Disclaimer: Masih punyanya Masashi Kishimoto, sayangnya. /eh
Warning: AU, SasoDei implied. Lebih baik dibaca habis buka kalau enggak mau ambil risiko batal puasa. (o v o)
oOo
Deidara buang muka.
Sasori buang muka.
Orang-orang yang kebetulan melihat mereka, sayangnya, tidak bisa mengalihkan pandangan dari dua makhluk yang menyebut diri sebagai seniman itu. Si pirang dengan semboyan 'seni adalah ledakan' dan si rambut vermillion dengan semboyan 'seni adalah sesuatu yang abadi'. Kontras satu sama lain, namun berakhir jalan berdua di mall, menjadi objek lemparan tatapan heran berpuluh pasang mata begitu menurunkan sedikit pandangan.
"Sasori no Danna, tokonya udah di depan mata, un."
"…hm."
"Jangan bilang Danna ketularan adiknya Itachi, un."
"Enggak kok," sergah Sasori cepat, enggan disamakan dengan seorang remaja berambut ala pantat ayam yang sedang bersin-bersin di rumah kediaman keluarga Uchiha. "Enggak lagi mood debat, itu aja."
Deidara mendecih.
Mereka bungkam lagi. Jalan tanpa suara lagi sampai akhirnya masuk ke toko peralatan seni yang dimaksud. Sasori menuju peralatan memahat, Deidara menuju deretan rak buku-buku tentang kembang api.
…setidaknya, begitulah rencana awalnya.
Di depan pintu masuk toko, keduanya saling lempar sorotan tajam.
"Ke rak buku dulu, un!"
"Ke peralatan memahat dulu."
"Rak buku!"
"Peralatan."
"Rak!"
"Peralatan."
Begitu terus sampai mereka kembali membuat Sai—yang bekerja paruh waktu jadi penjaga toko—geleng-geleng kepala.
"Aku tahu kalian berdua lagi masa mesra-mesranya—" Ini Pein yang berbicara, ngomong-omong. "—tapi bisa gak, enggak bikin kisruh di mall sambil pegangan tangan begitu? Enggak enak dilihat, tau."
Itu dia. Itulah penyebab mereka berdua—Deidara dan Sasori—mendapat banyak tatapan heran bercampur geli sejak melangkahkan kaki di pintu masuk pusat perbelanjaan ini: tangan mereka yang saling menggenggam erat satu sama lain, sama sekali tidak dilepas barang sedetikpun dari awal berangkat sampai sekarang.
Deidara menggeram. Sasori mendesis.
"Kalau bukan karena ada yang bakal kalap belanja sampai enggak ingat kondisi dompet, aku enggak bakal megangin tangannya begini," gerutu Sasori, masih belum melepaskan tangan Deidara. Urat berkedut di dahi si pirang berambut panjang yang kini dibiarkan tergerai sepinggang. Mata biru mendelik, menatap helaian rambut merah Sasori penuh dendam. "Harusnya aku yang ngomong gitu, un! Terakhir kali mampir ke sini, Danna yang kalap beli koleksi boneka sampai kabur tiap Kakuzu nagih sewa bulanan!"
Dan mereka berdua lanjut debat. Sekali lagi, tanpa peduli tatapan heran orang lewat. Pein memijat dahi, lelah.
Sia-sia saja usahanya datang mengawal mereka kalau ending-nya tetap bertengkar begini.
Dan ngomong-omong, sampa kapan mereka mau bergandengan tangan sambil buang muka begitu?
.
.
[end]
Pojok Bacotan Arwah Gentayangan:
Ide muncul waktu lihat gambar lewat di timeline facebook. Moga-moga gak terlalu absurd. ( o w o ) Terima kasih sudah mampir membaca, feedback sangat dinantikan ( o v o )/~
