Disclaimer: Naruto belong to Masashi Kishimoto-sensei. I only own the storyline. Nothing else.

Warnings: canon-verse (tidak ada pembantaian klan Uchiha, Akatsuki atau Madara), Sho-Ai, bahasa, typo, sedikit OOC dan IC, dan sebagainya. Tidak ada hubungan dengan fanfiksi A Simple Reason.


SCENT

Part I: Poison?

(c) crimson-nightfall


Kepulan asap berwarna kuning pucat mengepul dan menyelimuti seluruh ruangan. Semakin lama semakin menebal dan membuat sekeliling terlihat menguning. Terdengar umpatan dan gerutuan dari salah satu sudut ruangan sebelum derap langkah kaki menggema di ruangan tersebut. Seperti tengah berjalan menuju salah satu bagian ruangan. Tidak lama kemudian, satu-satunya jendela yang berada di tempat itu terbuka lebar; membuat asap kuning itu perlahan-lahan meninggalkan ruangan.

"—Aku hampir mengira akan mati di tengah asap seperti ini!"

Uchiha Sasuke—yang saat itu terduduk di atas lantai dengan lembaran gulungan di atas pahanya—hanya menatap datar sosok pemuda pirang yang berdiri di ambang jendela dengan kepala yang terjulur ke luar. Terlihat menghirup udara segar sebanyak-banyaknya di tengah asap berwarna kuning yang berarak meninggalkan apartemen milik pemuda itu. Ia mendecakkan lidah mendengar bagaimana dirinya disalahkan karena menyebabkan asap itu muncul di tempat ini.

Tidakkah Naruto—pemuda pirang itu—ingat jika bukan salahnya jutsu yang coba dipraktekkaannya gagal seperti sekarang? Naruto harusnya tidak lupa siapa yang telah menyuruhnya mempraktekkan jutsu dari sebuah gulungan yang diambil pemuda itu dari salah satu ruangan di kantor Hokage hanya karena si pirang ingin mengetahui jutsu apa yang ditulis di gulungan tersebut. Sasuke harusnya tidak mau menuruti permintaan Naruto terlebih jika tidak ada satu pun di antara mereka yang tahu apa yang ditulis di gulungan itu. Namun, Sasuke yang tidak suka mendengar rengekan dan tatapan memelas dari sepasang iris biru Naruto, pada akhirnya menyetujui permintaan si pirang; membuatnya berakhir di apartemen Naruto seperti saat ini.

Mungkin Naruto tidak tahu jika sekarang Sasuke menyesali apa yang dilakukannya. Bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk? Sasuke mendecakkan lidah. Harusnya ialah yang menyalahkan apa yang terjadi kepada Naruto. Bukan sebaliknya.

"... Aku akan menghantuimu jika sampai terjadi sesuatu kepadaku, Teme!" Sasuke mendengar Naruto berteriak. Kedua mata pemuda itu menatap tajam ke arahnya. Sasuke mendengus pelan, berpikir kalau Naruto terlalu berlebihan. "Ne, Sasuke! Kau dengar apa yang kukatakan? Jangan bersikap tidak mengacuhkanku seperti ini, kau tahu?"

"Kau berisik, Dobe," Sasuke berujar enggan. Kedua oniksnya bisa melihat raut kesal di wajah Naruto. Ia menggeleng pelan dan mengalihkan perhatiannya ke arah gulungan yang terbuka di hadapannya, menatap segel-segel yang ditulis di atas lembaran gulungan. Keningnya berkerut. Ia tidak tahu apa yang salah dari gulungan itu. Seingatnya, ia bisa memastikan bahwa segel yang dibentuk oleh tangannya sudah benar. Lalu mengapa asap tebal yang muncul dari gulungan tersebut?

Apakah ia salah membentuk segel?

Tidak. Seorang Uchiha tidak akan melakukan kesalahan kecil seperti itu. Ia tidak mau mengakui kalau dirinya berbuat suatu kesalahan. Apa yang akan dipikirkan kakak laki-lakinya jika mendengar ia salah membentuk segel? Sasuke menggelengkan kepalanya; berusaha mengenyahkan bayangan Uchiha Itachi dari benaknya.

"Jutsu apa yang sebenarnya sedang kita praktekkan, Dobe?" Sasuke bertanya tanpa menatap pemuda berambut pirang itu. Ia mendengar suara langkah kaki pelan yang sepertinya tengah mendekatinya. Namun ia tidak mendongak dan hanya menatap dengan teliti tulisan-tulisan berwarna hitam yang tercetak di permukaan gulungan. "Kau mengatakan kepadaku kalau mungkin saja gulungan ini berisi jutsu yang hebat. Heh, aku rasa kau salah, Usuratonkachi."

Terdengar desis pelan tidak jauh darinya sebelum Sasuke merasakan Naruto mendudukkan diri di hadapannya. Ia mengerling ke arah pemuda pirang itu; mendapati kening Naruto berkerut.

"Err—sebenarnya aku juga tidak tahu jutsu apa yang ada di gulungan itu, Sasuke," Naruto berbisik sembari menggaruk bagian belakang kepalanya. Sasuke tidak bisa mencegah kedua matanya membelalak; menatap tidak percaya ke arah teman satu timnya. "Hei, jangan terlihat terkejut seperti itu, Teme! Aku hanya mengambilnya dari kantor Tsunade baa-chan. Kupikir kalau mungkin saja gulungan itu berisi jutsu yang hebat-ttebayo~!"

Oh, Kami-sama, Sasuke terlihat seperti orang bodoh sekarang. Katakan sekali lagi mengapa ia bisa-bisanya menyetujui permintaan si pirang. Ah, ya, Sasuke tidak suka mendengar Naruto merengek. Rengekan pemuda itu membuat telinganya panas dan sakit. Ia tidak tahan jika Naruto melakukan hal seperti itu. Ia lebih baik mendengar gonggongan Akamaru daripada rengekan si pirang. Sungguh, Sasuke benar-benar menganggap bahwa dirinya sangat bodoh.

"Naruto," Sasuke mendesis dengan kedua mata yang menatap tajam si pirang. Ia bisa melihat tubuh pemuda di hadapannya sedikit tersentak. Cengiran lebar yang entah sejak kapan terpatri di wajah Naruto perlahan menghilang. Sasuke menghela napas panjang. "Kau benar-benar bodoh, Usuratonkachi. Mengapa kau bisa begitu saja mengambil gulungan tanpa mengetahui isi gulungan itu, huh? Di mana kau meletakkan otakmu?"

"Oi! Berhenti mengejekku atas kesalahan kecil yang kulakukan, Teme!" Naruto berteriak dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Tatapan pemuda itu tajam namun tidak sampai mengintimasi Sasuke. Pemuda berkulit pucat itu hanya memutar bosan kedua matanya. "Lagi pula bukan salahku jika aku membawa gulungan ini ke rumah. Salahkan Tsunade baachan yang meletakkannya sembarangan dan membuatku penasaran dengan isinya, kau tahu?"

"Dan kau seharusnya menanyakan apa isi gulungan ini kepada Hokage-sama terlebih dahulu, Idiot! Bagaimana jika gulungan ini adalah gulungan bermasalah?"

Kedua iris biru cerah Naruto melebar sejenak. "Ah, aku tidak memikirkan hal itu," bisik Naruto tanpa memedulikan tatapan membunuh yang dilayangkan Sasuke saat ini. "Tapi... sudah terlanjur kau baru mengatakannya sekarang, Sasuke! Kita sudah membuka gulungan ini, bukan? Lagi pula sepertinya gulungan ini tidak berbahaya. Kau lihat, hanya muncul asap berwarna kuning. Kita masih baik-baik saja, bukan?"

Sasuke kembali mendecakkan lidah. "Yeah. Hanya asap berwarna kuning," Sasuke membeo dengan menyunggingkan senyum sinis di wajah pucatnya. "Tapi apa pernah kau melihat asap seperti tadi, Dobe? Asap yang biasa tidak pernah berwarna seperti tadi. Apa salah jika aku berpikir akan terjadi sesuatu yang buruk?"

Kedua oniks Sasuke melihat bagaimana mulut Naruto terbuka dan menutup seperti mulut ikan; membuatnya kembali mendesah. Sasuke baru saja ingin menyarankan mereka untuk menemui Tsunade sebelum perhatiannya teralihkan oleh angin kencang yang bertiup memasuki ruangan; membawa beberapa kelopak bunga sakura yang tumbuh menjulang di samping apartemen Naruto masuk ke dalam ruangan bersamaan dengan aroma aneh yang tiba-tiba tercium olehnya dan entah mengapa membuat tubuhnya tersentak.

Sasuke bisa merasakan ada yang salah dengan dirinya begitu angin kencang kembali bertiup. Aroma aneh itu kembali tercium olehnya. Namun dibandingkan sebelumnya, ia bisa menebak aroma tersebut. Campuran antara bau garam yang terbawa oleh angin laut serta bau matahari di musim panas. Sasuke bisa memastikan kedua aroma yang diciumnya sekarang. Tanpa sadar mengerang pelan ketika aroma itu menusuk indera penciumannya. Ia bahkan tidak mendengar Naruto memanggil namanya dan mendekatinya.

Aroma memabukkan itu semakin tercium olehnya bersamaan dengan angin musim semi yang kembali bertiup melalui jendela yang terbuka. Kedua mata pemuda berkulit pucat itu terpejam erat. Sasuke tahu ada yang salah dengan dirinya. Ia tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya hanya karena aroma yang diciumnya. Ia tidak pernah menganggap bahwa rasa garam yang bercampur dengan udara angin laut mampu membuat tubuhnya aneh seperti sekarang.

"—me! Apa yang kaulakukan?"

Diamlah! Sasuke berteriak dalam hati ketika sepertinya ia mendengar seseorang memanggil namanya. Ia tidak ingin ada orang yang mengganggunya saat ini. Sekarang, ia hanya ingin menghirup dalam-dalam aroma memabukkan itu. Berharap bisa merasakan dan mencicipi aroma memabukkan tersebut. Sasuke seolah-olah tidak peduli dengan sekelilingnya. Ia menjadi semakin tidak peduli ketika hidungnya mencium aroma itu; membuatnya semakin mencondongkan tubuh tanpa membuka kedua matanya. Ia tidak tahu dari mana aroma itu berasal. Ia juga tidak sadar bagaimana lidahnya kini terjulur; mencoba mencicipi aroma musim panas yang sekarang menusuk hidungnya. Kembali mengerang dan sesekali mendesah.

"—darlah! Berhenti menjilatiku, Teme!"

Sasuke tidak bisa mencegah ringis kesakitan meluncur dari bibirnya saat ia merasakan sesuatu mengenai puncak kepalanya. Perlahan, kedua kelopak mata pucat itu terbuka. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali sampai pada akhirnya menyadari sekelilingnya. Ia ingat kalau sebelum ini, ia terduduk di atas lantai di apartemen Naruto; mengamati sebuah gulungan perkamen.

"Kau sudah sadar, Bastard?"

Sang Jounin Konoha itu kembali mengerjapkan mata ketika mendengar suara Naruto. Kedua matanya mencari di mana keberadaan si pirang sebelum ia mendengar Naruto kembali memanggilnya. Sasuke hanya bisa mengerutkan kening saat menyadari kalau Naruto tengah terbaring di atas lantai dengan tubuhnya yang berada di atas tubuh pemuda itu. Ya. Sasuke tidak salah. Saat ini ia memang tengah duduk di atas tubuh Naruto. Kedua oniks miliknya segera membelalak menyadari posisi tersebut.

Sejak kapan ia berada di atas tubuh Naruto? Dan... dan sejak kapan tangan kanannya berada di balik kaos hitam yang dipakai pemuda itu sementara tangan kirinya berada di pinggang Naruto? Sejak kapan kedua tangan Naruto berada di bahunya? Yang lebih mengerikan lagi, mengapa ia merasakan panas di seluruh tubuhnya setelah menyadari aroma memabukkan yang diciumnya barusan berasal dari tubuh Naruto?

Oh, my...

"Damn, Teme! Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu, tapi kau hampir saja memperkosaku, kau tahu? Menyingkir dariku, Brengsek!"

"A—apa?"

Sasuke hanya bisa menatap horor pada sosok Naruto ketika pemuda itu menceritakan bagaimana dirinya yang tiba-tiba mencondongkan tubuh sebelum mendorong tubuh Naruto terbaring di atas lantai dan menindih pemuda itu. Ia juga seperti tengah bermimpi mendengar bagaimana dirinya menyurukkan kepala di antara perpotongan leher dan bahu Naruto sebelum menjilati permukaan kulit kecokelatan pemuda itu. Ia sangat yakin kalau dirinya tidak akan pernah melakukan hal semacam itu apalagi kepada Naruto.

What the hell is going on here?

。。。

"—Dia menjilat dan mengendusku seperti seekor anjing, Sakura-chan! Apa dua hal itu belum cukup membuatmu memeriksanya, huh? Teme sudah tidak waras lagi! Aku bisa men—"

Suara nyaring Naruto menggema di koridor rumah sakit Konoha. Membuatnya mendapatkan sebuah pukulan di kepala dari sosok Haruno Sakura sebelum ia menyelesaikan kalimat yang ingin dikatakannya karena telah mengganggu ketenangan tempat itu. Naruto meringis pelan namun tidak berkomentar apapun atas apa yang dilakukan gadis berambut merah jambu tersebut. Ia tidak ingin mendapat beberapa pukulan lagi di tubuhnya. Tidak, terima kasih.

"Bisakah kau tenang sedikit dan menceritakan dari awal dengan perlahan, Naruto?" Sakura mendesis. "Aku tidak akan bisa memberi pertolongan apapun jika tidak tahu apa yang terjadi. Kau tiba-tiba datang sambil menyeret Sasuke-kun ke sini dan berharap aku akan membantu tanpa tahu apa yang terjadi, huh? Baka!"

Naruto kembali meringis mendapati tatapan tajam Sakura tertuju kepadanya. Sesekali, ia mengerling ke arah sebuah ruangan yang berada di belakangnya namun segera mengalihkan pandangan begitu ia menangkap sosok Sasuke yang tengah menatapnya dari atas tempat tidur. Sungguh, ia tidak tahu apa yang tengah terjadi beberapa saat yang lalu. Ia tidak pernah memikirkan teman satu timnya akan tiba-tiba menyerangnya seperti apa yang terjadi di apartemennya; membuat Naruto memutuskan untuk membawa Sasuke menemui Sakura. Mungkin medic-nin itu bisa memberi penjelasan mengapa tiba-tiba Sasuke menyerangnya. Hell! Naruto tidak pernah mengharapkan Sasuke tiba-tiba saja menjilat lehernya dan menyusupkan tangan di balik pakaian yang dikenakannya.

Tanpa bisa dicegah, Naruto merasakan tubuhnya bergetar pelan. Dengan cepat menyandarkan tubuh pada dinding terdekat sembari menutup wajahnya dengan punggung tangan. Oh, Kami-sama, ia sungguh berharap kalau saat ini tidak ada ekspresi aneh yang diperlihatkannya ketika mengingat apa yang terjadi. Terlebih jika Sakura masih berada di sini. Apa yang harus dikatakannya kepada gadis itu jika Sakura menyadari sikap anehnya sekarang?

Pemuda berambut pirang itu kembali memfokuskan perhatian setelah mendengar Sakura memanggil dan menyuruhnya untuk menceritakan apa yang terjadi. Naruto sempat menarik napas panjang sebelum menceritakan tingkah aneh yang dilakukan Sasuke. Ia bisa melihat ekspresi terkejut di wajah Sakura sebelum gadis berambut merah jambu itu mengatakan untuk menunggu bersama Sasuke sementara memanggil Tsunade untuk datang ke sini. Sebelum Naruto sempat mengatakan apapun, Sakura sudah berlari menjauh; meninggalkan dirinya di depan pintu kamar rumah sakit dengan pertimbangan apakah ia akan memasuki ruangan di belakangnya atau lebih memilih menunggu di sini.

Namun pada akhirnya, setelah menggerutu selama beberapa menit, Naruto membalikkan tubuh dan berjalan mendekati tempat tidur Sasuke. Berdiri dengan kedua tangan terlipat di belakang kepala dan hanya menatap sosok pemuda berambut hitam kebiruan itu sebelum menghela napas panjang. Ia menyeret sebuah kursi dan mendudukkan diri di samping jendela yang terbuka. Kepalanya bersandar pada pinggiran jendela dengan pandangan yang menatap langit musim semi. Sempat memejamkan mata menikmati angin yang bertiup.

Naruto tidak suka kesunyian seperti ini. Tidak. Ia jauh lebih memilih berada di tengah keramaian daripada tempat ini. Akan tetapi, ia tidak bisa membiarkan Sasuke berada sendirian di rumah sakit. Ia juga ingin mendengar apa yang sebenarnya terjadi pada teman satu timnya.

"... Err, Teme? Apa kau—"

"—Aku tidak ingin membicarakan apa yang terjadi."

Naruto mendecih mendengar bagaimana nada suara Sasuke ketika memotong kata-katanya. Dengan kasar, ia menyeret tempat duduknya dan meletakkan benda itu tepat di samping tempat tidur Sasuke; tidak mengacuhkan bagaimana tubuh pengguna Sharingan itu tersentak dan beringsut menjauh. "Siapa yang mengatakan kalau aku ingin membicarakan... err, apa yang terjadi tadi? Oi! Berhenti bersikap seolah-olah aku tidak berada di sini, Asshole!"

Sasuke mendesis pelan, "Shut up, Idiot."

Si pirang tidak mengacuhkan kata-kata Sasuke. Dengan seenaknya, ia menjulurkan kaki di atas tempat tidur Sasuke dan menendang kaki pemuda berkulit pucat itu; menuai tatapan tidak suka dari Sasuke. Cengiran lebar terukir di wajah Naruto ketika Tsunade dan Sakura berjalan memasuki ruangan serba putih itu sebelum Sasuke dapat melakukan sesuatu. Namun cengiran lebar itu hanya bertahan sebentar ketika ia menyadari bagaimana roman muka yang diperlihatkan sang Hokage Konoha saat ini. Naruto meneguk ludahnya sendiri dengan terpaksa, segera bergerak menjauhi sosok wanita berdada besar itu.

Naruto tahu kalau Senju Tsunade tengah marah dan ia tidak ingin salah satu tulang rusuknya patah karena terkena pukulan wanita itu.

"KAU!" Tsunade berteriak kepadanya dengan jemari telunjuk yang teracung ke arahnya. Ia bahkan bisa melihat seringai tersungging di wajah pucat Sasuke. "Apa lagi yang sudah kaulakukan sekarang, Bocah? Mengapa kau tidak pernah berhenti membuat kekacauan, huh?"

"Aku tidak melakukan apapun, Baachan," Naruto mengelak. Ia tahu seharusnya ia tidak melakukan hal itu. Hanya saja, apa yang bisa dilakukannya ketika berhadapan dengan salah satu Sannin Konoha? Sosok Tsunade yang marah jauh lebih mengerikan dibandingkan dengan Sakura. "Aku tidak melakukan apapun! Sungguh!"

"Jangan harap aku akan percaya apa yang kaukatakan, Naruto," desis Tsunade sembari berjalan mendekati Sasuke, menanyakan bagaimana keadaan pemuda itu sebelum kembali menatapnya. "Semoga ini menjadi pelajaran bagimu untuk tidak mengambil apapun yang ada di kantorku, Naruto. Beruntung gulungan yang kau ambil bukanlah gulungan yang berisi jutsu yang berbahaya."

Naruto menggaruk bagian belakang kepalanya. Damn, ia cukup beruntung Tsunade tidak melemparkan botol sake atau benda apapun kepadanya. "Apa yang terjadi dengan Sasuke? Dia baik-baik saja, bukan?" Naruto bertanya. Ia sedikit—oke, ia cukup cemas jika terjadi sesuatu kepada pemuda itu.

"Sasuke akan baik-baik saja. Dia hanya terkena sejenis efek samping dari jutsu di gulungan—" Tsunade kembali menatap tajam ke arah Naruto. "—yang kau ambil di ruanganku. Gulungan itu bukan berasal dari Konoha. Aku mendapatkannya dari misi terakhir yang dilaksanakan salah satu ANBU. Shizune hampir selesai memeriksanya sebelum kau mengambilnya, Bocah! Katakan padaku, apa efek samping dari jutsu yang ada di gulungan itu?"

Pertanyaan tersebut lebih ditujukan kepada Sasuke. Naruto bisa melihat pemuda Uchiha itu terlihat tidak nyaman sehingga memilih mengalihkan pandangan ke arah lain. Salahkah ia jika dirinya sempat melihat rona merah di wajah Sasuke sebelum pemuda itu menutupi wajah dengan telapak tangan? Ya. Mungkin Naruto memang salah. Uchiha tidak mungkin seperti itu.

Dalam diam, Naruto berusaha mendengarkan penjelasan yang diberikan Sasuke kepada Tsunade. Sempat beberapa kali saling bertukar bingung dengan Sakura ketika Sasuke mengatakan apa yang dicium pemuda itu setiap kali berada di dekatnya. Aroma yang mampu membuat Sasuke kehilangan kendali dan tanpa sadar melakukan hal-hal aneh. Naruto merasakan sesuatu yang aneh pada tubuhnya setiap kali mendapati pandangan Sasuke tertuju kepadanya. Pemuda berkulit pucat itu terlihat tidak nyaman; sama seperti dirinya.

Sesuatu tengah terjadi dan Naruto tahu kalau hal itu bukanlah sesuatu yang baik.

。。。

Sasuke mau tidak mau menghembuskan napas lega ketika ia melangkahkan kaki di luar bangunan rumah sakit Konoha. Hanya dua hari saja, dua hari yang menyebalkan, sudah membuatnya tidak tahan berada di tempat itu. Siapa yang tidak akan tahan jika setiap kali ada saja yang datang mengganggumu? Entah itu Inuzuka Kiba bersama Akamaru yang datang mengunjunginya atau Rock Lee yang mengajaknya bertarung setelah ia keluar dari rumah sakit. Sial, ia hanya terkena efek samping ringan dari sebuah jutsu. Ia tidak perlu sampai dijenguk oleh orang-orang itu; membuatnya lebih berharap berada di rumahnya sendiri daripada rumah sakit.

Pemuda berkulit pucat itu memijat pelan keningnya sembari berjalan melintasi jalanan Konoha; berusaha tidak mengacuhkan kikik pelan dari gadis-gadis Konoha yang melihatnya. Pikirannya masih tertuju kepada penjelasan Tsunade yang mengatakan apa yang terjadi pada tubuhnya. Efek samping yang dialaminya benar-benar menyebalkan. Ia sampai harus menjaga jarak dari Naruto agar dirinya tidak kehilangan kendali setiap kali mencium aroma tubuh pemuda itu. Ya. Sasuke menyadari kalau sikap aneh yang terjadi kepadanya hanya dialami jika berada terlalu dekat dengan si pirang.

Dan ia menyalahkan efek samping itu karena telah membuatnya berpikir yang tidak seharusnya mengenai si pirang. Ingatlah, Uchiha Sasuke! Naruto adalah temanmu! Teman yang sudah kau anggap seperti saudaramu sendiri. Tidak seharusnya ia memikirkan bagaimana seandainya jika efek samping ini tidak sembuh. Sasuke mendecakkan lidah. Hidupnya akan menjadi kacau jika hal itu sampai terjadi.

Ia masih ingat Tsunade mengatakan penyebab mengapa ia hanya merasakan efek samping tersebut jika berada di dekat Naruto. Mungkin karena ia menghirup asap berwarna kuning dua hari yang lalu di mana saat itu Naruto berada di dekatnya, begitu penjelasan Tsunade. Sang Hokage juga mengatakan kalau efek samping yang dialaminya hampir mirip dengan genjutsu. Hanya saja tidak terlalu berbahaya. Akan sembuh hanya dalam hitungan hari. Yeah, Sasuke hanya bisa berharap efek samping ini cepat sembuh. Ia tidak suka memikirkan bagaimana dirinya bersikap aneh setiap kali ia mencium aroma tubuh Naruto yang menguar di sekitarnya.

Dengan helaan napas panjang, Sasuke menapaki jalan menuju rumahnya. Segera mengutuk pelan ketika penciumannya menangkap aroma yang begitu dikenalnya terbawa oleh angin yang berhembus. Ia tahu pemilik aroma ini berada tidak jauh darinya.

Naruto. Damn that idiot! Mengapa si idiot itu harus muncul di saat seperti sekarang?

Sasuke merasakan tubuhnya menegang ketika tanpa sadar menghirup dalam-dalam aroma laut bercampur aroma matahari di musim panas. Tubuhnya memanas dan membuatnya segera menggenggam bagian depan pakaian yang dikenakannya setelah menyadari aroma yang diciumnya semakin pekat di antara udara di sekitarnya. Segera membalikkan tubuh dan mengutuk dalam hati mendapati sosok si pirang yang berlari ke arahnya. Napas pemuda itu tersengal seolah-olah baru saja berlari jauh.

Ia tidak mengerti mengapa pemikiran mengenai ingin menenggelamkan kepala di lekuk leher dan mencium aroma tubuh pemuda itu adalah hal yang paling diinginkannya sekarang. Sasuke bahkan harus berusaha menahan kedua tangannya untuk tidak terulur dan menyentuh tubuh penuh keringat itu saat ini juga. Kami-sama... mengapa sekarang ia terdengar seperti mempunyai ketertarikan terhadap si pirang? Hanya karena sebuah efek samping? Hah! Sasuke benar-benar ingin tertawa sekarang. Ia tidak mungkin memiliki perasaan seperti itu kepada si pirang.

"Te-Teme..." Suara Naruto terdengar berbisik di tengah keramaian di sekitar mereka. Pemuda itu masih berusaha mengatur napas yang memburu. "Kau berjalan terlalu cepat, kau tahu?"

Salah satu alis Sasuke terangkat sambil berusaha menjauhkan diri dari pemuda di hadapannya ketika Naruto mengatakan mengapa dirinya keluar dari rumah sakit tanpa mengatakan apapun. Namun menjauhkan diri dari Naruto semakin sulit dari hari ke hari. Ia menyadarinya. Ia menyadari bagaimana dirinya mulai tidak bisa menahan diri untuk tidak menyentuh permukaan kulit kecokelatan Naruto setiap kali mereka berada di dalam jarak yang dekat. Tidak seperti pertama kali ia tidak menyadari apa yang dilakukannya, selama dua hari terakhir, tubuhnya merespon sendiri setiap kali ia mencium aroma tubuh Naruto.

Aroma tubuh Naruto membuatnya benar-benar tidak bisa membuatnya berpikir dengan jernih. Memabukkan. Membuatnya ingin selalu berada di dekat Naruto dan menghirup aroma dari tubuh pemuda itu. Sasuke tahu kalau hal itu bukanlah sesuatu yang baik.

Ini semakin memburuk. Sangat buruk.

Tidakkah Naruto merasa dirinya menjijikkan jika tahu pemikiran apa yang sekarang tengah melintas di kepalanya? Kedua iris oniksnya melebar. Dengan cepat menggelengkan kepalanya.

"Aku harus pergi," Sasuke berbisik. Ia dengan cepat mundur beberapa langkah ketika mendapati Naruto berjalan mendekatinya dengan tangan terulur ingin menggapainya. Tanpa mengatakan apapun kepada teman satu timnya, ia membalikkan tubuh dan berjalan cepat menuju rumahnya; tidak mengacuhkan panggilan Naruto. Pengguna Sharingan itu menyandarkan tubuh pada pintu rumahnya, membiarkan tubuh kurusnya merosot sampai terduduk di atas lantai. Helaan napas terdengar dari pemuda itu.

Ini buruk. Sangat. Sasuke bisa merasakannya. Tidak seperti perkiraannya bahwa efek samping itu akan semakin memudar seiring waktu, hal yang terjadi malah sebaliknya. Ia bisa merasakan jika reaksinya terhadap keberadaan Naruto justru semakin memburuk dan ia tidak mengharapkan itu terjadi. Dan sikap Naruto yang sepertinya tidak ingin menjauhi dirinya setelah apa yang pernah terjadi di apartemen pemuda itu sama sekali tidak membantu. Bukankah harusnya sekarang Naruto menjauhinya atas sikap anehnya ini? Bukan bersikap seperti biasa seolah-olah tidak ada sesuatu yang terjadi.

Ia perlu menjauhi pemuda itu sebelum dirinya bersikap aneh dan lepas kendali.

。。。

"... Sasuke menghindariku."

Sakura yang ketika itu tengah menyesap teh hijau menghentikan apa yang dilakukannya dan menatap bingung kepada sosok Naruto. Gadis berambut merah jambu itu mengerutkan kening namun tidak mengatakan apapun.

"Yeah, Sasuke menghindariku sejak satu minggu yang lalu. Aku mencoba menemuinya di kediaman Uchiha tapi dia tidak ada di sana. Aku juga mendengar kalau Sasuke pergi ke luar desa untuk menyelesaikan misi. Tidak mengatakan apapun kepadaku kapan akan pulang. Kau percaya kalau Sasuke sedang menghindariku 'kan, Sakura-chan?" Naruto bertanya. Tangan kanannya mengacak helaian rambut pirangnya dengan kesal. Sesekali mendecakkan lidah dengan kesal.

Salah satu alis medic-nin itu terangkat. "Kau terdengar sangat khawatir, Naruto," kata Sakura. "Dan sejak kapan Sasuke-kun harus mengatakan kepadamu mengenai misi yang harus dilakukannya? Kau bukan orang tua atau bahkan saudara Sasuke-kun, Idiot. Dia berhak melakukan apapun tanpa perlu mengatakannya terlebih dahulu kepadamu."

"Tapi Sasuke adalah temanku! Bayangkan siapa lagi yang harus mengkhawatirkannya selain kita!" Naruto berseru; tidak mengacuhkan bahwa saat ini ia menarik perhatian orang-orang di sekitarnya. Naruto menatap teman satu timnya dengan bingung. "Kau juga akan bersikap sepertiku terlebih jika terjadi sesuatu kepada Sasuke, bukan? Apalagi dengan kondisi Sasuke. Kau tidak khawatir, huh?"

"Sasuke-kun bisa menjaga dirinya sendiri. Dia shinobi yang tidak bisa dianggap remeh, Naruto," Sakura berkata dengan nada seolah-olah membiarkan Sasuke menjalani misi di tengah efek samping dari gulungan bukanlah sesuatu yang buruk. "Lagi pula aku yakin dia tidak apa-apa. Tsunade-sensei mengatakan efek samping itu hanya berlangsung selama beberapa hari."

Naruto sungguh ingin mengatakan sesuatu. Namun pada akhirnya ia memilih diam setelah mendapati Sakura menatapnya dengan tatapan tajam dan mengatakan kalau ia tidak perlu bersikap terlalu berlebihan. Memang mungkin benar apa yang dikatakan gadis itu hanya saja tidak cukup membuatnya berhenti mengkhawatirkan Sasuke. Salahnyalah Sasuke bersikap aneh kepadanya. Yeah, Naruto mengakui kesalahan yang telah ia buat.

"Tapi itu tidak menjelaskan mengapa Sasuke menghindariku, Sakura-chan."

Sakura kembali menyesap teh hijau di tangannya. "Mungkin Sasuke-kun memang sedang sibuk. Tidak bermaksud untuk menghindarimu. Lagi pula apa yang menyebabkan Sasuke-kun menghindarimu? Kau tidak melakukan sesuatu yang membuatnya kesal 'kan?"

Naruto menggeleng pelan dan mengatakan bagaimana mungkin ia membuat Sasuke kesal sementara sejak pemuda itu keluar dari rumah sakit mereka tidak pernah bertemu lagi? Naruto juga ingat bagaimana dirinya selalu mendapati keadaan kediaman Uchiha yang kosong setiap kali mengunjungi rumah Sasuke. Naruto tahu Sasuke tengah menghindarinya dan ia tidak menyukai hal itu.

Si pirang mendecakkan lidah. "Apa mungkin Sasuke menghindariku karena apa yang terjadi? Maksudku, Sasuke bersikap biasa saja sebelum kejadian dengan gulungan itu, bukan? Apa jangan-jangan Sasuke merasa tidak enak denganku?"

Sakura mengedikkan bahu. "Mungkin. Tapi kau tidak perlu khawatir. Efek sampingnya akan segera hilang. Mungkin saat Sasuke-kun kembali, dia sudah tidak menghindarimu lagi," ujar Sakura. Keningnya berkerut ketika menyadari ekspresi wajah pemuda di hadapannya terlihat sedikit... kecewa. Ya. Sakura tidak salah melihat ekspresi seperti itu di wajah Naruto. "Naruto? Kau baik-baik saja? Mengapa kau terlihat tidak senang?"

Pemuda bermarga Uzumaki itu mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum menelengkan kepalanya. "Aku? Terlihat tidak senang?" ia membeo. "Untuk apa? Hahaha... jangan berbicara hal yang tidak masuk akal, Sakura-chan! Tentu saja aku akan senang jika efek samping yang dialami Sasuke segera hilang! Aku... err, tidak suka setiap kali mendapati Sasuke seperti ingin menyerangku. Kau tidak melihat apa yang pernah dilakukan Sasuke padaku, Sakura-chan!"

Naruto membuat gerakan memeluk tubuhnya sendiri sembari bergetar pelan. Tertawa canggung melihat bagaimana kedua mata hijau gadis itu menyipit memandangnya. Naruto dengan cepat mengalihkan pandangan ke arah langit cerah di atas desa Konoha; mengenyahkan pemikiran tidak suka bahwa Sasuke akan kembali bersikap biasa jika efek samping dari gulungan itu akan segera menghilang.

Ia tidak seharusnya merasa tidak suka, bukan? Seharusnya ia bersikap sebaliknya. Ya, 'kan? Sungguh, Naruto tidak tahu mengapa ia sempat berpikir bahwa dirinya tidak keberatan atas sikap Sasuke di apartemennya beberapa hari yang lalu.


TBC


[a/n]: hanya sekadar ide random yang muncul setelah cukup lama niat menulis hilang, orz. Ingin membuat sebuah fanfiksi fluffy dan yah—inilah hasilnya. So, wanna leave me review? And I'll try to update ASAP! =)

02/06/2012