EDITED: untuk event di grup world :3
Mohon abaikan (kalo ada) curhatan di A/N =w=
Warning: AU! Kara sebagai pendeta dan Ichi serta Oso, Jyuushi, Todo sebagai "ras Demon". Choro sebagai dewa.
aku gatau ini ada pairnya apa nggak. Pokoknya relationship antara Kara ama Ichi.
Ini latar tempatnya gereja, tapi aku muslim, jadi jujur aku gatau. Kurasa banyak kesalahan yang kulakukan dalam pemberian deskripsi, jadi kumohon yg non-muslim jangan marah ya kalau ada yg salah? :")
namanya jadi hilang "Matsu"-nya, soalnya mereka kan bukan saudara kembar lagi :/
A/N: I JUST LOVE THIS KIND OF A terutama OsoChoro, godxdemon XDXDXD
Duh, ga begitu jago bikin angst :(((
Oh iya, ini fic bukan murni ideku. Sebenarnya ini wujud fanfic dari sebuah video yg bikin baper. Karena video, cerita yg "jelas" nya gatau kayak gimana, yg kutulis ini imajinasiku ketika nonton videonya. Silahkan aja baca ini sambil bolak-balik nonton videonya, dijamin mirip X"D
Aku ga yakin disini bisa copas link, jadi ku copas judulnya aja ya, search aja di youtube ^^
[카라이치] 신부를 사랑한 악마이야기 (dolls)
channel: manriboo matsu
.
DISCLAIMER: Ichi, Kara, Oso, Jyuushi, Todo, Choro punyanya Almarhum Akatsuka Fujio-sensei. Aku tidak mengambil keuntungan materi apapun -cuma yaaa baper :") /plakk
idenya dari video yg sudah disebutkan.
Cover screenshot dari fan video nya.
.
Dah, here we go~!
.
.
.
.
.
Tz19
.
.
.
.
.
Burung berkicau riang, melewati udara sejuk di pagi hari. Gereja yang sepi dan tenang, hanya berisi seorang pendeta.
Sebuah gelas berisi air suci diletakkan di sebuah meja khusus dalam gereja. Bibir membentuk sebuah lekukan kecil dan sekali desahan kecil keluar.
Sekian detik kemudian, bayangan hitam muncul. Dari belakang sang pendeta, muncul sebuah makhluk yang hanya dapat dilihat oleh sang pendeta sendiri. Makhluk itu nampak seperti manusia yang memakai jas hitam, hanya saja memiliki sepasang sayap hitam ras Demon —setan— pada punggungnya.
"Yo, Kara," Makhluk itu memanggil. Sebelah tangannya ditaruh di bahu sang pendeta, sedangkan tangan sebelahnya dimasukkan dalam kantung celananya. "Gimana kabarmu? Mau jalan denganku, hmm?" Ia bertanya.
Kara, sang pendeta, menelan ludah. "Lepaskan, Ichi!" Kara melangkah maju. Sebelah tangannya mendorong sang makhluk agar menjauh.
"Kh—!" Makhluk itu —Ichi namanya— mundur. Ujung sebelah sayapnya menyenggol gelas berisi air suci, yang mana jika mengenai Ichi jelas akan berbahaya baginya.
Kara menyadari hal itu. "Awas—!"
BRUGH.
BYUR.
Ichi kaget mengetahui kini ia terbaring telentang di lantai gereja. Kara berada di atasnya dalam keadaan kedua tangannya menahan tubuhnya agar tak menimpa Ichi. Kepala Kara basah, terguyur air suci.
"Fyuh, dasar ceroboh," Sebuah senyum terbentuk oleh bibir Kara, "Kalau kau kena air suci, mungkin kau akan terbakar..."
Ichi tercengang. Malu, digerakkannya sayapnya dan segera kabur dari gereja itu.
.
.
.
Tz19
.
.
.
Ichi senang memperhatikan Kara.
Ketika Kara di sekitar luar gereja, Ichi duduk di atap gereja, bersender pada salib hiasan gereja.
Ketika Kara sedang tidak sibuk dan Ichi tak ingin dilihat olehnya, Ichi memperhatikan dari jendela.
Ketika Kara di dalam gereja, Ichi memperhatikan dari balik meja utama (?). Seperti sekarang.
.
.
.
Kara menghembuskan napasnya, mengetahui jika sang demon itu senang sekali memperhatikannya. Dia tau kali ini Ichi ada di meja utama (?). Padahal Kara sudah bilang dia tak dapat bermain dengannya. Saat ini Kara sedang sibuk mengurusi anak-anak yang mendatangi gereja.
Ichi setia memperhatikan, tanpa ada niat mengganggu. Dia tau Kara tipe yang baik dan perhatian. Ichi tak mau mengganggunya yang sedang mengurusi anak-anak itu.
Bukannya biasanya demon —setan— senang mengganggu manusia? Ntahlah, sepertinya Ichi demon yang baik. Tentu saja itu karena pengaruh Kara.
Kara bertemu pandang dengan Ichi. Tak Ichi sangka, Kara tersenyum terhadapnya.
Ichi tercengang. Malu, matanya menatap ke arah lain.
Pikirannya melayang ke masa lalu... Ketika dia menjadi sebatang kara...
Dan Kara-lah yang menolongnya keluar dari jurang bernama kesepian.
Dan semenjak itu, Ichi berteman dengan Kara.
Meski hal itu tak disetujui sang Pemimpin Ras Demon, Oso.
.
.
.
Tz19
.
.
.
Hari yang tenang, gereja sepi. Hanya ada Kara di dalam gereja. Ichi duduk bersandar di salah satu kursi, lagi-lagi memperhatikan Kara.
Namun tiba-tiba—
"Uhuk! Uhuk!"
Kara terbatuk-batuk. Batuk yang cukup keras hingga menyebabkan Ichi duduk tegap.
Tangan Kara menutup mulutnya. Ketika tangan itu dijauhkan dari mulutnya, tampaklah darah menetes dari tangan tersebut.
Ichi shock. "Ka- Kara...?"
Yang terpanggil memutar kepalanya, menghadap sang demon. Tak dikira, sebuah senyum tersungging pada bibirnya.
Ichi tercengang. Perjumpaan awalnya dengan Kara terputar kembali dalam kepalanya.
A- aku tak mau kehilangan dirinya!
.
.
.
Sayap dikepakkan dengan kuat, dan Ichi melaju dengan kecepatan dahsyat. Ichi mengebut menuju dunianya sendiri, dunia para Demon. Dipercepatnya laju sayapnya menuju istana tempat sang Pemimpin Ras Demon berada.
Ichi melewati para penjaga, dan akhirnya sampai di ruangan tempat dia berada. Dia, yang duduk di atas singgasananya, dan sayapnya yang lebih besar dari demon lain terbuka lebar dengan gagah pada sisi kiri-kanannya.
"Oso-sama!"
Oso menatap Ichi, terkejut akan kehadirannya. Dilambaikan tangannya kepada kedua penjaga yang mengejar Ichi. "Jyuushi, Todo, diam," titahnya yang dituruti oleh kedua penjaga tersebut.
Ichi berlutut di depan Oso, yang jelas membuatnya terkejut.
"Kumohon, Oso-sama." Ichi membungkuk lebih dalam. "Berikan aku apapun yang dapat menyembuhkan Kara!"
"...Baiklah." Senyuman tersungging pada wajah Oso. Diambilnya suatu bottleneck —botol yang ada lehernya— dengan tutup gabus dan seuntai tali berisi cairan bening. Disodorkannya botol itu pada Ichi. "Tuangkan ini pada gelasnya, dan pastikan dia meminumnya," ucapnya.
Ichi menerimanya. "Te- terima kasih!" Dan segera dikepakkannya sayapnya kembali menuju gereja.
Dia tak menyadari, ada yang tersenyum licik di belakangnya...
.
.
.
"Kara!"
"Lho? Ichi? Darimana kau? Tumben tadi tidak kelihatan."
"Mi- minum ini!"
"He? Kenapa?"
"Minum sajalah!"
"E- eh... Baiklah..."
Satu tenggak, dua tenggak, tiga tenggak...
"OHOK!"
PRAAAAANG!
BRUGH!
"KARA!"
.
.
.
Ichi menangis sejadi-jadinya di atas tubuh Kara yang tergeletak begitu saja. Tubuh itu dingin tak bergerak, detak jantung sudah tak terasa dari tubuhnya. Warna merah menghiasi lantai gereja.
"Harusnya aku tak mempercayai setan itu..." Ichi mengumpat. "Kara... Ini bohong kan..."
Jantung Kara serasa ditusuk ribuan pedang. Sakit rasanya. Air mata mengalir deras dari matanya, masih belum bisa menerima peristiwa mendadak ini.
"KARAAAAAA!"
.
.
.
Peti mati disiapkan. Ichi menangis sejadi-jadinya di atas peti itu, tanpa ada manusia yang menyadarinya. Jasad Kara terbaring damai dalam peti mati tersebut.
"Kara... Ukh... Kumohon jangan tinggalkan aku..."
.
.
.
Tz19
.
.
.
Oso berdiri di belakang Ichi, wajahnya nampak kesal. "Hentikan, Ichi! Kau ini demon, dia ini manusia!" Raungnya, "Kalian takkan bisa bersama!"
Ichi tak mau menghadap Oso. Amarahnya meluap-luap, bisa-bisa dia menyerang Oso. Ichi bukanlah tipe membunuh —nampaknya ini juga pengaruh Kara.
"Kau yang membunuhnya, kan."
"Hm?"
"KAU YANG MEMBUNUHNYA, BRENGSEK!" Ichi khawatir dia akan bergerak menyerang Oso, karena itu dia hanya menyenderkan kepalanya pada peti mati Kara.
"Heh." Oso acuh tak acuh. "Pengawal, bawa dia."
"Baik." Kedua pengawal, Jyuushi dan Todo, menjalankan titah sang pemimpin dan mulai menarik kedua tangan Ichi. Mereka menyeret Ichi menjauhi peti mati.
"Tidak! Lepaskan!" Ichi memberontak.
"Bawa dia ke penjara," titah Oso.
"LEPASKAN! AKU TIDAK MAU MENJAUH DARI KARAAAA!"
Samar-samar, dilihatnya seorang dewa melayang di atas peti. Di kepalanya terpasang sebuah mahkota dari daun. Raut wajahnya menampakkan amarah yang amat sangat, mungkin karena seseorang yang begitu baik dan suci telah terbunuh. Dan mungkin karena tak rela jasad seseorang yang suci didekati oleh seorang demon seperti Ichi.
Ichi terdiam, berhenti memberontak. Kini ia pasrah, mengetahui bajunya akan diganti menjadi baju panjang putih seperti ketika ia dulu sebatang kara, dan dirinya akan dipenjara di Penjara Para Demon.
.
.
.
Tz19
.
.
.
Jyuushi, penjaga di penjara Ichi, menatap Ichi lekat-lekat. Selama ini baru ia ketahui ada demon yang tidak berisik selama di penjara.
Ichi hanya menangis dan menangis, meratapi kematian sahabat baiknya. Seseorang yang dia cintai...
"Ano... Ichi..."
Ichi hanya diam mendengarkan.
Bunyi kunci terdengar. "Kau mau keluar?" Tanya Jyuushi tiba-tiba.
Ichi terkejut, dirinya berbalik menuju jeruji. "Kau... Akan membiarkanku pergi?"
Jyuushi mengangguk. "Aku kagum padamu. Baru pertama kali kutemui demon sebaik dirimu. Sepertinya manusia itu benar-benar mengubah hatimu..."
Ichi tercengang mendengar perkataan Jyuushi. Itu memang benar, dan Ichi semakin rindu pada Kara.
"Tapi dengan syarat, kaburlah sejauh mungkin. Aku akan membuat seakan-akan kau kabur. Tapi kalau kau terlihat oleh Oso, dia akan membunuhmu."
"Ya! Terima kasih!"
Jyuushi pun memasukkan kunci itu pada lubangnya dan memutarnya, membuat pintu penjara terbuka.
.
.
.
Ichi melesat menuju peti mati Kara dengan air mata yang terus mengalir di pipinya.
Sesampainya di peti mati Kara, Ichi hanya bersandar pada peti mati itu dan menangis tanpa henti.
.
.
.
Sebuah bulu mendarat di kepala Ichi, membuatnya terbangun dan menatap apa yang ada di hadapannya.
Ichi menangis terharu melihat satu-satunya yang memenuhi hatinya. Satu-satunya "makhluk" yang ia cintai, ia rindukan.
"Ichi," Kara, yang kini berwujud malaikat, tersenyum, "Ayo pulang."
Ichi masih meneteskan air matanya. Diulurkannya tangannya untuk menggapai tangan Kara.
Ichi tidak peduli meski sayapnya perlahan-lahan memudar. Ichi hanya ingin bersama Kara, meski itu artinya dia bukan lagi rasnya, demon.
Kara menarik tangan Ichi, menarik mantan demon itu ke dalam dekapannya.
Ichi membalas pelukannya dengan air mata masih mengalir di pipinya. Terasa nyata dan hangat. Ini bukan mimpi. Ichi menangis terharu dan mempererat pelukannya. Senyum lebar tersungging pada wajahnya.
Dan mereka pun pergi ke surga...
.
.
.
.
.
END
.
.
.
.
.
Tz19
.
.
.
.
.
A/N: HANJER GUE BAPER QAQ
Padahal ini diksinya ngaco. Angst gagal.
Tapi sambil bikin mesti sambil nonton videonya, jadi aing baper QAQ
Ja- review pls?
