke sarungnya dan berkata.
"Oke, yang jelas, aku harus berterima kasih padamu. Terima kasih sudah menolongku, aku Lyfa."
"Aku Menma. Dan anak ini adalah Yui."
Saat pria itu membuka tangannya, pixie terbang keluar dengan pipi membulat dalam ekspresi cemberut. Dia membungkuk pada Lyfa kemudian terbang ke bahu pria yang bernama lengkap Kirigaya Naruto itu dan duduk.
Lyfa sedikit kaget saat menyadari kalau dia ingin berbicara pada pria bernama Naruto atau Menma ini. Tidak aneh baginya untuk mencari teman di dunia ini, karena dia tak pernah dengan sengaja menghindari para pemain lain. Ia tak kelihatan seperti orang jahat, pikir Lyfa, seraya berkata.
"Jadi, apa yang akan kau lakukan setelah ini?"
"Itu... Aku tidak ada rencana apa-apa sih..."
"Ini... A... Baiklah, aku akan mentraktirmu minum buat ucapan terima kasih, mau?"
Setelah mendengar ini, pria muda bernama Naruto terpaku dengan senyum simpul di wajahnya. Lyfa menatap senyumnya dan menyadari kalau itu adalah senyuman tulus. Orang-orang yang bisa tersenyum dengan begitu terbuka dan menampakkan emosi semacam itu dalam dunia VR sangatlah jarang.
"Itu membuatku senang, aku sebenarnya sedang mencari seseorang di sini dan ingin mencari tahu banyak hal."
"Banyak hal?"
"Hal-hal tentang dunia ini... Khususnya..."
Dia menghentikan senyumnya dan tatapan matanya berpindah ke arah timur laut.
"Pohon yang di sana."
"World Tree? Tentu, biarpun aku kelihatan begini, aku sebenarnya pemain veteran. Begini, biarpun tempatnya agak jauh, ada desa netral di sebelah utara, ayo terbang ke sana."
"Bukankah kota Sylvain itu lebih dekat?"
Lyfa sedikit kaget dan menatap wajah Naruto sebelum menjawab.
"Meskipun itu benar... Apa kau memang tidak tahu apa-apa? Kota itu adalah wilayah Sylph."
"Memangnya apa masalahnya?"
Mendengar Naruto mengatakan itu, Lyfa hampir kehabisan kata-kata.
"Masalahnya... Dengarkan baik-baik. Karena itu adalah wilayah Sylph, kau tidak akan bisa menyerang di dalam kota, namun Sylph manapun akan bisa menyerangmu."
"Ah, begitu. Namun, orang-orang tidak akan menyerangku kalau aku bersama Lyfa-san, kan? Aku benar-benar ingin melihat negara para Sylph, kudengar tempat itu sangat indah."
"Panggil saja aku Lyfa. Kau memang orang aneh. Oke... Aku tidak keberatan mencoba, tapi tidak bisa menjamin keselamatanmu."
Lyfa mengguncang bahunya dan membalas. Tapi, mengunjungi ibukota Sylph tercintanya bukanlah hal buruk. Karena para Spriggan jarang terlihat di sekitar sini, membawanya denganku mungkin akan memicu sedikit kisruh, pikir Lyfa dengan pikiran penuh ketidaknyamanan.
"Baiklah, kita akan terbang ke Sylvain. Soalnya kita tidak punya banyak waktu."
Ujar Lyfa sambil mengecek jendela untuk melihat waktu di dunia nyata. Saat ini jam empat sore. Dia tidak bisa berada dalam "dunia" ini lebih lama lagi.
Lyfa, yang kemampuan terbangnya sudah selesai di-recharge, membentangkan sayapnya yang mulai bersinar dan bergetar dengan lembut. Naruto memiringkan kepalanya ke sisi, terlihat bingung, dan bertanya.
"Lyfa, mungkinkah kau bisa terbang tanpa controller bantuan?"
"Ah, iya. Kau?"
"Aku baru berlatih cara memakainya belum lama ini."
Naruto, menggerakkan tangan kirinya untuk membuat posisi memegang sesuatu.
"Begitu, ada trik untuk Voluntary Flight. Orang-orang yang bisa melakukannya pasti akan segera mampu, ayo kita coba. Jangan keluarkan controller kemudian kemudian berbaliklah, jadi punggungmu menghadap ke arahku."
"Seperti ini?"
Naruto membalik tubuhnya dalam setengah lingkaran, punggungnya tak terlalu lebar, Lyfa mengulurkan jari telunjuknya untuk menyentuh sedikit bagian di atas bilah bahunya. Pixie di bahunya melihat dengan tertarik.
"Tempat yang kusentuh, ingatlah baik-baik."
"Oke."
"Ini mungkin disebut Voluntary Flight, tapi itu bukan hanya terbang dengan imajinasi. Yang kau harus lakukan adalah belajar menumbuhkan tulang dan otot virtual yang menjadi sayapmu, kemudian latihlah cara menggerakkannya."
"Tulang... Dan otot virtual..."
Naruto mengulangi itu dalam suara ambigu. Sambil mengatakan itu, bilah bahunya mulai berkedut. Dari tempat yang Lyfa sentuh, sayap abu-abu bergerak melalui bajunya. Awalnya sayap-sayap itu bergerak dengan kaku, namun kemudian menjadi lebih tersinkronisasi dan semua sayapnya mulai bergerak seirama.
"Oh, iya, seperti itu. Pertama gerakkan bahumu dan ototmu untuk memahami perasaan gerakan sayap."
Usai Lyfa mengatakan itu, otot di punggung Naruto mulai berkontraksi dengan cepat.
Dengan itu, sayapnya mulai bergetar dan Lyfa bisa mendengar suara dengungnya.
"Itu dia! Sekarang, lebih kuat lagi!"
"Hum... Hum... Hum..."
Lyfa, merentangkan tangannya sepanjang mungkin dan meletakkan tangannya di punggung Naruto sampai sayapnya menghasilkan kepakan yang sesuai. Pada saat itu, Lyfa tiba-tiba mendorong punggung Naruto sekuat tenaganya.
"WU... WUAAAAAAAAH!?"
Saat berada di udara, Spriggan itu meluncur kencang seperti roket.
"AH... AH... AH... AAAAAAAAAAAH!"
Tubuh Naruto menjadi makin kecil dan makin kecil, teriakannya dengan cepat menjadi terlalu jauh untuk didengar. Dengan suara gesekan daun-daun, ia dengan cepat lenyap di balik puncak pohon yang jauh.
"...!?"
Lyfa bertukar tatap dengan si pixie yang telah jatuh dari bahu Naruto.
"Oh, tidak."
"Papa..."
Mereka lepas landas di saat yang sama, dan buru-buru mengejar Naruto. Setelah mereka meninggalkan lautan pepohonan, mereka dengan teliti mencarinya di langit malam, dan akhirnya menemukan ia tengah meluncur ke kanan dengan tak stabil sambil menciptakan bayangan di bulan emas.
"AH... AH... AH... WUAAAAAAH! SIAPA SAJA! TOLONG, HENTIKAN AKUUUUUU!"
Teriakan menyedihkan mematahkan kesunyian malam dan menggema sepanjang langit tanpa batas.
"Puu..."
Lyfa dan Yui saling menatap, dan mereka tak kuasa menahan tawa.
"Pfft... Hua... HUAHAHAHA!"
"Maaf, Papa, kamu lucu sekali~~~"
Sambil melayang berdampingan di udara, mereka tertawa sambil memegangi perut.
Saat mereka hampir berhenti, mereka mendengar teriakan Naruto, dan tertawa semakin keras.
Lyfa tak bisa mengingat terakhir kali dia bisa tertawa sekeras itu. Ini pasti yang pertama kalinya sejak dia datang ke dunia ini.
Setelah tertawa cukup lama, Lyfa melesat dan menggenggam kerah mantel Naruto supaya dia berhenti terbang dan selesai mengajarinya trik melakukan Voluntary Flight. Bagi pemula, Naruto adalah pelajar yang cepat. Setelah pelajaran selama 10 menit atau entah berapa lama, Naruto akhirnya bisa terbang dengan bebas.
"Oh... Ini ... Hebat!"
Naruto berteriak selagi terbang berputar dan meluncur.
"Ya, itu benar!"
Lyfa menjawab dengan tersenyum.
"Bagaimana bilangnya ya? Ini menyenangkan! Aku ingin terbang selamanya..."
"Itu benar!"
Lyfa juga senang, dia terbang dengan sayap bergetar di orbit yang sama dengan Naruto, dan terbang berdampingan.
"Tidak adil... Aku juga!"
Yui mengejar dan mengambil posisi terbang di antara keduanya.
"Kau harus berlatih meminimalkan pergerakan punggung bawah dan tulang belikatmu sebisa mungkin. Kau tidak akan bisa mengayunkan pedangmu dengan baik dalam pertempuran udara kalau kau membuat terlalu banyak gerakan tidak perlu. Baiklah, mari terbang ke Sylvain seperti ini. Ikut denganku."
Lyfa melakukan belokan tajam untuk mencari arah penerbangan mereka yang benar, kemudian mulai melesat sepanjang hutan. Dia mulai merasa cemas kalau dia terlalu cepat bagi penerbang pemula Naruto, sehingga dia menurunkan kecepatannya hanya untuk mendapati kalau Naruto sudah menyusulnya. Ia menatap Naruto dan mendengarnya berkata.
"Kita bisa melaju lebih cepat kalau kau mau."
"Hohoho..."
Senyum Lyfa menjadi seperti predator saat dia melipat sayapnya dengan sudut tajam dan mulai mempercepat lajunya. Naruto mendengar suara yang dihasilkan oleh kekuatan sayapnya dan berakselerasi untuk bisa mengejarnya. Tekanan angin yang menghajar tubuhnya meningkat, dan kecepatan dari angin membuat pendengarannya agak kabur.
Yang mengejutkan, Lyfa sudah mencapai 70% kecepatan maksimumnya dan Naruto masih bisa menyusul di sisinya. Kebanyakan orang, saat mereka mencoba mencapai kecepatan top yang dipasang oleh sistem mendapati kecepatan mereka semakin menurun, mungkin karena semacam tekanan psikologikal. Kalau Naruto mampu melawan tekanan semacam ini pada penerbangan pertamanya. Dia pasti memiliki kekuatan mental di luar kewajaran.
Lyfa menutup mulutnya, dan mulai berakselerasi pada kecepatan maksimum. Dia belum pernah terbang pada kecepatan seperti ini sebelumnya, lantaran semua rekan-rekan timnya tak ada yang bisa menyaingi kecepatannya.
Saat ini pepohonan di bawahnya tampak bagai aliran arus deras dan dengan cepat lenyap di belakang mereka. Getaran dari sayap Sylphnya, membuat suara yang mirip dengan suara bernada tinggi dari instrumen bersenar, bercampur dengan sayap Spriggan Naruto, yang terdengar seperti instrumen tiup, keduanya membentuk duet yang indah.
"Ah... Terlalu... Cepat! Tidak bisa mengejar!"
Yui berteriak, kemudian menyerbu ke dalam saku baju Naruto. Naruto dan Lyfa saling bertukar tatap dan tertawa.
Saat ia menyadari, hutan telah berakhir di belakangnya, dan titik titik cahaya bermunculan. Cahaya tercerah datang dari menara pusat. Itu adalah simbol ibukota Sylph Sylvian, yakni "Tower of The Wind". Kota semakin dekat, dan di jalanan utama, ada sejumlah besar pemain yang datang dan pergi.
"Oh, aku melihatnya!"
Naruto berbicara sambil melawan arus angin.
"Kita mendarat di basis menara di tengah, oh iya..."
Lyfa tiba-tiba menyadari sesuatu dan senyum di wajahnya menjadi kecut.
"Menma, apa kau tahu cara mendarat?"
"..."
Naruto berkata dengan wajah datar.
"Entahlah."
"Aduh..."
Pada saat ini, separuh bidang pandang Lyfa sudah dikuasai oleh menara raksasa.
"Maaf, sudah terlambat, semoga berhasil!"
Dengan senyum meminta maaf, dia mulai memperlambat kecepatannya untuk mendarat. Lyfa membentangkan sayapnya untuk mengerem maksimal dan meletakkan kakinya di depannya dan memulai proses pendaratan.
"Sungguh bodoh..."
Si Spriggan berteriak, dengan Lyfa hanya bisa menontonnya melesat ke arah dinding terluar menara. Lyfa berharap dengan tulus semoga Naruto selamat dalam pendaratannya.
Setelah beberapa detik...
BANG!
Suara tabrakan memilukan mengguncang udara.
"Hm, Lyfa kejam sekali, kupikir aku baru mendapatkan trauma penerbangan."
Di bagian bawah menara, Naruto tengah duduk di tengah-tengah kebun bunga tempat dia menabrak.
"Mataku berputar-putar..."
Si pixie yang duduk di bahunya tengah terhuyung-huyung dengan pucat. Lyfa meletakkan tangannya di pinggangnya, menekan tawanya dan membalas,"Kau terlalu senang. Aku justru kaget kalau kau masih hidup, kupikir kau tadi pasti mati."
"Ah, itu terlalu berlebihan."
Naruto menabrak dinding menara sambil terbang secepat yang game izinkan, dan hanya separuh bar HP-nya yang tersisa. Entah apakah itu karena dia memang
memiliki badan yang kuat atau hanya karena beruntung, namun dia adalah perwujudan dari banyak misteri bagi seorang pemula.
"Oke... Oke... Aku akan menyembuhkanmu."
Lyfa melafalkan mantra penyembuh sambil mengulurkan tangannya. Cahaya biru laut menyebar dari telapak tangannya dan perlahan jatuh ke tubuh Naruto.
"Oh, hebat. Jadi ini sihir."
Naruto dengan penasaran melihat-lihat tubuhnya yang dijatuhi oleh cahaya kebiruan seperti salju.
"Hanya ras Undine yang bisa dengan mudah memakai sihir tipe penyembuh. Namun, itu mantra yang sangat penting jadi kau harus mempelajarinya."
"Jadi, tiap-tiap ras memiliki kekuatan dan kelemahan di bidang sihir? Lalu apa kekhususan dari ras Spriggan?"
"Ada dua yaitu sihir yang memandu dalam menemukan harta karun dan sihir ilusi. Karena keduanya tidak berguna dalam pertarungan, Spriggan menjadi ras yang paling tidak populer."
"Aaaah... Seharusnya saat itu aku berpikir masak-masak."
Naruto mengangkat bahunya, berdiri, dan menoleh untuk melihat kota.
"Hm, ini kota Sylph. Tempat yang indah sekali."
"Iya, kan?"
Lyfa sekali lagi mengamati kota asal yang telah ia tinggali untuk begitu lama.
"Sylvain", juga dikenal sebagai "Ibukota Emerald", adalah kota yang sesuai dengan namanya. Puncak-puncak menara dari beragam pepohonan hijau disertai koridor berangin yang menghubungkan jalanan. Memancar dari tiap-tiap menara adalah cahaya hijau gelap brilian yang memberikan kota kesan kerajaan fantasy.
Di balik "Tower of Wind" terdapat "Mansion Raja", sebuah bangunan menakjubkan, yang Lyfa yakini paling superior dibandingkan seluruh bangunan dalam ALfheim.
Mereka dengan tenang melihat kota cahaya itu, mengawasi aliran orang-orang yang datang dan pergi, dan tiba-tiba suara sapaan datang dari arah kanan.
"Lyfa-chan, kamu selamat!"
Menoleh ke samping, Lyfa melihat Sylph berambut kuning yang melambaikan tangannya dan berlari ke arahnya dan Naruto.
"Ah, Recon. Ya, entah bagaimana aku bisa selamat."
Recon memandang Lyfa dengan mata berbinar-binar.
"Memang, kamu sangat hebat, dikelilingi begitu banyak musuh namun masih bisa lolos dalam kondisi utuh. Uhm?"
Recon akhirnya menyadari sosok laki-laki berambut hitam yang berdiri di samping Lyfa, dan membeku dengan mulut menggantung terbuka selama beberapa detik.
"Bukankah dia Spriggan? Kenapa dia ada di sini?"
Ujar Recon sambil melompat ke belakang dengan panik, tangannya hendak memegang gagang pisau yang menggantung di pinggangnya hanya untuk dihentikan oleh Lyfa.
"Tenanglah Recon. Dia adalah alasan kenapa aku bisa selamat."
"Hah?"
Lyfa menunjuk Recon dan berkata pada Naruto.
"Ini adalah Recon. Dia rekanku, namun dibunuh oleh para Salamander tepat sebelum aku menemuimu."
"Aku prihatin mendengarnya. Senang bertemu denganmu, aku Menma."
"Oh... Ah, senang bertemu denganmu."
Recon menjabat tangan Naruto dan mengangguk.
"Sekarang bukan waktunya untuk ini!"
Recon melompat ke belakang.
"Apa dia orang baik, Lyfa-chan? Mungkin dia mata-mata?"
"Awalnya kupikir juga begitu, tapi dia terlalu payah untuk bisa menjadi mata-mata."
"Ah, itu kejam sekali."
Lyfa dan Naruto tersenyum, Recon menatapnya dengan curiga, dan akhirnya, menjernihkan tenggorokannya sebelum berkata.
"Lyfa-chan, Sigurd dan yang lain sedang menantimu di Aula Narcissus, mereka siap mendistribusikan barang-barang buruan kita."
"Oh... Aku paham... Oke..."
Saat pemain dibunuh oleh musuh, 30% dari item non equipment dalam kepemilikannya akan "dicuri" oleh pemain musuh. Item apa yang diambil diputuskan secara acak.
Namun, di dalam party terdapat sesuatu bernama "Insurance Frame" yang secara otomatis akan mentransfer item dari pemain yang terbunuh ke anggota party mereka.
Hari ini, karena Lyfa adalah anggota terakhir dari party mereka yang masih hidup, Insurance Frame mentransfer seluruh item mereka kepada kepemilikan Lyfa. Karena itu para Salamander begitu mati-matian dalam mengejarnya. Jadi, karena bantuan dari Naruto, maka seluruh kerja keras mereka terselamatkan dan berhasil sampai di Sylvain.
Hal itu telah menjadi tradisi di antara Lyfa dan rekan-rekannya untuk bertemu di toko familiar, Aula Narcissus, untuk mendistribusi ulang semua item yang mereka dapatkan selama berburu. Namun, Lyfa sedikit merasa tak enak dan berkata pada Recon.
"Aku tidak ikut serta hari ini. Tidam ada item yang cocok dengan skill-ku. Akan kuberikan padamu supaya dibagi-bagi dengan keempat anggota party lainnya."
"Eh? Lyfa-chan tidak datang?"
"Ah, aku sudah janji pada Menma untuk mentraktirnya minum-minum untuk balas budi menolongku."
"..."
Saat Recon kembali menatap Naruto, ia kembali memasang wajah curiga – dengan bentuk yang sedikit berbeda.
"Hei, jangan mikir yang aneh-aneh."
Lyfa menendang Recon setelah mengatakan itu. Dia membuka jendela item trade-nya dan memindahkan semua buruan hari ini pada Recon.
"E-mail aku saat kamu siap untuk perburuan selanjutnya. Kalau aku bisa pergi. Yang pasti, good job."
"Ah, Lyfa-chan..."
Entah mengapa merasa malu, Lyfa dengan paksa memutus percakapan, menggenggam lengan baju Naruto, dan berjalan menjauh.
"Laki-laki yang tadi, apa dia teman Lyfa?"
"Atau dia pacarmu?"
"PHHHT?"
Yui yang memunculkan kepalanya dari saku Naruto, adalah seorang yang menaikkan suaranya dan bertanya tepat setelah Naruto. Kaki Lyfa tampak bengkok, dan sayapnya tiba-tiba membentang yang membuatnya sedikit kehilangan keseimbangan.
"Tidak! Sama sekali tidak benar, kami hanya anggota party."
"Tapi, hubungan kalian kelihatan dekat sekali."
"Aku mengenalnya di dunia nyata, dia adalah teman sekelasku di sekolah, tidak lebih dari itu."
"Eh, itu pasti menyenangkan... Bermain VRMMO bersama teman sekelas."
Mendengar Naruto mengatakan itu dengan nada datar, Lyfa memandangnya dengan sedikit mengernyit.
"Ya, ada beragam kejahatan juga... Itu membuatmu teringat hal yang dinamakan pekerjaan rumah."
"Oh, begitu ya?"
Mereka berjalan menuruni jalan selagi mengobrol seperti itu. Dari waktu ke waktu mereka menemui pemain Sylph lain, dan usai melihat rambut hitam Naruto, mereka menampakkan ekspresi kaget. Namun karena melihat Lyfa ada di sampingnya, mereka memilih diam dan terus berjalan. Lyfa tak terlalu aktif, namun dia telah memenangkan turnamen pertarungan Sylvain beberapa kali, sehingga dia sangat terkenal dan populer.
Akhirnya, mereka sampai di penginapan kecil dan sederhana bernama "Lily of the Valley Pavillion". Ini adalah salah satu lokasi favorit Lyfa untuk makan karena mereka menjual hidangan yang lezat.
Saat Lyfa membuka pintu dan melihat ke dalam, ia mendapati kalau toko cukup ramai oleh beberapa pemain. Karena saat ini sudah sore hari di dunia nyata, restoran akan menjadi sibuk karena para pemain akan memesan banyak minuman setelah mereka kembali dari berpetualang.
Mereka duduk berhadap-hadapan di meja di dekat jendela.
"Karena aku yang mentraktirmu, pilih apa saja yang kau mau."
"Apa tidak apa-apa?"
"Jangan makan terlalu banyak atau kau akan menyesalinya saat sudah waktunya log out dan makan malam."
Ujar Lyfa sambil melihat beberapa hidangan lezat yang terdaftar pada menu.
Fenomena ini sangat aneh. Entah mengapa kalau pemain makan di ALO itu akan memproduksi kesan palsu berupa perut kenyang, dan perasaan ini tak segera menghilang bahkan ketika kembali ke dunia nyata. Bagi Lyfa, salah satu pesona VRMMO adalah dia bisa memuaskan selera makanan manisnya tanpa harus mencemaskan kalori. Dia harus berhati-hati untuk tak makan terlalu banyak karena ibunya pasti akan marah kalau dia tak makan apa-apa.
Menderita oleh kekurangan nutrisi atau memakai efek ini untuk diet sangatlah buruk. Bahkan sesekali terdapat berita, bahwa terdapat sejumlah pemain yang begitu kecanduan dengan game sampai mereka lupa makan dan menderita kekurangan gizi sampai setengah mati.
Akhirnya, Lyfa menunjuk menu dan memesan tart buah bavarian. Naruto memesan sepotong pie buah dan sebotol teh hijau, dan yang mengejutkan, Yui memesan biskuit keju. Pelayan NPC segera membawakan pesanan mereka ke meja dan mengaturnya di depan mereka.
"Sekali lagi, terima kasih karena sudah menolongku."
Mendentingkan gelas teh hijau misterius dengan Naruto, Lyfa meminum segelas penuh cairan dingin dan itu terasa menyejukkan kerongkongan keringnya. Naruto juga meminum gelasnya dalam satu tegukan, tersenyum dengan malu dan berkata.
"Oh iya, ada sesuatu yang mau kutanyakan... Apa kita sedang dalam kondisi berperang? Apa tipe kelompok PK semacam itu umum?"
"Ah, sejak awal hubungan di antara Salamander dan Sylph sudah buruk. Wilayah kami saling diperebutkan dan kami biasanya berkompetisi untuk mencari sumber daya di wilayah netral yang sama. Maka dari itu, persaingan ketat ini semakin memburuk dan akhirnya kedua ras saat ini dalam kondisi berperang. Namun, PK terorganisir semacam itu hanya terjadi baru-baru ini. Aku yakin kalau mereka akan menyerang World Tree dalam waktu dekat."
"Oh iya, aku mau tanya padamu tentang World Tree."
"Ah iya, kamu mengatakan hal itu sebelumnya. Tapi kenapa kamu begitu ingin tahu?"
"Aku ingin menuju puncak World Tree."
Kaget, Lyfa memandang Naruto dan menatap lekat lekat wajahnya. Tatapan serius di matanya menandakan kalau ia tidak bercanda.
"Itu memang hal yang semua pemain inginkan, setidaknya itulah menurutku. Itu adalah quest utama dalam Game ALO."
"Kenapa begitu?"
"Kau tahu kalau ada batas waktu untuk kamu bisa terbang, kan? Tidak peduli ras manapun itu, waktu penerbangan hanya sekitar 10 menit. Namun, ras pertama yang berhasil mencapai Kota Udara di puncak World Tree akan mampu menemui Raja Peri Oberon dan akan terlahir kembali sebagai ras yang lebih tinggi, ALF. Ras peri ini tidak memiliki batas waktu penerbangan, dan akan bebas untuk terbang mengarungi langit, selamanya kalau mereka mau."
"Begitu..."
Naruto menggigit pie buahnya dan mengangguk. Wajahnya datar menyiratkan ekspresi yang sangat penasaran.
"Itu memang cerita yang mengesankan. Apa kau tahu metode untuk bisa sampai ke puncak World Tree?"
"Di dalam World Tree, akar-akarnya membentuk kubah raksasa. Terdapat pintu masuk ke Kota Udara di puncaknya, namun untuk mencapai pintu masuk itu kau harus melewati semua pasukan NPC penjaga. Sampai sekarang, banyak kelompok telah mencoba melewati kubah itu, namun mereka semua dengan cepat dikalahkan. Salamander saat ini adalah ras yang paling kuat, mereka juga memiliki banyak simpanan uang, dan mereka juga yang paling banyak memperdagangkan perlengkapan dan item. Kupikir mereka akan jadi ras pertama yang berhasil mencapai puncak World Tree."
"Apa semua penjaga di sana sangat kuat?"
"Amat sangat kuat. Pikirkan sekali lagi, ALO mulai mengudara sekitar setahun lalu. Jenis quest macam apa yang tidak bisa kau selesaikan dalam satu tahun?"
"Itu pasti..."
"Faktanya, tidak berapa lama sebelumnya, sebuah informasi ALO terkenal di website meluncurkan sebuah petisi, yang meminta agar RECTO Progress menyetel ulang keseimbangan dalam game."
"Oh, terus?"
"Tentu saja, mereka memberi jawaban biasa. 'Game ini telah dioperasi dengan keseimbangan yang sesuai' bla bla bla. Belakangan ini, bahkan ada opini kalau World Tree tidak bisa ditaklukkan menggunakan metode saat ini."
"Mungkin ada beberapa poin kunci dalam quest ini yang belum diketahui, atau tidak mungkinkah untuk menaklukkan World Tree hanya dengan satu ras?"
Tangan Lyfa, yang memasukkan tart ke mulutnya, mendadak berhenti, sambil menembakkan tatapan tajam pada Naruto.
"Oh, idemu bagus juga. Kalau kita melewatkan sebuah Quest, kita tinggal mencari poin kuncinya. Tapi, pertanyaan keduamu itu mustahil."
"Mustahil?"
"Ada sesuatu yang salah dengan opinimu. 'Hanya ras pertama yang berhasil sampai'. Apa kau pikir beberapa ras akan bekerja bersama untuk menaklukkan World Tree dengan poin seperti itu?"
"Berarti maksud kau adalah... Mustahil untuk bisa mencapai puncak World Tree?"
"Kupikir begitu. Apalagi, masih ada banyak quest-quest lain, seperti menguasai skill sampai meningkatkan produksi item, dan masih banyak yang lain. Tapi, aku tidak akan menyerah, atau kita tidak akan pernah tahu kebahagiaan dari penerbangan sejati. Jadi, meski perlu bertahun-tahun, aku pasti..."
"Tapi, itu terlalu lama. Kasihan mereka..."
Naruto berujar dengan nada sunyi. Lyfa terkejut oleh keputusasaan dalam suara itu dan menatap Naruto. Ia mendapati alisnya kusut dan giginya bergeretak begitu keras sampai seluruh tubuhnya bergetar.
"Papa..."
Memegang biskuit keju di kedua tangan dan menggigit kecil-kecil, si pixie berhenti makan dan meletakkan makanannya. Kemudian dia terbang untuk duduk di bahu Naruto, dan memegang lehernya untuk menghiburnya. Akhirnya, ketegangan sedikit surut dari tubuh Naruto.
"Maaf, sudah mengejutkanmu."
Ujar Naruto dengan nada rendah.
"Tapi, aku benar-benar harus mencapai puncak World Tree itu."
Mata merah yang bersinar dengan brilian seperti pedang yang dipoles itu menatap mata Lyfa, jantung Lyfa mulai berdegup kencang di dadanya. Lyfa meneguk tehnya untuk sedikit menenangkan diri dan berkata.
"Kenapa kau harus berbuat sejauh itu?"
"Aku sedang mencari tahu sesuatu."
"Apa maksudmu?"
"Itu sesuatu yang tidak bisa kujelaskan sekarang."
Naruto tersenyum simpul pada Lyfa, namun matanya menampakkan kesedihan. Di mana Lyfa pernah melihat mata seperti itu sebelumnya?
"Lyfa... Terima kasih, pelatihanmu sudah banyak menolongku. Terima kasih sudah mentraktirku. Aku senang karena kau orang pertama yang kutemui di sini."
Lyfa tanpa sadar menggenggam pergelangan tangan Naruto saat dia berdiri.
"Hei, tunggu sebentar... Apa kau memang berniat menuju ke World Tree?"
"Ya, ini sesuatu yang harus aku buktikan saat ini."
"Itu gila, kalau kau melakukan itu. Tempat itu sangat jauh. Juga ada banyak monster kuat dari sini hingga World Tree. Aku tahu kalau kau kuat, tapi..."
Oh, dia berpikir sejenak dan ucapan itu kemudian meluncur dari mulutnya.
"Kalau begitu, aku juga akan mengajakmu ke sana."
"Hm?"
Mata Naruto terbuka lebar-lebar.
"Tidak, tapi, aku tidak seharusnya merepotkan orang yang baru saja kutemui..."
"Ya, aku sudah melewati gerbang keputusan!"
Lyfa memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan pipinya yang menjadi panas.
Dalam ALO, karena terdapat sayap untuk terbang, jenis perpindahan seketika yang lain tidak ada. Sehingga, bepergian ke pusat dunia, World Tree, dan ibukota ALfheim, "Aarun" tak ubahnya bepergian di dunia nyata. Lebih jauh lagi, menawarkan bepergian dengan pria muda yang baru dia temui beberapa saat lalu, ini adalah sesuatu yang bahkan Lyfa anggap sangat luar biasa.
'Tapi, kenapa... Aku hanya merasa tidak bisa membiarkannya sendiri.'
"Apa kau akan ada di sini besok?"
"Uhm... Iya."
"Kalau begitu jam 3 sore. Aku harus pergi sekarang. Kalau kau mau log out, maka pakailah kamar di Lily if the Valley Pavilion. Kalau begitu, sampai jumpa besok."
Setelah itu, Lyfa membuka menu dengan mengibaskan tangan kanannya. Sebagai Sylph, dia bisa segera log out dari tempat manapun di dalam teritori ini, sehingga dia menekan tombol log out.
"Ah, tunggu!"
Naruto mengangkat kepalanya untuk menghadap Lyfa dan berkata dengan senyum.
"Terima kasih."
Lyfa juga tersenyum dan mengangguk, kemudian dia menekan tombol OK. Dunia terselimuti oleh warna-warna pelangi, kemudian menjadi gelap. Tubuh Lyfa perlahan pudar, hanya panas di wajahnya dan degup jantungnya yang sampai ke dunia nyata.
.
.
.
BERSAMBUNG
.
.
.
A/N:
Fic season 2 "My Brother, You Are The Best" update.
Terima kasih banyak atas perhatian kalian yang sudah membaca dan mereview fic ini.
Sekian dan sampai jumpa di chapter 2 ya.
Rabu, 5 Oktober 2016
