Apakah ini yang namanya Cinta? Rasanya jantungmu berdegub ribuan kali lipat dari biasanya dan bahkan senyum yang indah selalu terukir di wajahmu, otakmu pun akan selalu merespon hal – hal positif dan seperti ini lah yang sedang di rasakan oleh Byun Baekhyun, pria mungil yang kini seorang mahasiswa jurusan psikiatri semester akhir di salah satu Universitas terbaik di Seoul.
Deguban jantung ini sangat berbeda ketika ia rasakan dengan Sehun – kekasihnya terdahulu saat SMA – yang hanya ada perasaan senang bahkan yang kini ia rasakan adalah perasaan senang yang luar biasa.
Baekhyun kembali memperhatikan ke arah pria yang kini sedang berbicara hal – hal yang entah Baekhyun tak dengarkan sedari tadi di hadapannya. Pria yang berhasil membuat seorang Byun Baekhyun seperti orang gila karena terlalu banyak tersenyum, pria yang terpaut setahun lebih muda darinya yang mampu membuat jantungnya berdetak tak karuan.
Dia adalah Park Chanyeol, Pengusaha muda berpostur tubuh yang tinggi dan juga memiliki wajah tampan seperti aktor – aktor di film.
"Baek, kau tidak mendengarkanku?" Tanya Chanyeol menatap kekasihnya dengan dahi yang berkerut pasalnya sedari tadi kekasihnya sejak dua tahun yang lalu itu hanya diam sambil memandangnya saja seolah hanya tubuhnya saja yang berada di tempat tetapi pikirannya melayang entah kemana.
"Apa kau sedang ada masalah?" Tanya Chanyeol lagi seraya menggenggam tangan mungil Baekhyun yang berada di atas meja dan seolah menyadarkan Baekhyun, lelaki mungil itu hanya mengeluarkan senyum lebarnya.
"Tidak ada, hanya saja saat ini aku merasa senang."
"Senang? Karena apa?" Merasa tertarik Chanyeol bertanya lebih lanjut.
"Akhirnya kita bisa kencan." Kata Baekhyun dengan riang sambil mengeluarkan Eye smilenya yang nampak begitu manis di hadapan Chanyeol. Pria tinggi itu dengan gemas mengacak surai Baekhyun. Wajar saja jika Baekhyun sesenang ini lantaran kesibukan dari masing – masing pihaklah yang menjadi halangan selama ini. Meskipun selama weekend Chanyeol selalu libur namun kesibukan Baekhyun tidak mengenal kata weekend. Apalagi ia harus menyelesaikan tesisnya dengan segera karena beberapa bulan lagi harus menjalankan sidangnya.
Chanyeol menghentikan aksinya kemudian tangannya beralih pada saku di jasnya."Aku juga punya sesuatu yang lebih membuatmu senang daripada kencan kita ini." Baekhyun yang awalnya merasa kesal langsung merubah ekspresinya menjadi penuh minat karena Chanyeol menambah lagi kesenangannya.
Tangan Chanyeol kembali terangkat sambil menggenggam sebuah kotak kecil berwarna biru tua membuat mata sipit Baekhyun melebar.
"Mungkin ini mendadak tapi, Menikahlah denganku Byun Baekhyun."
Chanyeol membuka kotak itu dan memperlihatkan sebuah cincin emas putih yang terdapat ukiran nama Baekhyun yang sangat indah.
"K-kau melamarku? T-tapi kita – " Tanya Baekhyun tergagap, ia menatap Chanyeol dengan sedikit keraguan akan tindakan Chanyeol. Dia bukannya tak suka, ia sangat bahagia malah namun ada beberapa hal yang membuat Baekhyun ragu.
"Aku sudah memikirkan hal ini, Baek. Aku berencana menikahimu secara diam – diam tanpa di ketahui keluargaku. Apa kau tidak menyukainya, Baek?"
Baekhyun menggigit bibir bawahnya gusar. Faktanya keluarga Chanyeol tidak menyukai pewaris tunggalnya mengencani seorang pria, ibu dan ayahnya marah besar dan menghimbau agar anaknya menjauhi Baekhyun tetapi Chanyeol sudah bosan hidup selalu di bawah perintah kedua orang tuanya apalagi ini urusan hati maka dari itu Chanyeol tetap mempertahankan hubungannya dengan Baekhyun hingga saat ini, saat ia melamar Baekhyun kini.
Baekhyun kembali memandang ragu pada Chanyeol yang masih menyodorkan cincin emas putih tersebut. Baekhyun ingin menerima namun bagaimana jika ia ketahuan oleh keluarga besar Chanyeol jika ia menolak ini benar – benar keputusan bodoh karena Baekhyun sangat mencintai dan menyayangi Chanyeol dan juga momen seperti inilah yang sangat Baekhyun dambakan apalagi ini kesempatan langka.
Dengan sedikit tersenyum akhirnya Baekhyun menganggukan kepalanya.
"Ya, aku mau menikah denganmu Chanyeol."
Tak bisa di sembunyikan lagi senyum lebar di wajah tampan Chanyeol dengan cepat ia mengambil tangan kiri Baekhyun dan menyematkan cincin itu di jari manis Baekhyun. Terlihat begitu indah ketika Baekhyun memakainya, Chanyeol tak salah memilih.
Ia mengecup punggung tangan Baekhyun penuh dengan kasih sayang yang membuat Baekhyun sukses tersipu malu dengan wajah memerahnya.
"Aku berjanji akan selalu melindungimu, Baek. Terima kasih telah mempercayaiku."
"Aku pegang janjimu, Park Chanyeol."
.
.
Adilladill
Present
Gonna Be Alright
.
Park Chanyeol
Byun Baekhyun
Byun –Xi- Luhan
Oh Sehun
.
Cerita ini murni punya saya. Dilarang plagiat/copas tanpa izin.
Hargai saya.
.
Byun Baekhyun adalah seorang psikopat di balik wajah polosnya untuk melindungi pernikahannya bersama Park Chanyeol.
.
Pagi ini sangat cerah dimana burung – burung gereja nampak bersemangat berkicau dengan indahnya seolah membangunkan seluruh umat manusia yang berada di bumi ini. Musim gugur telah kembali datang untuk kesekian kalinya di dataran Korea Selatan. Di pagi yang indah ini pula Baekhyun memandang kosong Coffee maker yang sedang bekerja. Cairan pekat berwarna hitam itu perlahan keluar dari mesin dan menetes pada coffee cup yang berwarna putih.
Matanya kini beralih pada jemari tangannya yang berwarna putih bersih yang kini sedang ia letakan di counter dapur. Di sana, di jari manisnya masih terpasang cincin emas putih dengan ukiran namanya yang begitu indah sejak tujuh tahun yang lalu.
Setelah coffee cup itu terisi penuh cairan yang bernama kopi, Baekhyun segera mengangkatnya ke meja makan. Ia mematikan coffee maker sebelum membuat roti isi untuk menu sarapannya kali ini.
Sejujurnya Baekhyun tidak terlalu bisa memasak hanya bisa membuat yang sederhana seperti menu sarapan – mungkin. Membuatnya pun tanpa membutuhkan tenaga lebih dan juga step by step dalam memasak sarapan juga mudah di ingat. Jika makan siang ia pasti akan makan di kantin rumah sakit dan kalau makan malam tiba ia pasti membeli di restoran – restoran.
Tangan Baekhyun membuka kulkas ketika ada satu bahan yang tertinggal yaitu keju. Baekhyun mendesah ketika melihat persedian kejunya tingga satu lembar. Baekhyun berpikir untuk membelanya menjadi dua saja.
Baekhyun menutup pintu dan hendak berbalik namun sebuah lengan kekar memeluk pinggang Baekhyun begitu kuat dan jangan lupakan wajahnya ia sandarkan pada bahu kiri Baekhyun.
"Ah, aku benar – benar masih mengantuk." Suara parau itu membuat Baekhyun tersenyum kecil. Tangannya yang tidak memegang keju menepuk – nepuk punggung tangan 'suaminya' yang masih betah memeluk perutnya.
"Kenapa terbangun kalau begitu?" Pria tinggi itu – Park Chanyeol mendengus kesal kemudian melepaskan pelukannya dan sedikit menjauh agar Baekhyun bisa kembali melangkah dan beraktifitas.
Chanyeol melipat kedua tangannya di depan dadanya. "Kau tidak ada di sampingku saat aku terbangun."
Baekhyun terkekeh kecil kemudian memotong selembaran keju itu menjadi dua bagian. "Tentu saja aku harus bekerja, Chan. Oh ya kejunya ku potong jadi dua tak apakan?"
Chanyeol mengangguk kemudian dengan langkah besar ia menempati kursi meja makannya yang telah terhidang secangkir kopi yang masih mengeluarkan kepulan asap ke atas. "Yang benar saja. Ini hari minggu, sayang. Kenapa kau susah sekali mendapat jatah libur hari minggu?"
Chanyeol mengangkat secangkir kopi itu kemudian ia menyeruputnya dengan pelan sebelumnya ia menghirup aroma kopi yang begitu menenangkan tapi tubuh Baekhyun lah yang lebih menenangkan.
Baekhyun kembali terkekeh ketika menyadari Chanyeol kini merajuk. Chanyeol memang mempermasalahkan jatah liburnya yang selalu tidak bersamaan dengan jatah libur Chanyeol. Karena bagaimana pun semua jadwal Baekhyun sudah di atur oleh pihak rumah sakit.
"Kita bahkan sudah sering membahas masalah ini Chanyeol." Baekhyun datang ke meja makan sambil membawa dua piring berisi roti isi yang telah siap saji.
"Atau kau lebih senang bersama pasien – pasienmu itu ya?" Chanyeol menumpukan kedua sikunya di atas meja makan dan tak lupa memicingkan matanya menatap Baekhyun penuh rasa curiga.
"Dasar gila." Balas Baekhyun dengan pelan tanpa memperdulikan tatapan Chanyeol dan sikapnya yang begitu kekanakan.
"Ah benar, seharusnya aku jadi gila saja supaya bisa menjadi pasienmu agar setiap hari bisa bersamamu." Ujarnya sebelum menggigit roti isi buatan Baekhyun dan pria yang menjadi pasangan hidupnya selama tujuh tahun itu hanya terdiam dan melanjutkan makanannya berusaha tak menanggapi ocehan suaminya. Merasa ada yang kurang pada roti isinya Chanyeol menatap Baekhyun dengan bingung.
"Kau tidak memberi kejunya, Baek?" Tanya Chanyeol yang membuat Baekhyun memutar kedua bola matanya ke atas dengan malas. "Bukankah aku sudah mengatakannya? Kejunya hanya tinggal selembar jadi ku bagi dua untukmu dan untukku. Kau tidak mendengarkannya?"
Chanyeol mengangguk – anggukan kepalanya mengerti. "Ah jadi kejunya habis. Apa bahan lain juga habis? Aku akan berbelanja hari ini."
"Hm, ya beberapa keperluan juga sudah habis." – Lagi – Chanyeol menggangguk mengerti kemudian pandangannya mengedar ke seluruh ruangan karena kembali merasakan sesuatu yang kurang. Suara berisik anak kecil.
"Oh ya, Jiwonnie masih tertidur?"
Jiwonnie atau dengan lengkap Park Jiwon adalah anak laki – laki manis yang berusia empat tahun dan dia benar – benar buah hati dari Baekhyun maupun Chanyeol karena lima tahun yang lalu Baekhyun di kenalkan oleh seorang Dokter yang berasal dari Thailand bernama Dokter Pong, seorang Dokter yang membuat rahim buatan khusus untuk pria gay. Awalnya mereka ragu untuk mengikuti progam tersebut namun dari beberapa kesaksian orang yang pernah mengikuti program tersebut akhirnya menyetujuinya dan mereka berhasil membawa Park Jiwon ke dunia yang indah ini.
Baekhyun mengangguk kemudian menatap Chanyeol begitu tajam. "Salahkan dirimu yang pulang larut malam semalam. Jiwonnie menunggumu sambil terus merengek menangis."
Chanyeol tersenyum sendu kemudian menyeruput lagi kopinya yang sudah mulai dingin. "Maafkan aku Baek. Perusahaanku benar – benar sedang masa krisisnya jadi semalaman aku membuat beberapa proposal untuk pengajuan penyuntikan dana agar aku bisa menikmati hari mingguku tanpa adanya gangguan pekerjaan."
Baekhyun yang tahu betul apa yang sedang di landa pasangan hidupnya kini. Kejadian ini berawal dua bulan yang lalu ketika keluarga Chanyeol mengetahui fakta jika Chanyeol dan Baekhyun telah hidup berumah tangga sejak tujuh tahun yang lalu dan dengan perlahan ayah Chanyeol menghancurkan perusahaan anaknya sendiri.
Baekhyun menepuk punggung tangan Chanyeol yang berada di atas meja makan kemudian tersenyum pada Chanyeol seolah memberikan energi positif untuknya. "Ya aku mengerti, Chan dan hari ini kau harus menemani Jiwonnie bermain seharian." Ujar Baekhyun namun membuat Chanyeol merenggut. "Tanpa dirimu?"
Baekhyun tersenyum kecil. "Sialnya adalah iya."
"Ayolah Baek, kau membolos sehari saja."
"No Dad, ayo cepat habiskan sarapanmu aku bisa terlambat."
Baekhyun menghabiskan sarapannya dengan cepat karena jam sudah menunjukan pukul delapan pagi. Baekhyun bangkit dari kursinya ketika suara tangisan anak kecil terdengar di seluruh ruangan. Suara tangisan Jiwon memang yang terbaik.
Baekhyun tersenyum geli ketika melihat Balita yang menangis sambil membawa boneka beruangnya di depan kamarmya mencari kedua orang tuanya ternyata.
"Aigo, Jiwonnie sangat menggemaskan." Baekhyun meraih Jiwon ke dalam pelukannya dan memberinya kecupan – kecupan ringan di pipi tembam Jiwon. Kakinya langsung membawanya ke dapur.
Jiwon yang melihat sang ayah sedang menikmati sarapannya kembali merengek menangis minta di gendong dengan ayahnya. Baekhyun yang mengerti segera memberi Jiwon pada Chanyeol dan sang ayah menerimanya dengan senang hati.
Puluhan kecupan Chanyeol berikan pada Jiwon agar berhenti menangis. "Kasihan anak ayah menangis terus." Chanyeol mendekapnya lebih erat sehingga Jiwon berhenti menangis. Baekhyun tersenyum melihat kedekatan sang anak pada ayahnya kemudian ia berjalan menuju kompor untuk memasak air hangat dan membuat susu untuk Jiwon.
"Jiwonnie menunggu ayah semalam." Ujar Jiwon sambil memajukan bibir mungilnya beberapa centi dan membuat Chanyeol sangat gemas melihatnya.
"Maafkan ayah ya? Ayah banyak pekerjaan." Jelas Chanyeol namun Jiwon hanya terdiam dan tidak mengeluarkan ekspresi apapun karena saat ini ia sedang mode merajuknya. "Hari ini ayah libur, kita bisa pergi ke Lotte World bersama. Mau?"
Chanyeol mengeluarkan jurus andalannya ketika Jiwon sedang merajuk seperti ini yaitu mengajaknya berjalan – jalan ke tempat kesukaannya seperti Lotte World ataupun tempat wisata lainnya.
Dan benar saja, mata bulat Jiwon nampak berbinar – binar menatap wajah sang ayah begitu antusias. "Benarkah ayah?" Chanyeol tersenyum kemudian mengangguk – angguk dengan cepat. "Ayah tak pernah berbohong pada Jiwonnie kan?"
"Jiwonnie mau! Asyikk!"
Baekhyun yang telah selesai membuat susu untuk Jiwon menghampiri ayah dan anak yang sedang asyik bercengkrama itu dan memberika susu itu pada Jiwon. "Tapi sayangnya papa tidak bisa ikut." Ujar Baekhyun dengan nada sedih sambil membantu Jiwon meminum susunya.
Setelah minumnya habis barulah Jiwon memasang wajah protesnya. "Kenapa papa tak ikut? Jiwonnie jadi tidak bersemangat." Baekhyun tersenyum kecil kemudian mengusap kepala sang anak penuh kasih sayang.
"Papa harus bekerja, sayang."
"Kenapa papa tak membolos saja?"
"Jiwonnie juga sependapat denganku, Baek."
Melihat binar dari mata Chanyeol dan Jiwon membuatnya tak tega. Selintas di pikirannya tergoda untuk membolos dan menikmati hari minggu yang menyenangkan bersama keluarga kecilnya. Baekhyun menghelakan napasnya pelan.
"Papa tidak akan membolos – "
"Yahhhh... kami kecewa." Wajah Chanyeol kompak dengan Jiwon yang menunduk dan menampilkan wajah kecewanya dan itu membuat Baekhyun menahan senyum gelinya. Bagaimana bisa ayah dan anak ini begitu kompak. Menggemaskan.
"Papa belum selesai berbicara." Wajah Chanyeol maupun Jiwon kembali tertarik dan menatap Baekhyun penuh berharap. "Papa tidak akan membolos tapi papa akan meminta izin pada profesor. Bagaimana pun membolos itu tidak di perbolehkan."
Ekspresi wajah Chanyeol dan Jiwon berubah menjadi senang dan gembira. Mereka memekik kesenangan karena akhirnya keluarga kecil mereka dapat berlibur bersama. Baekhyun pun tidak bisa menyembunyikan perasaan senangnya juga.
Kesenangan mereka terhenti sejenak karena mendengar suara ponsel yang berdering di atas meja. Itu ponselnya Baekhyun.
Baekhyun mengambil ponsel tersebut dan nama 'Suster Kim' yang tertera di layar ponselnya. Baekhyun menggeser icon berwarna hijau dan menempelkan ponselnya di telinganya.
"Ya, Suster Kim?"
[Anda sedang berada di mana, Dokter Byun?]
"Saya masih berada di rumah, ada apa?"
[Pasien bernama Jessica kembali berbuat aneh, ia mengunci kamarnya dari dalam. Saya harap anda akan segera ke rumah sakit secepatnya.]
Baekhyun menatap Chanyeol dan Jiwon secara bergantian. Kini ia merasa bingung sekarang karena ia tidak ingin menghancurkan kebahagiaan mereka tapi ia juga harus datang ke rumah sakit karena pasien yang bernama Jessica itu memang sulit di kendalikan jika bukan dengan dirinya. Tapi saat ini masih menjabat sebagai seorang Dokter itu tandanya pioritasnya kini adalah pasiennya. Baekhyun membuang napasnya sebelum kembali berbicara pada Suster Kim.
"Baiklah, saya akan segera ke sana secepatnya."
[Ya, Dok.]
Sambungan itu terputus dan Baekhyun benar – benar melihat raut wajah kecewa yang di tampilkan Chanyeol maupun Jiwon.
"Maafkan papa, tapi papa harus ke rumah sakit sekarang." Ujar Baekhyun yang juga menampilkan wajah sendunya. Jiwon sudah mengeluarkan air matanya. "Jadi papa tidak ikut?"
Baekhyun hanya bisa mengangguk. Mau bagaimana lagi? Menjadi seorang Dokter adalah cita – citanya dan kini saat cita – citanya telah terwujud ia harus bisa mempertahankannya.
"Baiklah, tanpa papa tidak apa – apa kan, Jiwonnie?" Kini Chanyeol menatap sang anak dan menghapus air mata yang mengalir di wajah Jiwon. Si kecil yang sebenarnya menginginkan sang papa ikut hanya bisa mengangguk pasrah.
Chanyeol yang sudah mendapatkan jawabannya kembali wajahnya beralih pada Baekhyun yang masih terdiam menatap Jiwon dengan perasaan tak enak. "Tunggu apa lagi, Baek? Bersiaplah. Pasienmu sudah menunggu kan?"
"Maafkan papa. Papa janji minggu depan kita akan berlibur bersama. Jiwonnie jangan bersedih ya?" Baekhyun menghampiri Jiwon dan menangkup wajah kecilnya dengan kedua tangannya. Jiwon yang mencoba mengerti hanya bisa mengangguk.
Baekhyun mengecup dahi Jiwon dengan sayang. "Papa sayang Jiwonnie."
"Papa tidak sayang dengan ayah?"
Itu bukan suara kecil Jiwon tapi suara berat itu milik Chanyeol yang juga memasang wajah sedihnya. Sejujurnya ia berharap akan di cium juga seperti Jiwon. Baekhyun tersenyum geli kemudian menangkup wajah Chanyeol dan mengecup dahi Chanyeol dengan sayang.
"Papa juga sayang dengan ayah."
"Ayah juga sayang dengan papa dan juga Jiwonnie."
"Jiwonnie juga sayang dengan papa dan ayah!"
Mereka memandang satu sama lain kemudian tertawa secara bersamaan tak lupa adegan mari-berpelukan seperti milik Teletubies.
.
.
Baekhyun telah tiba di rumah sakit tiga puluh menit kemudian karena agak sedikit mengalami kemacetan di jalan. Ia di sambut oleh Suster Kim yang sudah menunggunya di lobby.
"Apa pasien bernama Jessica itu sudah di tangani?" Tanya Baekhyun sambil berjalan masuk ke dalam rumah sakit dengan Suster Kim yang mengikutinya di belakang Baekhyun. Suster Kim menggeleng pelan di belakang Baekhyun. "Belum, Dok. Pasien itu mengunci kamarnya dari dalam."
Langkah Baekhyun terhenti begitu pun dengan Suster Kim kemudian Baekhyun berbalik menatap Suster Kim dengan tatapan bingung. "Bagaimana bisa?"
Suster Kim mendesah pelan. "Saya tidak tahu bagaimana bisa terjadi. Bahkan ketika Dokter Oh dan Dokter Kim mendobraknya tetap pintu itu tidak bergerak sama sekali." Suster Kim mengambil jeda sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya. "Hanya Dokter Byun lah yang dapat mengatasinya."
Baekhyun mengangguk – anggukan kepalanya mengerti kemudian kembali kakinya melangkah menuju ruangannya. "Apa di dalam kamar Jessica ada benda tajam?" Tanya Baekhyun kembali dan Suster Kim menggeleng cepat. "Sepertinya tidak ada."
Langkah Baekhyun terhenti kembali ketika ia telah tiba di depan ruangannya dan menatap Suster Kim dengan serius. "Sekarang kau kembalilah ke kamar Jessica. Aku akan segera menyusul." Suster Kim mengangguk patuh dan melangkahkan kakinya menuju kamar dimana Jessica berada.
Baekhyun memasukan beberapa digit angka pada alat pengaman di samping pintu ruangannya. Setelah berhasil ia masuk ke dalam ruangannya. Dengan segera ia mengambil jas putih kebanggannya dan memakainya yang pas berada di tubuhnya.
Ia berjalan menghampiri meja kerjanya yang berantakan dengan kertas – kertas yang berisikan beberapa laporan perkembangan pasiennya. ia tak sempat membereskannya kemarin karena rengekan Jiwon yang menyuruhnya agar segera pulang.
Suara ketukan pintu mengintrupsinya. Baekhyun berjalan menuju pintu dan membukakannya. Seseorang dengan berwajah datar lah yang mengetuk pintu ruangannya. Dia Oh Sehun mantan Kekasih Baekhyun dulu saat SMA dan mereka tidak menyangka akan bertemu kembali di rumah sakit ini.
"Ada apa?" Tanya Baekhyun to the point pada Sehun.
"Kau yang menangani pasien bernama Jessica Jung?" Baekhyun mengangguk cepat dan Sehun menggeser tubuhnya beberapa centi meter dan terlihatlah seorang pria asing di hadapannya.
"Dia adalah Tuan Kwon. Suami Jessica Jung." Jelas Sehun memperkenalkan seseorang di sampingnya. "Dan ini adalah Dokter Byun yang menangani istri anda." Baekhyun tersenyum kecil dan menunduk sebentar pada pria yang Sehun sebut sebagai Tuan Kwon.
"Silahkan masuk ke ruangan saya. Sebelumnya bisakah kau mengecek keadaan Jessica-ssi? Aku baru saja tiba dan harus berbincang sebentar dengan suaminya. Maaf merepotkan dan terima kasih Dokter Oh." Sehun mengangguk mengerti. Baekhyun tersenyum ke arah Sehun dan mempersilahkan Tuan Kwon memasuki ruangannya setelah Sehun pergi dari sana.
"Maaf, ruangan saya sedikit berantakan. Silahkan duduk." Tuan Kwon hanya tersenyum memaklumi keadaan. Kemudian ia duduk setelah Baekhyun menempati kursinya.
Baekhyun memasang kacamata berbingkai lebar itu terlebih dahulu kemudian mencari – cari map yang berisikan data – data dan juga hasil laporan dari Jessica Jung namun kegiatannya tersebut terhenti ketika sebuah suara berat mengintrupsinya.
"Bisakah Jessica saya bawa pulang saja?"
"Maaf?"
"Saya ingin membawa Jessica pulang. Saya ingin menebus kesalahan saya. Bagaimana pun juga Jessica seperti ini karena saya." Tuan Kwon menundukan kepalanya. Baekhyun bisa merasa jika Tuan Kwon mengatakannya dengan perasaan menyesal. Baekhyun tersenyum kecil pada Tuan Kwon kemudian membenarkan letak kacamatanya.
"Ya, saya mengerti namun di dalam prosedur kami, hanya pasien yang di nyatakan telah sembuhlah yang di perbolehkan di bawa pulang karena bagaimana pun Jessica masih dalam keadaan depresi berat hingga saat ini." Baekhyun menatap suami Jessica yang masih tertunduk. Jessica telah menjadi pasiennya sejak tiga bulan yang lalu. Jessica di bawa ke rumah sakit ini oleh ibunya karena saat ini Jessica mengalami depresi berat. Wanita itu lebih suka terdiam namun bisa sewaktu – waktu ia melakukan hal yang ekstrem seperti ingin melompat dari atap rumah sakit – yang entah bagaimana ia bisa sampai disana – dan yang terakhir adalah saat ini ketika ia tiba – tiba saja mengunci kamarnya dari dalam.
"Lalu, apa yang harus saya lakukan?" Tanya Tuan Kwon mengangkat kepalanya dan menatap Baekhyun dengan tatapan penuh harap. Baekhyun memundurkan tubuhnya sedikit agar bisa bersadar pada kursinya dan sebuah ide melintas di kepalanya.
"Penyebab terjadinya depresi pada Jessica adalah anda dan mungkin saja anda juga bisa menjadi obat penyembuh bagi Jessica."
"Apa itu bisa? Bagaimana caranya? Ini adalah pertama kalinya saya menjenguk istri saya dan saya takut istri saya menolak kehadiran saya."
Kepala Baekhyun manggut – manggut menyetujui pendapat pria yang berada di hadapannya namun senyum cerah nampak di wajahnya. "Kau memang benar. Tapi kita belum mencobanya dan berusaha'kan?"
Tuan kwon mengangguk kepalanya setuju. "Jika anda benar – benar menyesali perbuatan anda pada istri anda, tunjukanlah dan berusahalah agar istri anda bisa sembuh dan memaafkan anda."
"Ya, terima kasih atas sarannya, Dokter Byun."
"Apa kau ingin melihat keadaan istri anda sekarang?"
"Ya saya sangat ingin melihat."
Baekhyun tersenyum kemudian mempersilahkan Tuan Kwon keluar terlebih dahulu. Mereka berjalan menuju kamar inap Jessica. Di depan kamar inap Jessica ada Suster Kim dengan wajah paniknya dan Juga Sehun yang wajahnya selalu datar ketika sedang panik sekalipun.
"Kalian belum berhasil?" Tanya Baekhyun. Hanya Suster Kim menggeleng dan sebenarnya Sehun terlalu malas untuk menjawab pertanyaan Baekhyun yang retoris.
Baekhyun mengambil selangkah lebih maju di depan pintu kamar Jessica. Ia mulai mengetuk pintu berwarna putih itu dengan perlahan. "Jessica, ini aku Baekhyun. Bisakah aku masuk?"
Beberapa detik berlalu tidak ada jawaban. Baekhyun menghelakan napasnya dan mencoba mengetuknya sekali lagi namun sebuah suara yang begitu lembut dan juga lemah mengalun indah di telinganya membuatnya mengurungkan niat Baekhyun untuk mengetuk pintunya.
"Baekhyun." Mendengar suara itu Baekhyun tersenyum kecil. "Ya ini aku, Baekhyun. Bisakah aku masuk ke dalam."
"Hanya Baekhyun saja yang boleh masuk."
"Ya, hanya aku yang akan masuk."
.
.
Baekhyun mendudukan dan menyandarkan tubuh lelahnya di atas kursinya kemudian melepas kacamata yang membingkai mata sipit dan menaruhnya di atas meja kerjanya. ini sudah hampir enam jam Baekhyun berkutat dengan pasien – pasiennya hingga melupakan makan siangnya. Sudah menjadi tradisinya semenjak menjadi Dokter, Baekhyun selalu terlambat makan siang.
Ia tersentak karena sebuah deringan dari ponselnya yang berada di saku jas putihnya. Baekhyun tersenyum ketika nama Chanyeol terpampang jelas di layar ponselnya. Bukan untuk meneleponnya melainkan untuk video-call. Baekhyun menggeser ikon berwarna hijau dan menghadapkan wajahnya di depan ponselnya.
Layarnya berubah menampilkan wajah ceria Chanyeol dan juga Jiwon yang sedang di pangku oleh Chanyeol dan itu membuat Baekhyun tak bisa menahan senyumnya. Seketika rasa lelahnya hilang begitu saja.
"Halo papa!" Sapa mereka dengan semangat seraya melambai – lambaikan tangannya di depan ponselnya. Baekhyun terkekeh pelan melihatnya.
Baekhyun pun ikut melambaikan tangannya. "Halo juga Jiwonnie, Ayah. Bagaimana liburan kalian? Papa benar – benar iri karena tak bisa bergabung dengan kalian." Baekhyun menampilkan wajah sedihnya.
"Menyenangkan Papa! Tapi tak ada Papa di sini seperti ada yang kurang." Wajah Jiwon berubah sendu dan Baekhyun tersenyum kecil.
"Papa sudah berjanji minggu depan, Jiwonnie. Kita akan berlibur bersama."
"Ya Papa sudah berjanji dan harus di tepati."
"Papa akan menepatinya, sayang. Oh ya kalian sedang apa sekarang?"
"Menemani Jiwonnie makan es krim. Ia sangat bersemangat sekali tadi dan sekarang ia kelelahan." Suara berat Chanyeol yang menjawab. Jiwon mengambil sesendok es krim coklatnya dan menyodorkannya pada layar ponsel Chanyeol seolah akan menyuapi Baekhyun.
"Papa mau?"
"Iya, Papa sangat mau." Baekhyun mengeluarkan wajah memelasnya dengan membuka mulutnya dan itu membuat Jiwon memasukan sesendok es krim tadi ke dalam mulutnya. "Kenapa di masukan ke mulut Jiwonnie? Padahal tadi Jiwonnie yang menawarkannya pada Papa." Protes Baekhyun memajukan beberapa centi bibirnya membuat Chanyeol dan Jiwon menjadi gemas melihatnya.
Suara ketukan dan suara pintu terbuka mengintrupsi Baekhyun. Wajahnya menjadi datar ketika ia sudah mengetahui siapa yang dengan seenak jidatnya masuk ke dalam ruangannya. Pria itu berjalan menuju meja kerja Baekhyun.
"Kau sudah makan siang, Baek?" Baekhyun mengalihkan matanya ke layar ponselnya kembali ketika ia mendengar suara Chanyeol menanyainya. Jiwon sedang sibuk dengan es krimnya dan kini hanya wajah Chanyeol lah yang terlihat.
"Belum."
"Kebiasaanmu tidak pernah hilang, sayang."
Baekhyun hanya bisa menyengir. Kemudian ia kembali menyadari jika ada seseorang juga yang berada di ruangannya. "Chan, aku harus kembali bekerja dan aku tidak akan melupakan makan siangku. Hati – hati saat perjalanan pulang nanti, sampai jumpa di rumah."
"Baiklah, sampai jumpa di rumah."
Layar ponsel Baekhyun berubah dan tak ada lagi wajah tampan Chanyeol. Ia memasukan ponselnya ke dalam saku jasnya kemudian matanya beralih pada pria yang di hadapannya kini.
"Ada apa, Sehun-ah?"
"Ayo makan siang bersama." Ajaknya dan sedetik kemudian Baekhyun menggangguk setuju.
Pria mungil itu bangkit dan keluar dari ruangannya dan berjalan bersama Sehun menuju kantin khusus pegawai di rumah sakit. Baekhyun maupun Sehun mengambil jatah makan siangnya meskipun saat ini sudah pukul tiga sore.
"Menu hari ini sepertinya enak." Komentar Baekhyun ketika mereka telah mendapatkan tempat duduk bersama Sehun di sebrangnya. Sehun hanya berdehem sebagai jawaban setujunya. Meskipun Baekhyun maupun Sehun adalah mantan kekasih saat SMA dulu tak menutup kemungkinan jika saat ini bisa berteman akrab seperti saat ini. Sehun adalah pria yang irit segalanya, dalam hal ekspresi, bicara maupun uang dan Baekhyun tidak tahu kenapa bisa ia berpacaran dengan Oh Sehun dulu.
Acara makan siang Baekhyun sedikit terganggu ketika mendapatkan ponselnya kembali berdering. Bukan Chanyeol yang menelponnya melainkan kakak kandungnya. Ia menaruh ponselnya di telinganya.
"Halo?"
[Baekhyun!]
"Ada apa hyung?"
[Kau dimana sekarang?]
"Di rumah sakit tentu saja. Kenapa?"
[Lebih spesifik.]
"Di kantin khusus pegawai."
Baekhyun menatap bingung layar ponselnya ketika sang kakak tiba – tiba saja memutus sambungan teleponnya tanpa memberitahu ada prihal apa dengan kakaknya. Sehun menatap Baekhyun seolah menanyakan ada apa sedangkan yang di tatap malah mengangkat bahunya sedetik. Baekhyun memasukan kembali ponselnya ke dalam saku jasnya dan melanjutkan makannya.
Ia memasukan daging dan juga nasi ke dalam mulutnya menikmati lezatnya makanan di dalam mulutnya sampai akhirnya seseorang menepuk bahunya. Baekhyun menoleh dan mendapati seseorang yang tak asing di sampingnya.
"H-hyung?" Baekhyun menatap tak percaya orang di sampingnya. Ia menaruh sendok di samping tempat makannya.
"Hai Baekhyun." Pria di samping Baekhyun melambaikan tangannya dan tersenyum sangat manis.
"Setahuku tidak ada yang bisa masuk kecuali para pegawai."
Luhan – Kakak Baekhyun – mendelik tak suka ke arah Sehun. Sedari dulu Luhan memang tidak menyukai manusia tanpa ekspresi seperti Oh Sehun. Ia pun tak percaya bagaimana adik kesayangannya bisa berpacaran dengan Sehun saat SMA. Baekhyun tersenyum kecil ketika sang kakak yang memang tak pernah akur dengan Sehun.
Sehun tidak memperdulikan tatapan tajam yang di berikan Luhan. Ia melanjutkan makan siangnya dengan tenang.
"Aku tidak menyangka kau akan pulang hari ini, Hyung. Apa kau dari bandara langsung ke sini?" Tanya Baekhyun mengalihkan pandangan Luhan seraya menatap tas dan koper yang berada di samping Luhan.
"Aku sengaja membuat kejutan kecil seperti ini. Kau bisa lihat sendiri, Baekhyun-ah. Aku ingin bertemu dengan mu terlebih dahulu."
"Bilang saja belum menemukan tempat tinggal."
Mata rusa itu kembali mendelik tajam ke arah Sehun. Pria itu sudah lama tidak berjumpa dan sepertinya kemampuan mulut tajamnya semakin hebat. Tapi apa yang di katakan Sehun memang ada benarnya juga, ia belum memiliki tempat tinggal. Ia tidak ingin tingal bersama Baekhyun bukannya tidak ingin melainkan tidak ingin mengganggu keharmonisan keluarga kecil Baekhyun.
"Tidak usah perdulikan aku lanjutkan saja reunian kalian." Masih dengan mode tenang Sehun mengatakannya.
Luhan menghelakan napasnya dan menatap Baekhyun serius. "Aku benar – benar tidak tahu bagaimana kau bisa mempunyai hubungan dulu bersama orang aneh bermulut tajam seperti dia." Keluh Luhan dan Baekhyun hanya tersenyum kikuk karena ia juga tidak tahu mengapa.
"Kau selesai jam berapa, Baek?"
"Masih ada tiga jam lagi Hyung." Baekhyun menatap Luhan dengan perasaan tak enak lalu pandangannya menuju Sehun. "Sehun-ah kau selesai sebentar lagi kan?"
Pergerakan sumpit Sehun terhenti kemudian menatap Baekhyun dengan datar. "Kau tidak bermaksud menyuruhku untuk menemani rusa itu kan?" Tanya Sehun sambil menunjuk Luhan dengan sumpitnya.
Rahang Luhan mengeras. "Memangnya siapa juga yang ingin di temani kulkas?!" Sahut Luhan tak terima atas perkataan Sehun. Baekhyun menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Itu memang rencananya sih.
Luhan menatap Baekhyun kembali. "Aku akan menunggumu di kafe di sebrang rumah sakit saja. Aku benar – benar tak sudi jika harus di temani oleh manusia kulkas seperti dia." Luhan meraih gagang kopernya.
"Memangnya siapa yang sudi yang menemanimu, rusa?" Dahi Sehun berkerut menatap Luhan. Sebelum perang dunia ketiga terjadi maka Baekhyun segera menarik Luhan untuk keluar dari kantin.
"Kalian benar – benar tidak berubah meskipun sudah hampir tujuh tahun tak bertemu." Baekhyun memijat dahinya yang berkedut karena pertengkaran Luhan dan Sehun. Sang kakak berbeda dua tahun itu melipat kedua tangannya di depan dada.
"Salahkan saja si kulkas itu yang selalu memancing emosiku."
Baekhyun mendesah pasrah. "Baiklah. Hyung tunggu di kafe saja, aku ingin melanjutkan makan siangku dan kembali bekerja."
"Eh, apa Jiwonnie ada di rumah?"
"Sayangnya ia sedang bersenang – senang dengan Chanyeol."
"Berarti feelingku untuk menemuimu terlebih dahulu adalah yang tepat. Baiklah, aku akan menunggumu di sana."
Luhan menarik kopernya keluar dari rumah sakit. Baekhyun membuang napasnya lega ketika punggung Luhan sudah tak terlihat. Ia melangkahkan kakinya kembali masuk ke kanti dan menghampiri meja Sehun.
"Kakakmu sudah pergi?" Tanya Sehun dan di balas Baekhyun dengan pukulan ringan kepala sendok di dahi Sehun.
"Kenapa kau memukulku?" Sehun mengerang tak terima atas perbuatan Baekhyunyang tiba – tiba.
"Aku heran, kenapa kalian masih bisa bertengkar padahal kalian baru saja bertemu kembali." Baekhyun menyuapkan nasi dan dagingnya kembali. Sehun yang mendengarnya hanya mengangkat kedua ujungnya satu milimeter.
.
.
Baekhyun membuka pintu apartermennya dengan perlahan. Pandangan matanya teralih pada rak sepatu untuk memastikan jika Chanyeol dan Jiwon sudah pulang atau belum lalu bibir tipis itu tersenyum menyadari suara pekikan dari anaknya yang memanggil dirinya.
"Papa!" Seru Jiwon dengan semangat menghampiri Baekhyun dan memintanya untuk di gendong.
Dengan senang hati Baekhyun menggendong tubuh mungil Jiwon. Punggung Baekhyun tertubruk pintu ketika pintu yang tepat berada di belakangnya kini terdorong kedepan.
"Baekhyun-ah, aku juga ingin masuk." Gerutu Luhan yang masih tertinggal di luar. Baekhyun terkekeh kecil. "Maaf hyung, ayo silahkan masuk." Baekhyun memajukan beberapa langkah agar Luhan beserta kopernya dapat masuk ke dalam.
Wajah bingung Jiwon tergantikan wajah senang tak percaya ketika Luhan sudah masuk ke dalam apartermennya. "Paman Lulu!" Pekiknya hingga membuat Baekhyun menjauhkan sedikit tubuhnya.
"Wah, Jiwonnie sudah besar sekarang." Komentar Luhan ketika melihat Jiwon yang berada di gendongan Baekhyun sambil mengusap kepala mungil Jiwon dan anak kecil itu hanya bisa menyengir kepada sang paman.
"Oh, Luhan hyung!" suara berat Chanyeol membuat tiga manusia itu menoleh pada sumber suara. Luhan yang merasa terpanggil hanya tersenyum pada Chanyeol. "Kapan kau datang? Kenapa tak mengajak Luhan hyung masuk, Baek?"
Baekhyun mendengus kecil. "Tolong bantu Luhan hyung membawa kopernya, Chanyeol-ah." Chanyeol yang mengerti menghampiri koper Luhan namun pria bermata rusa itu menahan pergerakan adik iparnya.
"Tak usah repot – repot, Chanyeol-ah. Aku bisa sendiri."
Chanyeol menggeleng pelan. "Kau adalah tamu disini, hyung. Ini adalah tugas tuan rumah." Perkataan Chanyeol membuat Luhan terkekeh pelan. "Baiklah – baiklah tuan rumah."
Mereka masuk ke dalam ruang tengah. Baekhyun mendudukan Jiwon di atas sofa dan Luhan pun ikut terduduk di atas sofa. "Papa ingin mandi sebentar." Tau Jiwon akan protes, Baekhyun lebih dahulu memberitahunya dan pergi ke kamarnya untuk mandi.
Chanyeol menaruh koper Luhan di kamar tamu dan kaki panjangnya berjalan melangkah menuju dapur untuk membuat minuman untuk Luhan. Hanya membutuhkan waktu lima menit dan Chanyeol kembali berhadapan dengan Luhan seraya membawa secangkir lemon tea hangat kesukaan Luhan, ia memang sudah mengetahui kesukaan kakak iparnya sejak dulu.
"Kapan Hyung tiba di Korea? Kenapa tidak minta jemput?" Tanya Chanyeol ikut duduk di sofa dan memangku tubuh mungil Jiwon. Setelah menggumamkan terima kasih, Luhan menyeruputnya dengan perlahan lemon tea yang telah Chanyeol sajikan untuknya.
"Sore ini. Aku sengaja untuk memberi kalian kejutan." Jawab Luhan dengan tenang pada adik iparnya dan tersenyum pada Jiwon yang tertidur di pangkuan Chanyeol.
"Bagaimana pekerjaanmu di China?"
Luhan menjadi gugup dan menaruh Chinaware itu di atas meja kemudian menatap adik iparnya kembali. "Kau tahu? Untuk menjadi sutradara yang hebat benar – benar melelahkan. Aku ingin sejenak berlibur disini. Atau sebaiknya aku menetap di negara ini." Luhan mengakhiri kalimatnya dengan lirihan. Sejujurnya ia masih bingung untuk memutuskan ia hanya berlibur atau kembali menetap di Korea.
"Kau ada masalah hyung?" Luhan menggeleng cepat. "Tidak ada. Aku hanya butuh liburan." Luhan mengakhirinya dengan senyuman agar adik iparnya tidak khawatir dan berhenti bertanya yang macam – macam. "Oh ya, aku minta izin untuk menginap di sini sampai aku menemukan tempat tinggalku sendiri."
Chanyeol menautkan kedua alisnya. "Kenapa tidak tinggal di sini bersama kami?"
"Aku hanya tidak ingin merepotkan kalian. Aku sudah berbicara dengan Baekhyun tadi dan ia sudah menyetujuinya."
Mendengar jawaban sang kakak ipar, Chanyeol hanya bisa menggangguk. Tak berselang lama Baekhyun keluar dari kamar dengan kaos polo berwarna putih dan juga celana pendek selutut. Rambutnya masih setengah basah yang menandakan ia baru selesai mandi.
"Kalian sudah makan malam?" Tanya Chanyeol. Ia bangkit dan menggendong Jiwon seperti anak koala. Baekhyun menggeleng pelan. "Belum, kau dan Jiwonnie sudah makan?"
"Kami sudah makan. Tadi kami membeli ayam goreng karena Jiwonnie yang minta."
"Jangan membiasakan Jiwonnie makan makanan cepat saji, Yoda."
"Sesekali tidak apa – apa, Baek."
"Um, Kalian sudah bertengkarnya? Aku lapar."
Chanyeol maupun Baekhyun terkekeh pelan mendengar suara Luhan yang merengek. Jika saja tak ingat umur Luhan sekarang Baekhyun maupun Chanyeol pasti sudah gemas mencubitinya.
"Baiklah, kalian makan malam saja aku harus meniduri pangeran kecil dulu."
Baekhyun menarik kakak kandungnya ke dalam dapur sedangkan Chanyeol mengantarkan Jiwon hingga ke ranjangnya.
.
.
TBC
Cuap cuap ga jelas:
Hai, update cerita baru loh. tadinya pengen di bikin oneshot eh kepanjangan wkwk cerita ini kalo ga twoshot/threeshot/fourshot/fiveshot *gitu ae terus -" cerita ini emang udah lama di ketiknya waktu masih duduk dibangku sekolah*cielah dan cast utamanya bukan chanbaek melainkan kyumin u,u my kaporit otp jadi pas ngetik baekhyun keingetan sungmin mulu T.T
What if? masih dalam proses editing soalnya kemaren yg chap 4 banyak typonya T.T Typo itu sejenis panu atau gimana sih? pasti ada aja yang nyangkut wkwk
DELETE/NEXT?
Silahkan review,
Bogor, 26/7/16 09:05
