MUSE

[Chapter 01]

-KaiSoo-

Present by RoséBear

Content: BL. Crime. Mention of sex. Hurt Comfort. Anxiety


Bukankah ada hal lain yang bisa kau lakukan. Mudah sekali jawaban maupun caranya, -sangatlah sederhana.

Hadapilah apa yang selama ini selalu kau hindari

Hanya itu...


Di tengah lalu lintas yang tidak terlalu ramai. Pemuda itu telah duduk seorang diri. Menghembuskan napas berat berulang kali, -seolah hidupnya tidak menarik.

Dia hanya duduk sendiri, ketika orang-orang menaiki bus yang berhenti di malam ini. Kesepian yang menemani, membuatnya tersiksa setengah mati.

Kepala mendongak menatap langit malam, di mana salah satu bintang seolah berkerlip dalam kelam. Ia tersenyum miris membayangkan cahaya bintang itu mulai meredup, hingga berpikir jika hidup yang dia jalani akan seperti bintang itu? Ahh tentu saja tidak. Dia bahkan tidak pernah benar-benar bersinar.

Kim Jongin, adalah nama yang diberikan saat dia lahir.

Pemuda itu sekali lagi menarik napas dalam kemudian menghembuskannnya perlahan. Ia menunduk, di mana sudut bibirnya tertarik ke masing-masing sudut. Tersenyum mengejek, jelas mengejek jalan hidupnya sendiri.

Tentang apa yang baru saja dia lakukan sepanjang hari ini, dia menggigit bibir bawahnya cukup kuat namun tidak sampai berdarah. Sekedar memikirkan tentang masalah, masalah yang menggempur di dalam hidupnya.

"Kai!"

Pemuda itu menoleh ketika nama kecilnya diteriakkan oleh seorang lelaki yang baru turun dari mobil sedan hitam miliknya. Di mana lelaki itu lebih tinggi dan tersenyum ramah untuk menghampiri.

Ia menggeser sedikit posisi duduk, memberi ruang lebih untuk pria itu duduk. Kini dia tidak sendirian, ditemani seorang pria yang tampak prihatin atas hidupnya.

"Kenapa kau ada di sini?"

Sekali lagi dia menoleh. Seumpama angin yang berhembus. Suara jangkrik menemani, deruan kendara para pemotor di jalan ikut meramaikan.

Kim Jongin!

Tidak! Tidak! Tidak!

Ada nama yang lebih mudah untuk disebutkan kepada pemuda itu.

"Kai? Aku baru dari tempat tinggalmu."

Ahh, seperti pria itu menyebutnya.

Kai.

Kai adalah pemuda yang sejak tadi duduk sendirian di halte untuk melewatkan beberapa bus sejak pemberhentiannya tiga jam lalu.

Dia memiliki paras tampan dengan rambut hitam kelam tertata rapi, kulit tan sexy seperti model di negara tropis, proporsi tubuh yang bagus sekalipun tidak memiliki jadwal rutin pembentukan tubuh.

"Kau bertemu nyonya Jung di sana?"

Suara beratnya meluncur membentuk kalimat pertama malam itu.

Tanpa menoleh, dia menengadah ke langit. Seolah tersenyum pada seseorang yang menyapa begitu jauh di sana.

Pandangan Kai seakan meninggalkan raga dan kembali ke masa lalu. Di mana dia masih seorang bocah yang akan menginjakkan kaki ke sekolah dasar.


~ RoséBear~


Saat dia mendengar kabar kematian ayahnya, sebab sebuah kecelakaan lalu lintas yang membuat dia harus pulang sekolah lebih awal, padahal itu adalah hari pertama.

Karena kejadian itu Kai harus tinggal bersama Ibunya. Seorang wanita cantik, benar-benar cantik. Sayangnya kehidupan tidak berjalan terlalu baik. Ibunya tidak memiliki pendidikan yang cukup tinggi, bahkan wanita itu tidak menamatkan sekolah dasarnya. Hingga tidak ada perusahaan yang bisa menerima dia bekerja, walau sebagai penjaga kasir. Ibunya juga bukanlah wanita yang pandai memasak, hingga pemilik kedai makanan menolak mempekerjakannya.

Dalam keputusasaan untuk membayar sewa tempat tinggal serta memenuhi kebutuhan hidup. Wanita itu memiliki caranya sendiri untuk mendapatkan uang.

'Saat kau dewasa, kau akan mengerti kenapa ibu menjalani ini.'

Kai mengingat ucapan Ibunya. Ketika wanita itu membawa pulang seorang pria asing yang telah beristri ke rumah mereka. Mengurung dirinya di dalam kamar sementara pada kamar yang terpisah Ibunya menghabiskan malam panjang di atas ranjang bersama pria asing.

Bukan hanya sekali,

-tapi pria berbeda setiap malamnya.

Suara desahan panjang, erangan lelaki yang bersahutan dengan deritan ranjang. Kai bisa mendengar itu secara samar-samar setiap kali dia kehausan ataupun kelaparan hingga membuat kakinya melangkah ke bagian dapur rumah kecil yang berhasil disewa ibunya.

Seberapa keras dia menulikan pendengaran karena suara-suara menganggu itu, nyatanya Kai mengalami kesulitan.

Perlahan dia tumbuh semakin dewasa.

Suatu malam ketika berhasil menyelesaikan kelas tambahan di musim panas. Saat langit telah menjadi gelap, dia memberanikan diri membawa langkah kaki keluar rumah. Membuat jarak yang cukup aman mengikuti kemana Ibunya pergi sebelum wanita itu kembali lagi dengan seorang pria asing ke rumah.

Namun yang Kai temukan adalah sesuatu yang sangat baru. Sesuatu seperti Kota yang ada di dalam Kota. Dia berdiri di sudut jalan kecil, memperhatikan banyak perempuan seperti Ibunya yang berlalu lalang berusaha menarik perhatian para lelaki di sekitar. Tidak hanya sebatas itu, dari sudut jalan kecil ini dia bisa melihat orang-orang berciuman tanpa rasa malu. Membiarkan para lelaki itu menyentuh hingga ke dalam pusar gairah mereka.

Puk

'Owh!' Pemuda itu terkejut oleh tepukan tangan seorang pria.

Membuat tubuhnya berbalik namun segera mundur beberapa langkah.

Tatapan pertama pria itu membuat Kai kesulitan meneguk salivanya. Ia terus saja berjalan mundur dengan pelan. Langkahnya terhenti bukan karena keberadaan sebuah tembok berlumut, melainkan sesuatu yang baru saja dia pijak. Genangan air pada lubang di trotoar jalan yang memperlihatkan bekas kondom terpakai berserakan.

'Tidak seharusnya pelajaran sepertimu berada di sini. sebaiknya...'

Sebelum pria itu menyelesaikan ucapannya Kai memberanikan diri melarikan diri. Bukan karena dia takut dipukul atau apapun, hanya saja dia tidak bisa berpikir dengan baik.

Tentang Ibunya, jadi wanita itu telah menjadi pelacur selama bertahun-tahun. Atau mungkin sejak ayahnya meninggal hingga kehidupan mereka menjadi sangat sulit. Sejak menyadari itu dia bahkan memiliki hubungan yang lebih buruk dengan Ibunya. Saat Kai menyampaikan protes agar Ibunya berhenti maka sebuah tamparan yang akan dia dapatkan. Maka dia hanya bisa mengurung diri di dalam kamar dan terus belajar, sayangnya berkali-kali konsentrasi Kai hancur karena tamu Ibunya.


~ RoséBear~


"Kai? Kau bisa mengatakannya padaku. Anak-anak bilang kau meninggalkan mereka sejak pagi ini. Aku pergi ke tempat tinggalmu, dan nyonya Jung memakiku. Dia bilang kau tidak membayar sewa tempat tinggalmu enam bulan ini."

Panggilan pria yang duduk di sebelahnya menyadarkan Kai. Ia kemudian tersenyum tipis.

"Polisi baru saja menghubungiku."

Kini pemuda di sebelahnya terkejut akan pernyataan Kai.

"Mereka bilang ibuku meninggal karena keracunan alkohol. Jadi aku harus mengurus semuanya di rumah sakit."

Sebuah keheningan melanda keduanya. Membiarkan sebuah bus berhenti kemudian melaju kembali karena keduanya tidak akan menaiki alat transportasi itu.

"Kau sudah mengambil jenazahnya?"

Kai mengangguk pelan. Kedua jemarinya bertautan satu sama lain. Tanpa sadar mereka membuat sedikit jarak tempat duduk, atau tepatnya Kai menggeser tubuhnya.

"Aku sudah mengurus pemakamannya. Sekarang aku tidak memiliki uang untuk membayar sewa tempat tinggalku."

Kai terdiam, matanya terpejam cukup erat karena memikirkan wanita itu. Wanita yang telah meninggalkannya dua tahun lalu agar lebih leluasa dengan dunia kecil miliknya. Sekalinya datang, hanya sebuah kabar tanpa jiwa dan raga.

"Sekarang aku bertanya-tanya bagaimana cara untuk mengakhiri hidup agar tidak menyakitkan."

"Yakk!"

Pemuda di sebelahnya berteriak keras dengan pernyataan Kai barusan.

"Aku tidak bisa kembali ke tempat sewaan itu tanpa uang Kris. Lagipula tidak ada tujuanku untuk tetap hidup. Ibuku sudah tidak ada."

Kris

Adalah nama pria yang sejak tadi duduk di sebelah Kai. Dia hanya mengehela napas berat, tentu karena dia memahami maksud Kai, tidak mungkin pria ini kembali ke tempat tinggal sewaannya tanpa membayar terlebih dahulu, sementara dirinya tidak bisa membantu dengan uang 10 ribu won di dalam dompet. Itu tidak akan cukup untuk banyak hal. Padahal dia telah memberikan gaji Kai yang membantu dia mengajar di kelas tambahan sepanjang musim lalu.

Saat itu ponsel Kris berdering. Memaksa langkah kaki sedikit menjauh dari Kai.

Dia bicara dengan seseorang di seberang sana, sesekali tatapannya menoleh pada Kai. Seolah sedang membicarakan pria itu.

Kris kembali dalam waktu yang terbilang singkat untuk sebuah panggilan. Tanpa duduk dia berkata cukup keras.

"Sebaiknya kau ikut aku, mungkin kau bisa menemukan sebuah pekerjaan yang dibayar di muka."

Kai mendongak menatap Kris tidak percaya.

"Oh ayolah Kim Jongin! Jika kau mati maka hidupmu berakhir. Namun jika kau hidup, sesuatu bisa saja kau lakukan."


~ RoséBear~


Malam itu, di lorong sebuah bangunan apartemen yang tidak terlalu tinggi. Seorang wanita muda berpakaian minim melangkah sedikit tergesa-gesa. Ketukan sepatu tinggi yang dia gunakan berhenti pada salah satu pintu kamar. Tangannya berusaha memutar knop pintu namun hasilnya dia menemukan fakta bahwa pintu itu terkunci.

"Kyungsoo!" Teriakan pertama setelah dia mengetuk pintu.

"Ya Do Kyungsoo!"

Teriakan kedua sedikit lebih kencang.

"Oppa!"

Kali ini dengan nada yang lebih pelan namun sangat tinggi. Wanita itu memberengut kesal tidak mendapat jawaban dari pemilik apartemen yang dipanggilnya Kyungsoo.

"Oppa! Kumohon buka pintunya! Ini sudah satu minggu lebih!"

Dia meminta sekali lagi. Sayangnya tetap tidak ada jawaban.

"Nona! Kupikir kekasihmu akan kembali besok siang."

Dia berhenti mengetuk dan memilih berbalik badan. Menemukan seorang pemuda membuka pintu apartemen yang tadi dibelakanginya.

Oh, ternyata ketukannya telah mengganggu penghuni apartemen lain. Pria itu muncul dengan wajah mengantuk dan pakaian kusut, jelas sekali kedatangan wanita ini telah menganggu tidur malamnya mengingat langit di luar sana telah gelap.

"Bagaimana jika kau menghabiskan malam ini di ranjangku Aako?"

"Apa kau bercanda? Aku punya urusan penting dengan kekasihku!" Ia memberi penekanan sebagai sebuah penolakan untuk tawaran barusan.

Pemuda itu menggeleng pelan, mengabaikan penolakan barusan. Tangannya terangkat menunjuk bagian tengah pintu yang sejak tadi menjadi korban pengetukan wanita itu.

"Dia meninggalkan pesan singkat di sana."

Kalimat barusan membawa pandangan wanita itu menatap besi pengetuk, mengangkatnya dan menemukan sebuah memo. Dia merobek lembar pertama untuk menemukan sebuah pesan yang sesungguhnya.

'Aku kembali hari minggu!'

"Yaishhh!" Desisan kesalnya muncul segera saat membaca pesan dari sang kekasih. Oh astaga! Pemuda bernama Kyungsoo yang sejak tadi dipanggilnya ternyata memang tidak ada di dalam sana. Dia bahkan lupa kapan terakhir bisa menemukan pria itu. Sebab ini sudah satu minggu lebih.

"Jadi? Bagaimana dengan tawaranku barusan Nona?"


~ RoséBear~


Seolah tidak ada yang kebetulan, kedua pemuda itu tiba di dalam bar. Disambut dua gelas martini yang disajikan oleh seorang bartender. Di mana suara dentuman musik menguasai hampir 40 persen dari kenikmatan di dalam bar. Tempat ini sangat berwarna, orang-orang berlomba-lomba menunjukkan penampilan terbaik, beberapa wanita dengan pakaian minim yang bahkan transparan berusaha bergoyang mengikuti musik disko. Sementara beberapa lainnya, turun dan naik ke atas meja pelanggan dengan kaki mengangkang. Mempertontonkan bagian tubuh mereka untuk dinikmati bersama.

Di sini, sebuah kawasan star bar avenue di mana berjejer bar-bar. Aktivitas malam hari yang begitu panas dan pemuda seperti Kai harus bisa bertahan karena dia telah mengikuti langkah Kris yang membawanya kemari.

"Well, sudah sangat lama tidak melihatmu Kris."

Kedua pria itu menoleh dan menemukan sosok seorang pria bertubuh lebih pendek dengan wajah yang terlihat cantik. Menjabat tangan Kris namun tidak melupakan keberadaan Kai. Lirikannya menyadarkan Kris.

"Kai. Dia seorang mahasiswa tingkat akhir, dia juga bekerja paruh waktu di tempat kursusku."

"Baekhyun."

Suaranya mengalun dengan sangat indah saat memperkenalkan dirinya sendiri.

"Kukira dia selingkuhanmu Kris.".

Kris tertawa mendengar perkataan Baekhyun. Sementara Kai hampir saja tersedak minumannya sendiri mendengar kalimat yang meluncur saat pemuda itu berdiri di antara mereka.

"Aku bukan gay sepertimu Baekhyun!"

Sindiran Kris barusan membawa tatapan Kai mengarah pada sosok cantik di dekat mereka ini.

Tapi pemuda itu sama sekali tidak mempermasalahkan tuduhan Kris barusan. Yang ada kedua tangannya meraih Kai dan Kris bersamaan.

"Lupakan bagian itu, aku punya bisnis yang membawa kalian kemari. Ikut aku ke atas."

Dia harus berjuang melewati orang-orang yang mendapat pengaruh dari musik disko memabukkan. Menuju anak tangga dan menemukan lantai kedua yang tampak sepi, bahkan tidak ada pegawai yang lewat.

Karpet merah yang meredam langkah kaki mereka, di tambah lampu pijar yang bersinar menambah suasana damai di sana. Hingga Baekhyun melepaskan tangan keduanya saat membuka satu-satunya pintu dengan penyinaran dua lampu pijar di masing-masing sisi.

"Sayang!"

Teriakan Baekhyun membuat alis Kai naik setingkat. Saat itu mereka telah masuk ke dalam ruangan dan Kris segera mendekati Kai.

"Pemilik bar ini adalah kekasihnya."

Ahh, sekarang Kai paham maksud ucapan Kris sebelum dan sesudah ini.

Baekhyun benar-benar seorang gay, dan kekasihnya adalah pemilik bar ini. Bagaimana pemuda cantik itu meluncurkan tubuhnya ke dalam pelukan seorang lelaki yang duduk di atas kursi. Membuat pemuda tinggi yang duduk itu harus melewatkan pekerjaannya demi menyambut sebuah ciuman panas.

"Ehemm!"

Deheman Kris nyatanya tidak berfungsi dengan baik untuk menghentikan kegiatan mereka.

"Kurasa kalian memiliki tamu di sini."

Kali ini suara Kris terdengar lebih keras dan berhasil menarik tubuh Baekhyun menjauh dari kekasihnya sendiri. Diliriknya Kris dan Kai bergantian.

"Maaf. Kita bisa bicara di sofa."


Setelah Baekhyun memperkenalkan masing-masing di antara mereka untuk mengurangi tingkat kecanggungan yang ada, pemuda itu meninggalkan mereka, mengambil laptop dari atas meja kerja kekasihnya dan segera bergabung kembali.

"Lihatlah ini terlebih dahulu."

Dia menyerahkan beberapa lembar hasil jepretannya. Benar-benar terlihat professional, dengan komposisi yang baik pada angle maupun pencahayaan terhadap objek yang sesungguhnya.

"Aku berencana membuka gallery seni milikku sendiri, dan aku butuh bantuan kalian untuk melengkapi keinginanku "

Dia memutar sebuah video di laptop kemudian memperlihatkan pada Kris dan Kai. Namun sepertinya kekasih Baekhyun tidak terlalu tertarik, atau mungkin karena dia selalu mendengar keinginan kekasihnya ini.

Kris maupun Kai, sedikit mencondongkan tubuh mereka. Memastikan lebih dekat apa yang terjadi di dalam video.

Di mana mereka menyaksikan sebuah club yang menyajikan minuman dan makanan ringan dengan orang-orang menari menikmati irama musik. Tidak hanya itu, sesuatu yang terlihat baru dan begitu menarik perhatian tidak hanya orang-orang di dalam rekaman itu, tapi juga kedua pemuda ini.

Tuk

Baekhyun menghentikan rekaman itu. Tepat berhenti pada tubuh seorang wanita telanjang, atau mungkin setengah telanjang yang sedang dilukis oleh seorang pemuda berkulit putih.

"Bisa kau jelaskan lebih rinci? Aku sama sekali tidak mengerti."

Kris menarik tubuhnya untuk bersender, begitupun dengan Kai. Meminta Baekhyun menjelaskan keinginannya.

"Aku sangat menginginkan sebuah seni visual. Bukan sekedar untuk sebuah sensational dan pamer belakang, melainkan kebangkitan seni modern. Jadi aku butuh model dengan tubuh yang bagus, ini adalah sebuah body painting," dia melirik kekasihnya saat mengeluarkan kalimat terakhir. Seolah seperti sebuah sindiran kepada sang kekasih yang berusaha menahan tawa.

"Tenang saja! Aku tidak akan memaksa kalian telanjang saat di lukis hingga pengambilan gambar. Aku juga menjamin bahan yang digunakan juga sangat aman. Tidak akan ada alergi, iritasi kulit atau semacamnya."

Usaha Baekhyun meyakinkan mereka berdua untuk menerima permintaannya.

"Ahh, sepertinya terjadi kesalahpahaman di sini! Aku berpikir untuk menerima tawaranmu, tapi bukan berarti menjadi model setengah telanjang!"

Kris mengeluarkan suaranya. Dia menggeleng. Oh ayolah, dia seorang pria beristri. Di mana istrinya sedang mengandung dan akan segera melahirkan. -Untuk itu dia tidak terlalu bisa membantu perihal tempat tinggal Kai.

"Hei! Aku membutuhkan seseorang dengan proporsi tubuh yang sempurna..."

Mungkin sebuah ketegangan akan terjadi saat Baekhyun mengeluarkan pembelaannya

Chanyeol segera menarik tubuh Baekhyun sedikit mundur saat dia ingin mengambil alih pembicaraan di antara mereka.

"Kami hanya membutuhkan satu orang model. Lagipula yang akan menjadi fokus adalah lukisannya, bukan model yang dilukis."

"Tetap saja! Bukankah kau berniat menjadikan ini sebagai potret utama di gallery senimu nanti Baekyhun?" Kris bertanya kembali di mana Chanyeol dan Baekhyun mengangguk bersamaan.

"Kami berjanji siapapun tidak akan tahu tentang model ini. Hanya membutuhkan bagian yang dilukis."

"Aku akan membayar 40 dolar untuk satu potret! Jika pameran ini sukses aku akan memberikan harga lebih tinggi!"

Tawaran Baekhyun terdengar benar-benar menarik.

"Aku akan mencoba melakukannya!"

Kris baru saja akan memprotes menjadi diam saat mendengar Kai bicara. Di tatapnya pemuda yang lebih muda beberapa tahun itu dengan tatapan bingung, berbeda dengan Chanyeol yang tersenyum senang atas tanggapan Kai.

"Kita tidak akan melakukan percobaan. Jika kau ingin, maka tanda tangan di sini."

Baekhyun mengeluarkan secarik kertas. Berisikan sebuah perjanjian yang menjelaskan tentang privasi model dan juga tanggung jawab masing-masing di antara mereka.

"Bagaimana aku bisa tahu pameranmu akan sukses?" Sebelum menandatangani Kai kembali bertanya. Membuat Baekhyun tertawa kecil.

"Tentu saja. Karena tidak hanya pekerjaanku yang akan di pamerkan, aku bekerja bersama seseorang dan dia juga yang akan melukismu nanti, tapi maaf dia tidak bisa bersama kita di sini."

"Siapa?" Kris tampak penasaran atas penjelasan Baekhyun barusan. Namun dia bertanya pada Chanyeol.

"Sepupuku sendiri. Dia telah menghasilkan beberapa replika dari karya lukis terkenal yang kebanyakan hilang ataupun rusak."

Tanpa sebuah keraguan Kai menandatangani perjanjian itu setelah melihat keyakinan di wajah Kris. Mengingat penawaran sebelumnya, mungkin nilai yang terbilang kecil bagi Baekhyun maupun Chanyeol untuk membayar tubuh seseorang agar memperlancar keinginan mereka. Namun nilai itu cukup tinggi bagi Kai.

Jika di sana mereka mendapat sebuah kesepakatan, maka keluar dari salah satu gang sempit di pinggiran kota. Seorang pemuda baru saja berlari beberapa ratus meter meninggalkan mobilnya di perempatan jalan.

Ia berhenti, di mana tangan bertopang pada tembok jalanan yang telah berlumut.

Napasnya tersenggal, membawa pandangan mengitari bangunan di sekitar gang.

Dinginnya udara malam tidak menghentikan langkah pemuda itu. Ia keluar dari gang, melewati beberapa pasangan yang berkeliaran di jalan dengan botol bir di tangan serta beberapa wanita penghibur yang menunggu seorang pelanggan.

Tangannya memegang erat tas tabung di punggung, kembali melewati jejeran sex toys yang dijual di toko-toko sepanjang jalan.

Dari pedestrian dia bisa melihat para penari wanita dengan pakaian minim sedang berusaha menjual tubuh mereka untuk dinikmati puluhan orang di dalam salah satu strip club.

"Tuan? Kami memiliki sex toys..."

"Silahkan menjauh dariku."

Dia menghentikan seorang perempuan berpakaian minim yang mencoba menawarkan sex toys dari dalam took mereka.

Udara dingin seperti memaksa agar langkah kakinya semakin cepat. Setidaknya setelah berjalan beberapa meter keluar dari gang dia berhasil menemukan sebuah bangunan yang cukup tenang dengan pencahayaan minim.

Pemuda itu menghampiri penjaga motel, meminta bantuannya menyewa sebuah kamar untuk digunakan satu malam.

Berhasil mendapatkan kamarnya, bersama penjaga motel dia diantar ke lantai dua. Menemukan para wanita menggunakan bikini dan beberapa begitu transparan di tengah udara dingin malam sedang duduk berjejer di atas sofa panjang sepanjang koridor.

"Silahkan menggunakan kamar ini tuan. Jika..."

"Biarkan aku istirahat dengan tenang."

Sekali lagi dia menolak sebuah tawaran malam ini. Pemuda itu masuk dan mengunci diri di dalam kamar. Dia meletakkan tas tabung ke atas ranjang dan memilih membersihkan diri. Pakaian yang dia gunakan terlihat kotor dengan debu jalanan yang menempel. Setidaknya dia lebih baik dengan pakaian ganti yang disediakan pihak motel.

Lelaki itu merebahkan tubuh di atas ranjang. Menatap sekeliling ruangan dan berakhir pada cermin persegi di langit-langit ruangan yang memperlihatkan dirinya. Dia berdecih sebentar, tempat ini benar-benar memanjakan pelanggan yang ingin berhubungan seks sepanjang waktu. Tersedia beberapa kondom di atas meja dan sebuah cermin di bagian barat yang akan memperlihatkan perlakuan selama melakukan seks.

Dia mencoba mengabaikan fakta jika dirinya berada di tempat ini seorang diri, tangan pemuda itu meraih tas tabung di sebelah tubuhnya dan mengeluarkan sesuatu dari sana. Beberapa saat dia gunakan kesempatan memperhatikan benda itu.

"Ini luar biasa."

Ia bergumam pelan. Sudut bibirnya tertarik membentuk sebuah sunggingan.


To be Continue...


AN: Hallo dearest!

Welcome to my story! This story completed, but I'll slow update.

Enjoy this story! I poured my heart and soul into it, and i hope you like it.

-Rosie

(Created;180101 ., publish; 180401)