Obsessed (I)
All chara based on Harry Potter by J.K Rowling
Ini hanya sbuah tulisan ndak sberapa. Terimakasih untuk smw tmn-tmn mikan sing wis mw mbaca. Matur sembah suwun :)
Ini Fanfik Dramione pertama Mikan, meski Mikan shipper mereka sejak lama.
.
.
.
.
.
"Mione...!" sebuah suara familier memanggil namanya. Gadis berambut coklat mekar -awal dari salah satu panggilan ejekan favorit si brengsek Malfoy, 'Kepala Semak'- itu memandang berkeliling, mencari sumber suara. Sementara di lorong terlihat sosok Ginny Weasley, adik perempuan Ron Weasley -yang merupakan sahabat dekatnya- sekaligus kekasih dari Harry 'Si-Anak-Yang-Bertahan-Hidup' Potter.- yang juga merupakan sahabat karibnya-.
Ginny melambaikan tangan -meski sebenarnya tidak perlu karena Hermione sudah melihatnya dari kejauhan-. Gadis yang juga menjabat sebagai Ketua Murid Wanita di tahun terakhirnya bersekolah di Hogwarts itu sengaja mempercepat langkah, karena ada hal yang harus segera dia sampaikan pada kedua sahabatnya itu.
Namun di tengah jalan, seseorang -atau sekelompok, karena mereka bergerombol- menabraknya. Sebuah tabrakan yang tidak begitu kencang, tapi saat melihat sosok itu, entah mengapa rasanya seperti dihantam palu Hagrid. -atau itu lebih baik dari ditabrak pemuda ini-.
Draco Lucius Malfoy, sang Pangeran Slytherin, yang -sialnya- juga merupakan Ketua Murid Pria itu tampak sedang menatap ke arahnya. Hermione hanya melirik sekilas, malas menatap iris kelabu itu lama-lama.
"Perhatikan langkahmu, Mudblood!" Pansy Parkinson, gadis dari asrama Slytherin yang selalu menempel pada si brengsek Malfoy seperti tahi lalat itu memandang galak ke arahnya. Namun gerak tubuhnya seolah jijik dengan kemungkinan akan bersentuhan dengan Hermione.
Dan Hermione, -atau bahkan seluruh Hogwarts- pun tahu apa penyebabnya. 'Darah Lumpur' yang selalu dipermasalahkan oleh gerombolan Slytherin yang selalu berisi penyihir berdarah murni.
Gadis Gryffindor itu langsung meneruskan langkahnya, tanpa sedikitpun berhasrat untuk menyumpal mulut menyebalkan Parkinson. Meskipun dia bisa saja - atau bahkan akan dengan sukarela melakukannya-. Tapi tidak. Dia tidak akan mengotori nama Ketua Murid Wanita yang kini tengah disandangnya. Dia tidak bisa berlaku semena-mena walau pada gadis menyebalkan seperti si Parkinson itu.
"Tunggu Grangger... " suara itu membuat langkah Hermione terhenti. Suara yang gadis itu tahu pasti siapa yang mengucapkannya. Hermione tidak perlu repot-repot berbalik untuk tahu itu adalah suara Draco Malfoy, sang Pangeran Slytherin.
Tapi... apa barusan Malfoy muda itu menyebut namanya? Memanggilnya Grangger dan bukan Mudblood, Darah Lumpur, Kepala Semak dan Gadis Berang-Berang seperti sebelumnya? Ada apa ini? Apa kepala berambut platina itu habis dicuci otak? Demi kancut merlin!
Penasaran, Hermione berbalik. Berusaha mencari senyum ejekan, atau seringai meremehkan, atau bahkan makian dan kata-kata merendahkan yang akan terlontar sebentar lagi. Tapi tidak. Malfoy justru tersenyum ramah padanya.
Draco Malfoy TERSENYUM PADANYA!
Haruskah dia berteriak keras-keras agar seluruh Hogwarts -atau sekalian seluruh dunia- tahu? Memikirkan -atau bahkan sama sekali tidak akan berpikir- bahwa seorang Draco Malfoy akan tersenyum ramah kepadanya?
Tapi sebelum dirinya sempat lebih jauh terpesona pada senyuman hangat di wajah tampan sempurna itu, sebagian dirinya seolah berusaha menyadarkan diri untuk tidak terhanyut lebih lama. Bagaimana pun dia adalah Draco Lucius Malfoy. Si Slytherin sejati.
"Ada apa, Malfoy?" tanya Hermione cepat, sedikit lebih ketus dari yang dimaksudkan.
"Ada yang harus kita bicarakan. Aku menunggumu di menara pengawas nanti malam. " jawabnya, masih disertai senyuman.
Hermione memberikan anggukan singkat, kemudian melangkah pergi secepat mungkin. Ada yang aneh dengan pemuda itu tapi Hermione enggan mencari tahu lebih jauh. Memang siapa yang peduli padanya?
Hermione kembali berlari kecil sebelum akhirnya mencapai kedua sahabatnya dan juga Ginny Weasley. Mereka berempat dengan cepat menghilang dari ujung lorong, entah kemana.
Sementara Draco Malfoy masih memandang kepergian seseorang dari tempatnya, tanpa beranjak sedikitpun meski gerombolannya, Zabini Blaise, Theodore Nott dan Pansy Parkinson sudah berjalan meninggalkannya.
.
.
.
.
.
"Apa itu tadi, Drake? Kau memanggil Mudblood itu dengan namanya? " protes Theo saat mereka berempat berada di Aula Besar.
"Apa kau kehilangan akal? Atau kepalamu terbentur sesuatu?" Pansy, dengan gaya berlebihan menyentuh kening pemuda tampan itu. Yang langsung disambut dengan gerak penolakan dari yang bersangkutan.
Hanya Zabini Blaise yang tidak membuka mulutnya dan memberi komentar. Salah satu kawan dekat sang Pangeran Slytherin itu hanya memperhatikan wajah karibnya saja. Sejak tadi wajah Draco terlihat seperti seseorang yang sedang merencanakan sesuatu.
Malfoy muda itu juga tampak tidak menghiraukan kata-kata teman-temannya. Pemuda itu justru menetapkan pandangannya pada gerombolan Gryffindor memasuki Aula Besar. Harry 'Santa' Potter, Ginny Weasley, Ron 'Weaselette' dan... Hermione Grangger. Mereka berempat tampak tak terpisahkan. Draco Malfoy mengawasi keberadaan quartet Gryffindor itu dari kejauhan. Meski sebenarnya, pandangan matanya hanya tertuju pada satu orang saja.
Ron Weasley tampak asyik membisikan sesuatu ke telinga Hermione yang disambut gadis itu dengan tawa renyah. Bahkan saking serunya bercerita, Ron tanpa sadar -atau mungkin bahkan memang sengaja- menyelampirkan lengannya ke bahu sahabat wanitanya itu.
Tanpa pikir panjang, Draco meraih tongkat sihirnya dan mengarahkannya pada Si-Tukang-Cari-Perhatian-Weasley.
"Locomotor Weasley... "
Dan semua yang berada disana menatap ke arah Ron Weasley yang kini terbang di udara di bawah pengaruh tongkat sihir seorang Draco Malfoy!
"Huwaaaa… Apa-apaan ini?" Ron Weasley tampak panic saat tubuhnya melayang di udara. Terlebih saat menyadari bahwa semua itu adalah perbuatan Draco Malfoy, musuh bebuyutan mereka di Hogwarts.
Sementara wajah pemuda tampan berambut platina itu terlihat tegang. Bukan seperti Malfoy yang melakukan itu hanya untuk kesenangan pribadinya saja. Melainkan adahal lain yang mengganggunya, seolah Ron-lah yang terlebih dulu mengusik sang Pangeran Slytherin itu.
"Turunkan aku, Pirang bodoh !" maki Ron dari atas sana. Kakinya menendang kesana-kemari. Sementara ketiga teman asrama Slytherin Malfoy tampak tertawa-tawa kesenangan. Menjahili Gryffindor dan membuat masalah dengan asrama satu itu seakan sudah menjadi tradisi dan keharusan bagi setiap Slytherin.
Hermione-lah yang pertama kali memberikan reaksi saat sahabatnya itu dijahili oleh Draco Malfoy. Gadis Gryffindor itu dengan berani menghampiri dan berhadapan langsung dengan sang Pangeran Slytherin itu. Sebuah keberanian yang tidak semua orang memilikinya.
"Apa yang kaulakukan, Malfoy? Turunkan dia!" iris coklat itu melotot galak kearah sepasang iris abu-abu kelam milik putra tunggal keluarga penyihir berdarah murni tersebut.
"Kenapa?" balas Draco Malfoy dengan tetap membalas tatapan galak Hermione Granger.
"Demi Merlin! Turunkan dia atau aku akan memotong poin asramamu…" suara bernada ancaman itu tidak membuat Draco Malfoy gentar. Gelombang protes justru datang dari gerombolan Slytherin-nya. Bahkan Pansy Parkinson langsung memakinya dengan ejekan favorit gadis menyebalkan itu. Mudblood.
"Aku hanya memberinya pelajaran!" ujar Malfoy muda itu dengan suara dingin.
"Pelajaran? Untuk apa?" Hermione benar-benar tidak memahami-dan juga tidak ingin memahami- pemuda ini. Seorang Draco Malfoy memang biasa mencari gara-gara meskipun tanpa sebab yang jelas sekalipun.
"Kau sungguh tidak tahu untuk apa aku memberinya pelajaran, Granger?" ada nada ganjil saat Malfoy mengatakannya, terlebih dengan pandangan yang tetap tertuju padanya.
"Kau membuang waktuku, Malfoy! Sekarang turunkan dia!" gadis itu kembali membuat perintah dengan nada tegas, namun bukan Draco Malfoy namanya jika semua ini membuatnya gentar.
"Kau membelanya? Di hadapanku?" nada ganjil dalam sura bass pemuda itu membuat Hermione Granger untuk pertama kalinya menggunakan otaknya untuk memikirkan seorang Draco Malfoy-lebih tepatnya memikirkan apa maksud dari ucapannya itu-
"Tentu saja !" jawab Hermione langsung. Tanpa ragu, bahkan seolah menantang. Dan itu membuat rahang pemuda tampan berambut platina ini mengeras sempurna.
Tanpa aba-aba, Draco Malfoy langsung menurunkan tongkat sihirnya, membuat si Redhead Weasley yang menyebalkan itu turun. Lalu dengan langkah cepat, pemuda itu berjalan keluar aula besar, yang kemudian diikuti oleh-teman Slytherin-nya sembari melemparkan tatapan garang pada Hermione. Gadis Gryffindor itu hanya menatap gerombolan Slytherin tersebut pergi dalam diam.
"Ada apa dengan otak si bodoh Malfoy itu?" geram Ron sambil memberikan tatapan kesal yang mengiringi kepergian gerombolan Slytherin tersebut.
"Lupakan saja tentangnya." Sahut Hermione cepat.
Sia-sia saja dia memikirkan Malfoy tidak berguna itu menggunakan otaknya. Karena orang seperti pemuda itu hanya akan berbuat onar dan seenaknya tanpa merasa butuh alasan.
.
.
.
.
.
Kamar Ketua Murid menempati lantai tertinggi di menara pengawas. Dan Draco -yang sudah cukup kesal dengan tingkah Granger kali ini padanya- langsung masuk ke kamar, menghiraukan ajakan Blaise, Pansy dan Theo untuk menjahili anak-anak asrama Ravenclaw.
'Berani sekali gadis itu padaku…' umpat Draco uring-uringan.
"Apa dia sudah melupakan apa yang dia katakan di ruang perpustakaan kemarin?"
"Aku kira saat dia menyatakan cinta padaku, dia serius dengan itu." Merasa emosinya terus merayap naik, Draco membuka jubahnya. Dan hanya menyisakan sebuah kaus putih yang membalut dada bidangnya.
"Tapi dia malah membela si Kepala Merah Weasley tidak berguna itu. Dibanding aku yang kini menjadi kekasihnya !"
"Lihat saja! Akan kumarahi dia habis-habisan nanti!" Draco yang tampak sangat kesal dan uring-uringan ini terlihat berantakan. Penampilannya sangat tidak 'Malfoy'.
Draco akhirnya melempar tubuhnya menuju pembaringan. Dia sudah cukup kesal kali ini sehingga memilih melewatkan makan malamnya. Ini pertama kalinya seorang gadis berani mempermainkan dirinya. Hermione Granger adalah yang pertama.
Tok-tok-tok…
Suara pintu diketuk perlahan.
"Draco…" sebuah suara memanggil namanya dari balik pintu. Dengan malas –dan raut wajah yang masih menyimpan kekesalan- pemuda itu membuka pintunya dan menemukan sosok yang baru saja membuat kepalanya sakit karena kesal tengah berada di hadapannya.
"Aku minta maaf atas kejadian tadi di Aula…" ucap Hermione dengan lembut. Namun Draco yang masih kesal dengan sikap Hermione tadi justru mengalihkan tatapan. Hal itu membuat Hermione merengkuh wajah tampan Malfoy muda itu dengan kedua tangannya, membuat iris abu-abu itu menatap ke arahnya.
"I'm sorry…" bisiknya lembut. Harum nafas gadis itu dapat sepenuhnya Draco rasakan. Dan itu cukup untuk membuat pemuda berambut platina tersebut melupakan kekesalannya pada gadis muda ini.
Tanpa perlu meminta ijin, pemuda itu sudah melumat bibir gadis di hadapannya dengan garang. Seolah sedang menumpahkan kekesalannya akibat perbuatan Hermione tadi di atas bibirnya. Lumatan itu berubah menjadi hisapan dan kuluman liar saat Draco merasakan Hermione membalas ciumannya. Tangan pemuda itu bahkan sudah berani meraba liar kesana-kemari, gerakannya membuat tak lagi ada jarak antara mereka. Sementara Hermione tampak membiarkan saja aksi Pangeran Slytherin itu atas bibir dan tubuhnya..
.
.
.
.
.
"Kau melihat Astoria? Dia tidak terlihat dimana pun sejak kemarin?" Tanya Pansy pada Blaise yang saat itu sedang asik melahap makanannya. Astoria Greengrass adalah kekasih- atau mantan kekasih, lebih tepatnya-dari Draco Malfoy.
"Entah. Sejak Draco memutuskan hubungan mereka, dia menjadi sedikit aneh." Jawab Blaise sambil tetap menikmati makanannya.
"Aneh? Maksudmu?" Pansy Parkinson terlihat antusias dan penasaran. Memang, berakhirnya hubungan Astoria dan Draco adalah berita paling menggembirakan sepanjang hidupnya. Dengan begini tak akan lagi ada halangan bagi dirinya untuk menjalin hubungan dengan putra tunggal Lucius Malfoy tersebut.
"Entahlah. Dia jadi jarang keluar kamarnya. Aku bahkan tidak melihatnya menghadiri kelas."
Baru saja Pansy akan menanyakan kelanjutannya pada Blaise, Theo yang saat itu sedang mengambil tambahan makanan tanpa sengaja menabrak dan menumpahkan sup-nya di baju Hermione Granger, sang Ketua Murid Wanita.
"Watch your step, Muggle!" meskipun dirinya yang salah, Theodore Nott justru memaki Hermione. Ketua Murid Wanita itu langsung mendelikkan iris coklatnya pada salah satu anggota geng Draco Malfoy di asrama Slytherin ini.
"Potong 20 angka untuk Slytherin karena bertindak ceroboh dan arogan." Ujar Hermione sambil melangkah pergi dari hadapan pemuda itu diiringi tatapan kesal.
"Sial… aku harus mengganti bajuku sebelum patroli malam." Gumamnya pelan sambil membersihkan sisa-sisa sup yang masih menempel di tubuhnya.
Dan Hermione pun berjalan menuju menara pengawas. Tempatnya berbagi ruang dengan sang sang Ketua Murid Pria, Draco Malfoy.
.
.
.
.
.
TO BE CONTINUE-
