Fairy Tail bukan punya author
A/N : Hola, cerita ini sebenarnya udah pernah di publish di fictionpress tp sy publish ulang di fanfiction. Sekain, trms
Summary : Pertemuan itu benar-benar tak disengaja, kami bertemu di stasiun dan mulai menjalin cinta.
Jam tepat menunjukkan pukul 6 sore. Gray seorang pemuda yang memiliki surai berwarna biru tua itu berjalan dengan tenangnya, sesekali ia menyelip ditengah banyaknya orang. Lalu pergi mengantri di loket dan membeli tiket pulang ke Magnolia. Tempat kerjanya memang jauh dari tempat tinggalnya, meski begitu ia sangat mencintai pekerjaannya ini.
Saat itu stasiun begitu ramai dipadati oleh orang-orang, bahkan semua kursi terlihat sudah penuh. Gray berdiri sambil bersender pada sebuah tiang. Tak sampai 30 menit Gray menunggu kereta, kereta tersebut sudah muncul. Semua berdesak-desakan ingin naik ke kereta, begitu pula dengan Gray yang ingin cepat-cepat masuk kereta. Saat sudah berada didalam kereta, ia duduk, disebelahnya ada seorang wanita berambut pirang yang dikuncir. Wajahnya terlihat begitu lesu, tak sengaja ia menjatuhkan sebuah buku. Cepat-cepat Gray berusaha mengambilnya, lalu memberikannya pada wanita itu.
"Ini, tadi terjatuh"
"Kamu tidak perlu repot-repot mengambilkannya untukku"
"Tidak apa-apa"
"Apa kamu melihat isinya?"
"Tidak, apa itu buku diary?"
"Ya, aku tak ingin seorangpun melihatnya"
Sesaat Gray terdiam sambil sesekali melirik ke arah wanita itu. Baginya wanita itu cukup aneh, ia memakai pakaian yang tebal dan juga sebuah topi. Tetapi mungkin ia cantik jika tersenyum dan menggunakan pakaian yang sewajarnya, pikir Gray. Buru-buru ia menggelengkan kepalanya, mengapa tiba-tiba muncul pikiran seperti itu didalam otaknya? Terdengar suara tawa kecil yang sangat dekat, ternyata wanita yang tadi ditolong Gray itu tertawa. Tanpa Gray sadari wanita itu sebenarnya memperhatikan gerak-gerik Gray, mulai dari Gray yang tersenyum dengan wajah memerah, dan saat Gray memainkan jari jemarinya.
"Maaf…" Pintanya
"Ya tidak apa-apa" Gray mengatakannya dengan wajah yang memerah
"Habis tadi kamu lucu, jadi aku mau tertawa deh"
"Wajar kok, aku sendiri juga merasa lucu dengan tingkahku tadi"
Sesaat Gray sempat melihat senyum yang tersirat diwajah wanita itu, ia begitu cantik saat tersenyum sayang senyumnya yang manis itu tak bertahan lama. Wajahnya kembali lesu dan murung, sempat terpikir untuknya mengajak wanita yang baru dikenalnya itu. Kereta apipun berhenti di stasiun Magnolia. Semua penumpang turun dengan tertib, saat Gray dan wanita itu turun, buru-buru Gray memegang bahu wanita itu.
"Maaf, boleh aku bertanya siapa namamu?" Tanya Gray sopan
"Namaku Lucy, Lucy Heartfilia, kamu sendiri?"
"Gray Fullbuster"
"Nama yang indah" Pujinya sambil tersenyum
"Namamu juga indah, apa boleh sesekali kita bertemu?"
"Bertemu ya…Tentu boleh jika aku ada waktu"
"Baiklah, sampai jumpa hati-hati di jalan" Peringat Gray
"Ya kamu juga!"
Gray berlari kecil meninggalkan stasiun kereta api. Jam tepat menunjukkan pukul 8 malam. Cuaca saat itu begitu dingin, angin berhembus dengan sangat kencang. Rambut Gray berkibar-kibar dihembus angin, matanya menghadap keatas sambil memandang langit malam. Terbayang dibenaknya wajah Lucy yang baginya begitu cantik, apalagi saat tersenyum. Iapun melangkahkan kaki kembali, dan pulang ke rumahnya yang tak jauh dari terminal bus.
Hampir setiap hari ia harus bulak-balik naik bus dan kereta api dikarenakan pekerjaannya. Baginya itu merupakan hal yang biasa, mungkin kalian bertanya-tanya apa sih pekerjaan Gray ini? Sebenarnya ia adalah seorang penyihir dari gulid ternama, Fairy Tail, biasanya ia mengambil misi dari papan permintaan setelah selesai ia pasti akan menerima bayaran.
Rumahnya begitu sepi, ia hanya tinggal seorang diri di rumahnya yang tak terlalu besar itu. Dengan ditemani segelas susu hangat, Gray duduk didekat perapian dan sesekali meneguk susunya. Besok adalah hari Minggu, ia tak harus pergi ke gulid ataupun menjalankan misi. Mungkin jika ia beruntung besok dia akan bertemu kembali dengan Lucy, gadis yang baru saja dikenalnya hari ini.
Esok harinya…
Pagi itu cuaca tidak terlalu bagus, langit agak mendung dan sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Gray bangun dan melihat jendela, wajahnya agak kesal karna sepertinya akan hujan. Buru-buru ia mengganti bajunya, sarapan, lalu keluar dari rumahnya. Benar saja tak lama ia berjalan hujan langsung turun dengan derasnya. Segera ia berlari ke arah terminal bus, berharap supaya hujan cepat berhenti. Seorang wanita duduk disebelahnya, pakainnya basah kuyub, air menetes dari bajunya yang basah itu. Betapa terkejutnya Gray saat melihat wanita itu.
"Lucy?"
"Eh, Gray?"
"Sedang apa kamu disini?" Tanya Gray
"Aku tadi berjalan-jalan sebentar, tiba-tiba saja hujan karna lupa bawa payung aku langsung berteduh di terminal bus ini, kamu sendiri?"
"Bisa dibilang aku juga sama sepertimu"
"Ohh, sebenarnya aku ingin pergi ke rumah sakit" Jawab Lucy berterus terang
"Ke rumah sakit? Untuk apa?"
"Ya untuk menghibur pasien yang ada disana"
"Relawan?"
"Bisa dibilang begitu"
Suasana hening sejenak, tiba-tiba saja Lucy terbatuk-batuk, ia menutup mulutnya dengan tangan. Karna takut dilihat Gray ia buru-buru mengelap tangannya yang penuh dengan darah itu.
"Kamu kenapa?"
"Tidak apa-apa, aku biasa begini kok"
"Sepertinya batukmu parah, bagaimana jika ku bantu periksakan ke dokter?"
"Ti-tidak perlu repot-repot"
"Ya sudah, jika kamu kenapa-napa bagaimana jika memberitauku?"
"Kau serius?"
"Tentu saja"
Lucy menunduk lalu tersenyum pilu, Gray yang memperhatikannya hanya terdiam melihat Lucy. Lalu sekali lagi Lucy bertanya pada Gray.
"Apa benar kamu serius?" Tanya Lucy sekali lagi
"Ya, aku serius kamu tidak percaya padaku?"
"Bu..bukan begi..tu. Baru pertama kalinya ada orang yang begitu perhatian padaku"
"Maksudmu?"
"Sebenarnya aku hidup sendirian, memang aku memiliki orang tua tetapi aku tidak dekat dengan mereka. Lagipula mereka tidak mempedulikanku kok"
"Orangtua mu pasti khawatir, aku yakin hal itu"
"Mengapa kamu yakin?"
"Ya sejahat-jahatnya orangtua, mereka pasti sayang padamu. Kamu lebih beruntung dari pada aku, orangtuaku mati karna dibunuh Deliora"
"Deliora? Monster Zeref?"
"Iya, saat itu aku bertemu dengan Ul, dia adalah guru yang mengajarkanku sihir es"
"Sihir es? Kamu penyihir?"
"Iya"
"Aku juga penyihir, lebih tepatnya penyihir arwah"
"Aku baru tau, kamu bergabung dengan gulid apa?"
"Tidak, aku adalah penyihir bebas. Aku tidak ingin bergabung dengan gulid, kondisiku tidak mendukung untuk hal itu"
Langitpun kembali cerah, matahari bersinar kembali. Pembicaraan tersebutpun berakhir, Lucy berdiri begitu juga dengan Gray. Awalnya Lucy ingin mengucapkan sampai jumpa, tetapi Gray bersikeras jika ia ingin ikut ke rumah sakit dengan Lucy. Sekitar 30 menit lamanya mereka berjalan, sampailah mereka disebuah rumah sakit yang sangat besar. Disana Lucy menghibur mereka dengan beberapa atraksi sulap, ia tampak bahagia, pikir Gray padahal kemarin wajahnya nampak lesu.
Diam-diam Gray mengambil kamera dari tasnya, lalu memotret semua yang terjadi di rumah sakit. Ia duduk dan melihat-lihat semua yang telah ia potret. Lucy ikut duduk disebelahnya, ia terus tersenyum menampakan wajah kebahagiaan, tetapi tiba-tiba saja ia nampak lesu kembali, matanya berkunang-kunang, lalu ia terjatuh dari bangku. Gray kaget dan segera membawanya ke dokter untuk diperiksa.
Lucy terbaring di ranjang dan perlahan-lahan membuka matanya, spontan ia terbangun lalu menginjakkan kakinya dilantai.
"Lucy, bukankah sudah saya peringatkan untuk tidak terlalu lelah?"
"Maaf dok.."
"Ya sudah, ingat jangan sampai penyakitmu kambuh lagi"
"Baik"
Dokter tersebut memberikan Lucy beberapa resep obat. Lucypun keluar dari ruang periksa, Gray menyusulnya dari belakang, ia nampak cemas dengan keadaan Lucy yang tiba-tiba pingsan. Merekapun keluar dari rumah sakit dan pergi ke apotek.
"Kamu baik-baik saja?" Tanya Gray
"Aku selalu baik" Jawab Lucy berbohong
"Baik apanya? Kamu berbohong iya kan?"
"Tidak! Aku…"
"Sudahlah, tidak ada gunanya aku menanyakan hal ini"
"Maaf, mungkin suatu saat nanti aku akan memberitau semuanya padamu"
"Aku menunggunya…"
Sekali lagi angin berhembus, syal yang Lucy pakai terlihat berkibar-kibar. Gray mengajak Lucy untuk pergi ke rumahnya. Sesampainya di rumah Gray, Lucy langsung duduk diatas sofa yang empuk.
"Oh iya, dimana rumahmu?" Tanya Gray sambil menyeduh susu hangat
"Rumahku? Aku ingin kamu tidak mengetahuinya"
"Ya sudah tidak apa-apa"
"Tapi..Jika kamu mau, kamu bisa bertemu denganku di stasiun kereta api"
"Memang kamu setiap hari disana?"
"Ya, aku sendiri tidak tau mengapa harus berada disana setiap hari. Tetapi aku menyukainya"
Gray menyodorkan segelas susu, lalu duduk disebelah Lucy. Sekarang ia merasa lebih dekat dengan Lucy, mungkin jika dia mau suatu saat ia akan menembak Lucy. Bisa dibilang jika Gray jatuh cinta pada pandangan pertama, padahal awalnya ia tak mempercayai hal itu, ternyata memang benar-benar ada. Tak terasa sebentar lagi musim dingin, sepertinya Gray ingin menembak Lucy di stasiun kereta api saat musim dingin.
Jam berdentang menunjukkan pukul 12 siang. Angin diluar sangat kencang sampai-sampai semua pohon serasa mengikuti kemana angin berhembus. Lucy dan Gray mereka berdua membisu tanpa membicarakan apapun, suasananya terasa begitu kaku dan dingin. Lucy menaruh cangkir tersebut dimeja lalu pergi ke arah pintu tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Hey, kamu mau kemana?" Tanya Gray
"Tentu saja pergi"
"Apa tidak apa-apa? Angin diluar sana sangat kencang, nanti kamu kedinginan"
"Aku mana kedinginan? Lihat aku memakai baju setebal ini, tenang aku baik-baik saja kok. Bye…"
Lucy melambaikan tangannya pada Gray, membuka pintu dan pergi begitu saja. Gray sendiri kembali terdiam, mengambil cangkir tersebut lalu mencucinya. Hari esok musim dingin kan datang, perjalanan cinta ini akan dimulai, salju-saljukan turun menghias bumi yang hijau ini, lautkan beku dikarenakan dinginnya cuaca, dan cintanya akan menghilang bagai ditelan badai.
Bersambung…
A/N : Judul cerita ini kan Temo Demo No Namida, ini author ambil dr lagu JKT48 yg berjudul sama Temo Demo No Namida, artinya? Cari tau sendiri yaa…Eh ini bukan songfic lhoo
