Disclaimer :
Saya bukan pengarang Hunger Games, dan saya tidak mengambil keuntungan apapun dari fanfict ini.
Ini fanfict pertama saya, maaf kalau banyak salah-salah nya... masih belajar. :)
Chapter 1
Api menari di perapian. Minggu terakhir musim dingin selalu terasa lebih berat di Distrik 2. Aku mengepalkan tanganku dan sesekali menggosoknya agar lebih hangat. Jam sudah menunjukkan pukul dua pagi, tapi belum ada tanda-tanda orang tuaku akan pulang. Aku mendengus kesal dan mengunci pintu, lalu naik ke kamarku dan bergelung di bawah selimut tebal yang hangat di atas kasurku yang keras dan dingin.
Aku kesiangan. Semua ini karena aku harus begadang menjaga pintu seperti kucing yang menunggu tuannya untuk diberi makan. Pasti wabah malaria itu sudah menyebar parah di Distrik 4, dan aku yakin orang tuaku tidak akan pulang dalam dua atau tiga hari kedepan, meninggalkanku sendirian, lagi.
Aku turun dari ranjang dan bersiap ke Pusat Pelatihan. Aku harus berlatih ekstra keras menjelang pertandingan Hunger Games seminggu lagi, aku sangat ingin terpilih saat pemungutan, jika tidak aku akan mengajukan diri dan bersaing dengan anak-anak lain yang juga menginginkan hal itu. Aku mengambil mantelku dan memakai sepatu botku yang sudah usang lalu menembus salju yang tebal dan hembusan angin musim dingin yang membuat wajahku kering.
Pusat Latihan sudah ramai dan Pelatih Dome memarahiku karena terlambat sepuluh menit. Aku tidak memperdulikan ocehannya dan menuju ke tempat latihan favoritku, deretan pisau cantik yang berjajar rapi di rak aluminium di ujung ruang latihan. Aku segera berkonsentrasi pada boneka manekin yang jadi sasaranku, pertama boneka-boneka itu diam, lalu bergerak semakin cepat. Aku melempar dua pisau sekaligus dan salah satu lemparanku meleset, membuatku kesal dan melempar pisau lain ke kepala boneka itu, yang menancap tajam tepat di wajahnya.
"Kau tidak akan berhasil dengan emosi, Clove."
Aku memandang anak laki-laki berambut pirang yang berani mengkritik lemparanku. Aku menggenggam pisau terakhir di tanganku yang mulai licin karena keringat.
"Tidak ada yang minta pendapatmu, Cato."
Aku memasang kuda-kuda dan mengangkat tanganku, bersiap untuk melempar manekin terakhir yang bergerak paling cepat. Kutarik napas dalam-dalam, membayangkan boneka itu adalah musuhku di arena. Pisauku menancap tepat di jantungnya, tapi bukan oleh lemparan tanganku. Tapi Cato.
Ia tersenyum, senyuman yang menyebalkan, seolah berkata "Hei, kau lihat itu? Aku lebih baik darimu." Aku ingin sekali melayangkan tinjuku ke wajahnya, membuat matanya yang biru seperti samudra itu bengkak. Tapi aku memilih pergi, mencari tempat latihan lain. Aku menghindari tempat latihan pedang, karena aku tau Cato pasti akan mempermalukanku lebih buruk di tempat itu.
Nah... begitulah awalnya Cato ketemu Clove. Awalnya musuhan tapi habis itu... ah sudahlah. Baca lanjutannya dan lihat apa yang akan terjadi kalau yang menang Hunger Games itu Clove sama Cato, bukan Katniss sama Peeta. Terimakasih buat yang sudah review (kalau ada sih, hehehe). Go team Clato!
xoxo
