Author : Yuta Uke

Beta : All Mighty Mamah Hazu Masaza

Chapter : 1 - Prologue

Genre : Romance, Angst, Hurt, Comfort

Disclaimer : All character belongs to Masashi Kishimoto

Pairing : SasuSaku, KakaSaku, NaruSaku

Warning : Tulisan miring tebal adalah ingatan tokoh.

Douzo...


Aku menghormatinya.

Gadis payah berumur 12 tahun dulu telah tumbuh menjadi perempuan yang hebat.

Sekalipun aku—kami, mengetahui sisi rapuh miliknya, mengetahui hatinya telah hancur berkali-kali, mengetahui air matanya tak akan pernah habis menangisi laki-laki itu, bagiku, ia adalah sosok gadis yang begitu tegar.

Gadis payah itu telah berkembang menjadi kunoichi hebat.


"Kakashi-sensei?"

Sebuah alunan suara lembut milik perempuan yang kini tengah mengalirkan cakra hijau yang membalut tangannya membuyarkan lamunan milik seorang pria dewasa yang masih terengah. Perlahan pria itu merasakan luka-luka di sekujur tubuhnya mulai menutup. Pria yang di panggil Kakashi itu kemudian tersenyum lembut kepada sosok merah muda di sampingnya.

"Terima kasih, Sakura. Aku sudah tidak apa-apa." Ucap sang guru bangkit dari duduknya.

Mata hitam nan sayu milik Kakashi menatap sisa-sisa pertempuran dengan begitu lekat. Sebuah pertempuran untuk mencegah muridnya yang kini kembali pergi meninggalkan mereka untuk yang kesekian kalinya lagi. Murid yang memiliki masa lalu sekelam langit malam.

"Oooi, Naruto!"

Setelah memastikan kebenaran dalam kalimat 'aku sudah tidak apa-apa' milik Kakashi, Sakura pun bangkit. Kedua bola mata beriris hijau itu dialihkannya sosok pemuda oranye yang masih mematung di tempat yang tak jauh dari dirinya dan Kakashi berpijak. Perempuan itu kemudian berteriak sembari melambaikan tangan.

"Sampai kapan kau akan membeku disana? Ayo kita kembali! Matahari sudah mau tenggelam lho!"

Sadar seseorang memanggilnya dari jauh, Naruto sang pemuda oranye menoleh ke arah sahabat merah mudanya. Kedua bola mata dengan iris biru langit cerah yang kini tengah meredup itu menatap Sakura dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Perasaannya, emosinya bercampur menjadi satu saat melihat senyuman palsu milik Sakura.

Sosok perempuan yang begitu tegar. Begitu kuat.

Tanpa Naruto sadari, memori-memori akan masa lalunya kembali terputar rapi dalam otak yang tak pernah dibanggakannya.

Pemuda itu teringat akan sosok Sakura yang sedang menangis memohon padanya untuk membawa Sasuke kembali saat umur 12 tahun dulu. Kini tangisan itu tergantikan oleh tawa pahit di usia gadisnya, 18 tahun. Naruto tahu gadis itu sedang hancur perlahan di dalam.

Pemuda yang sangat ingin menjadi Hokage itu mengerti, ia paham akan kehancuran perlahan milik sahabatnya.

Mengepalkan tangannya–mencoba membuang sisa-sisa penyesalan yang makin bertambah–Naruto segera berbalik dan mulai menyusul kedua orang-orang yang berharga baginya yang telah lebih dulu berjalan menuju rute pulang mereka. Saat ini, pandangan arah mata itu terlihat tak fokus seakan-akan banyak bayang dan kabut menghalangi jalan pikirannya.

Naruto tak mencoba mengeluh, karena ia tahu persis apa yang sedang terjadi dalam otaknya. Ia tahu...karena ia pernah mengalami rasa sakit seperti ini.

Sia-sia. Percuma.

Lagi-lagi semuanya sia-sia.

Ya. Mereka selalu saja melakukan hal sia-sia dimata orang-orang sekitar. Tiga tahun yang tidak membuahkan hasil apa-apa.

Dalam perjalan tanpa canda gurau itu, satu-satunya ninja medis dalam tim itu kembali merasakan hatinya sakit. Untuk yang kesekian kalinya Sasuke meninggalkan dirinya. Meninggalkan orang-orang yang selalu mengharapkan ia kembali. Dan untuk yang kesekian kalinya Sakura merasakan tangannya tak akan pernah dapat menggapai pria yang menjadi tumpuan hatinya sampai detik ini.

Sakura tersenyum kecut, hal ini sudah seperti keseharian dirinya. Keseharian yang akan tetap terus berputar dengan Sasuke sebagai porosnya. Padahal ia yakin bahwa dirinya telah berusaha agar ia menjadi sosok yang berguna untuk Naruto–sosok yang akan membantunya membawa Sasuke kembali. Namun, hasilnya tetap tak berubah.

Pada akhirnya Sakura akan selalu menyimpulkan bahwa dirinya hanya seorang gadis lemah yang cengeng.

Perjalanan pulang sore itu begitu hening. Tidak ada rutinitas antara gurauan Naruto maupun omelan Sakura akan tingkah konyol Naruto yang biasanya ia lakukan. Mereka hanya mampu terdiam. Mencoba menata kembali kepingan hati yang hancur didalam diri mereka masing-masing.

Kakashi sebagai orang yang lebih dewasa, mengerti dengan kondisi murid-murid hebatnya itu. Ia merasa harus mengucapkan sesuatu. Sesuatu yang setidaknya dapat meringankan beban psikologis kedua muridnya terutama keadaan murid perempuannya yang terbilang memiliki hati yang teramat sangat sensitif jika menyangkut soal Uchiha Sasuke.

"A—"

"Tenang saja, Kakashi-sensei, Naruto."

Belum sempat Kakashi mengeluarkan kalimatnya secara sempurna, Sakura sudah memotongnya dengan kalimat yang dapat membuat langkah Naruto dan Kakashi terhenti.

Sakura tersenyum kembali. Ia tidak menghentikan langkahnya sehingga kini dirinya mendahului dua orang pria yang telah menjadi teman baiknya selama ini.

Masih membelakangi mereka ketika Sakura berhenti beberapa langkah di depan mereka, Kakashi sadar jika Sakura tahu apa yang akan ia katakan.

"Aku akan mencoba kembali berhenti berharap sejak hari ini. Aku akan berusaha menghentikan hariku yang berputar dengan—" Sakura terhenti, memberi jeda sejenak sebelum melanjutkan kalimat "—ia sebagai porosnya."

Ia membalikkan tubuhnya, menghadap pada Naruto dan Kakashi. Memperlihatkan kedua warna hijau cemerlang pada irisnya seraya menatap lurus ke depan setelah ia menyelesaikan kalimatnya.

Namun hal yang mengusik kedua orang lainnya, tatapan itu terasa aneh. Kosong.

Mata itu kembali menunjukkan kekosongannya.

"Aku akan melanjutkan hidupku seperti dia melanjutkan hidupnya kini." Segera senyuman tipis yang sangat jelas terlihat pilu itu muncul tanpa Sakura sadari.

Jika apa yang kau harapkan memang tak akan pernah terkabul, bukankah akan lebih baik untuk dirimu jika kau berhenti berharap?

"Sakura-chan, aku—"

"Sakura, jangan memaksakan diri. Semua akan baik-baik sa—"

Kakashi memotong kata-kata Naruto sebelum kata-katanya pun dipotong oleh Sakura.

"Terima kasih, Sensei. Kata-katamu itu selalu membuatku melihat bayangan tim 7 yang akan tertawa bersama lagi di masa depan." Sambil membalikkan tubuhnya ke tempat semula, ia mencoba mempertahankan senyum kecilnya.

Sakura menengadahkan kepalanya. Menatap langit yang warna birunya akan meredup berganti dengan pekatnya malam sebentar lagi. Kembali ia melayangkan senyum. Namun kali ini bukan senyum palsu yang ia selalu tunjukan, melainkan senyuman yang bersungguh-sungguh.

Hanya saja, senyuman milik Sakura hari ini selalu berhasil membuat hati kedua orang di dekatnya merasakan sakit, karena bagaimanapun dalam senyuman itu tetap saja ada sebuah kepedihan.

Kakashi dan Naruto sangat tahu bagaimana Sakura selalu menanti Sasuke. Ninja medis itu selalu menunggu kepulangan Sasuke, selalu berusaha lebih keras agar keberadaannya dapat menjadi sosok yang berarti bagi Sasuke.

Begitu dalam cinta tanpa permulaan itu sehingga sanggup membuat pemilik dan orang-orang di dekatnya merasa sesak.

Naruto memejamkan matanya. Tawa Sakura, isak tangis Sakura, teriakan pilu Sakura, semua adalah emosi yang akan selalu diperuntukan untuk Sasuke.

Sakura terluka, Sasuke membuatnya terluka, Naruto menopang Sakura agar gadis itu tetap tegar, namun Sakura tetap terluka, Sasuke membuatnya terluka lagi. Begitulah siklus kehidupannya.

"Sakura-chan, kau tak perlu memaksakan diri. Aku—Kakashi-sensei dan aku, Tsunade-bacchan, Sai, Kiba, Shikamaru, Hinata, Ino, Chouji, alis tebal, Tenten, Shino, semua orang di desa akan selalu ada untukmu. Selalu ada disisimu."

Kali ini Naruto menatap mata Sakura dengan serius. Berharap Sakura akan mengerti bahwa masih banyak orang yang peduli dengannya. Ia berharap Sakura menyadari itu. Menyadari bahwa ia pun akan selalu ada untuknya, selalu ada disisinya, selalu ada untuk menjadi sandarannya, selalu ada untuk menjadi orang yang mencintainya.

Sakura merasakan matanya memanas mendengar kata-kata indah Naruto tadi. Beberapa untaian kata-kata manis yang selalu dapat menopangnya ketika ia akan hancur.

Memalingkan wajahnya, Sakura tak ingin Kakashi ataupun Naruto melihatnya menangis. Sudah cukup ia menangis di depan keduanya. Sudah cukup ia menjadi sosok yang lemah. Sudah cukup!

Kali ini, Kakashi melihat tubuh muridnya bergetar kecil. Ia tahu benar bahwa murid perempuannya kembali menangis. Seketika seluruh kata-katanya seakan hilang, pria itu membisu. Dan Naruto yang melihat kristal milik Sakura telah meleleh, kembali menangis perlahan.

Sekali lagi, tim 7 menangis.

To be Continued


A/N : Fanfic SasuSaku dan KakaSaku pertama sayah!

Bagi sayah, SasuSaku adalah pairing yang paling romantis dan jleb, sedangkan KakaSaku adalah pair yang manis dan terkadang membuat sedih juga.

Ehem, setelah membaca reviews dari para reader tachi, sayah akhirnya memutuskan merombak A/N di chap prologue ini. Rombakan A/N ini berhubungan dengan Pairing!

Jadi, setelah dulu gembar gembor menyatakan main pair dari fic ini, sekarang sayah buat statusnya masih belum jelas! Dan saya umumkan juga kalau fic ini berpotensi besar KakaSakuSasu yang mana kedua pair SasuSaku dan KakaSaku tentunya akan SANGAT menonjol. Tapi, untuk tambahan, mungkin KakaSaku akan terlihat lebih dominan karena memang sebagai bumbu fic ini.

Tepatnya, KakaSaku lebih menonjol karena kondisi Sakura! :plaak: :nyalahin Sakura: . Biar ga spoiler, baca kelanjutannya ya. Fufufu.

Selain itu, ada pula (sedikit) NaruSaku yang saya tampilkan untuk sampingan sebagai bentuk penghormatan saya terhadap perasaan Naruto terhadap Sakura.

Untuk kejelasan dengan siapa Sakura akan berakhir, tunggu ending ya :3

Lalu, fic ini alurnya memang agak saya perlambat dan kurang terasa konfliknya. :tapi mudah-mudahan chapter 11 keatas ga hambar: . Sedangkan mulai chap 10 sampai ending, alur sudah sedikit ngebut. Oleh karena itu, semoga reader tachi mau bersabar dengan kelambatan fic ini. Karena jika ada salah satu yang sayah hilangkan, alur akan berantakan dan segalanya terasa lebih memaksa

Sayah membuat alur fic ini lambat karena ingin menyiksa para tokoh :khususnya Kakashi:

Yah, segitu saja cuap cuapnya. Sampai jumpa di chap selanjutnya. :3

Ditunggu reviewnya juga ya :*