Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto. This fict by Kaze Ka-Zumi.

Warning : AU, OOC, School life, typo yang tak bisa dihindari, dan semua yang anda temukan didalamnya.

Rated : T dan T+ untuk amannya.

Genre : Romance/Drama/Friendship.

.

^^Happy reading Minna ^^

.


Chapter 1: Key and Cookies


Sora High School, 02.47 pm.

Langkah pelan terdengar berirama di lorong sunyi di sebuah sekolah ternama. Seorang gadis berjalan tenang, tanpa menghiraukan sekeliling yang sudah sepi. Tangan kanannya memegang sebuah buku berisi cerita fiksi yang ia pinjam di perpustakaan sekolahnya, sedangkan tangan kirinya memegang sebatang coklat yang tinggal separuh. Terkadang ia tertawa atau tersenyum kecil saat membaca buku itu. Terlalu menghanyati isi buku tersebut.

Sesampainya ia di tangga menuju lantai dasar sekolah. Mata emerald beningnya memandang tangga tanpa lampu itu lalu berjalan dengan hati-hati.

Tap, tap, tap

Telinganya mendengar langkah cepat seseorang datang dari belakang menuju ke arahnya, ia membalik badan ke arah sumber suara. Belum sempat badannya membalik dengan sempurna, bahunya tertabrak seseorang yang ia pun tak tahu. Badannya seketika terjungkal ke belakang.

Pikirannya melayang, membayangkan bagaimana ia akan jatuh mengenaskan dengan darah segar keluar dari kepala soft pink-nya, terguling dari ketinggian sekitar lima meter. Dan kemungkinan akan mati sebelum ia dibawa menuju rumah sakit terdekat.

Grepp

Sebuah tangan kekar menahannya jatuh, digantikan oleh menjatuhkan kedua barang yang ia bawa di kedua tangannya. Seseorang itu menarik tangan gadis itu, mendekap tubuh mungil gadis itu di pelukan hangatnya.

Gadis itu segera membuka matanya, berusaha melihat orang yang menolongnya. Dengan cara mendongakkan kepala merah mudanya ke atas. Mata onyx sendu dan rambut raven, terlihat jelas di mata indahnya.

"Uchi-ha," gadis itu terbata-bata setelah melihat siapa yang menolongnya. Reflek ia menjauh dari pemilik badan yang ia panggil Uchiha itu.

"Kau tak apa, Haruno?" Uchiha itu bertanya, memincingkan mata onyx menusuknya kepada gadis di depannya. Haruno Sakura, gadis itu menggangguk lemas.

"Arigatou Uchiha-san, karena sudah menolongku." Sakura membungkukkan badannya lalu memungut barang-barangnya yang jatuh di tangga. Buku, penanya yang tadinya berada di saku rok rempelnya dan juga coklat yang sudah tak layak makan. Saat barang terakhir ia dapatkan, ia kembali membungkuk dan bergumam 'Terima kasih' kepada sang Uchiha yang bernama Sasuke itu.

Sasuke menaikkan sedikit sudut bibirnya, tersenyum akan kelakuan aneh Sakura.

Yang ia tahu, Sakura hanyalah gadis biasa seperti kebanyakan gadis lainnya. Pintar dan kebiasaanya yang selalu pergi ke perpustakaan saat pulang sekolah. Tapi satu hal yang berbeda dari Sakura, ia tidak pernah berteriak di depan gerbang sekolah hanya untuk berkoar meneriaki nama Sasuke, atau memperhatikan gerak-gerik tingkah Sasuke saat pelajaran berlangsung, ataupun berusaha menarik perhatiaan Sasuke dengan berdandan berlebihan. Sakura tidak pernah melakukan itu, dan Sasuke menyukai orang yang sepeti itu.

Bisa dibilang, Sasuke adalah salah seorang siswa yang terkenal di kalangan siswi di sekolah, wajahnya yang di atas rata-rata, tubuhnya yang atletis dan pandangan datar serta tatapan menusuknya. Membuatnya terkenal di seentero sekolah. Prestasinya di bidang akademik dan non-akademik menambah point plus di diri pemuda bermarga Uchiha itu. Hal itulah yang menjadikan sebagian siswa di sekolah itu iri akan dirinya. Dan itulah hal yang Sasuke benci, selalu menjadi pusat perhatian oleh semua orang.

Kakinya, ia arahkan kembali untuk berjalan, melewati tangga gelap itu.

Kriekk

Tak sengaja ia menginjak sebuah benda. Ia mundur satu langkah ke belakang. Menjongkokkan badannya, melihat apa yang baru saja ia injak. Tiba-tiba dahinya menyerngit.

"Sebuah kunci?" Kunci itu ia angkat ke atas, diperhatikan motifnya. Sulur-sulur menjerat kunci itu dengan susunan tak beraturan dan berwarna keemasan. Tapi Sasuke tak menghiraukannya, langsung saja kunci itu dimasukkan ke saku kanan seragamnya. Mata onyx-nya kembali menatap ke depan memerhatikan jalan.

.

Sora High School, 09.18 am.

Sakura terus berputar-putar mengelilingi setiap sudut sekolah. Matanya tak kunjung teralihkan dari lantai keramik sekolah itu. Lima belas menit sudah ia mencari benda logam pembuka gembok bukunya, tapi sampai sekarang belum juga ketemu. Ditambah lagi benda yang merupakan kunci itu berukuran kecil. Mempersulit dirinya untuk mencari benda tersebut. Ia merelakan waktu istirahatnya, membuangnya sia-sia untuk mencari benda itu. Tapi sepertinya dewi fortuna belum berpihak kepadanya hari ini.

Karena lelah, akhirnya ia memutuskan untuk menuju ke kelasnya, di lantai 2.

"Sudah ketemu Sakura." Sakura menggeleng setelah ia duduk di bangkunya yang berada di belakang. Yamanaka Ino, gadis itu menatap cemas Sakura. Melihat peluh dan napas Sakura yang begitu berat sudah bisa menandakan jika ia lelah. "Kalau boleh, sepulang sekolah nanti aku ingin membantumu mencarinya."

"Arigatou, Ino. Tapi apa tidak apa-apa? Bukannya nanti kau latihan cheers?"

"Tidak apa-apa, latihanku sekitar jam 3-an kok." Senyuman kecil terpatri di wajah Ino. Mendengar itu Sakura kembali bersemangat, dipeluknya Ino dari tempatnya duduk. Pelukan singkat itu berakhir di saat lonceng tanda istirahat sekolah berbunyi.

.

Class XI-3, 02.35 pm.

"Jadi kemarin kau kemana saja? lalu kau lewat jalan mana? Terus bertemu dengan siapa saja? bagaimana kalau kuncimu terlempar, maksudku tak lagi di tempatnya? Atau mungkin ada orang yang mengambilnya bagaimana?" Serentet pertanyaan meluncur dari bibir tipis Ino. Sakura tersenyum kecil, ia mengambil note di atas meja. Membuka beberapa lembar halaman di note itu. Kemudian note itu, ia serahkan kepada Ino.

"Aku sudah menulis semua rute yang kemarin aku lewati. Tinggal membagi rute itu menjadi dua. Dan kemungkinan kunci itu diambil sepertinya sangat kecil" Ino mengangguk, dengan mata yang tetap fokus membaca sederat tulisan rapi Sakura, membacanya dengan detail. Sedikit membuatnya bingung karena ada beberapa tempat yang sering Sakura kunjungi. Seperti atap sekolah, kelas, toilet dan kantin.

"Ya sudah, ayo kita mulai." Mereka pun berpencar mencari kunci itu. Sakura bagian lantai 3 dan atap sekolah. Sedangkan Ino lantai 1 dan 2. Tertutupnya pintu geser kelas yang mereka tempati, mengawali pencarian mereka. Sakura mengarahkan kaki jenjangnya ke lantai 3, dengan setengah berlari ia menaiki anak tangga panjang sekolah terkenal itu. Napas berat menghentikkannya berjalan saat sampai di anak tangga terakhir. Diaturnya napas sesaknya.

Oksigen masuk melalui mulut kecilnya. Sedikit melegakan paru-parunya yang menurutnya kering. Setelah rasanya cukup, ia kembali berjalan. Kali ini dengan langkah biasa. Seperti saat istirahat, ia mencari kunci itu disetiap sudut ruangan yang kemarin sempat ia datangi.

Dua puluh menit berlalu, ia selesai menyusuri seluruh ruangan, tapi ia belum juga menemukan kunci kecil itu.

Peluh di dahi lebarnya ia usap dengan kertas tisu. Badannya sudah lelah berlari kesana-kemari seperti setrika untuk mencarinya. Berulangkali ia harus duduk tersungkur di lantai untuk mengistirahatkan badannya yang lelah dan mengisi kembali udara yang sempat tersendat.

Drrrttt

Getaran dari ponselnya menjalar melalu rok sakunya. Sakunya ia rogoh, di keluarkannya ponsel flip metal gray-nya.

"Moshi-moshi,"

"Moshi-moshi Sakura. Gomen ne, sepertinya aku tidak bisa membantumu. Tiba-tiba latihanku diajukan, dan aku harus segera ke aula." Suara Ino begitu keras keluar dari ponselnya disertai musik yang amat berirama cepat, membuatnya harus menjauh beberapa senti dari benda itu, mencegah telinganya tuli mendadak.

"Eh, tak apa. Aku bisa mengatasinya sendiri. Terima kasih atas bantuannya Ino."

"Eem, tidak masalah. Aku sudah mencarinya di lantai 2, tapi tetap saja tak ada kuncimu disana. Kau tinggal mencarinya di lantai 1, mungkin saja ada." Sakura kembali menghela napas. 'Heh. Aku harus turun lagi.'

"Baiklah, jaa nee." Tombol merah yang berarti mengakhiri panggilan ia tekan. Padahal Ino belum sempat membalas salamnya. Ponsel metalic-nya kembali ia taruh di saku rok kanannya. Ia berdiri dari posisinya yang semula duduk. Terbesit di kepalanya ingin kembali mencari kunci itu. Tapi ia berpikir itu akan sia-sia karena tadi saat istirahat lantai itulah yang pertama ia telusuri. "Lebih baik aku ke atap saja." ucapnya pelan.

.

Semilir angin menerbangkan beberapa helai rambut Sakura. Bola mata emerald-nya memandang langit biru tanpa awan di atasnya. Langit begitu cerah, tanpa awan hitam kelabu. Burung-burung terbang cepat, membentuk huruf V seperti ingin bermigrasi. Membayangkan terbang bebas seperti burung-burung itu bukankah menyenangkan. Sayang sekali ia tak bisa terbang.

Jemari Sakura meraih sebuah buku di dalam tas selempang sekolahnya. Buku setebal kamus bahasa itu dipandangnya sendu. Aura putus asa mengelilingi tubuhnya. Hanya seperempat dari buku itu yang baru ia baca dan selebihnya dia belum sempat membacanya karena sibuk.

Buku itu, buku buatan ibunya yang sudah tak ada dan hanya ada satu di dunia. Sakura merasa dirinya tak becus merawat buku itu. Kecerobohannya membuat kunci pembuka gembok bukunya hilang entah kemana.

Kriek

Suara pintu memecahkan lamunannya, ia menoleh ke arah pintu. Menemukan seorang pemuda menatapnya bingung. Mata jadenya melebar, sedikit terkejut akan seorang yang datang itu.

"Sedang apa kau di sini, Haruno?" tanya pemuda itu sembari berjalan pelan ke arah Sakura. Jas hitam sekolahnya dia letakkan di bahunya, dan dasi sekolahnya yang semula kencang ia kendorkan sedikit. Membuat kharisma didirinya bertambah bersinar. Semburan merah sedikit menjalar di pipi ramun Sakura, memperlihatkan bahwa ia sedikit salah tingkah di depan pemuda berambut raven itu karena perilaku Sasuke yang sedikit membuatnya terkejut untuk kedua kalinya.

Sakura kembali memutar tubuhnya ke arah semula. "Tak ada, lalu Uchiha-san sendiri sedang apa di sini?" Tas yang sedari tadi di tenteng Sasuke, ia senderkan di dinding tembok pembatas. Kemudian, ia mengambil posisi bersebelahan dengan Sakura.

"Hanya menghabiskan waktu senggangku." Dagu putihnya, ia topang dengan tangan kanan. Tanpa sadar, Sakura memandang Sasuke. Ia memandang Sasuke dengan pandangan memuji. 'Terlihat sangat menawan kalau dari dekat,' gumamnya kecil. Gumaman yang bervolume kecil itu ternyata mampu di dengar oleh pemuda di sampingnya. Tapi Sasuke hanya diam -dengan seringai kecil yang tak bisa dilihat Sakura-, malah lebih memilih menatap gumpalan awan yang seperti permen kapas berjalan di sekelilingnya. "Apa kau kehilangan sesuatu?" Pertanyaan Sasuke sontak membuat Sakura sedikit terkejut.

"Darimana kau tau?"

"Apa itu penting?" Ia mengubah arah tubuhnya, memandang wajah Sakura dari samping. 'Berbeda' batinnya.

"Mungkin… tidak." Mata jadenya menutup. Diiringi kepalanya yang menunduk lesu.

"Pinjamkan bukumu padaku!" perintah Sasuke. Sakura menyerahkan bukunya. Perasaan sedikit tidak rela menghantuinya, ia memang orang yang tak mudah mempercayai orang lain. Dan itulah mengapa Sakura hanya mempunyai sedikit teman di sekolah ini.

Buku itu, Sasuke bolak-balik mencari sesuatu yang ia pikir bisa di temukan di buku itu. Setelah menemukannya, ia mengeluarkan kunci yang kemarin ia temukan di tangga sekolah, mencobanya pada gembok yang merupakan benda yang ia cari.

Ceklek.

Gembok kecil itu terbuka. Beribu-ribu abjad terpampang rapi di lembar buku itu. Air muka Sakura juga berubah. Senyum simetris tersungging indah di wajah putihnya. Matanya menyipit setelah tadi tertutup karena sedih. Ia merebut dengan sopan buku itu dari tangan Sasuke.

Sasuke hanya tersenyum, lalu memasukkan tangannya ke saku celana sekolahnya.

"Arigatou Sasu- err maksudku Uchiha-san." Kesenangan Sakura menjadikannya melayang, sampai-sampai ia salah –yang sebenarnya benar- menyebut nama Sasuke. Ya, ia merasa belum pantas memanggil Sasuke dengan nama kecilnya. Rona merah menghiasi wajahnya.

" Panggil aku Sasuke, dan ini." Sebuah bungkusan di keluarkan dari saku celana Sasuke. Ia menyerahkan bungkusan mungil itu untuk Sakura. Alis Sakura terangkat.

"Chocolate cookies?"

"Untuk mengganti coklatmu yang kemarin." Sasuke berkata santai.

"Tapi coklatku yang kemarinkan itu tinggal sedikit, lebih baik ini untuk Sasuke saja," tolak Sakura halus. Dirinya merasa tidak enak akan Sasuke yang sudah menemukan kuncinya yang hilang dan sekarang Sasuke malah memberikannya kue untuk mengganti coklat yang kemarin padahal itu bukan salahnya. Ini dirasanya terlalu berlebihan.

"Aku sudah terlanjur membelinya, lagipula aku tak terlalu suka manis." Satu lagi yang ia ketahui tentang Sasuke. Tidak suka manis, tidak sepenuhnya memang tapi sepertinya memang agak menjauhi rasa itu.

Sakura memutar otaknya. Bagaimana ia bisa mengembalikan atau setidaknya tidak memakan semua kue itu? Bungkusan itu cukup besar untuk ukuran seorang wanita yang suka diet. Berbeda dengan Sakura yang tak pernah diet, walaupun begitu dia tidak pernah memakan manis-manis terlalu berlebihan. "Kalau begitu lebih baik kita makan bersama saja."

"Eh!" Sasuke agak kaget mendengarnya. Bisa-bisanya gadis berkepala soft pink ini berpikir begitu. Sebuah cookies masuk ke dalam mulut Sasuke. Dikunyahnya kue itu, suara kecil yang timbuh menambah sensasi tersendiri di mulutnya. Rasa manis dan sedikit asin dirasakan lidahnya, setelah dipikir-pikir ternyata manis tidak terlalu buruk.

"Enakkan, kau pintar memilih kue. Ini cookies yang mengandung sedikit rasa manis. Jadi menurutku sangat tepat untuk orang sepertimu," puji Sakura. Padahal Sasuke membeli cookies itu secara asal-asalan, berarti ia orang yang feeling-nya kuat 'kan. Sepertinya Sakura banyak mengetahui tentang coklat dan cookies. Mungkin karena kebiasanannya yang suka sekali memakan makanan yang manis dan memiliki kandungan lemah yang banyak itu.

Bungkusan itu semakin lama semakin mengempis karena isinya terus-menerus diambil oleh keduanya, mereka begitu menikmati kue kering itu. Tawa dan sedikit candaan juga menemani mereka. Saat potongan terakhir, mereka mengambilnya bersama, tentu saja karena tak sengaja.

"Sumimasen Uch-err maksudku Sasuke." Cookies terakhir itu dilepaskan dari tangan putih Sasuke. Menurutnya melepaskan sebuah kue itu tak masalah daripada harus melepaskan nyawanya dari tubuhnya.

"Tak apa, untukmu saja."

"Arigatou." Sakura memakan cookies terakhir itu dengan senyum. Ia begitu menikmati potongan terakhir. Benar kata teman sekelasnya yang bernama Chouji. "Potongan terakhir hanya untukku."

"Hn, ayo pulang," ajak Sasuke, ia mengulurkan tangan kanannya kepada Sakura. Sakura menerimanya. Tangan mereka sekarang bertautan, menggenggam erat satu sama lain seperti sepasang kekasih.

Goresan merah tipis menghiasi pipi mereka ketika sadar bahwa tangan mereka sekarang sudah menyatu. Ternyata gerakkan yang mereka lakukan tadi tidak sengaja alias reflek. Mereka pun melepasnya dan berakhir dengan tundukan kepala.

"Baiklah," ucap Sakura malu-malu. Akhirnya mereka keluar dari atap sekolah itu. Menuju rumah masing-masing. Dengan Sakura yang harus menaiki kereta api dahulu supaya bisa sampai rumahnya yang termasuk jauh. Sedangkan Sasuke, ia tinggal melewati beberapa blok karena memang jarak rumahnya tak terlalu jauh dari sekolah.

.

-.-.-T.B.C-.-.-

.


Note Author ^v^:

Gimana ceritanya mengecewakan ya. Gomen *Ojigi*

Saya anak baru di sini, jadi masih banyak yang harus di pelajari.

Tentang Sasuke, kenapa bisa tau kunci Sakura itu hilang. Akan di jawab di chap selanjutnya.

Baiklah para senpai yang baik, berikan kritik dan saran anda di link yang bertuliskan review this Chapter

R

E

V

I

E

W

P

L

E

A

S

E