Entah sudah berapa lama aku berjalan menyusuri lorong yang gelap ini. Dengan tanpa bantuan penerangan, aku terus melangkahkan kaki sambil bertanya-tanya, apakah tempat ini memiliki ujung? Dan kalau ada, kapan aku bisa mencapainya?
Saat aku hampir menyerah dan memutuskan untuk berhenti berjalan tanpa arah tujuan—setitik cahaya muncul di ujung sana. Dengan segenap harapan, aku segera berlari mendekati titik cahaya tersebut. Semakin aku mendekatinya, titik tersebut semakin membesar menjadi cahaya yang menyorot terang, dan sejurus kemudian kedua manikku membulat sempurna kala menyaksikan panorama di hadapanku.
Kegelapan yang tadi menyelimutiku kini tergantikan oleh padang bunga—dengan berbagai jenis bunga (mulai dari kamomil, daisey, hingga bunga matahari) terhampar luas—lengkap dengan langit berwarna-warni yang menaunginya. Ah, pemandangan yang begitu sureal—akan tetapi sangat, sangat indah. Wangi semerbak bunga yang mengisi udara sekitar sukses memanjakan syaraf sensori di hidungku.
Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling—dan sejurus kemudian mataku menangkap keberadaan sosok lain; lima orang pemuda dengan rambut berwarna kuning, hijau, biru, ungu, dan merah yang berdiri memunggungiku, dalam jarak sekitar sepuluh meter dari tempatku berdiri sekarang.
Kemudian, seolah ditarik magnet, kakiku bergerak untuk menghampiri mereka dengan sendirinya. Sambil berlari, aku tertawa begitu riang.
Aku merasa begitu gembira, dan anehnya—aku merasa bahwa penyebabnya adalah keberadaan dari lima orang pemuda bersurai warna-warni yang bahkan tidak aku kenal.
Disclaimer : Kuroko no Basket (c) Fujimaki Tadatoshi.
Title : Castaway!
Summary : Ketika terbangun, aku mendapati fakta bahwa diriku terdampar di sebuah pulau antah-berantah bersama seorang pemuda bersurai biru yang merupakan teman sekelasku. Singkat kata, petualangan pun dimulai!
Genre : Romance, Adventure, Reverse Harem, Friendship, Humor
Pairing : [Generetion of Miracles x Reader]
Warning : AU, without any relation with basketball stuff. Beware of mistypos.
Point of View : First PoV/Reader's PoV
Note : Setting cerita terinspirasi dari game THE SIMS 2: CASTAWAY. Para karakter dimunculkan secara satu per satu.
ENJOY!
Sepertinya aku baru saja terbangun dari tidur yang panjang dan nyenyak.
Namun entah mengapa—keadaan sekitar terasa asing. Alas tempat tubuhku berbaring terasa empuk—tapi bukan empuknya kasur berbalut sprei lembut, melainkan butiran-butiran halus seperti pasir. Bunyi deru mesin pendingin ruangan tergantikan oleh suara deburan ombak serta cicitan burung. Lalu, alih-alih aroma vanili dari pengharum yang kugantung di sudut ruangan—aroma yang merebak disini justru aroma asin. Udara di sekitar juga terasa begitu berbeda.
Semuanya terasa benar-benar lain, jadi—bisa disimpulkan bahwa saat ini aku sedang tidak berada di kamarku.
Dan ketika kelopak mataku terbuka sepenuhnya, kesimpulan tersebut makin diperkuat oleh hamparan langit biru bersaput awan tipis yang mengisi penglihatanku.
Tanpa pikir panjang, aku berdiri, lalu mengamati keadaan sekitar sambil meregangkan tubuh yang terasa agak pegal.
Mataku tak bisa berhenti membelalak akibat pemandangan yang tersuguh di hadapanku; laut biru yang terbentang luas lengkap dengan pantai berpasir putih yang menjadi tempatku berpijak sekarang. Lalu saat mengedarkan pandang ke sisi lain—aku mendapati jajaran pohon kelapa yang tegak menjulang, lengkap dengan buah-buah kelapa muda berwarna kehijauan yang tergantung di atasnya.
Aku tak bisa membendung kekagumanku akan panorama indah yang terpampang jelas, namun di satu sisi aku juga bingung. Apa aku sedang bermimpi?
Aku pun mencubit pipiku, dan seketika rasa sakitnya menjalar. Hei, berarti ini nyata!
Baru saja aku hendak berlarian dan berteriak girang, namun—
"Oh, kau sudah bangun."
"Gyaa!"
—Sebuah suara berintonasi datar yang tiba-tiba terdengar dari belakangku membuat diriku terlonjak kaget, sementara sang pemilik suara tampak kalem-kalem saja. Tunggu dia kan—
"Kuroko-kun?"
Kenapa dia disini? Dan kenapa di tangannya ada sebongkah kelapa muda?
Pemuda bersurai biru itu mendudukkan diri di sambil meletakkan sebongkah kelapa itu di atas pasir. Kemudian, ia mengeluarkan sebilah golok (yang entah didapatnya dari mana) lalu memfungsikannya untuk membuat lubang berukuran sedang di bagian atas batok kelapa, sehingga isinya—yang berupa air—menjadi terlihat.
"Ayo duduk," instruksinya. Aku pun berjongkok di dekatnya, masih dengan pandangan bertanya. Pemuda itu menyodorkan kelapa muda yang sudah dilubangi itu ke arahku. "Minumlah, kau pasti haus—mengingat kau sudah pingsan selama kurang lebih dua hari."
Ah, benar. Tenggorokanku terasa sangat kering. Atas dorongan rasa haus, aku segera menangkup batok kelapa itu dengan kedua tangan—kemudian menenggak air kelapa muda tersebut dengan rakus. Segar sekali!
"Terima kasih," ujarku sambil meletakkan buah kelapa yang airnya tinggal setengah.
Kuroko mengangguk kecil, kemudian ia menatapku lekat-lekat. "Apa kau ingat penyebab dirimu bisa berada disini?"
Aku berpikir keras, namun tak membuahkan hasil yang berarti. "Entahlah. Satu-satunya fakta yang kuketahui sekarang adalah; aku terbangun di sebuah pulau yang indah, dan ternyata Kuroko si teman sekelasku juga ada disini."
Pemuda bermanik lazuardi itu menghela napas lega. "Berhubung kau masih mengingat identitasku—berarti kecelakaan itu tidak membuatmu gegar otak atau hilang ingatan."
Kedua alisku bertaut. "Kecelakaan?"
Kuroko menangkup batok kelapa tadi, lalu menenggak isinya. Setelah memuaskan rasa haus, ia mulai berbicara. "Begini ceritanya; kita pergi menaiki kapal pesiar, dan di tengah perjalanan—kapal yang kita naiki mengalami kecelakaan lalu tenggelam. Kemudian—sepertinya arus laut menyeret tubuh kita ke pulau ini."
Ah, aku mengingatnya sekarang! Semuanya terekam jelas di otakku.
( Aku sedang berada di geladak kapal saat suara ledakan itu terdengar—kemudian diikuti jeritan panik para penumpang kapal. Semua orang—termasuk diriku—ketakutan dan berusaha menyelamatkan diri, namun semuanya telah terlambat. Kapal berukuran besar itu terlanjur oleng ke depan, dan satu persatu penumpang berjatuhan ke laut.
Kemudian, kejadian selanjutnya terasa berkelebat dan samar. )
Aku tertegun sesaat. "Wow, kita benar-benar beruntung karena bisa selamat dari kecelakaan itu."
"Entahlah. Kabar baiknya, nyawa kita masih melekat di tubuh. Dan kabar buruknya; kita terjebak di sebuah pulau antah-berantah, dan entah bagaimana caranya untuk pulang," tutur Kuroko.
"Hei, ini tidak seburuk itu. Lihatlah betapa indahnya tempat ini! Rasanya, aku ingin tinggal disini selamanya," ujarku enteng.
"Oke, sepertinya kepalamu terbentur," ucap Kuroko, entah bergurau atau serius, lantaran rautnya yang selalu datar itu membuatku kesulitan untuk menerkanya. "Tidak mungkin kita berdiam disini, hanya dengan mengkonsumsi air kelapa seumur hidup," lanjutnya.
"Haha, tentu saja aku bercanda! Kita tak akan berdiam diri—tapi kita akan menjelajahi pulau ini!" seruku dengan telunjuk teracung ke udara.
( Satu informasi; aku adalah maniak petualangan yang tergabung dalam organisasi pencinta alam di sekolahku. Sudah beberapa gunung kudaki dan banyak hutan serta alam liar kususuri. Jadi, sudah sewajarnya bila keadaan ini malah membuat semangatku menggelegak, alih-alih membuatku cemas atau ketakutan. )
"Kurasa itu ide bagus. Aku menemukan golok ini disana," Kuroko menunjuk ke arah yang dimaksud, "Benda ini pasti milik seseorang. Berarti, pulau ini berpenghuni. Kalau kita menyusuri hutan, mungkin kita akan menemukan pemukiman penduduk."
"Baiklah, kalau begitu—tunggu apa lagi?"
Kuroko menggaruk tengkuknya. "Masalahnya, aku tadi sempat memeriksa sekeliling, dan akses menuju hutan dihalangi semak berduri, jadi tidak akan mudah untuk dilewati."
"Biar kulihat dulu."
Kami pun berjalan menuju areal yang ditumbuhi tumbuh-tumbuhan seperti semak dan pohon kelapa.
"Err—" Aku menggaruk kepala sambil menekuri semak-semak yang tingginya sepinggang. "Semak berdurinya banyak sekali, jadi akan makan waktu lama untuk melewatinya. Tapi tidak ada pilihan lain, kita harus melewatinya."
Kuroko menurut, dan kami pun mulai menyusuri semak berduri tersebut. Belum satu menit, suara mengaduh sudah meluncur dari mulutku. "Aww—durinya tajam sekali."
.
"Benar-benar perjalanan yang mulus, ahaha …" komentarku setelah kami berhasil lolos dari medan yang lumayan ekstrim tersebut. Baju serta celanaku sobek di sana-sini dan luka goresan menghias lengan serta kakiku. Pemuda di sebelahku juga tak jauh beda kondisinya. Namun, berkebalikan dengan kondisi tubuh yang awut-awutan, ekspresi kami tampak biasa saja. Aku masih tersenyum riang, sementara Kuroko tetap setia dengan raut teflonnya.
Mengabaikan fakta bahwa kami perlu sedikit pengobatan (walau entah bagaimana caranya mendapatkan kapas dan obat merah di tengah hutan belantara begini), kami terus berjalan menelusuri hutan sambil mengamati keadaan sekitar.
( Tampak seperti hutan normal—dengan pohon-pohon berbatang kayu yang tumbuh menjulang. Ada juga beberapa pohon pisang dengan buah kekuningannya yang menggantung di dahan yang sukses membuat liurku terbit. )
Didorong rasa lapar, aku pun melejit ke pohon pisang tersebut dengan niat memetik buahnya. Namun baru saja tanganku hendak menggapai buahnya, sekelebat benda kecokelatan melesat ke arahku.
"Kyaa!"
"Uh ah uh ah!"
Benda kecokelatan—dan berbulu—tersebut ternyata adalah seekor orangutan.
"Uh ah uh ah!" lenguh si orangutan. Entah apa yang dikatakannya, namun ia tampak marah. Sepertinya gara-gara aku hendak mengambil makanannya.
Aku pun membungkuk sambil berkata dengan gaya membujuk anak kecil, "Maa, maa, aku boleh minta pisangnya sedikit, 'kan? Ayolah, aku lapar sekali~"
Si orangutan masih mencak-mencak dengan murka, dan kemudian—
Sreet.
"Argh—sakit!"
—Orangutan itu mencakar leherku, meninggalkan luka goresan yang memanjang di kulitku.
"Kau tidak apa-apa?" Kuroko tiba-tiba sudah berada di sampingku, membuat keterkejutanku bertambah.
"Uh ah uh ah!"
"Orangutan sialan!"
( Suasana menjadi chaos. )
"Hei, ada ribut-ribut apa ini, ssu?"—Suara lelaki yang melengking tinggi tiba-tiba terdengar. Aku langsung menoleh cepat ke arah sumber suara—
Oh, ternyata memang ada manusia lain disini.
.
TBC.
.
(A/N)
Okesayabarusajamenambahhutangmultichapteryeeey.
Uhuk. Ada yang main game The Sims 2: Castaway disini? Sebenernya, dari dulu saya pengeeeeen banget bikin cerita dengan latar pulau tak berpenghuni(?) gara-gara kepincut sama game itu, ahaha.
Konsep dan garis besar plot cerita ini sudah terancang, doakan saja supaya saya nggak mager buat nulisnya :D /slapped
