Scene 1
"Kak Kuru, hujannya gede banget, seraam.." suara renyah Kyle saling berlomba dengan rintih hujan yang begitu lebat di luar jendela, membuat music keras yang resah. Kruger, sang kakak, menatap jendela gamang. Hujang yang turun secara statis sejak kemain seperti selaras dengan perasaannya yang galau.
Bagaimana tidak, dua tahun setelah ayah mereka meninggal, ibu mereka akhirnya memutuskan menikah lagi. Kruger tidak masalah dengan ibunya menikah lagi, awalnya ia lega, karena dengan itu sang ibu bisa melanjutkan lagi hidupnya dengan baik. Mommy – begitu biasa ia memanggil ibu tengah bayanya yang masih sangat cantik, mengalami depresi berat paska ditinggal sang ayah. Kruger senang akhirnya sang ibu bisa kembali dengan tawanya yang ceria. Tapi kalau pasangan yang ia pilih juga perempuan? Bahkan dengan empat anak, ia tak tahu harus bersikap bagaimana sekarang.
"kak Kuru?" sang adik meyadarkan Kruger dari lamunannya, membuat kruger sedikit terkesiap.
"Hm? Yeah.. hujannya memang besar sekali. Untung saja kalian semua sudah di rumah. Kalian sudah makan siang, Kei, Shii?" kuru berjalan melewati dua adiknya ke arah kulkas, sambil berpikir apa yang akan dimasaknya. Sejak ayah mereka meninggal, ia memang mengurus segala keperluan adik-adiknya. Kruger mungkin memang baru berumur 16 tahun, tapi sebagai anak laki-laki tertua, ia merasa memiliki tanggung jawab untuk menjaga seluruh keluarganya, dan itu termasuk asupan gizi mereka.
"aku belum makan.." si lincah Kyle berlari mendekati kakaknya, beda umur enam tahun membuat Kuru lumayan memanjakan adik-adiknya. "Shii juga belum.." Kyle menunjuk adik kembarnya yang sedang asik bermain PSP, wajah yang sama, tapi jauh lebih pendiam.
"Ok, Momma membuat sandwich tuna, akan kuhangatkan dulu. Ada yang mau coklat atau jeruk panas?"
"aku mau Jeruk panas kak Kuru" jawab Ciel, "biar aku saja yang buat, kak kuru mau apa?"
"aku juga mau buat sendiri kak Kuru!" sambil mengangkat tangan kanannya dan suara renyah, kyle ingin membantu adik beda sepuluh menitnya itu.
"Jangan deh, nanti dapurnya hancur." Sindir Ciel, bukan bercanda, tapi Kyle memang sangat ceroboh. Dengan seluruh keceriaan dan suara nyaringnya, ia tidak pernah bisa duduk diam lebh dari lima menit, begitu juga dengan barang di tangannya, tidak bisa bertahan lebih dari lima detik.
"enak saja! Akubisa kok kalau Cuma bawain gelas!" protes Kyle.
GLUDUK! BLARR!
"Gyaaaaa!" piring-piring di tangan Kyle berjatuhan disusul suara 'prang' keras dan serpihannya yang menyebar di lantai dapur, membuat shii menyeringai kecil. Ini memang membuktikan teori ke-'tidak bisaan' kyle untuk membantu, meskipun kali ini bukan sepenuhnya salah Kyle. Petir membuatnya kaget.
"Kei? Kau tidak apa-apa? Tunggu, kalian jangan bergerak dulu.. nanti ada yang terluka" Kruger kembali dengan makanannya – menghampiri Kyle setelah menyimpan sandwich tuna yang kini mengepul panas di meja. Dengan cekatan ia mengambil sapu kecil dan membersihkan pecahan piring di lantai, "well, sepertinya Shii benar, lebih baik kau tunggu sambil nonton TV, biar kubuatkan coklat panasnya."
Kyle meringis merasa bersalah, tapi kemudian duduk di kursi sebelah Ciel. "Aku tunggu di sini saja ya kak? Aku janji gak akan menyentuh apapun" cengir Kyle.
Hening sejenak, suara hujan masih sangat dominan. Sayup-sayup Kruger mendengar adik perempuan bungsunya, Claire, di lantai atas. Gadis mungil yang masih berumur dua tahun dengan rambut pirang dan mata biru. Lima menit saja cukup untuk Kruger kembali dan mendudukkan Claire di kursi bayinya, melanjutkan pekerjaannya menyiapkan makanan untuk si kembar , sementara sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Kak Kuru, apa pasangan mommi orang yang baik?" Tanya Kyle, kali ini cukup membuat gerakan Kruger terhenti.
"Entahlah, mommy bilang aku dulu pernah bertemu dengannya. Tapi aku sama sekali gak ingat. Yah.. tapi yang pasti, kalau kalian merasa tidak nyaman dengan mereka, katakan saja padaku." Kruger seperti mengutarakan kecemasannya. Ia tidak tahu wanita seperti apa yang dicintai ibunya ini. Dan ia lebih tidak tahu bagaimana anak-anaknya.
"Kuharap dia dan anak-anaknya orang baik," sahut kei ringan, mengayun-ayunkan kakinya yang tidak sampai ke lantai, "aku senang kok bisa punya lebih banyak lagi saudara… siapa tahu bisa main baseball bersama"
Kruger ikut tersenyum mendengar pendapat polos adiknya. Semoga saja mereka memang orang yang baik, tapi kalau tidak, apapun yang terjadi ia berjanji akan melindungi adik-adiknya.
"apa mereka akan menyukaiku?" Kyle masih menyuarakan pikirannya, Kruger tahu adiknya cemas, orang-orang ini benar-benar baru untuk mereka. Sebenarnya Kruger jauh lebih tidak nyaman, Ia tidak pernah bisa cocok dengan orang baru, apalagi dengan cepat. Di sekolah saja ia hanya punya beberapa teman, dan kalau mau dikatakan di telepon genggamnya, Kruger hanya punya beberapa kontak untuk dihubungi.
"tentu saja," Kruger menjawab tak yakin. "selama kau menjadi anak yang baik. Shii juga ya?"
"yeah" Ciel hanya menjawab seadanya. Kyle dan Ciel hanya berbeda sepuluh menit. Tapi adik kembar Kyle ini jauh lebih dewasa disbanding umurnya. Semua orang kadang cemas dengan Ciel yang jarang bicara, jarang berinteraksi dengan orang baru. Seperti ada tirai di depan Ciel yang membuatnya tidak tersentuh. Saat paling banyak Ciel bicara adalah saat ia bersama Kyle, mau tidak mau karena Kyle tidak pernah diam kecuali saat tidur.
"Shii, menurutmu Gal orangnya baik ga? Anak-anaknya gimana? Mereka punya banyak mainan gak?"
"mana kutahu, yang jelas mereka gak akan suka anak cerewet sepertimu." Kembali sibuk dengan PSPnya, malas menanggapi Kyle,
"huu! Dasar sinis" Kyle menjulurkan lidahnya. "minggu depan kita pindah ke New York… Ini pasti keren sekali, aku mau naik patung liberty!" Kyle tertawa renyah, seperti memberi kehangatan diantara perasaan muram saudara-saudaranya.
Yah, setidaknya mereka akan pindah ke jantung dunia minggu depan.
