My Last Song For You
Chapter 1
Maaf kan aku...
Aku ingin bertemu denganmu...
Tolong...kumohon berikan aku kesempatan sekali lagi...
Aku ingin bersama Akashi!
Terdengar suara isak tangis yang menyayat hati siapa saja yang mendengarnya. Suara tangis dari orang-orang yang di sayanginya tidak membuat nya terbangun dari tidurnya yang panjang. Seperti sesosok putri tidur yang menunggu seorang pangeran untuk membangunkannya, akan tetapi berapa kalipun pangeran itu akan menciumnya, putri itu tidak akan pernah bangun kembali.
Terdengar alunan musik yang sangat lembut seperti menari-nari di udara dari dalam ruang musik kedap suara itu, dari jari-jari lentiknya dengan lincah menekan tuts-tuts piano yang terasa agak keras namun ia bisa memainkannya dengan muda dan menghasilkan suara yang indah. Sedu nan lembut, Ballade No.1 in G minor, Op. 23 adalah lagu kesukaan Shiganori Arisa seorang siswi yang baru saja duduk dikelas 2 khusus mempelajari piano dari Teiko Music Gakuen. Ia sangat menyukai bagaimana setiap nada dari musik ini seperti mengambarkan perasaannya senang, sedih dan amarah musik ini seperti menyatukan semuanya. Ditemani seseorang yang sangat ia cintai, menjadi pelatih sekaligus patnernya setiap memainkan lagu ini. Arisa sangat suka bagaimana dia memainkan lagu ini dengan biolanya. Jika mereka memainkan lagu ini secara berpasangan suara dari kedua alat musik yang mereka mainkan sangat berpadu seperti musik mereka juga saling mencintai. Orang itu adalah Akashi Seijuurou, seorang siswa dengan tahun yang sama tetapi dengan pelajaran khusus yang berbeda, ia mempelajari biola sekaligus belajar menjadi seorang konduktor dari ayahnya yang menjalani profesi tersebut.
Setelah menyelesaikan latihan mereka pada hari ini Akashi yang membantu Arisa berlatih untuk lomba yang akan Arisa ikuti, Akashi membereskan tumpukan kertas-kertas partitur dan buku-buku musik yang bertembaran di atas piano Arisa. Arisa yang duduk terdiam didepan piano tersebut sesekali menekan satu nada yang sama berulang-ulang. Akashi diam-diam meliriknya dengan mata ruby-nya yang tajam namun memiliki kehangatan didalamnya.
"Cukup disini latihanya, sebentar lagi gerbang sekolah akan ditutup." Akashi membawa kertas partitur dan buku itu kembali ke dalam lemari yang tidak jauh dari posisi piano itu berada.
"Nee...Akashi-kun, Jika aku tidak bisa sebagus dirimu nanti, tolong maafkan aku." Kata Arisa dengan nada yang lemah dan kepala yang tertunduk. Mendengar perkataan Arisa seperti itu, Akashi segera meletakan kertas dan buku tersebut lalu menatapnya dengan heran.
"Apa yang kamu katakan, tentu saja kamu bisa...apa seseorang membicarakan dirimu?" Akashi berjalan kembali ke depan piano tersebut.
"Tidak...tidak ada." Arisa mengelengkan kepalanya dua kali. "...semua orang di sekolah ini baik semua, aku bersyukur bisa masuk sekolah ini...sampai akhirpun aku senang." Kembali ia menundukan kepalanya lebih dalam hingga tidak terlihat lagi wajahnya karena tertutup rambut hitam Arisa yang pendek sebahu.
"Apa kamu baik-baik saja?" Akashi mendekat ke Arisa, menyingkirkan rambut Arisa yang menutupi wajahnya. "...wajahmu sangat pucat."
Arisa menepis tangan Akashi hingga membuat Akashi kaget dengan sikap Arisa yang tidak biasa seperti itu.
"Maaf...tapi aku baik-baik saja, tenang saja." Arisa menadahkan kepalanya dan lalu melihat Akashi dengan wajah keheranannya. Akashi benar-benar bingung dengan sikap Arisa seperti ini, biasanya dia sangat ceria dan banyak tersenyum. Tapi sekarang yang Akashi lihat wajah Arisa seperti orang yang kesakitan dan sedih. Akashi berpikir ini sangat aneh dan tidak biasa, membuatnya menebak-nebak apa yang sedang Arisa pikirkan hingga membuatnya menampakan wajah seperti itu dihadapannya.
"Baiklah, jangan memaksakan diri hari ini. Istirahat dengan cepatlah malam ini." Sampai akhir Akashi tidak bisa menebak apa yang sedang Arisa pikirkan. Ia lalu melihat Arisa tersenyum pahit dihadapannya dan seperti agak dipaksakan.
"Ternyata Akashi-kun memang sangat baiknya..."
"Hah!? Apa yang kamu katakan." Akashi agak terkejut mendengarnya dari mulut Arisa. Padahal bukan kali pertama Akashi di katakan baik oleh orang, banyak orang disekitarnya mengatakan bahwa dia baik tetapi Akashi biasa saja karena ia menganggap apa yang dilakukannya itu hal biasa. Akan tetapi ketika Arisa yang mengatakan itu, ia menjadi merasa aneh karena ia merasa perasaan yang lain ketika Arisa mengatakan itu.
"Akashi-kun aku ingin bertanya sesuatu kepadamu..."
"Bertanya apa?"
"Jika aku menghilang dari hadapanmu, apa yang akan kamu lakukan?" pertanyaan tersebut sentak membuat Akashi keheranan dan semakin yakin ada sesuatu dari Arisa ini yang disembunyikan.
"Pertanyaanmu aneh sekali Arisa."
"Sudah cepatlah jawab..." Arisa menatap kearah Akashi seperti menyuruhnya untuk cepat menjawab pertanyaannya.
"Jika kamu menghilang tentu saja itu akan menyakitiku, lebih sakit daripada kepergian ibuku." Akashi menjawab dengan cepat, "...karena itu berarti kedua kalinya aku di tinggal oleh orang yang ku sayangi." Dari mata Akashi tidak ada kebohongan sama sekali, ia serius mengatakan itu kepada Arisa.
"Sebegitu sakitnya kah?...aku jadi benar-benar sedih." Kata Arisa terdengar sedih, ia kembali menundukan kepalanya.
"Arisa, ada apa dengamu? Memang kamu mau pergi kemana? Aku tidak akan mengizinkamu meninggalkanku." Ucap Akashi meninggikan suaranya karena ia benar-benar penasaran apa yang terjadi dengan Arisa sekarang ini. Walau Akashi terlihat marah, Arisa malah tertawa menghadapinya.
"...Maaf-maaf, pertanyaan ku memang aneh. hanya saja, aku merasa terlalu bahagia karena bisa bersamamu aku jadi penasaran...namun, juga terlalu sedih untuk meninggalkanmu..." Arisa memelankan suaranya ketika mengucapkan kalimat terakhirnya, dan lalu kembali duduk tegak dan melihat kearah Akashi. "Oleh karena itu aku selalu menunggu mu disini."
"Aku tidak akan meninggalkanmu sampai kapanpun, dan kamu juga tidak akan menigngalkanku selamanya." Akashi menjadi sedikit emosi. "Aku juga akan selalu datang ke ruangan ini untuk bertemu denganmu."
Ketika mendengar ucapan Akashi yang serius seperti itu membuat Arisa tiba-tiba menitikan air matanya dan perlahan membasahi kedua bila matanya. "Terima kasih...Akashi-kun terimakasih. Aku benar-benar...bersyukur bisa bertemu denganmu...aku sungguh bahagia."
Arisa berusaha menghapus air matanya yang tak henti-hentinya membasahi wajahnya. Sampai Arisa merasakan kehangatan tangan seseorang yang juga membantunya menghapus air matanya.
"Kamu pasti lelah, kamu telah berusaha hari ini. Istirahatlah. Jangan pikirkan hal lain. Tenang saja selamanya aku akan selalu bersamamu." Akashi tidak tahan melihat orang yang disanyanginya menanggis seperti itu, ia langsung memeluknya berusaha untuk menenangkannya dan membuatnya berhenti menanggis. Dadanya terasa sangat sakit jika melihat Arisa menanggis seperti itu.
"Maafkan aku Akashi-kun...maafkan aku...aku juga akan selalu bersamamu." Arisa membalas pelukan kekasihnya. Arisa ingin waktu berhenti sekarang juga perasaan sakit di dadanya membuatnya tidak bisa berhenti menanggis. Semakin Arisa menanggis Akashi semakin mengeratkan pelukannya seakan ia tidak akan membiarkan Arisa pergi kemana-mana. Dalam hati mereka berdua mereka berdoa untuk selalu disatukan seperti ini, mereka tidak ingin dipisahkan oleh apapun. Begitu juga untuk kematian.
To Be Continued...
