My Beatiful Destiny
Kim Jong in / Do Kyungsoo
SM Family
Rate : Aman
.
.
.
Happy Reading
*
"Yakkkkk!!! Do Kyungsoo, apa yang sedang kau lakukan bodoh?" Kyungsoo, gadis itu terkikik sembari menjauhkan ponsel dari area telinganya. Setelah beberapa saat ia yakin jika orang di balik telpon tidak akan berteriak lagi, barulah ia menjawab sambil menampilkan senyum-senyum dengan sedikit seringaian.
"Oennie, mian. Aku kabur. Jadi tolong jangan bilang-bilang appa dan Chanyeol oppa yah? Dan tolong urus klien yang telah taken seminggu ke depan. Aku menunggumu di Korea. Bye Oennie, saranghae." Kyungsoo memutuskan panggilan bahkan sebelum wanita di seberang menimpali. Dalam hati ia mengucap maaf banyak-banyak pada wanita yang tengah hamil lima bulan itu. Lagi pula, sebenarnya dia sama sekali tidak kabur, hanya mempercepat kepulangannya tanpa memberitahu siapapun. Ia hanya ingin menikmati waktu bebasnya sekaligus memata-matai seseorang.
Do Kyungsoo menyapu keseluruhan area rest bandara. Jetlag memang menyebalkan, dan ia sangat butuh kopi. Menjatuhlan pilihan pada salah satu coffee shop, jari-jarinya menggapai sebuah koper berukuran medium, langkah kakinya mantap menuju coffee shop tersebut. Tepat pada saat ia menjatuhkan pantatnya di sebuah kursi yang berada di pojok ruangan yang berhadapan langsung dengan pintu kedatangan -Kyungsoo sangat suka melihat orang-orang yang saling melepas rindu setelah sekian lama, oleh karenya ia memilih spot tersebut -ponselnya kembali berdering menampilkan nama wanita yang baru beberapa menit lalu berteriak padanya. Tombol merah di geser, Kyungsoo kembali terkikik menyadari betapa kurang ajarnya dia.
"Angkat atau aku menyuruh Chanyeol menjemputmu di bandara sekarang!!!!!" Kyungsoo bergidik, padahal hanya sebuah pesan masuk. Begitu panggilan ponselnya kembali menampilkan nama yang sama, ia langsung menjawab langsung pada dering pertama.
"Yeobse-"
"Katakan apa yang sedang kau rencanakan." Kyungsoo tahu, wanita di seberang sana tengah memijat kepalanya yang sakit akibat kelakuannya.
"Mian Oennie"
"Aku tidak butuh maaf Kyung. Aku butuh penjelasan dan rencana apa yang ada di kepalamu itu. Demi Tuhan Kyung, aku akan melahirkan sekarang jika kau terus membuat kepalaku sakit." Wanita di seberang menghela napas dalam. Kyungsoo merasa bersalah.
"Terima kasih," Kyungsoo tersenyum pada pelayan yang baru mengantarkan peasanannya. "Oenni, kau tau kan kalau pertunanganku kurang dari dua bulan, dan pernikahanku kurang dari enam bulan. Aku bahkan tidak merasakan kebebasan akibat pekerjaan. Aku hanya ingin sedikit bersenang-senang. Lagi pula aku ini tidak kabur. Hanya datang lebih awal. Minseok oennie, plisssss jangan katakan ini pada appa dan Chanyeol oppa. Mereka akan mengurungku jika tau aku berada di Korea sekarang tanpa memberi kabar dan aku bisa membayangkan seberapa menderitanya hidupku nanti." Kyungsoo sengaja memelaskan suaranya, karena menurutnya itu adalah cara paling ampuh.
"Aku tidak akan melaporkannya-
Tuhkan.
-dan aku akan mengurus klien dalam seminggu ke depan."
Kyungsoo tersenyum menang. Semudah itu meluluhkan Minseok oennie, pikirnya.
"Gomawo oennie."
"Kau akan bertemu dengannya?" Ah, Kyungsoo jadi teringat seorang lelaki yang tidak lama lagi akan berganti status dari teman masa kecil menjadi tunangan.
"Aniya. Aku hanya akan mengunjunginya dari jauh, sekadar memastikan apakah ia menjadi lebih tampan atau- ehh????"
Mata Kyungsoo tertuju pada seorang lelaki yang tengah berdiri di depan pintu kedatangan. Dia yakin sekali lelaki tampan yang kini tengah menatap layar handphone itu adalah calon tunangannya. Tapi apa yang sedang di lakukannya di sini? 'Apa dia mengetahui kepulanganku? Tapi siapa yang membocorkannya?' Batin Kyungsoo penasaran.
"Yak!!!! Do Kyungsooooo!!!!" Teriakan dari balik ponsel kembali menyita perhatiannya.
"Ah oennie, apakah kau -? Kyungsoo baru saja akan bertanya pada Minseok tapi dia telah lebih dulu mendapat jawabannya. Lelaki itu kini tengah tersenyum pada seseorang yang baru keluar dari pintu kedatangan, dan kemudian mereka saling berpelukan dan Kyungsoo bisa merasakan seberapa banyak rindu yang tengah mereka sampaikan.
-Luhan?" Kyungsoo sangat terkejut, ini sama sekali di luar dugaannya, namun sesaat kemudian senyum misterius tercipta di bibirnya. Ia bahkan melupakan tentang keberadaan Minseok yang sedari tadi memanggil namanya frustasi.
*
"Apa aku melewatkan banyak hal?" Tanyanya pada diri sendiri. Kyungsoo telah menutup panggilannya bersama Minseok setelah mengatakan bahwa ia memiliki urusan mendadak dan berjanji akan menghubunginya kembali. Ia masih duduk dalam coffee shop bahkan setelah dua orang yang baru saja ia lihat saling berpelukan itu telah pergi. Empat tahun berada di New York membuatnya tidak mengetahui apapun yang terjadi di Korea, tapi ia tidak mengira bahwa akan menemukan hal menarik beberapa saat setelah ia menginjakkan kakinya kembali ke Negara kelahirannya itu. Melirik jam tangan, mendapati waktu telah menunjukan pukul 4 sore.
"Baiklah Do Kyungsoo, ayo mencari tempat tinggal." Ucapnya riang.
.
.
.
Kyungsoo mengamati sekeliling kamar hotelnya.
"Apa ini terlalu besar untukku sendiri? Mmmm, tapi kan aku memang sedang ingin melakukan hal-hal tidak berguna seperti ini. Hehehe."
Setelah membersihkan diri, ia duduk di atas ranjang sembari memeriksa beberapa email yang sebagian besar berasal dari kliennya di New York, dan sebagian lagi dari Baekhyun -calon kakak iparnya sekaligus sahabat baiknya bersama Luhan-, dan Minseok. Tak ada satupun pesan masuk dari laki-laki yang berstatus sebagai calon tunangannya itu. Ia tidak jengkel, tidak juga berharap. Ia hanya merasa di bohongi mungkin (?). Kyungsoo membuka daftar kontak di ponselnya, setelah menemukan nama yang di tuju, ia menekan ikon gagang telpon tersebut.
"Yeobseo?" Suara perempuan dari balik telpon terdengar sangat lembut. Kyungsoo tersenyum entah karena apa.
" Hannie, apa kabar?"
"Aku? Sangat buruk." Kyungsoo mengerutkan dahinya ketika mendengar suara Luhan mendesah. 'Buruk? Helloww, bukankah sore tadi ia terlihat sangat jauh dari kata buruk?' Batin Kyungsoo Lucu.
"Buruk? Sesuatu terjadi? Ada apa?" Kyungsoo benar-benar bertanya, mungkin memang ada hal buruk yang tidak ia ketahui meskipun yang paling buruk telah ia ketahui beberapa jam yang lalu.
"Aku merindukan sahabat lucuku selama berminggu-minggu, aku bahkan beberapa kali menghubunginya tapi sama sekali tak mendapat balasan dan sekarang ia tengah menelponku, seakan semuanya baik-baik saja." Kyungsoo terkekeh pelan mendengar jawaban Luhan. Memang, beberapa minggu terakhir ia kewalahan karena harus menyelesaikan cukup banyak permintaan dari klien-kliennya itupun di karenakan ia akan segera kembali ke Korea.
"Mian. Aku menderita di sini." Kyungsoo berbicara seakan-akan ia berada di New York. "Aku merindukan Korea." Lanjutnya.
"Makanya, pulanglah. Banyak yang merindukanmu."
"Sabarlah. Aku akan berada di sana dua minggu lagi." Kyungsoo berseru riang sedang Luhan tidak langsung menjawab. Kyungsoo tahu, Luhan tidak benar-benar menginginkan kepulangannya. Tapi iapun tahu, bahwa Luhan sangat merindukannya.
"Haniie?" Tak ada jawaban. Apakah Luhan tidak tahu tentang berita itu ya?
"Hannie,"
"Ah mian Kyung. Aku . . . Aku tau kau akan kembali. Semuanya sangat antusias menunggumu di. . . Sini." Suara Luhan melemah, Kyungsoo tahu sahabatnya itu sedang bersedih.
"Kau sedang apa?" Kyungsoo mengalihkankan pembicaraan, siapa tahu ia bisa mendapatkankan hal yang sedang ingin ia gali.
"Aku sedang memilih pakaian," terdengar suara berisik dari seberang, seperti suara gantungan baju yang di geser acak.
"Uwoohh, kau akan kencan????"
"A-aniyaa. Ini hanya makan malam biasa kok." Jawab Luhan gugup.
"Eyyy, jangan bohong. Kalau hanya makan malam biasa, kau tidak akan kebingungan memilih baju yang akan kau gunakan." Kyungsoo terkekeh kecil. Luhan di seberangpun ikut tertawa pelan.
"Ku rasa aku harus mengakhiri panggilan ini. Pangeranmu mungkin sedang menuju ke rumahmu. Berdandalah yang cantik, meskipun kau sudah cantik sih. Hehehe."
"Yak! Do Kyungsoo, jangan mempermainkanku."
"Aniya. Aku berkata yang sejujurnya. Aku akan menutup panggilan sekarang. Bye Luhannie ku sayang, sampai bertemu nanti yah."
"Ya ya ya. Terserah kaulah Kyung. Aku merindukanmu. Sampai nanti." Luhan baru akan menutup panggilan sebelum suara Kyungsoo kembali memanggil namanya.
"Hannie?" Kyungsoo berkata pelan.
"Hmm?" Jawab Luhan sedikit penasaran. Kyungsoo, gadis itu bukan perempuan yang suka berbicara serius dan Luhan tahu dari nada suaranya bahwa Kyungsoo sedang serius.
"Jangan khawatir. Semuanya akan berada di tempat yang seharusnya. Gudnite babe." Kyungsoo mengakhiri panggilan terlebih dahulu dengan meninggalkan tanda tanya di dalam kepala Luhan.
