Disclaimer: Masashi Kishimoto(Naruto)

Ichie Ishibumi(DxD)

Genre: Adventure, Supranatural, a bit of Romance

Pair: Naruto x ...

Warning: Gaje, jelek, non-EYD, dan banyak lageh...

o

~oOo~

o

"Selamat pagi!."

"Selamat pagi!."

Seperti itulah kira-kira yang kudengar dari balik pintu kelas itu. Aku mencoba mengatur nafasku sembari melemaskan syaraf-syaraf yang tegang. Tak bisa dipungkiri, lingkungan baru benar-benar mendebarkan.

"Baik, kalian pasti sudah mendengar beritanya bukan? Hari ini kita akan kedatangan murid baru. Baik Uzumaki-san , silahkan masuk!." Ah, itu dia yang kunanti-nanti.

* Tak, Tak, Tak*

Entah saking tegangnya atau apa, aku bahkan tak bisa mendengar langkah kakiku sendiri. Kuarahkan pandanganku pada seluruh kelas dan mendapati pandangan penasaran dari sebagian besar 'penghuninya'.

"Silahkan perkenalkan dirimu Uzumaki-san." Aku hanya menganggukan kepala saat tatapanku dan sensei cantik itu bertemu.

"Perkenalkan, namaku Uzumaki Naruto aku pindahan dari kota Kyoto. Mohon bantuannya untuk dua setengah tahun kedepan!." Ucapku agak lantang sambil membungkukan sedikit badanku. Aku merasa mereka memandang aneh padaku.

"Nah, Uzumaki-san, ada yang ingin kau sampaikan lagi?."

"A-ano, hehehe. Itu saja kurasa." Ucapku cengengesan yang dihadiahi senyuman olehnya. Sensei-ku ini ternyata kawai juga ya.

"Nah kalian memiliki pertanyaan terhadap Uzumaki-san?." Seketika beberapa orang pun mengangkat tangannya. Sensei kemudian menunjuk gadis berambut jingga dengan kacamata menghias wajahnya.

"Ya Kiryuu-san, silahkan."

"Ano Uzumaki-san, apakah kau sudah memiliki kekasih atau semacamnya?." sebulir keringat muncul di dahi sebelah kiri-ku mendengar kalimat yang 'cukup' frontal seperti itu.

"Tidak dan sampai hari ini belum." Kelaspun mendadak menjadi sunyi, terdengar berbagai bisik-bisik yang tidak jelas bersama tatapan-tatapan mencurigakan. Ada yang salah dengan ucapanku?.

"Ada yang ingin bertanya lagi." Ah kumohon sensei jangan lagi. "Ah iya Yuuto-san, silahkan." Aku menatap siswa berambut pirang yang tadi ditunjuk oleh sensei.

"Kalau boleh tau, apa alasanmu pindah dari sekolahmu ke sekolah ini." Dadaku merasa sesak mendengar pertanyaan darinya. Aku belum merasa perlu menjelaskam perihal tersebut.

"Ada sedikit kejadian tak mengenakan yang terjadi disana, jadi aku terpaksa harus pindah dari sana."

"Ah, maaf jika itu membuatmu tak enak Uzumaki-san." Tampak sedikit raut kecewa diwajahnya.

"Ah, kita sudahi sesi kali ini. Kalian bisa saling memperkenalkan diri diluar jam nanti. Selain itu, aku juga akan memperkenalan diriku juga." Akupun menatap antusias kearah orang yang akan jadi guruku itu. Dimataku, tampak seorang ah, aku bingung. Terlalu belia untuk wanita dan sedikit tampak terlalu dewasa untuk seorang gadis. Surai peraknya dibiarkan tergerai dengan manik biru menatap ramah padaku. "Nama sensei Rossweisse Valk, sebenanya sensei berdarah Scotlandia, tapi sudah lama berdomisili disini.Sensei juga akan menjadi wali kelasmu, jadi jangan sungkan ya." Ujarnya dibarengi senyum lembut.

"Nah, sekarang kau bisa duduk di belakang Hyoudo-san. Hyoudou-san, tolong angkat tanganmu." Pandanganku teralih pada pemuda berambut coklat yang mengangkat tanganya sembari memasang raut wajah ramah. Akupun melangkah kearahnya, belakangnya tepatnya.

"Salam kenal Uzumaki-san semoga kita jadi teman akrab." Ujarnya dengan tangan terulur kearahku. Akupun menerima salam itu dengan senang hati.

"Sip Hyoudo-san."

"Yosh! Kita mulai pelajarannya!."

"Uwoooohh!."

o

*Skip Time*

*Rest Time*

o

"Jadi Uzumaki-san, sekarang kau tinggal disebelah mana?." Tanya Hyoudo padaku. Cukup terdengar aneh ditelingaku mendengar kata 'disebelah mana?'.

"Komplek perumahan Sakura, rumah nomor 10 dengan pohon Cemara didepannya."

"Wah! Rumah kita berdekatan berarti. Cuma nomor rumahku itu beda, nomer 7 tepatnya." Anggukan kepalaku mungkin meyakinkannya bahwa aku paham dengan apa yang dia ujarkan. Kalo dipikir-pikir tidak aneh si aku belum melihatnya, ini kali pertamaku keluar dari rumah setelah kepindahnku ke kota ini kemarin sore.

"Nah, Uzumaki-san, lain waktu datanglah ke rumahku dengan keluargamu. Kita makan malam bersama."

"Mm, terimakasih." Dia tampak senang mendengarnya. Kami pun mulai berbincang-bincang tentang banyak hal bersama. Dan yah, aku cukup menikmati interaksi ringan kami meski kadang topik yang dia pilih menjurus ke arah hal-hal yang berhubungan dengan payudara atau apalah itu.

"Ayolah Uzumaki-san, kapan-kapan ikutlah dengan teman-temanku. Akan ku tunjukan surga dunia remaja yang akan menambah kesehatan jiwa ragamu hingga beberapa tingkat." Aku tertawa gugup mendengar itu. Apa dia tak sadar, dia mengucapkan hal se-tabu itu dengan lantang, dan sialnya mengundang tatapan-tatapan aneh kearahnya.

"Eh-e-heheh maaf Hyoudou-san, sepertinya itu akan menodai reputasi yang coba kubangun disini". Ayolah masa sih murid pindahan baru seperti aku melakukan hal yang terbilang bar-bar begitu. Bikin aku dibenci saja.

" Cih! Peduli amat dengan reputasi. Selama nutrisi jiwani mu terpenuhi, kebahagiaan akan datang padamu."

"Ano, aku tak bisa berkomentar banyak tentang itu hehehe." Mungkin ini sudah keberapa kali aku dibuat tertawa kikuk olehnya. Mindset-nya benar-benar 'sesuatu'.

"Jadi, bagaimana menurutmu Uzumaki-san? Tertarik?."

"Ah-hahaha akan kupikirkan." Untuk melakukan exorcist-me kepada otakmu tepatnya.

"Yosha! Aku akan mencari temanku dulu. Jaa Uzumaki-san." Aku cuman mampu menghela mafas terus-menerus menyaksikan tingkah ajaib rekan sekelasku itu. Kuputuskan untuk memakan bekalku sekarang.

"Ano Uzumaki-san, namaku Xenovia Quarta. Sebaiknya kau jauhi saja bocah Hyoudo itu." Em, didepanku berdiri seorang gadis semampai bersurai biru denan beberapa helai berwarna hijau yang nyasar.

"Emm ano, memangnya kenapa ya?."

"Kau bisa tertular kemesumannya nanti, dan mungkin kau akan dikucilkan." Sudah kuduga. Mesum memang kurang bagus dalam kehidupan bersosial di jaman milenium.

"Souka, tenang saja Quarta-san, aku steril dari hal-hal begituan. Tapi jikalau menjauhi mereka aku rasa tidak bisa."

"Kenapa? Atau jangan-jangan?." Jangan-jangan apa coba.

"Enyahkan semua pikiran anehmu Quarta-san. itu sama sekali tidak ada campur tangan unsur ber-rating H kok. Hanya saja, dia teman pertamaku disini. Jadi aku tak mungkin melakukan tindakan untuk mengucilkan Hyoudou-san. Aku undur diri sebentar, ada panggilan yang harus segera ku jawab. Jaa," Kulangkahkan kakiku kearah luar ruangan kelas meninggalkannya dengan raut bingung mendengar kalimat yang begitu ambigu. Aku harap masih banyak tempat sunyi untuk makan bekalku.

"Mmm mungkin diatap itu ide bagus." Aku cukup lelah setelah beberapa menit berkeliling-keliling sendiri sembari membawa denah untuk mencari 'spot' yang tepat. Kuharap saja diatap tidak ramai, jadi tenagaku untuk menaiki tangga yang tidak sedikit ini bukan hal yang sia-sia.

*Kriet*

"Akhirnya." Seduai harapanku tempat yang sunyi dan tenang untuk menghabiskan bekal. Sepertinya tempat di sana bagus, angin sepoi-sepoi yang menyenangkan ditambah kondisi beberapa 'spot' yang teduh karna bayangan bangunan akan sangat sempurna.

*Kriet*

Belum sempat aku membuka kotak bekalku, pintu tadi kembali terbuka dan menampakan orang yang membukanya. Surai merah sepinggang, iris biru kehijauan dengan dada yang diatas rata-rata.

"Apa aku mengganggumu Pirang-san?." Pirang-san? Apa-apaan coba.

"Tidak kok, kau boleh melakukan apapun disini, dan namaku Uzumaki Naruto, jadi kau tak perlu memanggilku dengan 'Pirang-san' lagi." Dia terkikik geli.

"Rias Gremory. Boleh aku duduk disini?." Ujarnya sembari menunjuk posisi disebelahku.

"Tentu." Akupun menggeser tempatku duduk untuk memberinya ruang. Mataku memandang penasaran dengan isi bekal yang tengah dibukanya. "Semua kelihatannya enak ya." Benar-benar bekal yang cantik, persis yang kulihat dari anime-anime yang pernah ku tonton.

"Ah, terimakasih Uzumaki-san, senang rasanya mendengar orang memuji masakanku. Aku memang lumayan jago masak."

"Um, kau benar-benar jago masak ya." Ujarku sambil membuka kotak bekalku.

"S-silau." Ujarnya terbata-bata menyaksikan cahaya keemasan yang menyeruak dari dalam kotak makanku itu. Matanya berkaca-kaca penuh rasa kagum melihat pemandangan yang tersaji dihadapannya.

"He-hebat Uzumaki-san, apa kau sendiri yang membuatnya? Benar-benat ditata dengan cantik." Mampu kutangkap raut kagum diwajahnya.

"Ummu." Aku menggeleng sebagai jawaban. "Kakak yang membuatkannnya untukku."

"Wah dia pasti sangat jago masak ya Uzumaki-san."

"Tentu." Kami pun mulai memakan bekal kami dalam keheningan.

o

*Afterschool*

o

"Aku pulang!."

"Selamat datang Kitsu-kun!." Suara wanita yang menyahut seruanku tadi. Kegiatan disekolah sungguh melelahkan, mungkin berendam air hangat dan beberapa light novel akan membantu.

"Hah, ampun 'deh... Berhentilah memanggilku begitu, aku punya nama. Uzumaki Naruto bila kau lupa." Gadis cantik didepanku ini tampak terkekeh mendengannya. Apa yang lucu coba?

"Maaf-maaf, habisnya kamu mirip rubah sih. Hora-hora liat tuh yang ada dipipimu itu! Aku tak habis pikir gimana ceritanya itu bisa tumbuh hihihi..." Ujarnya sambil menunjuk kumis di pipiku.

"Haah, terserah katamu deh Grayfia." Untuk kesekian kalinya aku menghela nafasku. Dialah Grayfia Lucifuge, anak kandung dari keluarga yang mrngadopsiku sekita 5 tahun lalu. Bisa dibilang dia adalah kakak angkatku sekarang.

*Dugh!*

"Wah, wah rupanya Naruto-chan sudah berani ya?." Suara yang sungguh seduktif dibarengi pelukan pada leherku sehingga dapat kurasakan tekstur dari dadanya yang bersentuhan dengan punggungku.

"Sudahlah kak, aku mau mandi sebentar." Kataku sambil berusaha melepaskan pelukannya.

"Ish, kau membosankan."

"Kau yang aneh kak." Balasku sebelum masuk ke kamar mandi dengan handuk yang terkalung.

"Ahhh, beginilah seharusnya hidup." Aku menenggelamkan tubuhku sampai sebatas bahu dalam bak mandi hangat ini. Melepaskan semua penat dan lelah setelah seharian ini.

*Deg*

Sebuah sensasi aneh menyerang tubuhku secara tiba-tiba, rasa merinding yang kian menjalar ke seluruh tubuhku. Aku mengalihkan pandanganku pada pojok kamar mandi ini.

"Hallu."

Disana, sesosok berdaster putih lusuh berdiri disana memandang nyalang kepadaku. Rambut kusutnya menjuntai dengan beberapa bagiannya tampak seperti bekas hangus. Wajahnya pucat dengan senyum mengerikan, aku menyadari hampir seharian aku belum berjumpa dengan 'mereka'. Tak ada rasa terkejut dariku menyaksikan fenomena sejenis ini, bisa dibilang aku dilahirkan spesial, dilahirkan sebagain Indigo dengan kemampuan spiritiual diatas manusia normal dan ini adalah makan malamku.

"Pergi..." Dia menggumamkan kata dengan samar, meski aku masih dapat mendengarnya dengan jelas.

"Pergi? Tapi ini rumah kakakku, lagipula aku baru pindan disini. Lagipula, bukan kau saja yang pergi? Ini bukan 'rumah'-mu bukan?" aku menjawabnya dengan santai. Kudapati tubuhnya sedikit menegang.

"Pergi... Pergi!...Pergi!..." Ujarnya dengan lebih keras. Dengan menunjukan wajah yang cukup mengerikan, tapi itu takkan mempan padaku, bisa dibiliang ini makanan sehari-hari bagiku. Aku pun bangkit dari bak mandi dan melangkah mendekatinya.

"Agkhghhh!." Dia tampak menyalak dengan pipinya yang memerah, ups aku telanjang.

"Sudahlah, pergilah dengan tenang. Kau hanya buang-buang waktu dan tenagamu untuk ini." Wajah tampa rona 'kemanusiaan' itu memandang aneh kearahku.

"Kenapa kau tak ketakutan?." Apa katanya? Kenapa aku tak takut? Konyol!.

"Kau tak ada seram-seramnya." Aura depresi menguar dari tubuhnya. Dasar aneh.

*Poft!.*

Kepulan asap muncul dari tubuhnya sebelum dia berubah wujud, wujud aslinya. Rambut hitam panjang, mata lavender, kulit yang putih bersih dengan daster yang sama namun tampak bersih. Ya kuakui dia cukup, yah cantik kurasa.

"Ma-maaf meng-mengganggumu." Ujaranya menundukan kepala, tak berani beradu tatap denganku. Hey kenapa pakai gagap segala sih.

"Hey dimana sikapmu tadi?." Aku merasa heran dengan sikapnya yang berubah sama sekali.

"Siapa namamu?."

"Hin-Hinata Hyuu-uga." Jawabnya dengan panik dan tergagap sambil terus memandangi jari-jari kakinya kurasa. Aku sedikit membungkukan badan mencoba melihat wajahnya yang tertutup poni indigo itu. Ups, dia tengan menutup matanya rapat-rapat.

"Mesum." Gumamnya sebelum hilang tiba-tiba. Sialan 'adikku' masih kelihatan.

o

*Skip Time*

o

"Kak, apa kau pernah merasakan keanehan dirumah ini? Hal supranatural khususnya?." Aku bertanya kak Grayfia yang tentang hal yang sejak tadi menggangguku. Dia menghentikan kegiatannya bersama salad hijau itu. Dia mengetuk-ngetukan jarinya di atas meja.

"Aku rasa beberapa hari ini aku sering merasa seperti diawasi. Terutama saat dikamar mandi, aku merasa merinding entah kenapa. Mungkinkah ada hantu disini?." Dia menjawab sambil memainkan saladnya dengan garpu sambil sesekali mentap mataku. Dia salah satu orang yang tau dengan kemampuan ini, kemampuan yang pernah menolong nyawanya dahulu.

"Sebarnya tadi aku bertemu dengan sosok yang mungkin jadi biang keladi masalahmu itu."

"Benarkah." Aku mengangguk sebagai jawaban. Dia menatap penasaran padaku.

"Hum, nanti akan kuselidiki lagi." Ingatanku kembali menerawang ke beberapa menit lalu aku bertemu dengan seseorang yang dengan bodohnya memberikan namanya cuma-cuma. Yap, masih terlalu dini untuk beranggapan dia itu hantu. Kenapa? Dia sama sekali bukan hantu, hantu tak akan mampu merubah wujud seperti itu kecuali lewat proses penarikan energi negatif yang mencemari jiwa mereka. Dia lebih mirip seperti orang iseng yang tengah bermain-main dengan metode pelepasa roh yang aku lupa namanya apa. Selain itu aku masih mampu memcium aroma tubuhnya, bisa dibilang roh juga membawa bau apa bila jiwa itu keluar bukan lewat kematian seperti tadi.

"Kau akan melindungiku bukan? Boleh aku tidur denganmu 'kan?."

"Sudahlah jangan bilang yang aneh-aneh seperti itu. Aku jamin dia takkan menganggumu lagi." Yah sangat yakin malah setelah tadi aku dengan bangganya mempertontonkan bagian pribadiku padanya. Mungkin dia tengah trauma dan depresi sekarang.

"Tapi bagaimana kalau dia datang lagi, dia menyerangku dan mencekiku, dan me-." Aku menghentikan ocehannya dengan telunjuku.

"Ceritakan padaku, apa judul opera sabun yang kau tonton tadi? Sepertinya tingkah alay mereka menular padamu." Dia tampak menggembungkan pipinya mendengar kata-kataku.

"Kau membosankan, aku kan kangen padamu kau baru tiba kemarin. Wajar kan kakak ingin tidur denganmu." Sebulir keringat menetes di dahiku. Wajar dengkulmu. Aku bangkit dari tempat duduku untuk segera menuju kamarku dilantai dua. Rumah ini cukup besar untuk kami berdua, ada sebuah kamar yang masih kosong dan sebuah kamar tamu dengan kamar mandinya masing-masing. Namun, aku jarang masuk kekamar kosong tadi. Pasalnya kakak bilang dulunya itu digunakan sebagai gudang. Sehingga kondisinya kotor dan berdebu, dan yah, kami terlalu sibuk untuk membersihkannya.

"Hey tunggu!." Serunya sambil berlari-lari kecil mengejarku.

"Ada apa lagi?."

"Kan aku sudah bilang aku akan tidur denganmu." Sahutnya enteng, kakaku ini benar-benar tidak beres.

"Haahh, terserah kau saja lah. Ingat, jangan bikin yang aneh-aneh atau kau kutendang dari kamarku." Jawabku putus asa yang dijawab gestur hormat bendera darinya. Memang sedari kecil kakaku yang satu ini selalu ingin nempel denganku, bahkan ayah dan ibu angkatku hendak menjodohkanku dengannya, yah meski kutolak karna beberapa alasan. Aku pun mengambil bantal dan selimut dan merebahkan diriku dilantai.

"Hey! Ngapain kau disana?."

"Tidur, apalagi?."

"Kalau kau tidak mau tidur diranjang aku akan ikut tidur dibawah juga. Kau tega kakakmu ini kena demam dan sakit badan gara-gara ikut-ikutan denganmu."

"Yang minta kau ikut siapa juga."

"Sudahlah, cepat naik atau kau tak akan merasakan makanan enak untuk besok." Nah mulai lagi deh mode otoriternya kambuh lagi.

"Dasar menyebalkan." Cibirku pelan.

"Kau bilang apa?."

"Nyamuk menyebalkan."

"Mana ada nyamuk disini." Aku mengacuhkan ucapannya dan mengambil posisi yang nyaman disebelahnya. Menarik selimuta dan memejamkan mata untuk tidur.

"Woof..." Aku merasakan tekanan dadanya pada punggungku, memperlakukanku sebagai bantal guling baginya. Semakin aku diamkan dia jadi makin berani, sekarang dia mulai melingkarkan kakinya di pinggangku membuat seluruh tubuh kami bersentuhan.

"Hey,." Dia membisikan sapaannya di kupingku.

"Em?."

"Kau tak ingin membalas sentuhan kakamu ini?." Jika saja aku memang ingin, mungkin kau sudah berakhir dengan tak bisa berjalan normal selama beberapa hari. Diperlakukan seperti ini membuatku jengah, sampai aku teringat akan sesuatu.

"Baiklah, kalau kau memang menginginkannya."

"Kyaa!..." Dia memekik kecil saat aku berbalik mendorongnya lalu menindihnya. Kulihat wajahnya menatapku dengan senyum nakalnya.

"Ini pertama kali bagiku, kumohon lakukan dengan pelan." Dengan memajukan wajahku aku mengikis jarak kami berdua.

"Mungki kau tak akan bisa berjalan hingga besok kak." Bisikku di telinganya yang tampak memerah. Dia tampak menutup matanya menunggu apa yang akan aku lakukan.

*Sreek*

"Are?. Hey kau apakan tanganku."

"Ahahahaha..." Aku tertawa lepas setelah rencanaku berhasil. Kini kedua tangannya sudah terikat akibat selotip yang aku dapat dari kantongku. Kini, aku tengah mengikat kedua kakinya hingga sekarang dia lumpuh sepenuhnya.

"Lepaskan aku adik bodoh!." Dia menggeliat-geliat mencoba melepaskan ikatanku, tentu saja dia cuman buang-buang tenaga sia-sia saja.

"Ini hukuman untukmu."

"Kau kejam. Kau tega sekali padaku." Dia menunjukan wajah yang dibuat-buat sedih, dan itu takkan mempan padaku. Aku pun menarik selimut dan mentupi tubuhnya dan tubuhku. Mengacuhkannya yang terus saja bergerak-gerak tak karuan.

*Pluk...*

"Kau menginginkan itu kan?." Aku tak tegaan lalu berbalik dan memeluknya, dia tampak terkejut menerima perlakuan dariku.

"Hmm, nyaman." Kini, dia tengah berbaring dengan tenang dalam dekapanku. Tak butuh waktu lama baginya untuk tertidur. Kulepaskan ikatan selotip pada tangan dan kakinya tadi dan mulai menutup mata untuk tidur.

"Selamat malam."

*POV End*

o

*On a Dark Place*

o

Disebuah tempat yang gelap, beberapa siluet nampak tengah berdiri membentuk pola tertentu dengan sesosok mahkluk humanoid yang terkekang dengan posisi tersalib ditengah-tengah perkumpulan itu. Seluruh tubuhnya nampak kusut dan dipenuhi luka cambuk yang telah mengering. Bibirnya tak henti-hentinya menggumamkan sesuatu.

"Namikaze! Namikaze! Namikaze! Kau akan lihat pembalasanku..."

*TBC*