Chapter: 1/2
Starring: Huang Zitao, Wu Yi Fan, Park Chanyeol, Oh Sehun
Pairing: KrisTao, ChanTao, HunTao
Rating: M
Disclaimer: I have a great power upon my fanfic and this story undeniably mine to post and edit. You have no rights to copy and change the storyline under any circumstance. I choose to ignore their real age gaps or hometown and create my own timeline. Yes, I'm that kind of people. Deal with it.
Warning: Highschool AU. MxM. Defenseless!Tao. Porn without plot.
This story contains GAY THINGS. Man and man copulate. You've been warned. No bashing.
.
.
Denting suara kunci beradu antara kuningan dan peraknya stainless steel menggema di koridor yang cukup sunyi. Derap langkah menggebu menyusul tak ada yang menggubris di tengah sunyinya sekolah yang telah usai sejak setengah jam yang lalu sejak dentang lonceng terdengar nyaring membebaskan jiwa-jiwa muda berlarian ke dunia luas. Melepaskan kungkungan pelajaran yang dianggap mereka sebagai siksaan dan tekanan batin yang saban kali terlalu menuntut, melemahkan semangat mereka untuk menjalani tugas demi tugas, ujian demi ujian yang sekiranya akan berguna di masa depan.
Sekolah sebagai tempat anak bertumbuh-kembang mencoba meniti langkah memahami luasnya dunia dengan berbagai bidang penuh variasi untuk mencukupi hidup mereka sampai akhir hayat. Rumah kedua dengan orang tua berupa guru dan saudara berupa teman satu bangku, satu ekstra kurikuler dan mungkin terkadang semuanya itu bisa melewati batasnya. Menjalin kisah awal yang masih hijau dan mungkin akan melukiskan jejak di kemudian hari. Entah itu keceriaan maupun kesedihan, kebanggaan maupun aib. Sebagai seorang yang harus melewati fase paling sakral itu, para anak yang perlahan menjejaki masa dewasa itu harus selalu melakukan pilihan.
Bebeberapa orang siswa terlihat menghuni salah satu ruangan yang terkenal eksklusif tanpa ada orang yang bisa sembarangan melewati pintunya apalagi menempatinya barang sepuluh menit tanpa ada izin yang pasti. Di sana tampaknya telah terjadi sesuatu yang menarik jika ditilik dari wajah-wajah yang menjadi pemirsa yang jumlahnya hanya tiga orang tersebut. Senyum dikulum, alis terangkat, jemari mereka saling menekan tombol kecil berwarna silver layaknya remote control di tangan mereka yang terlihat menyandar santai di atas meja kayu oak berpelitur.
"J-jadi..." suara sekretaris itu terputus dengan isakannya sendiri. Parau didengar, hangat disentuh, menggoda jika dilihat. "Un... untuk pengumpulan dana dari penjuala—ahh!" ia berhenti, menggigit bibirnya dengan wajah menahan tangis. Tangannya bergetar memegangi lembaran proposal kegiatan tahunan yang diselenggarakan sekolah berupa perlombaan tiap ekstra kurikuler yang ada. Hal itu meliputi basket, tenis, sepakbola, wushu, cheerleader, hingga tari tradisional dan English club.
"Lanjutkan," sebuah suara bernada dingin membuatnya berusaha menahan getaran dan mengabaikan tenggorokannya yang tercekat. Sakit, tapi mata setajam elang tersebut memaksanya dengan kilatan berbahaya yang menuntutnya membacakan kata demi kata yang tertera di masing-masing proposal yang sudah disediakan di hadapan mereka.
Tubuhnya memanas dengan perasaan sakit dan tersiksa yang membuncah semakin lama semakin kuat. "Untuk rekapitulasi datanya—aah!" Kaki jenjangnya yang terbalut celana hitam seragam sekolah tak kuat menopangnya lagi. Ia resmi jatuh terjerembap dengan proposal yang terlempar, jilidannya rusak terobek. "Hen-hentikan..." pintanya lirih mengisak memeluk tubuhnya sendiri. Meremat pinggang ramping bersimbah peluh yang menjadi selubung tipis tubuhnya kini, rambut hitam legamnya sudah berantakan dan sebagian menempel di wajahnya yang merah padam. Malu, takut, menahan sesuatu yang dipicu untuk keluar.
"Baiklah, hentikan." Dengan titah itu dua orang yang lain menghentikan pergerakan tangan mereka dan sang pemberi perintah beranjak dari tempat duduknya. Ia bertelut, meraih surai hitam sehalus sutra milik sang pemuda yang tergeletak tak berdaya dengan air mata yang mengalir di pipinya, belah bibir merah delimanya terbuka mengimbangi deru nafasnya.
Remaja berambut pirang gelap itu bertanya dengan nada kejam, mengangkatnya hanya bertumpu pada dagu runcing itu, membuat remaja yang pasrah itu berusaha menyangga tubuhnya sendiri dengan kedua tangannya yang terasa lunglai tak bertenaga. "Kau tahu apa salahmu?" kedua pasang mata lainnya memandanginya dengan tatapan penuh minat.
Mengangguk lemah, bibirnya membuka mengeluarkan suara sengaunya yang dilapisi nada memohon kental dengan ketakutan. "Iya... maafkan aku," ucapnya. Matanya terlihat sembap, sorotnya terlihat memelas mengiba mencoba memancing sedikit rasa welas asihnya.
"Ucapkan dengan jelas apa kesalahanmu." Kedua remaja lainnya tetap mengunci mulut mereka hingga sang korban mengeluarkan suara yang kerap kali merdu terdengar di ruangan ini hingga serak berteriak dan mengerang.
"Aku terlalu dekat dengan Wang Darren." Genggaman di dagunya mengerat. "Aku harusnya sadar jika aku hanyalah milik student council." Genggaman itu dilepas menyebabkannya terayun lemas sebelum sepasang lengan kekar menangkapnya dan mengarahkannya kepada satu-satunya ranjang yang tersedia di ruangan tersebut sebagai tempat beristirahat jika sekiranya para anggota kelelahan akan kegiatan yang menuntut. Kebijakan kepala sekolah yang berkali-kali dirutuki oleh remaja yang kini terayun-ayun di dalam dekapan sang wakil ketua dengan dada bidang dan senyum lebar yang menghiasi wajah tampannya.
"Tao-ya, apa yang kau inginkan?" tanya suara berat itu tepat di sebelah telinganya ketika ia sudah resmi terbaring di atas sprei katun yang lembut samar wangi mawar. Remaja berambut kecokelatan itu mengusap pipinya yang basah, tangannya yang mampir di pinggangnya enggan untuk pergi dan kian kuat mengusap dan melepaskan kemeja putihnya dari balik celana hitamnya.
Remaja yang dipanggil Tao itu menggeleng kuat, tapi begitu melihat mata keemasan yang menatapnya tak setuju, ia meneguk ludahnya pahit. Jemari lentik itu menggulung, menyentuh bibirnya sendiri yang memerah dan basah. "Ci-cium aku, Chanyeol-ge," tatapannya sendu, memelas berkaca-kaca.
Pemuda yang berada di atasnya itu tersenyum miring, ia memperpendek jarak bibir mereka. Sebagaimana prediksinya, bibir tipis menyerupai cupid bow itu dilumat kasar, tangan besar milik Chanyeol meremat bagian bawahnya dengan kasar sementara tangan lainnya memegangi wajahnya kuat, menekannya, menahannya dengan segala daya. Tao sudah kehilangan asanya saat merasakan ikat pinggang kulitnya dikendurkan kemudian dibuang sembarangan. Ia berusaha meronta tapi pemuda yang lebih tua setahun di atasnya itu makin mendesakkan lidahnya, menggigit bibir bawahnya keras hingga ia mengaduh dan membuka mulut membiarkannya melesak masuk.
Ujung matanya dapat menangkap pergerakan sang bendahara dengan surai pucatnya yang selalu mencolok di tengah murid-murid bagaikan kekurangan melamin. Sang bendahara menatapnya sembari menekan tombol remote yang ia pegang menimbulkan pergerakan benda yang bersarang di tubuh bagian bawahnya bergetar dengan skala yang mengerikan. Mengerang kesakitan, ia bergerak melebarkan kakinya secara refleks memberikan kesempatan bagi Chanyeol untuk menjalankan tangan besarnya ke bagian depan celananya yang menggembung kemudian menjalari bagian selangkangannya yang telah basah akan cairan precum.
"Sehun," suara berat itu memperingati membuat yang dipanggil berdecak kesal.
"Tapi hyung," protesnya tak digubris oleh sang pemuda yang dipanggil kakak tersebut.
Pemuda yang menjadi pimpinan semua murid itu kini mendekati ranjang dan menarik tubuh pemuda yang tergolek lemas di pangkuannya. "Kau perlu diberi pelajaran. Aku akan membuatmu mencapai orgasme hingga lebih dari lima kali." Horor merambati pikirannya terpampang jelas baik di mimik wajah maupun matanya yang sering terlihat tajam dengan segala ketegasan dan keteguhan yang selalu berhasil runtuh jika sudah melangkah masuk ke ruangan ini.
Matanya sayu memandangi Chanyeol yang sudah berhenti menciuminya sekarang menurunkan wajah hingga ke pahanya, dengan cepat membuka resleting dan melepaskan celananya yang lembap menggesek tak nyaman. Tao ingin mendorong pemuda itu tapi tangan kirinya sudah ditahan oleh sang ketua yang menciumnya dengan penuh nafsu dan dalam sementara tangan lainnya dipegangi oleh Sehun yang entah sejak kapan membuka buah bajunya, menyisakan kemejanya terbuka tanpa tautan apapun. Mempertontonkan dadanya yang membusung dengan pucuknya yang cokelat kemerahan menegang sempurna terkena angin dingin dari air conditioner yang tak mampu menghalau rasa panas seakan ingin meledak dari dalam tubuhnya.
"Kris, di mana kondomnya?" Chanyeol melontarkan pertanyaan selagi Sehun sibuk menekuk kaki Tao dan menaruhnya di atas pundaknya selagi ia menyesap nipple yang mencuat memanggilnya tersebut. Remaja itu meninggalkan posnya yang dengan senang hati diisi oleh Sehun yang semangat memainkan jemari panjangnya di mulut liang milik satu-satunya remaja berambut hitam yang menjerit tertahan ciuman kasar pemuda berambut pirang gelap.
Yang dipanggil Kris itu melepaskan ciumannya setelah puas mengobok-ngobok isi mulut Tao dengan lidahnya yang semerah strawberry, menjilati bibir pemuda itu, ia berujar, "Kamar mandi, aku lupa menaruhnya di nakas." Kemudian melanjutkan meraup bibir manis tersebut dengan brutal menggigit, menyesap, hingga bibir kecil itu membengkak dan terlihat darah di sudutnya.
Tangan Tao bergerak lemah mendorong dada Kris untuk memberinya kesempatan bernafas, ia berusaha menutup kedua pahanya yang kini dicengkram erat oleh Sehun yang menjilati perut ratanya lamat-lamat. "A-aah!" Tao mengerang saat sang ketua melepaskan ciumannya, ia meringis, menggigit bibir bawahnya sendiri supaya tak menangis saat tangan hangat Kris meremas dadanya. "Sakit, hentikan," pintanya sembari memukul bagian leher remaja yang menjadi tempatnya bersandar tersebut.
"Aku ma-mau..." Kakinya mengejang merasakan jejak lidah milik Sehun mampir ke perutnya, membuat tanda merah di sana. Hingga perlahan turun menyesapi ujung kejantanannya yang menegang akibat vibrator dengan bentuk telur hingga dua buah yang masih bersarang dalam liangnya sementara bentuk cincin yang melingkari dasarnya, menyentuh testikelnya yang keras berisikan sperma yang siap dimuntahkan kapan saja.
Kris mencubit nipple-nya, menyesap dan menggigit leher mulus itu sementara tangan lainnya mengelus bokong membulat sempurna itu. "Kau mau apa, kitten?" bisiknya dengan suara yang dalam sebelum menggigit telinga itu pelan.
Memegangi surai pirang pucat di bawahnya, pemuda itu merasakan lonjakan dengan Sehun yang masih setia melarikan lidah mahirnya di sana, melumurinya dengan saliva dan sesekali menggigitinya. "Ke-keluar... nyahh..." erangnya dengan punggung yang melengkung membentuk bulat sabit. Manhood-nya mengeluarkan cairan semen yang cukup banyak dan semuanya ditelan oleh sang bendahara yang kini menyeringai.
Tanpa tedeng aling-aling ia menabrakkan bibirnya ke bibir Tao dan memaksakan lidahnya untuk menyalurkan rasa semen itu kepada sang empunya. Kris hanya terkekeh sembari mengusap paha sintal yang mulus itu, memijatnya pelan selagi tangan lainnya mengeluarkan vibrator itu dari tubuh sang sekretaris secara perlahan.
"Let's party, guys." Suara bass milik Chanyeol mengusik kegiatan mereka yang menyunggingkan seringai yang sama. Dengan sebotol lube di tangan dan beberapa bungkus kondom yang ia lemparkan hingga berserak di headboard membuat mereka bersorak girang. Kris menurunkan Tao dari pangkuannya dan membiarkannya jatuh ke atas queen size bed dengan hanya berbalut kemeja putihnya yang lecek, tak terkancing dan basah baik oleh keringat, air mata maupun terciprat spermanya sendiri. Boxer hitam ketatnya sudah dilucuti oleh Sehun sejak tadi dan sepasang mata bertirai bulu mata panjang itu melebar melihat ketiga pemuda itu merangsek maju dengan tangan yang menjamahinya.
.
.
.
Saya pencinta seme x Tao. Bagi yang mempertanyakan kenapa saya ngga pernah update itu karena saya udah pindah ke wattpad, ffn sangat susah untuk diakses. Wattpad saya 13AnnAnnnn, semua fic sudah saya update di sana dan ada fic baru juga. Kemungkinan minggu ini akan mengeluarkan KrisTao PwP fic. Saya juga akan ikut event #CagarBudayaKT di ffn, doakan semoga akun saya ngga rewel ya, saya lelah. :")
