Sasuke Monogatari

Disc: Masashi Kishimoto
Pair: NaruFemSasu
Rat: M (untuk jaga-jaga)
Warn: Gender bender, OOC, AU, typo, gaje-ness fic. Seting di ambil dari negara tercinta kita, Indonesia. So, DON'T LIKE DON'T READ.

"..." talk

'...' mine

._._. X ._._.

Ketika kau membaca tulisan ini, maka kau akan tau seperti apa kisahku, kisah seorang UCHIHA SASUKE.

Saat mentari memancarkan cahayanya. Dan saat kehangatan menguar lembut menyapa seluruh makhluk di dunia, disaat itulah, kesibukkan mulai menghampiriku.

.

#

.

"Perlu aku ingatkan padamu, Nona. Pekerjaan di perusahaan kami tidak jauh berbeda dengan perusahaan kontruksi. Pekerjaan disini cukup keras, membutuhkan tenaga ekstra dan fisik yang kuat. Sedangkan dari CV yang kau berikan beberapa waktu yang lalu, kemampuanmu sangat jauh melenceng dengan pekerjaanmu nanti," wanita muda, Mitarashi Anko namanya, tengah menginterview gadis yang jauh lebih muda darinya. Gadis yang sebulan yang lalu mengirimkan lamaran pekerjaan di perusahaan Alat rumah tangga.

"Tidak ada salahnya untuk mencoba dulukan? Siapa tau, saya bisa bertahan," tersenyum penuh rasa cagung, gadis bermata dan berambut hitam itu mencoba meyakinkan sang HRD jika ia yang memiliki bidang keahlian para koki, juga bisa bekerja ditempat seperti ini. Menjadi buruh.

"Baiklah, senang kau mau mencoba walau sudah kujelaskan seperti apa beratnya bekerja disini," wanita itu tersenyum lega ke arah calon pegawai baru itu. Dan seulas senyum manis, juga bertengger di wajah pucat sang gadis.

"Nah, sodari Uchiha Sasuke. Selamat datang dan diperusahaan kami, mohon kerjasamanya dan semoga betah," dijabatnya tangan halus gadis yang ia panggil Sasuke itu. Sambil tersenyum, si gadis membalas, "Iya, terima kasih, dan mohon bimbingannya."

.

#

.

Satu lagi lembar putih kehidupanku yang masih kosong akan kuisi dengan jutaan bait tulisan perjalanan hidupku hari ini. Baik dan buruk. Suka maupun duka.

.

#

.

Semua para buruh pabrik itu menatap kedatangan Uchiha Sasuke dengan penuh rasa ingin tau. Pertanyaan, seperti, 'Siapa dia?', 'Darimana asalnya?', dan 'Dimana tempatnya tinggal?' atau tatapan yang seakan meremehkan, tatapan sinis dan tidak suka tergambar jelas di wajah-wajah dewasa mereka. Sasuke memang tak melihat langsung wajah-wajah itu, tapi dia dapat merasakannya. Dan tentu saja, hal tersebut membuatnya gugup.

._._. X ._._.

'Aku belum terbiasa dengan tempat ini,' desis Sasuke dalam hati. Ia edarkan pandangannya mencari tempat duduk yang dapat ia gunakan untuk menyantap bekal makan siang. Akhirnya iapun memilih duduk dikumpulan ibu-ibu, walau ia tak yakin.

"Permisi," dengan sopan ia mendudukkan diri. Meski ia sempat tidak suka karena menjadi pusat perhatian orang-orang itu meski sesaat.

"Jadi, siapa namamu?"

"Tinggalmu dimana?"

"Apa kau sudah menikah?" Satu persatu pertanyaan meluncur dari bibir orang-orang itu dan dengan sopan Sasuke menjawab pertanyaan mereka.

"Namaku Uchiha Sasuke, aku baru lulus kok, jadi belum menikah," jawab gadis manis itu. Tapi ntah kenapa orang-orang itu malah menatap dingin padanya.

"Oh, masih muda? Kenapa tidak kuliah?" salah satu dari mereka kembali bertanya.

Sasuke tersenyum miris, "Aku ingin sekali, tapi aku bukan dari keluarga mapan, keuangan keluargaku serba pas-pasan, jadi mana bisa melanjutkan kuliah," jelasnya. 'Padahal ijasah saja aku belum mengambilnya*,' lanjutnya dalam hati.

"Pantas, diusia semuda itu kau sudah bekerja!" dengan sinis, perempuan paruhbaya itu menimpali. "Yah, semoga kau betah disini!" tutupnya.

Sasuke merunduk, "Semoga."

.

#

.

Diri sendiri dan Tuhan, hanyalah dua hal itu yang tau seperti apa diriku. Isi hatiku, kesedihanku, keluh kesahku. Bahkan saat menangispun, tak banyak orang yang tau. Tersenyum riang walau batinku menahan perih.

.

#

.

._._. X ._._.

Sasuke tak pernah paham, alasan kenapa para pegawai yang lain begitu membencinya. Dan wajar bila ia beranggapan begitu. Tatapan sinis, tak ada tegur sapa, dan sindiran-sindiran yang tertuju padanya, membuatnya bingung harus seperti apa dan berteman dengan siapa. Hampir sebulan dia bekerja disini, dan ia tak mendapatkan satu temanpun karena tak ada yang mau dengannya. Apa dia terlalu buruk rupa? Apa dia pernah membuat kesalahan pada salah satu diantara mereka? Sungguh, gadis pendiam itu tak mengerti kenapa. Kadang ia ingin menangis jika memikirkan hal ini. Delapan jam ditempat kerja sama seperti di nekara dunia.

"Jangan pedulikan orang-orang itu, sikap dan sifat mereka memang begitu kok." Agaknya ia sedikit merasa lega karena dari banyak orang yang enggan berbicara dengannya, masih ada satu orang yang mau peduli padanya.

"Aku tau kok, terima kasih sudah menghiburku, Naruto," Sasuke mengulas senyum, mencoba tegar dihadapan pria yang tiga tahun lebih tua darinya.

Ditepuknya pundak gadis yang sempat menegang beberapa saat itu, "Pokoknya kalau kau benar-benar tidak sanggup menahan beban di hatimu, curhat saja padaku," kata Naruto sambil menepuk dadanya.

Dengan wajah memerah menahan malu, Sasuke mengangguk saja. Setidaknya, ada kebahagian yang masih sempat Tuhan selipkan disela-sela pahitnya delapan jam ia punya.

'Terima kasih, Naruto.'

._._. X ._._.

PRAANG

Gelas dipegangan Sasuke terjatuh, memecah keheningan dan menghentikan kesibukan para pekerja.

"Apa yang kau lakukan, hah?" bentak seorang pegawai senior.

"Bu-bukan saya, saya didorong?" Sasuke menelengkan wajahnya menatap pegawai lain, orang yang tadi berada di belakang Sasuke dan mendorong gadis itu. Meski tidak sampai terjatuh, kekagetan Sasuke membuatnya melepaskan gelas-gelas yang akan siap dikemas. Salah satu aksesoris buatan perusahaan tersebut.

"Bohong, dia sendiri yang jalannya melamun," elak wanita bermata emerald itu.

"Tapi kau kan-"

"Akh, sudahlah, mulai bulan ini, gajimu akan aku potong 30% sampai kau dapat melunasi harga gelas yang sudah kau pecahkan. Dan sekarang, bereskan semua ini, dan semuanya KEMBALI BEKERJA!" bentak sang Mandor pada anak buahnya.

"Heh, rasakan!" desis wanita yang sengaja mendorongnya tadi, tepat di depan Sasuke yang memunguti pecahan gelas itu.

'Ukh.. tidak, aku.. tidak boleh menangis...' digigitnya bibir bawahnya kuat-kuat, berharap desakan yang hendak keluar di sudut matanya berhasil ia cegah. Walau akhirnya, air mata itu jatuh juga.

"Sasuke, maaf aku tidak bisa membantu," desah Naruto yang hanya dapat menyaksikan itu semua dari kejauhan.

.

.

.

"Akh..." Sasuke mengerang pelan saat Naruto mengusap luka melintang di telapak tangannya dengan antiseptik sepulang kerja beberapa menit yang lalu. Luka tergores akibat memunguti pecahan gelas kaca dengan buru-buru.

Dengan tetap berkonsetrasi pada luka Sasuke, Naruto berkata, "Maaf, aku terlalu kasar ya?"

Gadis itu menggeleng lemah, "Ti-tidak apa kok."

"Kau jangan sedih ya, Tuhan pasti akan membalas mereka suatu saat nanti," kata Naruto kemudian. "Iya, aku tahu."

._._. X ._._.

"Geledah tasnya!" Ino, pegawai disana melempar tas selempang Sasuke ke arah teman kerjanya. Dan dengan lancang wanita itu mengobrak-abrik isi tas Sasuke, sampai...

"Ini dia, ternyata benar dia yang mencuri handphonemu," hampir 20 orang pegawai di ruang ganti itu menatap sinis pada Sasuke yang bingung harus bersikap seperti apa atas kejadian yang baru saja menimpanya.

"Bukan, bukan aku yang mengambil handphonemu, aku tidak tau apa-apa..." dengan mata berkaca-kaca ia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Ia difitnah.

"Sudah jelas HP Ino ada dalam tasmu, masih saja mengelak," seorang lagi turut menyahut.

"Demi Tuhan, bukan aku yang mengambil," air matanya pecah seketika itu juga. Ia hanya dapat memandang para seniornya itu dengan pandangan mengiba, berharap mereka mau percaya pada kata-katanya.

Gadis berambut indigo panjang dengan mata perak keunguan menimpali, "Kalau ada maling ngaku, sumpah, penjara disini pasti tidak muat," ujarnya dengan nada sarkatis.

"Sumpah, bukan aku yang mencuri, aku dijebak. Pasti ada orang lain yang sengaja memasukkan ponselmu ke dalam tasku." Gadis berkulit putih pucat itu memang cuma menerka, tapi apa yang menjadi tebakkannya itulah kenyataan yang sebenarnya. Matsuri, salah satu wanita yang benci pada Sasuke memang sengaja memasukkan ponsel Ino ke dalam tas milik Sasuke, dengan tuduhan seperti itu, Matsuri ingin Sasuke segera dikeluarkan dari perusahaan ini.

"Akh!" Sasuke terpekik kaget ketika seseorang menarik rambut panjangnya ke belakang hingga mendongak.

"Sudah maling tapi tidak mau mengaku, mau kulaporkan ke polisi?" ancam Ino.

Sasuke menggeleng lemah, "Jangan, jangan laporkan aku, kasihan keluargaku," pinta Sasuke di tengah isaknya. "Kumohon maafkan aku."

"Kalau begitu, kau harus mencium kakiku, dan bersihkan dengan lidahmu baru kumaafkan!"

Permintaan Ino tekesan menghinanya, tapi jika dipikirkan lagi, menolak permintaan Ino, lalu masuk penjara karena hal yang tidak dilakukannya hingga membuat seluruh keluarganya malu juga tidak ia harapkan. Membuang harga dirinya, mengenyahkan rasa malu yang ia miliki, Sasuke membungkukkan tubuhnya, berlulut di depan kaki Ino. Baru saja ia hendak menurunkan wajahnya, kaki Ino tiba-tiba menendang Sasuke tepat di sudut bibirnya.

"Ukh..." Sasuke jatuh terjengkang, darah mengalir di sudut bibirnya. Air matanya menetes deras, ia sangat dipermalukan. Dalam penglihatannya yang diburamkan oleh air mata, Sasuke dapat melihat tatapan merendahkan di wajah seluruh karyawan.

'Aku.. harus kuat...' desis Sasuke dalam hati.

.

#

.

Aku adalah tipe pendiam, tidak pandai bergaul, dan selalu menutup diri. Memendam semua keluh kesahku tanpa niat membaginya dengan orang lain, lebih menenangkan daripada harus mengumbar cerita-cerita piluku. Walau semakin kupendam, itu makin membuatku sakit.

.

#

.

"Makanlah!" Diintrupsi tiba-tiba seperti itu, membuat Sasuke yang sedang melamun mengalihkan pandangannya pada seseorang yang menyodorkan sebungkus roti.

Sasuke menggeleng lemah, "Tidak, terima kasih," tolaknya.

Naruto menghela nafas, ntah kenapa melihat Sasuke duduk lantai beralas kardus bekas sambil bersandar di tembok beton dengan tatapan menerawang membuatnya merasa iba. "Kau harus makan supaya punya tenaga untuk kerja nanti, kalau tidak, kau-"

"Bisa tidak kau jangan dekat-dekat lagi denganku?"

Naruto terkesiap, dengan ekpresi tak percaya, ia pandangi sosok Sasuke, "Kau bicara apa Sasuke?"

Gadis bermata hitam itu mengangkat sudut bibirnya, "Apa kau tidak sadar Naru, banyak yang tidak suka jika kau bersamaku."

Naruto membuang nafas, lalu berkata, "Aku tidak peduli dengan mereka!" tukasnya.

"Tapi aku peduli Naru. Masalahku seakan bertambah batin. jika kau terus disampingku," Naruto membelalakkan matanya.

"Kau menganggapku pembawa bencana?"

Sasuke menegakkan punggungnya, sejenak ia melihat ke arah Naruto, "Bukan begitu, tapi intinya, kau tidak perlu mempedulikanku lagi. Karena bisa saja kau akan dapat masalah jika terus bersamaku," usai berkata begitu gadis ayu tersebut beranjak pergi meinggalkan pemuda bermata Azure itu.

'Sasuke, kadang aku tidak mengerti apa yang ada dalam pikiranmu,' desis Naruto dalam hati.

._._. X ._._.

Hari ini, keadaan di tempat Sasuke tak jauh lebih baik dari kemarin. Muncul gosip yang mengatakan bahwa Sasuke tidak perawan lagi, dan hal itu makin membuat luka batin Sasuke bertambah lebar. Kalau tidak demi keluarga, ia pasti tidak akan rela terus berkumpul dengan orang-orang itu, ia pasti lebih memilih mencari tempat lain yang lebih menyamankan dirinya dari pada harus terus bekerja bersama orang-orang yang terus menekannya.

"Ukh!" Sasuke mengeryit, kepala berdeyut sakit sekali. Mungkin itu efek terlalu banyak pikiran.

"Hoi, kerja yang benar!" bentak Yahiko, sang Mandor.

Dengan tubuh sedikit terhuyung, Sasuke kembali melanjutkan tugasnya, memindahkan tumpukan alat-alat makan, yang sudah dikemaske dalam kardus yang lebih besar. "Nngh..." digigitnya bibir bawah Sasuke kuat-kuat, ia berusaha agar tidak limbung dan jatuh, ketika sakit di kepalanya makin menjadi, dan membuat pandangannya memburam.

PRAANG

Alat-alat dapur digenggaman Sasuke merosot jatuh, bersama ambruknya tubuh ringkih gadis berambut sepundak itu. Yah, akhirnya ia pingsan.

.

#

.

Aku akan menangis jika aku sudah tak sanggup lagi menahan beban di dada ini. Aku lebih memilih menyudahi hidup jika sudah tak tahan dengan apa yang kualami. Tak ada yang mengerti seperti apa perasaanku. Apa yang sebenarnya menimpa diriku, dan sakit hatiku selain Tuhan di atas sana. Meski aku sudah mengatakannya. Sebab yang kutahu, manusia tidak dapat saling memahami manusia lain sebelum merasakannya sendiri.

.

#

.

"Kalian lanjutkan saja bekerjanya, biar aku yang membawanya ke ruang kesehatan," Yahiko, sambil memapah tubuh Sasuke, mengintrupsi anak buahnya.

Ntah pura-pura atau sungguhan, ada raut khawatir di wajah para pegawai yang didominasi oleh ibu-ibu. Dan seandainya Naruto ada disana, pasti dialah yang akan menolong gadisnya.

.

.

.

Yahiko menidurkan Sasuke di atas satu-satunya kasur di ruang kesehatan karyawan. Pria 30 tahun itu mendadak menelan ludah. Bola matanya memandang tubuh sintal Sasuke dengan penuh nafsu. Wajah cantiknya, leher jenjangnya, juga paha putihnya yang terbuka karena rok yang dikenakan Sasuke tersingkap. Ia menjilat bibirnya yang terasa kering, dan jemari-jemari kotornya mulai terangkat untuk membuka kancing teratas kemeja Sasuke yang masih pingsan itu, hingga belahan dada Sasuke yang terbungkus bra hitam sedikit mengintip.

'Ou... mulus sekali tubuhmu Sasuke. Sayang sekali kalau tubuh bak model milikmu hanya di'anggur'kan begitu,' kilatan nafsu nampak dikedua bola mata Yahiko sekarang ini.

Dengan gemulainya, jari-jari Yahiko, menyapu paha putih Sasuke yang terbuka. Ia menurunkan wajahnya, bersiap untuk menghisap dan menciptakan kissmark di bongkahan dada Sasuke, namun...

"BERHENTIII!" suara serak milik Naruto otomatis membuat Mandor biadap itu menghentikan perbuatannya.

"Apa yang kau lakukan, hah?" sergah si pirang sambil melayangkan tinjunya dirahang Yahiko, membuat lelaki itu jatuh terjengkang menjauh dari tempat tidur Sasuke.

"Brengsek, kau menganggu saja Naruto!" bentak Yahiko sambil mengusap darah yang mengalir di sudut bibirnya.

"Brengsek, dasar binatang! Bisa-bisa kau hendak memperkosa anak buahmu sendiri!" caci Naruto sambil menatap nyalang pria 30 tahun itu. Ia harus berterima kasih pada intuisinya yang kuat. Rasa khawatirnya terhadap Sasuke yang sedaritadi menganggunya pikirannya, membawanya ke ruang kesehatan. Dan ia lega, karena bisa datang disaat yang tepat.

"Kau itu berisik sekali Naruto, kalau kau menganggu niatku, akan kukeluarkan kau dari sini," ancam Yahiko.

"Aku lebih memilih kehilangan pekerjaanku daripada harus melihat atasanku hendak menyetubuhi gadis yang aku sukai!" Usai berkata demikian, Naruto langsung mengahampiri Sasuke yang masih pingsan, menutupi tubuhnya dengan jaket miliknya dan memapahnya keluar.

Yahiko yang melihat semua itu bersuara, "JANGAN PERNAH KEMBALI LAGI KESINI, KALIAN BERDUA AKU PECAT!"

Jelas sekali suara Yahiko di telinga Naruto pada saat itu, tapi ia sama sekali tidak peduli. Sasuke yang sedang ada dalam dekapannya jauh lebih penting dari apapun, termasuk dirinya sendiri.

.

#

.

Aku benar-benar terpuruk, jatuh dalam jurang yang gelap sendirian, kesepian. Tak banyak harapanku, aku hanya ingin seseorang menolongku. Menyelamatkanku dari keterpurukan ini.

.

#

.

"Nng..."

"Syukurlah kau sudah sadar," Naruto menatap lega gadis pucat yang susah payah untuk duduk itu.

"Ini, ada dimana? Dan, kenapa kita ada disini, bukannya ini masih jam kerja?" Sasuke mengedarkan pandangannya ke taman hijau yang asri.

"Itu, karena kita berdua sudah di pecat..." ujar Naruto dengan terbata.

Deg!

Jantung Sasuke berdegup dua kali lebih cepat, pupilnya membulat sempurna, ia tatap Naruto dalam-dalam, mencoba mencari kesungguhan di bola mata biru itu, "Kau, bercandakan?" tanya gadis itu.

Naruto membuang nafas, "Tidak, aku serius Sasuke. Kita berdua sudah dipecat."

"Tapi kenapa Naruto?" tanya Sasuke, separo membentak.

Naruto memalingkan wajahnya dari Sasuke, ia enggan mencerita apa yang terjadi, tapi ia harus mengatakannya, "Sebenarnya, saat kau pingsan tadi, Yahiko hendak memperkosamu." Sasuke terhentak kaget. "..Tapi dia tidak sempat melakukannya karena kedatanganku. Saat itu aku marah dan kesal sekali padanya, hingga aku memukul orang itu. Ketika aku membawamu pergi, dia mengatakan kalau kita tidak usai kembali lagi, dan... kesinilah aku membawamu." Air mata Sasuke kembali meleleh jatuh. Semua penjelasan Naruto barusan, meluruhkan hatinya.

Melihat gadis yang ia sukai menangis, tentu saja Naruto tak tega, ia rengkuh pundak Sasuke dan mendekapnya erat. "Lalu, sekarang kita harus bagaimana?... Cuma disana tempatku bergantung, dan... aku tidak tau bagaimana menjelaskannya pada kedua orang tuaku," disela isaknya, Sasuke berkata. "Ada beban yang harus kutanggung untuk membiayai pengobatanKakakku, dan sekarang, mata pencaharianku sudah tidak ada, aku-"

"Kau sudah tidak perlu repot-repot mencari pekerjaan untuk menafkahi keluargamu, karena aku yang akan mencarikannya untukmu," potong Naruto. Ia usap airmata yang membuat pipi halus Sasuke lembab dengan kedua jarinya.

"A-apa maksudmu?"

"Boleh aku tau dimana kau tinggal? Akan aku jelaskan maksudku, di depan kedua orang tuamu..." Sasuke hanya dapat menatap Naruto dengan penuh tanda tanya.

.

#

.

Dia ada di dekatku. Orang yang selalu tersenyum ramah untukku. Dia yang memberi cahaya dalam kegelapan hidupku. Dia Uzumaki Narutoku.

.

#

.

Orang tua mana yang tak heran dan curiga saat anak gadisnya pulang dengan seorang pria. Yah, Fugaku dan Mikoto menatap sosok Naruto dengan teliti, lalu melihat ke arah Sasuke dengan menyeluruh, berharap tidak ada yang 'janggal' panda diri sang anak.

"Uum.. maaf karena saya sudah tidak sopan karena datang kemari secara mendadak," suara serak Naruto memecah keheningan di ruang tamu sempit itu. "Sebenarnya saya kemari untuk..." entah kenapa dia ragu untuk mengungkapkan isi hatinya, ia menarik nafas dan melonggarkan kera bajunya yang seakan mencekiknya, "...kedatangan saya kemari untuk... melamar Uchiha Sasuke." Tak ada yang bisa menutupi raut terkejut dari tiga anggota Uchiha itu, terutama Sasuke. Dilamar tiba-tiba oleh pemuda yang diam-diam ia sukai sama sekali tidak terfikirkan oleh otaknya, membayangkannya saja tidak.

Dengan penuh percaya diri, pemuda berkulit kecoklatan itu berkata, "Yah, saya memang bukan dari keluarga mapan yang belum tentu dapat mengangkat derajat Sasuke menjadi lebih baik dari sekarang, tapi saya yakin, jika apa yang saya miliki dapat membuat Sasuke bahagia," katanya. "Saya, sangat mencintai Sasuke, sangat mencintainya." Mata gadis berkulit putih itu berkaca-kaca, ia tak pernah menyangka, jika Pangeran di hatinya juga memiliki perasaan yang sama dengannya.

"Naruto, boleh aku tau siapa orang tuamu?" tanya Fugaku.

"Kedua orang tua saya tinggal di kampung, beliau Uzumaki Kushina dan Namikaze Minato. Pekerjaan mereka sehari-hari hanya bertani, dan saya sendiri sebenarnya sudah memiliki pekerjaan tetap, tapi karena suatu kejadian, saya kehilangan pekerjaan itu," dengan sudut matanya, ia lirik Sasuke yang tengah merunduk.

Fugaku, dengan suaranya yang tegas kembali bertanya, "Berapa umurmu?"

"21 tahun," jawab sang Uzumaki singkat.

Pria paruhbaya itu menghela nafas, "Aku cukup senang dengan itikat baikmu itu Naruto, tapi jika kau ingin mempersunting anakku, carilah pekerjaan! Aku tidak ingin suatu saat nanti, ketika kalian sudah berumah tangga, kehidupan kalian menjadi terkatung-katung karena tidak ada pekerjaan. Jadi, jika kau sudah mendapatkan penghasilan yang sesuai, datanglah kemari, bawa kedua orang tuamu dan lamarlah Sasuke," ucap Fugaku sekaligus memberi wejangan pada pemuda tampan itu.

"Benar Nak, tapi jangan pikir kami tidak merestui hubungan kalian, kami sangat setuju, kalian terlihat cocok dimata kami, tapi untuk membangun kehidupan rumah tangga yang bahagia, masih banyak yang harus kalian siapkan," Mikoto yang sedaritadi diam, turut menimpali.

Merasa mendapat lampu hijau dari mertuanya, Naruto tersenyum lebar, "Ya, saya mengerti Tuan dan Nyonya Uchiha. Tapi, sampai menunggu hari itu tiba, boleh tidak saya memacari Sasuke untuk saling mengenal?"

Mikoto tersenyum tipis, "Yah, kalau hal itu tanya saja pada orangnya!" Naruto mengalihkan pandangannya pada Sasuke yang terus menunduk, menyembunyikan rona merah di wajah cantiknya.

"Uum, bagaimana Sasuke? Kau maukan, terikat hubungan denganku?" Sasuke mengangkat wajahnya, ia tatap Naruto lekat, sebelum mengangguk "Yah, aku mau Naruto."

.

#

.

Ketika rembulan mulai merajai malam, dan saat bintang-bintang menyebar untuk memperindah langit, aku tak pernah takut lagi berada dalam kesendirian. Aku tak perlu risau karena kedinginan. Ada dia. Matahariku yang kedua. Uzumaki Narutoku yang tercinta.

.

#

.

"Hei, kenapa kau menangis?" Itulah pertanyaan yang terlontar di bibir Naruto saat melihat gadis yang ia cintai menitikan airmata.

Sasuke menghapus airmatanya sendiri, "Aku hanya tidak menyangka kalau akan ada lelaki yang mau denganku. Karena 18 tahun hidupku, aku sama sekali belum pernah merasakan indahnya berpacaran," ucap Sasuke.

Si pirang terkekeh, "Wah beruntungnya aku, karena menjadi kekasih pertamamu, plus pasangan hidupmu selamanya," ia acak-acak rambut Sasuke dengan penuh kasih sayang. "Kalau begitu, bolehkan sebagai kekasih, tunangan, dan calon suamimu, untuk mencuri first kissmu?" goda Naruto, awalnya. Namun, ia dibuat terkejut karena Sasuke mengiyakan keinginannya itu.

"Yah, tentu saja!" Detik berikutnya, keduanya saling menyatukan diri dalam sentuhan bibir. Menyelami ketulusan cinta masing-masing dalam kecupan singkat itu.

.

.

.

"Nah, sekarang ayo kita cari kerja!" dengan semangat pemuda berjaket orange itu berhenti di depan sebuah perusahaan, rencananya ia akan melamar pekerjaan disana.

Sasuke yang ada disamping pemuda itu mengulas senyum, agaknya semangat Naruto itu turut merasuk dalam dirinya. "Lalu setelah kita bekerja, kita akan menabung untuk biaya pernikahan kita," lanjut Naruto sambil mengenggam jemari Sasuke erat.

Sasuke hanya mengangguk, ia bahagia sekali dapat mengenal Naruto.

.

#

.

Saat lembaran putihku sudah terisi penuh, maka akan kusimpan rapat cerita itu dalam memori otakku untuk selalu kukenang. Dan sekarang, saatnya menyudahi kisah hari ini dengan tenggelam dalam alam mimpi.

.

#

.

.

.

.

Selesai

.

.

.

.

* Soal ijasah tadi, biasanya ditiap sekolah memberlakukan sistem seperti itu, pada murid yang belum melunasi tunggakan sekolah mereka. Dan untungnya, Fu gak kaya Sasuke. Terakhir, jangan lupa untuk review...