PULANG

Cast : Ranze Terada

Tzuyu

Hari itu Ayah Ranze masuk rumah sakit, stroke sudah lama menggerogoti tubuh, sejak Ranze duduk dibangku kuliah semester 2 –seingat Ranze.

Ia tidak ikut mengantar, Ranze sedang ada di Jepang, berdus-dus mariyuana siap edar sudah dimasukkan peti kemas saat email dari Kakaknya datang. Yang bisa Ranze lakukan saat itu hanya berdo'a –Oh, Ranze sudah lama tidak berdo'a. Ia menangis seorang, bersandar dipeti kemas yang belum diangkut ke kapal barang.

Ayah Ranze adalah pria yang kuat, bagaimana tidak? Pria itu yang mengajari InNa menarik pelatuk caliber 36 kesayangannya. Pria itu juga yang membiayai hidup Ranze sampai akhirnya beberapa polisi datang kerumah mungil mereka di Shibuya, dekat anak sungai chanzen. Sejak itu, Ranze hidup nomaden bersama kakaknya –Chou tzuyu yang suka sekali mengirim email untuk tahu kabar satu sama lain.

Hidup Ranze semakin kacau setelah ia berhasil kabur dari kantor polisi setelah ketahuan membawa sabu-sabu seberat 3 gram di kaos kaki. Ranze jadi lebih liar, dia tidak punya tujuan dan bertemu seorang pengamen yang suka mengkonsumsi sabu-sabu, mereka berkenalan, tinggal serumah digubuk reot dekat stasiun.

Ranze menghayal akan hidup yang lebih baik. Bersama temannya yang suka bernyanyi dengan ukulele. Ia selalu tersenyum saat pria itu –yang mengaku bernama Masaki yang seorang peranakan Jepang. Ranze suka cara pria itu bicara, dia juga suka cara Masaki memetik senar ukulele saat bernyanyi twinkle-twinkle little star untuknya kala malam. Ia seolah menemukan satu sekat hidup.

Dan kebahagiaan memang tak betah lama-lama dekat dengan Ranze, Masaki ketahuan membawa sabu-sabu, persis seperti yang Ranze alami waktu itu. Mereka berpisah dan Ranze tidak berani menjenguk barang satu kali pun kepenjara. Akhirnya, ia dibawa pergi oleh teman Masaki ke Jepang. Dibilangnya jika kehidupan di Jepang lebih baik ketimbang di korea. Mereka naik kapal diesel malam itu juga. Meninggalkan Masaki seorang terjerat dalam dinginnya dinding sel.

From: Tzuyu

'

Kapan kamu pulang? Ayah mau ketemu, dia kangen dan pingin kita kumpul.'

Ranze semakin menyembunyikan kepala dipertemuan lutut, menenggelamkan dirinya karena amat takut pada kenyataan. Ranze tak bisa pulang, dia 7 bulan hidup di Jepang, ikut jaringan pengedar narkoba yang diburu Interpol. Jika tiba-tiba ia pulang ka nada atau entah kapan, ka nada beberapa orang yang curiga.

To: Tzuyu

'Katakan pada Ayah! Aku tidak bisa pulang.'

Sekuat tenaga Ranze menekan tombolsend, berharap Ayahnya mau mengerti keadaan dirinya saat ini. Ponselnya bergetar, panggilan dari Tzuyu dengan akun sang kakak berkedip-kedip dilayar. Ranze menekan tombol merah, mematikan ponsel dan memilih menangis.

Dibalik sekat renda tipis, Tzuyu memangku tangan Ayahnya yang keriput diatas tangan, ditempel satunya dipipi untuk merasakan setiap kehangatan yang masih tersisa, ada alat dihidung yang membantu pria itu untuk bernafas, ketidak berdayaan jelas tergambar. Sebagian tubuh tidak bisa digerakkan, bibir pria itu perotsehingga mengangguk cara bicara, Tzuyu harus mendekatkan telinga dan menaruh konsentrasi penuh saat mendengar setiap kata yang terucap.

Terakhir yang ia dengar adalah 'Bawa Ranze pulang.' yang sontak menceloskan hati Tzuyu. Jangankan membawa Ranze pulang, tahu dimana adiknya berada saja tidak. Sempat terfikir untuk menyewa detektif atau ahli IT untuk mencari, ia teringat akan pekerjaan sang adik yang pernah disinggung saat bertukar email. Bisa-bisa bukan hanya ayahnya saja yang masuk penjara dan jadi narapidana, adik kesayangannya bisa bernasib sama.

Sesekali anggota sipir mendekati Ranze, mengecek keadaan Ayahnya yang tak kunjung membaik. Mereka takut pria itu akan kabur dengan batuan putri sulungnya. Ranze hampir meneriaki mereka saat memaksa Ayahnya dibawa kebangsal untuk dirawat dengan dokter yang dijamin akan datang 3 kali sehari.

Betapa tega mereka, beralasan prosedur sudah mengatur seperti itu. Persetan dengan prosedur atau apalah itu namanya, yang jelas Tzuyu ngotot menempatkan Ayahnya dirumah sakit umum dengan biaya mandiri. Tak perlu mereka ikut campur.

Sore hari, saat burung gereja sudah mau pulang kerumah, keadaan Ayah Ranze dan Tzuyu semakin parah, dokter meminta Tzuyu keluar ruangan, selanjutnya yang ia dengar adalah teriakan saling memberi perintah dari beberapa dokter ahli yang berkumpul. Tzuyu menarik ponsel, mencari nomor Ranze dengan kalap, bicaranya gagap saat Ranze mengatakan 'Hallo.'

Setelah melalui 3 jam masa kritis, Tzuyu berharap Ranze benar-benar akan pulang, tapi mengharapkan kehadiran adiknya dijam-jam sekarang tidaklah mungkin. Butuh waktu bagi Ranze untuk pulang dan Tzuyu tahu, adiknya tidak bisa melakukan itu.

Ranze baru bisa pulang setelah 5 hari dari kejadian Kakaknya menelpon. Dia minta bantuan seorang teman untuk membuat passport palsu, naik kapal terakhir hari itu dan datang kerumah mereka di Gyeonggi dengan shock. Rumah itu sepi, seingat Ranze Kakaknya bilang jika Ayahnya sudah dibawa pulang.

Ia ketuk pintu berkali-kali, seorang tetangga yang diingatnya bernama Han SeByul mengintip dari halaman, memicingkan mata untuk memastikan apa yang ia lihat adalah Ranze atau bukan. Beberapa detik saat ia sudah yakin, barulah nama Ranze diteriakkan dengan lantang sambil melambai.

Buru-buru Ranze turun dari teras, mendekati SeByul. Ia bertanya kemana Ayah dan kakaknya pergi dan kenapa rumah mereka sepi. SeByun memasang tampang lesu, ia genggam erat tangan Ranze.

Suara SeByul terdengar seperti cicitan burung kecil saat mengatakan 'Tzuyu unni ada diGereja.'

Tubuh Ranze beku, matanya nyala memandang kemana-mana, ia hempas genggaman tangan SeByul, berlari menuju gereja didesa. Satu-satunya tempat mereka berkumpul selain rumah, biasanya Ayah Ranze akan mengajak dirinya beserta sang Kakak kesana dihari sabtu untuk berdo'a. Membawa Rosario dan kitab.

Sampai dipelataran gereja, Ranze bisa lihat pintu besar disana terbuka. Keadaan gereja memang sepi, tak ada siapa pun yang wira-wiri. Ia masuk dalam sunyi, mengedar pandang, memindai dimana sang kakak berada. Didapatinya perempuan bertubuh kurus yang punya surai sepunggung, duduk dibarisan paling depan, terlihat khusyuk berdo'a.

"Unni?" Cicit Ranze tak yakin, menunggu respon, perempuan itu membalikkan tubuh, sorot mata berkantung menghakimi Ranze. Tzuyu ada didepannya, terlihat amat lelah dan stress. Ia dekap tubuh kakaknya amat sayang, menumpahkan rasa kangen tanpa mau terlewat.

"Aku pulang, minnasan. Kita kumpul seperti yang Ayah inginkan." Desak Ranze terisak, Tzuyu mengelus pundak bergetar adiknya. "Aku pulang." Kembali InNa menekankata pulang, menunjukkan jika ia bisa pulang untuk mewujudkan keinginan sang Ayah.

"Kemana pun kamu pergi, kamu pasti akan pulang. Tak perlu tunggu waktu untuk itu, kapan pun kita akan berkumpul lagi. Seperti dulu." Bisik Tzuyu disela desakan air mata, Ranze mengangguk dipundaknya.

"A-ayah?" Sesak Ranze untuk bertanya, Tzuyu mendekap erat, menyatukan tubuh kedua perempuan ini. "Ayah ada sama kita, disini, dimana pun, dan sampai kapan pun." Begitulah yang ayah mereka katakan dengan suara pelat dan hampir tak jelas, ditambah satu wasiat untuk mengkremasi tubuh renta mantan bandit kota itu.

"Yang penting sekarang kita sama-sama." Tebus Tzuyu menenangkan isak tangis adiknya, membiarkan semua sesal tumpah tanpa tahu kapan usai. Hari itu, Ranze yakin hidupnya benar-benar berubah.

FIN