"Seorang pemuda berusia sembilan belas tahun tewas setelah terjun dari lantai sepuluh Universitas Tokyo.

Pemuda yang diketahui bernama Akashi Tetsuya, putra bungsu dari pemilik Akashi corp ini diduga melakukan aksi bunuh diri lantaran stress dan—"

.


.

Another Side: Reaction

Side Story for 'From You to You'

Kuroko no Basuke milik Fujimaki Tadatoshi-sensei

Cerita ini barulah milik saya ^^

.


.

Akashi Seijuuro memandang jengkel pada televisi yang sejak kemarin memberitahukan tentang berita yang sama—Tentang adiknya yang melakukan aksi bunuh diri.

Hei, tidak taukah kalian bahwa sekarang ia dan keluarganya sedang dalam masa berkabung?

Adiknya baru saja meninggal dunia tiga hari yang lalu.

Tidakkah para media berfikir untuk berhenti memberitakan hal yang sudah lewat? Seijuuro ingin sekali membakar kantor berita yang memberitakan hal tersebut.

Tidak punya otak.

Tidak usah diulang. Seijuuro sudah tau. Bodoh.

Kematian adiknya membuat kelima Akashi bersaudara terpukul, khususnya Seijuuro.

Shintarou yang terus mengurung diri selama tiga hari ini tanpa makan dan keluar dari kamarnya.

Atsushi yang mogok makan dan menjadi orang yang mudah tersinggung dan sering mengamuk.

Ryouta yang terus menangis dikamarnya, tak perduli siang atau malam.

Dan Daiki—yang menghilang di siang hari kemudian pulang di malam hari dengan keadaan mabuk.

Melihat keadaan adik-adiknya yang seperti itu hanya membuat Seijuuro semakin tertekan.

Ini semua salahnya, salahnya yang gagal mengurus adik-adiknya, salahnya yang tidak becus mengatasi masalah diantara mereka, salahnya yang membiarkan jarak diantara mereka semakin melebar.

Ini salahnya. Murni salahnya. Sebagai kakak yang paling tua.

Seijuuro sudah tau, Tetsuya pasti tertekan dengan keadaan yang seperti ini. Ia pasti sudah memendamnya sampai merasa tidak kuat lagi dan berakhir seperti ini.

"Hukum aku, Tuhan. Aku sudah gagal menjadi kakak yang baik bagi mereka.. Kaa-san, Tou-san, maafkan Seijuuro yang tidak berguna ini." Dipojok ruang kerjanya yang gelap, Akashi Seijuuro terduduk frustasi. Tangannya memeluk erat bingkai foto yang disana terdapat foto dirinya bersama kelima saudaranya dan juga kedua orangtuanya, mereka semua tersenyum bahagia. berbeda dengan sekarang.

.

.

.

Hari itu tepat pukul 13.05 siang hari, Seijuuro masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya dikantor. Ia sedang bersiap-siap, sepuluh menit lagi ada meeting penting dengan klien luar negeri. Tentunya Seijuuro harus menyiapkan segalanya secara matang agar ia berhasil membujuk kliennya agar mau bekerjasama dengan Perusahaannya.

Kemudian ponselnya berdering. Seijuuro yang sedang memasukan sejumlah berkas-berkas penting melirik sekilas kearah ponselnya yang bergetar diatas meja kerjanya.

Lampu ponselnya berkedap-kedip, menunjukan tulisan—

'Shintarou calling'

Tidak biasanya adiknya, Akashi Shintarou, menghubunginya disaat sibuk seperti ini. Mungkin ini hal penting.

Mengambil ponselnya kemudian mengangkatnya, Seijuuro menempatkan ponselnya ditelinganya yang kemudian diapit oleh lehernya, sementara kedua tangannya masih bergerak memasukan berkas-berkas ke tas kantornya.

"Ada apa, Shintarou? Kau tau ini jam sibukku, kan?"

Seijuuro menjawab datar. Berkas-berkasnya sudah beres. Seijuuro mengambil kacamata yang tergeletak diatas meja kerjanya kemudian memakainya. Melihat jam, sekarang sudah pukul 13.09. Seijuuro mengambil tas kantornya, bersiap-siap keluar.

"Hei, Seijuuro.. "

Suara Shintarou terdengar bergetar. Seijuuro yang baru saja ingin memutar gagang pintu ruangannya seketika terhenti

Ada yang salah.

"Tetsuya.."

Seijuuro memasang telinga baik-baik,

"Tetsuya meninggal."

Dunia Seijuuro seakan berhenti berputar.

"bunuh diri—lompat.. atap universitas.."

Suara Shintaro terdengar patah-patah, kemudian Seijuuro dapat mendengar isakan pelan dari ponselnya.

Tas ditangan Seijuuro jatuh, disusul oleh ponselnya yang entah mengapa terlepas dari pegangannya.

Sekarang, dunia Seijuuro benar-benar berhenti berputar.

.

.

.

Tubuh Tetsuya sekarang berada di unit forensik rumah sakit 'Akashi's Hospital'.

Shintarou yang menanganinya langsung. Menangani tubuh adiknya yang anggotanya sudah terpisah.

Sungguh, Shintarou tidak kuat, dibalik maskernya ia ingin berteriak, menjerit, menangis.

Bayangkan, siapa yang tidak shock ketika tiba-tiba kau sedang bekerja di rumah sakit kemudian mendapat berita kalau adikmu meninggal karna bunuh diri.

Dan sekarang ia harus menangani tubuh adiknya yang terpisah seperti ini.

Bagaimana tidak terpisah, terjatuh dari gedung lantai sepuluh.

Sumpah demi apapun yang ada didunia ini, Shintarou bahkan hampir mati berdiri ketika tubuh adiknya yang kini tak berbentuk dan berlumuran darah berjalan melewatinya saat memasuki rumah sakit tadi.

Setelah selesai, Shintaro keluar ruangan, berusaha menghubungi saudaranya yang lain—dimulai dari Seijuuro.

Tangannya bergetar ketika menunggu panggilannya diangkat, kemudian terdengar jawaban yang terkesan buru-buru.

"Ada apa, Shintarou? Kau tau ini jam sibukku kan?"

Sesibuk apa kau, Seijuuro? Apakah kau akan terus melanjutkan urusanmu setelah mendengar berita ini?

Tetsuya mati.

Adik kesayangan kita mati, dengan kondisi yang mengenaskan, Seijuuro.

Shintarou berusaha mengumpulkan suaranya,

"Tetsuya.."

Walaupun sedikit bergetar.

"Tetsuya meninggal."

"bunuh diri—lompat.. atap universitas.."

Shintarou tidak bisa menyelesaikan kalimatnya dengan baik, tubuhnya terasa lemas seketika, kemudian jatuh terduduk. Shintarou menutup mulutnya, berusaha menutupi suara isakan keras yang memaksa keluar dari mulutnya.

.

.

.

Saat itu, Ryouta barusaja selesai memiloti pesawat penerbangan Prancis-Jepang.

Ia barusaja turun dari pesawat. Kemudian buru-buru menghidupkan ponselnya.

Mengecek, siapa tau ada fans atau penguntit yang biasa menghubunginya atau mengiriminya pesan yang aneh-aneh.

Walaupun Ryouta sudah berhenti dari pekerjaan modelnya, fans-fansnya masih saja mengejarnya. Tidak heran, karena tampang Ryouta yang seperti ABG tujuh belas tahunan, walaupun sebenarnya usianya sudah dua puluh tujuh tahun.

Tapi yang ada hanya satu sms dari Shintarou, kakak keduanya.

Tidak biasanya kakaknya yang tsundere ini mengiriminya pesan. Merasa senang karena sedikit diperhatikan, Ryouta membuka pesan tersebut dengan wajah yang berseri-seri.

From : Shintaroucchi!

To : Ryouta

Subject: Pulang sekarang

Tetsuya meninggal. Bunuh diri. Pulang secepatnya

Hanya tiga kalimat, yang sukses membuat senyum diwajah Ryouta lenyap begitu saja.

Ini bohong kan?

Tetsuyacchi-nya tidak mungkin mati kan?

Shintaro pasti berbohong. Kakaknya memang senang sekali mengerjai dirinya ini.

Kemudian Ryouta tertawa,

Tertawa keras sekali, membuat perhatian beberapa orang tertuju padanya.

Disela tawanya, ada sungai kecil yang diam-diam mengalir dipipinya.

Kemudian tawa tersebut berubah menjadi tangisan frustasi. Ryouta terduduk sambil meremas kepalanya sendiri.

Orang-orang yang mulai khawatir segera menghampirinya, tapi Ryouta tidak perduli. Ia hanya menangis, dan menangis.

.

.

.

Toko Atsushi sedang ramai hari ini, tentu saja. Tapi ini lebih ramai lagi dari hari biasanya.

Atsushi bahkan sampai angkat tangan memasak didapur bersama para karyawannya, padahal biasanya ia hanya mengawasi keadaan toko kuenya.

Atsushi sedang mengocok adonan kue, kemudian ponsel disaku celananya bergetar, ada yang menghubunginya.

Ia mengabaikannya, tidak tahu apa kalau ia sedang sibuk? Tokonya sedang ramai.

Paling-paling hanya orang iseng. Tidak mungkin salah satu saudaranya yang menghubunginya, mereka kan sangat sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

Atsushi juga, makanya ia mengabaikannya.

Ponselnya terus bergetar sampai beberapa kali, tapi Atsushi tetap mengabaikannya. Sibuk mengocok adonan, memanggang, menghias, dan lain sebagainya.

Setelah tokonya mulai sepi, Atsushi mengecek ponselnya.

Lima panggilan tidak terjawab dan satu pesan belum dibaca.

Semuanya dari Shintarou

"Heh? tumben sekali.." Atsushi menggumam malas.

Dibukanya pesan dari Shintarou

Kemudian ekspresi datar diwajah Atsushi lenyap, matanya membulat sempurna, tangannya yang memegang ponsel bergetar hebat membuat ponsel tersebut terjatuh.

Mendadak tidak bisa berkata apa-apa. mulutnya hanya bisa terbuka tertutup kemudian terbuka, begitu seterusnya.

Ada sesuatu yang mengalir dari pipinya, semakin lama semakin deras.

"ARGGGHHHHHHH..."

PRANG!

Dapat terdengar suara piring, mangkuk, dan sejumlah peralatan dapur jatuh lalu pecah.

Atsushi berteriak histeris, seperti orang kesetanan, mengacak-acak apa yang ada dihadapannya. membuat sejumlah karyawan disekitarnya kaget dan langsung menahannya dan berusaha menenangkan.

Tapi Atsushi tetap mengamuk.

Tidak mungkin..

Tidak mungkin adiknya meninggal, kan?

Baru tadi pagi Atsushi berpapasan dengan adiknya dirumah sebelum mereka berangkat bekerja dan kuliah, kemudian bertegur sapa dan salam.

Jadi ini arti kata-katamu tadi pagi, Tetsu-chin?

"Atsushi-niisan, Tetsuya pergi dulu. Ittekimasu.."

"Ya, hati-hati, Tetsu-chin."

.

.

.

Pertandingan basket baru saja selesai.

Pertandingan antara timnas Jepang melawan timnas XXX.

Tentu saja Jepang menang telak, mengingat banyak pemain yang luar biasa hebatnya di tim ini. Tapi yang lebih hebat lagi adalah yang melatih mereka, Akashi Daiki.

Bagaimanapun, pelatih yang hebat pasti akan membuat pemain yang ia latih juga hebat, tapi tidak akan pernah menyaingi pelatih itu sendiri.

Akashi Daiki, selama hidupnya tidak pernah sekalipun meleset memasukkan bola ke ring basket. Mau dalam gaya apapun, atau asal melemparpun, bola itu pasti selalu masuk.

Court basket sudah sepi. Pertandingan selesai. Para pemain dan penonton sudah pulang. Jadi Daiki memutuskan untuk bermain basket sebentar, sendirian.

Ada earphone yang terpasang ditelinganya. Sambil mendengar musik, Daiki bermain basket.

Aneh bukan? Daiki tidak perduli.

Yang penting ia nyaman.

Kemudian dapat terdengar suara bola yang menabrak ring basket keras. Bola tersebut terlempar jauh.

Baru kali ini lemparan Daiki meleset.

Kemudian tubuhnya mematung. Bukan karena bola yang tidak masuk—

Sebelumnya, ditengah-tengah permainan, ada yang menghubunginya. Daiki mengangkatnya. Menyambungkannya lewat earphonenya sambil bermain basket.

Tambah aneh bukan? Memang. Tapi bukan ini masalahnya.

Masalahnya adalah apa yang dikatakan orang yang meneleponnya barusan, Seijuuro, membuat jantung Daiki seakan-akan mendadak berhenti.

"Cepatlah pulang, Daiki. Kita harus segera mengurus pemakaman Tetsuya."

.


.

FIN

.


.

Kebuat~

Abaikan jika kurang masuk akal, karena ini hanya side story dari 'From you to You' :'v

Untuk lebih jelasnya dan kelanjutan ceritanya, bisa baca ceritanya langsung, cek profil ^^

Chapter satu sudah update, silahkan dicek :)

Jangan lupa tinggalkan jejak~