Air yang begitu jernih.
Namun tidaklah sesuai dengan dirinya yang 'hitam'… Air yang murni, mencerminkan kepribadian setiap orang yang memandanginya, namun makin banyak air itu dan makin dalam, maka tak ada yang bisa ditemui selain kegelapan itu sendiri. Sungguh suatu benda yang sangat mencerminkan dirinya.
Dirinya yang jernih sekaligus 'gelap'
Dengan nama 'Kuroko' tersemat pada dirinya…
.
.
.
The Basketball Which Kuroko Plays ~ Pure and Raven-Black Existence
© Himomo Senohara
Disclaimer : The Basketball Which Kuroko Plays © Tadatoshi Fujimaki
Warnings : OOC, AU, aneh, gaje, penulisan dadakan dan lain sebagainya.
A/N (Mun) : Halo! Datang lagi dengan fic aneh! Aku cuma mau ngetes fic ini kok... Sempat kepikiran mau memasukkan pairing AkaKuro, tapi melihat perkembangan fic ini kayaknya Akashi-nya harus ditaruh di pihak anatongis (?) ya... *mundung di pojokan*
Mungkin... Mungkin bakal jarang ada romance-nya, sempet sih kupikir begituan... ARGH! Lihat dulu ya, seberapa kalian tertarik pada fic abal ini! *ngibirit*
Oke, tanpa tedeng aling-aling, RnR please?
.
.
.
[ Kuroko's POV ]
Mataku pun terbuka.
Seolah mendapat kilatan bahwa hari itu akan menjadi hari yang sangat bersejarah, setidaknya bagi diriku.
Sebuah pertanda bahwa aku sudah lahir ke dunia sana.
Dengan mataku yang tak aku ketahui warnanya, aku memandang sekelilingnya. Namun aku begitu tak tahu, dan aku bahkan tak tahu harus melukiskan ekspresiku. Yang pasti, aku sangat kaget dan heran. Aku berada di sebuah tempat yang entah kenapa terasa asing bagiku. Tunggu, kenapa aku bisa melihat dan juga mengingatnya seolah aku ini adalah orang dewasa? Bukankah aku merasakan sesuatu yang 'kosong' selama aku menutup kedua mataku…?
Aku ada di dalam sebuah tempat yang berbentuk tabung, dengan air yang jernih berada di sekitarku. Aku merasa seperti bernapas di dalam air, entah benar atau tidak. Dan aku sadar satu hal. Aku telanjang bulat di dalam tabung yang aneh ini.
Aku pun mencoba menggerakkan anggota tubuhku, dan nampaknya aku benar-benar terlahir seperti manusia. Well, aku tak tahu juga, apakah aku ini pantas untuk disebut manusia atau tidak. Aku melakukan gerakan seperti berenang untuk mendekat ke kaca yang membendung serta membentuk tabung raksasa itu, sekedar untuk memperhatikan apa yang kulihat di luar sana.
Di sana sangatlah gelap. Aku sampai harus menunduk ke bawah untuk mencari-cari sesosok yang 'seperti'ku, namun sepertinya nihil. Sepertinya tempat ini telah terabaikan, setidaknya cukup lama. Aku tak tahu hitungan waktu, namun aku yakin tempat ini sudah lama ditinggalkan. Yang menjadi masalah, mengapa aku justru terbangun dalam kondisi seperti itu?
Di luar sana, berbagai peralatan – yang sepertinya untuk mengawasi perkembanganku – rupanya sudah terbengkalai, bahkan ada yang sepertinya rusak. Banyak kilatan berwarna abu-abu, menghinggapi setiap sudut ruangan besar itu, dan pintunya sudah berlumut, setidaknya pada bagian gagang serta bagian bawahnya. Tanaman hijau itu juga menghinggapi bagian bawah tabungku ini.
Sepertinya tempat ini benar-benar angker. Apa jangan-jangan ada yang sepertiku di luar sana, namun takut dengan aku? Aku benar-benar tidak tahu, dan tak akan pernah tahu, setidaknya sampai ada yang bercerita apa yang sebenarnya terjadi di sini.
Merasa tak nyaman, aku lantas kembali ke posisi di mana aku terbangun, namun aku berbelok ke atas tabung, berusaha keluar dari tabung yang entah kenapa berisi air jernih yang tak pernah kotor. Aku benar-benar bingung. Yah, pertanyaan itu bisa disimpan nanti, pokoknya tugas pertamaku setelah hidup adalah : meloloskan diri dari tabung menyebalkan ini.
Aku lantas mengetuk-getuk bagian tutup tabungnya yang sepertinya keras dan besar sekali, berharap dengan demikian aku bisa mengetahui sesuatu. Namun nihil. Aku pun meneruskannya dengan meneliti setiap sudut bagian itu, dan menemukan adanya tombol kecil yang bahkan belum kuketahui manfaatnya, tertempel tepat di pusat bagian tutup itu.
Aku pun mencoba menekannya, dan…
KLIK.
Tahu-tahu tutup tabung itu bergerak sendiri. Aku segera turun dari tutup itu, takut kalau ada apa-apa dengan diriku. Mataku mengamati pergerakan tutup tabung itu, dan mendapati bahwa benda itu ternyata bergerak membukakan dirinya terhadap tabung itu. Oh, sepertinya hebat sekali.
Aku tak akan menyia-yiakan kesempatan itu. Aku akan melarikan diri. Sekarang, atau aku akan mati.
Kedua kakiku pun bergerak seolah naik ke permukaan, mencoba meraih ujung kaca yang terhampar di luar sana.
PYUUR!
Dan, saat itulah yang menjadi hari yang paling bersejarah bagiku.
Aku bernapas tanpa bantuan air itu, dan juga keluar dari habitat menyebalkan itu.
Benar.
Aku telah mengeluarkan kepalaku – setidaknya – dari dalam cairan jernih yang jumlahnya banyak itu. Rasanya seperti… Aku juga tak tahu. Aku tak pandai melukiskan ekspresiku, mungkin terlalu bahagia. Seperti berada di dalam surga, well, mungkin terlalu berlebihan.
Aku terus berenang, mendekat ke kaca yang di atasnya ada ujungnya, mencoba mengangkat seluruh tubuhku keluar dari air itu. Aku menggapaikan tangan kananku ke ujung kaca, diikuti dengan tangan kiri. Dari sini, aku mencoba menguatkan otot bisep dan / atau trisep-ku, melakukan kontraksi di dalam otot bisep-ku.
Dan itu membuahkan hasil. Sebagian, setidaknya tubuh bagian atasku, sudah terangkat keluar dari air itu. Aku merasa belum puas, lantas mencoba mengulurkan tangan kiriku keluar dari sisi dalam tabung itu, menuju sisi luar lainnya, yah, mungkin aku akan merasakan suatu esensi yang sangat aneh.
Itu adalah esensi di mana tangan kiriku yang basah, merasakan gesekan yang halus dengan permukaan kaca, sehingga terpeleset dengan suksesnya. Aku tak tahu ada juga yang seperti itu. Sontak aku berpikir bahwa dunia ini terlalu kompleks, bagiku.
Tak putus asa, aku terus melakukan gerakan yang sama, namun sepertinya aku mempelajari satu hal : Tak akan efektif apabila sebuah air bergesekan dengan kaca. Camkan itu. Aku lantas beralih ke sesuatu yang setidaknya bisa membantuku keluar dari habitat menyebalkan itu.
FUAH!
Aku pasrah, lalu kembali ke dalam air. Kulepaskan pegangan kedua tanganku dari ujung kaca itu, masuk kembali ke lingkungan pertamaku yang menyebalkan ini. Begitu menyatu dengan air, aku tak akan membiarkan diriku jatuh ke dasar tabung itu.
Perlu kalian ketahui, di dasar tabung itu ada berbagai lubang, sepertinya selang yang ukurannya cukup besar, dipasang di sana. Aku nggak mau kalau diriku tiba-tiba tersedot ke sana. Aku lalu memutar diriku, melihat sekelilingku dan menyadari satu hal.
Di bagian belakang tabung itu, ada sebuah benda aneh yang menjulur masuk ke sini hingga ke dekat dasar tabung itu. Dan satu hal yang menggelitikku, di antara dua garis besi yang menjulur ke bawah itu ada beberapa garis mendatar yang tersambung pada keduanya melalui ujung garis mendatar itu.
Penasaran dengan fungsinya, aku lalu berenang kemari ke situ, memegangi garis mendatar itu. Merasa tahu sesuatu, aku lantas memegangkan tangan kananku ke garis mendatar lain yang posisinya di atas garis mendatar pertama yang aku pegang itu.
Aku lalu memindahkan tangan kiriku ke garis mendatar lain lagi yang posisinya di atas garis mendatar yang dipegang oleh tangan kananku. Setelah beberapa kali kulakukan, aku menyadari satu hal. Tubuhku ikut terangkat, perlahan-lahan. Merasa ini adalah cara yang hebat, aku langsung mengulanginya hingga aku benar-benar keluar dari sana.
Benar saja.
Aku berhasil mengeluarkan semua tubuhku dari habitat itu, dan ketika kepalaku menoleh ke belakang untuk pertama kalinya, aku melihat keseluruhan dari ruangan ini sambil masih berpegangan pada benda-yang-telah-menyelamatkan-ku itu.
Sontak aku berkata dengan lirih, menandai hari bersejarah lain yang akan dicatat oleh Tuhan kepadaku. Benar, aku berkata untuk pertama kalinya, "Ini… Di mana?"
.
.
.
[ To be Continued... Or End? *digilas* ]
