Naruto belong to Masashi Kishimoto
.
Teratai Putih
.
Mempersembahkan
.
Unreachable Apple
.
Genre: crime
Rate: T
Warning : typo(s),tidak menjanjikan EYD,CRACKPAIR
Summary: Kau tidak tahu? Apel adalah makanan orang mati.
.
Prolog
.
Malam yang datang bersama semilir angin mengiringi langkah sang dewa kematian untuk menjemput korbannya. Sedangkan korban terus berlari. Ketakutan itu menghantuinya. Selayaknya sebuah bayangan yang tak pernah pergi darinya.
Nafasnya tersengal mencapai batas. Pandangannya mengabur. Dia tidak boleh berhenti, berharap kematian tidak menjemputnya. Meskipun berlari membuat jantungnya serasa mau lepas, dia tidak mau bertemu dengan Tuhan secepat ini.
Berlari
Berlari
Dan berlari
Hingga kaki panjangnya membawa ke sebuah jalan setapak taman dengan pohon sakura yang masih menguncup. Sang korban menoleh ke belakang. Memindai setiap bagian yang dapat dijangkau matanya dengan waspada. Malaikat itu tidak terlihat di matanya. Apakah ia bisa tenang sekarang? Dia lelah berlari. Ia menyadari tubuhnya telah mencapai batas setelah ia jatuh berlutut di atas jalan.
Sekali lagi ia memindai keadaan sekitarnya. Hanya taman kosong. Ia dudukkan tubuhnya dan menarik nafas sebelum akhirnya berdiri. Malaikat itu telah pergi. Sang calon korban menepuk celananya yang kotor, berniat kembali ke rumahnya karena merasa keadaan telah aman.
Ia berbalik dan saat itulah dia melihatnya.
Malaikat kematian...
"Mau pulang?" Suara datar keluar dari sosok yang ada di depannya.
Sang korban berjalan mundur. Namun, ia tak mendapati malaikat itu bergerak. Nyaman dengan posisinya.
"Bagaimana kalau kuantar?" Malaikat itu tersenyum ketika suara manisnya keluar.
Sang korban berbalik, telah siap untuk berlari. Sampai…
Door!
…terhuyung dan ambruk di jalan setapak taman. Malaikat kematian menghampirinya. Berjongkok dan menyingkirkan rambut yang menghalangi wajah korbannya.
"Aku kan sudah bilang akan mengantarmu." Jemari lentiknya membelai lembut pipi korbannya. "Aku sudah mengantarmu pergi ke tempat semua makhluk berasal." Sang malaikat mengeluarkan sebuah apel dari balik bajunya. Menaruhnya tepat di samping korban. "Ah iya, aku ini bukan malaikat. Mengapa kau terus memanggilku seperti itu? Aku hanya seorang manusia."
Ia berdiri dan menghela nafas meregangkan tubuhnya.
"Ah, selesai." Menatap ke langit tanpa ekspresi berlebih, kemudian menarik lengan bajunya. Memperlihatkan arloji yang menunjukkan angka 01.35 am.
"Sudah malam. Besok ada upacara penerimaan siswa baru. Aku harus cepat pulang."
Sekali lagi menatap langit. Cahaya lampu taman menerpa kulit wajahnya. Menampakkan wajah yang cantik. Serta mata emerald bening yang kembali bersembunyi di balik kelopak matanya-merasakan angin lembut membelainya.
"Waktunya pulang." Senyuman manis tampak di wajahnya.
.
.
Chapter 1
Pertemuan Pertama
.
.
"Sakura..!"
Seorang gadis bersurai pirang terlihat menghampiri temannya yang tengah berjalan di halaman sekolah.
"Bagaimana kabarmu, Dekorin-chan?" Tiba-tiba saja Ino merangkul Sakura.
"Aku baik. Lepaskan tanganmu! Kau membuatku risih."
Bukannya melepaskan, Ino semakin mempererat rangkulannya. "Jangan begitu, Sakura. Kau membuatku sedih." Ino membuat suaranya seperti orang tertekan. Ino tahu Sakura membenci sentuhan, dan Ino menyukai bagaimana perubahan wajah cantik Sakura menjadi tertekuk kesal. Ino baru melepaskan rangkulannya ketika ia mendapatkan tatapan mengerikan dari Sakura. Ino memang menyukai wajah kesal Sakura, tapi dia tidak menyukai Sakura yang sedang menatapnya dengan pandangan seperti iblis. Pandangan yang akan membuat takut seekor singa betina sekalipun.
"Sakura, hari ini ada upacara penerimaan siswa baru, lho." Ujarnya sambil melanjutkan langkahnya bersama Sakura.
"Lalu?" Jawab Sakura.
"Aku menantikan seorang pangeran datang?" Ino memberikan kesan berkilau pada ucapannya. "Kau tidak tertarik?"
"Tidak."
"Kau benar-benar membosankan. Sebenarnya, bagaimana caramu menikmati hidup?" Ino memandang langit dengan mata jenaka.
Sakura yang diam membuat Ino penasaran. Gadis musim semi itu hanya berjalan tanpa menghiraukan pertanyaannya. Ino dengan segala keingintahuannya mencoba bertanya lagi.
"Kau tidak mau menjawabnya?" tanya Ino lagi. Meskipun ia tahu tidak akan ada jawaban apapun yang akan keluar dari mulut Sakura, dia akan tetap mencoba.
"Untuk apa kau menikmati hidup? Jika pada akhirnya kau akan tetap mati." Jawab Sakura datar.
Ino tercekat. Bukan hanya karena Sakura mau menjawab pertanyaannya, namun juga karena jawabannya yang sangat mengesankan. Mereka berjalan dalam diam. Ino tak dapat menemukan kalimat lain yang ingin ia ucapkan sampai sebuah mobil masuk ke dalam halaman sekolah.
Dua orang pemuda bertubuh tegap keluar dari sebuah mobil berwarna hitam di halaman sekolah. Pangeran sekolah telah datang. Pemuda sombong yang kemana pun ia pergi selalu diiringi oleh penggemar fanatik. Uchiha Sasuke. Jelas Sakura tidak tertarik namun ia tahu sahabatnya sangat tertarik. Gadis pirang itu sudah seperti terhipnotis. Ino menatap lurus sang Uchiha-sama. Sakura membawa tangannya untuk menutup telinga. Dia tahu apa yang akan terjadi.
"SASUKE…!" Teriak Ino lantang dan berlari ke arah kerumunan gadis-gadis-ekor-Sasuke.
Lagi-lagi ia menghela nafas seraya menurunkan tangannya. Ia kemudian menatap pemuda di samping Sasuke. Wajah mereka hampir serupa. Seperti pinang dibelah dua. Hampir tak ada bedanya. Kecuali garis lurus di bawah matanya –yang membuat pemuda itu tampak lebih dewasa– dan rambut hitam panjang yang diikat rendah di belakang kepalanya. Melihat kemiripan mereka, dapat Sakura simpulkan mereka memiliki hubungan darah.
Sasuke seperti mengatakan sesuatu yang membuat pemuda itu tersenyum lalu mengacak rambut ekor ayam Sasuke hingga Sasuke terlihat kesal. Pemuda itu tertawa pelan. Saat melihat Sasuke –dengan kesalnya– berjalan menjauhinya. Pemuda itu terdiam di tempatnya beberapa saat. Seperti sedang berpikir akan sesuatu.
Sakura merasa sudah cukup baginya mengeksplorasi pemuda itu. Ia dengan tenang kembali berjalan ke dalam gedung aula sekolah. Menyusul Ino yang sudah pergi entah kemana. Meninggalkannya seorang diri di halaman sekolah.
.
.
Chapter 1
Pertemuan Pertama
.
.
10.05 am
Aula utama Konoha Gakuen
Sakura mengedarkan pandangannya ke seluruh aula. Ia mencari tempat duduk yang nyaman. Dalam artian jauh dari banyak orang. Sakura menemukan sebuah kursi kosong yang menurutnya cukup strategis.
Dia berjalan pasti menuju kursi itu dan meletakkan tas di atas kursi sampingnya yang kosong. Sakura membuka tasnya, menarik sebuah buku tebal dari dalamnya dan menutupnya kembali. Sekarang, yang ada hanyalah Sakura yang tengah menekuri kata demi kata dari bukunya dengan konsentrasi penuh.
Sakura tak lagi memperhatikan kepala sekolah yang berbicara panjang lebar memberikan sambutan. Ia larut dalam dunianya sendiri hingga tak menyadari seseorang telah berdiri di sampingnya. Berusaha mengajaknya berbicara.
"Bolehkah aku duduk di sampingmu?" Pemuda itu bertanya ragu.
Ah, Naruto. Siswa pintar dengan ekstra kebebalan. Sakura hanya menganggukkan kepalanya. Ia mengambil tasnya dan meletakkannya di bawah kursinya.
"Terima kasih, Sakura-chan." Kata Naruto riang sebelum duduk di kursi yang telah Sakura sediakan untuknya. "Kukira aku tak akan mendapatkan kursi." Naruto menghela nafas lelah. "Kau sudah tahu kelasmu, Sakura-chan?" Tanya Naruto.
"2-1." Masih berkonsentrasi pada bukunya. "Kau?" Tanyanya balik.
"Aku juga kelas 2-1." Kata pemuda itu riang. "Sasuke juga kelas 2-1. Shikamaru juga." Kali ini ada nada kecewa yang kentara.
"Kenapa kau terdengar kecewa? Bukankah akan menyenangkan untukmu jika satu kelas bersama temanmu sendiri?" tanyanya tanpa nada tertarik.
"Tentu saja aku senang. Hanya saja, kelas kita akan berisi anak-anak dengan kecerdasan di atas rata-rata." Wajah Naruto tampak cemberut.
Sakura ingin tertawa mendengar ucapan Naruto. Bukankah ia sendiri termasuk anak yang dapat dikatakan cerdas? Siapa tidak mengenal Namikaze Naruto? Bocah yang terlihat bodoh dan ceroboh ini adalah seorang jenius IT. Anak dari pemilik perusahaan yang bergerak di bidang IT, Namikaze Minato.
"Bukankah akan lebih menyenangkan jika memiliki saingan yang sepadan?"
"Kau memang benar." Ia memberi jeda. "Tapi tetap saja, Sakura-chan. Itu sulit"
"Kalahkan rasa takutmu sendiri." Ucap Sakura.
Naruto memandangnya dan memaksakan sebuah senyuman. "Benar. Aku akan berusaha." Katanya pelan. Terdiam agak lama. "Ah iya, ngomong-ngomong, apa yang kau takuti, Sakura-chan?" Tanya Naruto penasaran.
"Tidak ada."
"Tampaknya menyenangkan sekali hidupmu." Ujar Naruto senang.
"Tidak juga." Sanggah Sakura tanpa melepaskan pandangannya dari buku. "Aku ingin tahu, seperti apa ketakutan itu."
.
.
Chapter 1
Pertemuan Pertama
.
.
11.15 am
Ruang kelas 2-1
Saat Sakura masuk ke kelas barunya, ia melihat Ino melambaikan tangan padanya. Sakura menghampirinya dan duduk di samping Ino tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya.
"Kau marah?" Tanya Ino takut-takut.
"Tidak." Jawab Sakura.
Ino menarik kursinya mendekati meja Sakura. "Kau marah." Sebuah pernyataan keluar dari Ino.
"Tidak." Sakura mengeluarkan buku matematikanya.
"Bohong." Sakura tak menjawab, meneruskan kegiatan membaca buku matematikanya.
"Maaf, aku meninggalkanmu tadi." Nada yang terlontar penuh penyesalan. "Tak seharusnya kau meninggalkanmu seperti tadi."
Sakura tidak kesal. Untuk apa ia kesal pada hal kekanakan seperti itu. Saat Ino akan melanjutkan acara permintaan maafnya, pintu kelas bergeser terbuka. Semua penghuni kelas terdiam. Sakura merasa asing dengan keberadaan seseorang yang memasuki ruang kelas dan sekarang tengah berdiri di depan kelas.
"Nona pirang, kembalilah ke tempat dudukmu!" Suara laki-laki yang dalam dan lembut mengalun indah di setiap penjuru kelas.
Ino merasa dirinya yang dimaksud, menarik kembali kursinya ke tempat yang seharusnya berada setelah melempar tatapan penuh harap pada Sakura. Namun yang Sakura tak memberi respon membuatnya kecewa.
"Aku akan memperkenalkan diriku dulu. Karena aku yakin, kalian pasti penasaran tentang siapa dan kenapa aku ada di depan kalian." Pria itu mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas. "Perkenalkan, namaku Uchiha Itachi. Aku akan menggantikan Iruka-sensei untuk mengajar matematika di kelas 2." Dia memberi jeda. "Ada pertanyaan?"
"Sensei, apa hubunganmu dengan Sasuke?" Seorang murid bertanya. Sontak semua mata –minus Sakura yang masih fokus pada buku matematikanya– menatap Itachi dan Sasuke bergantian.
Itachi memberikan sebuah senyum simpul. "Kalau itu…" Semua mata –sekali lagi minus Sakura– menatap Itachi penuh-penuh. "Rahasia."
Reaksi para murid beragam. Ada yang menghela nafas. Berteriak kecewa seperti 'yaahhhh' panjang. Menimbulkan sebuah paduan suara baru yang sumbang dan lucu. Itachi tersenyum simpul. Membuatnya terlihat ramah.
"Berapa umurmu, Sensei?" Tanya gadis berambut merah panjang dengan kacamata membingkai wajahnya.
"23 tahun."
"Masih lajang?"
"Tentu saja." Jawab Itachi terkekeh karena para murid perempuan bersorak gembira–minus Sakura.
"Berapa nomor handphone, Sensei?"
"Itu juga rahasia." Itachi tersenyum ramah. "Sudah cukup pertanyaan perkenalan ini, jika ada pertanyaan, bisa dilanjutkan kapan-kapan. Mari kita mulai absennya." Itachi beranjak duduk ke kursi guru. "Angkat tangan jika namanya kusebut."
"Namikaze Naruto."
"Hadir." Tangannya meraih udara dengan semangat.
"Uchiha Sasuke."
"Hadir."
"Nara Shikamaru."
Tak ada jawaban.
"Nara Shikamaru." Itachi kembali mengulang sambil mendongak dari buku absennya.
"Dia tidur, Sensei." Jawab anak bertubuh tambun seraya menunjuk seorang anak lelaki yang terlelap dalam tidurnya. Itachi menggelengkan kepalanya. Ia meraih kapur tulis di atas mejanya dan …
Bletak!
Wajah siswa yang melihatnya meringis. Mereka menatap kapur yang sudah tergeletak tak berdaya di atas meja Shikamaru. Perlahan si pemuda sendiri terbangun dari tidurnya. Dia memegangi kepalanya yang sukses terkena ciuman hangat sang kapur dan menatap benci pada kapur tak bersalah di dekatnya.
"Nara-san, pergilah ke kamar mandi. Basuhlah mukamu dan kembali kemari!" Kata Itachi lancar dan halus.
"Baik, Sensei." Dengan malas Shikamaru berdiri dari duduknya setelah sebelumnya ia meregangkan tubuhnya dan menguap lebar.
"Permisi, Sensei." Kata Shikamaru sambil menyeret kakinya ke pintu.
"Jangan ada yang tidur di kelasku." Itachi mengatakannya dengan sangat lembut. Sangat lembut hingga membuat beberapa siswa merinding. "Mari kita lanjutkan." Itachi kembali pada buku absennya. "Yamanaka Ino."
"Hadir."
"Hyuuga Hinata."
"H-ha-hadir, Sen-sei."
"Haruno Sakura."
Kembali tak ada jawaban.
"Haruno Sakura."Kali ini agak keras.
"Hadir."
Itachi memandang gadis merah muda yang sedang mengangkat tangan. Gadis itu menatap buku dan bukan padanya. Kesal sedikit merayap padanya.
"Haruno-san, perhatikan jika gurumu sedang berbicara." Ujar Itachi.
Sakura mengangkat wajahnya. Dia memberikan atensi penuh pada orang yang mengaku guru itu. Emeraldnya tampak datar. Dia mengenalinya sebagai pemuda yang tadi berada di halaman sekolah bersama Sasuke.
"Baik, Sensei." Itulah jawaban singkatnya.
To be continued…
.
.
See you next chapter
.
.
a/n:
Maaf sebelumnya, karena telah menghapus cerita yang lama
Saya updet ulang ceritanya. Yang dulu benar-benar berantakan. Banyak typo dan bahasanya benar-benar kacau. Yah meskipun yang ini juga masih kacau sih... #peace
Tolong beri masukkan pada cerita ini and enjoy it...
Arigatou minna-san,
sign,
Teratai putih
