Naruto © Masashi Kishimoto
One Last Kiss
By clayderain
I
.
[—My love, my tears, our memories
Drop by drop, they are falling against my chest
Though I cry and I cry, the memories won't erase
And again today, I drench my empty heart—]
.
Sasuke Uchiha berdiri menatap pemandangan melalui sisi jendela yang mengarah tepat di depan wajah koto Tokyo yang padat. Dengan bangunan tinggi dan lampu berbagai warna yang bersinar menghias kota ini di malam hari.
Sekaleng coke di tangan kanan, sedangkan tangan kirinya ia masukkan ke dalam saku celananya, Sasuke mencoba membuat dirinya rileks. Ia membutuhkan ketenangan untuk berpikir. Dan mungkin dengan bersantai memandangi kota dapat membuatnya santai sejenak.
Dari rutinitasnya. Pekerjaannya. Kehidupannya.
Sasuke yakin, dengan membuat pikirannya jernih kembali, rasa jenuh dan penat akan menghilang perlahan, sehingga ia siap untuk menjalani aktivitas seperti biasanya besok.
Tapi, sudah nyaris satu jam ia berdiri diam di sana dengan sekaleng coke yang belum masuk setetes pun ke tenggorokannya—tak ada yang berubah. Kejenuhan dan kepanatan ini, perasaan itu, masih menyiksanya. Dan tentu saja ia tak menyukai hal itu.
Setelah merasa bosan berada dalam posisinya sekarang, ia mendesah berat lalu melangkah ke arah balkon apartemennya—mencoba mengganti suasana. Mungkin dengan merasakan semilir angin dapat mengurangi perasaan tersiksa-nya ini.
Sasuke merasakan angin malam yang begitu dingin menusuk kulitnya ketika ia berada di balkon. Rambut hitamnya diterbangkan angin, dan tiba-tiba ia merasa ringan. Perlahan, Sasuke memejamkan matanya, berusaha menikmati suasana hening bersama deru angin yang berhembus.
"Angin malam tidak bagus untuk kesehatanmu, Sasuke."
Suara yang familiar baginya menyadarkannya dari keheningan. Suara kakak laki-lakinya, Itachi Uchiha. Sasuke tidak menoleh dan tetap diam dalam posisinya, hanya saja matanya tidak terpejam kali ini.
Melihat Sasuke mengacuhkannya, dengan tidak menanggapi komentar dan menoleh padanya, sudah cukup membuat Itachi mengerti bahwa Sasuke sedang dalam suasana hati yang tidak baik.
Itachi berkata lagi."Apa sesuatu terjadi padamu, Sasuke?"
Selama beberapa saat, Sasuke tidak kunjung menjawab. Hingga pria itu mengucapkan sepatah kata yang sudah sering kali Itachi dengar—ketika menanyakan hal yang sama sebelumnya.
"Entahlah."
"Tingkahmu itu menyebalkan, kau tahu?"
Sasuke mendengus lalu menoleh pada kakaknya yang menatapnya lurus—dan seringai terpasang di wajahnya.
"Sebenarnya, kau ada perlu apa denganku?" tanya Sasuke akhirnya. Ia tahu, Itachi pasti memiliki alasan khusus berada di apartemennya malam-malam.
Itachi menggeleng pelan dan mendekati Sasuke, berdiri tepat di samping adiknya itu. Seringainya terhapus ketika Itachi mengucapkan."Aku khawatir padamu."
Merasa tidak mengerti mengapa kakaknya harus mengkhawatirkannya, Sasuke menatapnya heran. "Kenapa?"
"Kau bertemu dengan gadis itu lagi," jawab Itachi, lalu menambkan,"kau terlihat tidak baik saat bertemu dengannya tadi. Kupikir, aku harus memastikannya."
Sasuke menegang. Perasaan tersiksa yang membelenggunya, yang dirasakannya sejak tadi, mengambil alih jiwanya. Membuatnya ingin berteriak saat ini juga.
"Aku baik-baik saja," ucap Sasuke memaksakan suaranya tidak bergetar. 'Aku pasti akan baik-baik saja,'yakinnya dalam hati.
Itachi tertegun melihat bagaimana ekspresi Sasuke berubah. Wajah yang beberapa detik lalu masih datar dan dingin, kini berubah seratus delapan puluh derajat. Sasuke terlihat begitu… tersiksa?
Meski adiknya itu berusaha menyembunyikannya dari Itachi, ia bisa merasakan bahwa adiknya sudah pasti tidak baik-baik saja seperti yang dikatakannya tadi. Tapi Itachi hanya mengangguk mengerti.
Jika Sasuke berkata dirinya baik-baik saja, sebagai kakak, ia hanya harus percaya.
"Baiklah."
Itachi memegang bahu Sasuke dan menatap mata onyx Sasuke. Ia tersenyum lembut."Kau harus baik-baik saja,"ucapnya. "Aku pergi dulu."
Dan Itachi pun pergi.
Sasuke mendesah. Ia menatap kelange coke yang masih dipegangnya dengan erat sejak tadi—lalu membantingnya keras ke atas lantai.
-oOo-
Bagi Naruto, bulan Desember tahun lalu adalah bulan terbaik yang pernah dialaminya. Meski salju turun, temperatur sangat dingin dan berbagai macam hal-merepotkan-lain yang terjadi ketika musim dingin; tak akan bisa membuatnya berpikir sebaliknya.
Karena pada saat itu, ia mendapatkan hal lain—seseorang yang mampu membuat musim dingin yang selalu dibencinya menjadi sangat menyenangkan.
Ia menemukan wanitanya. Cintanya.
Ia menemukan Sakura Haruno.
Sampai hari ini pun—setelah lima bulan berlalu, dan musim sudah berganti—Ia masih larut dalam kenangan manis itu.
Pertemuan tidak disengaja di sebuah kafe kecil di daerah Osaka yang membawanya pada cinta pertamanya.
Dan setelah hari itu pun, ia selalu memastikan bahwa Sakura harus memikirkannya, sama seperti dirinya yang tak pernah bisa menghapus wajah gadis itu.
Dan akhirnya, usahanya membuahkan hasil. Sakura menerima cintanya, tepat ketika musim semi tiba.
Sakura Haruno adalah gadis musim seminya. Dia cantik dan memesona. Rambut merah mudanya selalu mengingatkan Naruto pada bunga Sakura yang mekar. Hangat dan anggun; dengan mata emerald yang bersinar begitu indah ketika ia menatapnya.
Sakura membuatnya gila—dan jatuh cinta.
Mereka sudah berpacaran satu bulan lebih lamanya. Mereka melakukan banyak hal seperti pasangan kekasih lain, berkencan; bergandengan tangan; menjalani hari seolah dunia hanya milik berdua. Mereka bahagia.
Ia bahagia, dan ingin membaginya pada orang lain yang juga disayanginya. Sahabat baiknya, Uchiha Sasuke.
Kemarin, ia mengundang beberapa temannya dalam rangka merayakan kepulangannya kembali ke Tokyo. Setelah satu tahun bekerja di Osaka, tentu saja ia harus membuat pesta kecil di tempat kelahirannya ini, bukan?
Lagi pula ia sangat merindukan teman-temannya. Dan agenda lainnya adalah mengenalkan Sakura sebagai kekasihnya.
Memang bukan pesta besar, hanya dihadiri teman dekatnya saja. Tapi hari itu, suasana terasa begitu hangat dan menyenangkan.
Sasuke juga hadir malam itu. Dengan penampilan formil layaknya manajer yang baru pulang bekerja, dia datang. Menyapanya hingga akhirnya mereka mengobrol bersama. Sampai saat itu, semua masih terasa normal.
Hingga Sakura muncul.
Dan ia merasa ada sesuatu yang berubah. Ia merasakan hal itu—tapi ia sama sekali tak tahu apa itu.
Sasuke memang tampak terkejut melihat Sakura, tapi ia tidak merasakan keanehan dengan hal itu. Karena bukan hanya Sasuke seorang yang menunjukan reaksi seperti itu, semua orang yang hadir di sana melakukannya.
Jadi, bukan itu masalahnya.
Entahlah, ia tidak mengerti. Hanya instingnya mengatakan padanya, bahwa sesuatu akan terjadi setelah malam itu.
"Naruto, apa kau baik-baik saja?" ucap Sakura heran melihat Naruto yang melamun sejak mereka memutuskan untuk menghabiskan secangkir kopi di kafe siang ini.
Naruto mengerjap-ngerjapkan matanya. Setelah tersadar dari lamunannya, cengiran khas miliknya sudah tersungging si wajahnya.
"Aku tidak apa-apa, Sakura."
Sakura tersenyum, lalu menggenggam tangan Naruto.
"Apa yang sedang kau pikirkan?"
Naruto balas menggenggam tangan Sakura. "Aku hanya memikirkan beberapa hal," jawabnya. "Tapi bukan hal yang penting."
Sakura mengangguk."Mungkin kau masih rindu kota ini."
"Hm, mungkin."
Pelayan kafe menginterupsi kebersamaan mereka, dan menyajikan pesanan mereka. Secangkir Espresso untuk Sakura dan Capuccino untuk Naruto.
Sakura menarik genggamannya lalu mulai menyesap kopinya—begitu pun dengan Naruto.
Mereka menikmati kopi masing-masing tanpa melepaskan tatapan satu sama lain.
"Sakura, bagaimana dengan keberangkatanmu besok?" tanya Naruto setelah meletakkan cangkir cappucino-nya ke atas meja.
Sakura memang hanya dua minggu di Tokyo. Ia masih harus bekerja di Osaka dan tak mungkin meninggalkannya terlalu lama.
"Sudah kuurus. Besok siang aku akan berangkat dengan penerbangan pertama," jawabnya ringan, lalu tersenyum,"kau tidak perlu khawatir."
Naruto menggengam tangan Sakura lagi dan meremasnya pelan.
"Aku hanya belum ingin berpisah denganmu."
"Aku juga. Tapi kau mengerti bukan bagaimana keadaanku?"
Naruto mengangguk samar. Ia masih ingin gadis ini berada di sampingnya lebih lama.
"Lagipula, kita masih tetap bisa berhubungan," hibur Sakura.
"Ya, tapi…"
Naruto diam dan menghentikan ucapannya.
Sebelah alis Sakura terangkat melihat Naruto memasang ekspresi aneh yang tidak terbaca di wajahnya."Tapi?"
Naruto memberenggut. Tatapan matanya tajam. Menatap langsung emerald milik Sakura.
"Berjanjilah padaku, kau tidak boleh melirik pria lain dibelakangku," ucap Naruto tegas. "Jika kau melakukannya, aku tidak tahu harus bagaimana menghadapinya."
Sakura kembali tersenyum. "Apa kau percaya padaku, Naruto?"
"Tentu saja."
Naruto merasakan perasaan hangat mengalir deras memenuhi rongga hatinya saat mendengar Sakura berkata. "Percayalah padaku, Naruto. Aku mencintaimu."
Naruto merasa begitu bahagia. Lalu membalas."Aku juga mencintaimu, Sakura."
.
.
.
TBC
A/N:
Terima kasih sudah membaca
Maaf untuk segala typo yang ada.
Lirik yang ada di bagian atas, adalah translate lagu memories milik Super Junior.
...
RnR?
