Aku mencintaimu tanpa batas
Apa kau juga mencintaiku—
—tanpa batas?
=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=
Infinity - without any limit
=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Rated : T
Pairing : U. Sasuke – H. Hinata
=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=.=
.
.
"Sasuke-kun... Aku ingin anak pertama kita dinamai Tsuyu..." ujar gadis manis itu.
"Embun pagi?"
"Em." Si gadis mengangguk antusias.
"Tidak terlalu buruk," kata pemuda tampan itu.
"Sasuke-kun..." Seketika bibirnya mengerucut.
"Aku hanya bercanda, kau tahu? Aku yakin anak pertama kita pasti perempuan."
"Percaya diri sekali..." Si gadis meremehkan.
"Jelas. Pasti akan secantik dirimu. Aku sudah bisa membayangkannya."
"Sa-sasuke-kun..." Ahh, semu merah jelas tercetak di pipi putihnya.
"Kenapa? Kau tak suka aku puji? Atau kau cemburu dengan anak perempuan kita?"
"Ti-tidak... si-siapa yang ce-cemburu..."
"Jangan tergagap. Kau ingat perjanjian kita? Kalau kau tergagap lagi di depanku, aku akan menghukummu," seringai tipis tersungging di bibir sang pemuda.
"A-apa!" Gadis berambut indigo panjang itu terbelalak. Ya, dia tahu apa hukuman yang dimaksud si pemuda itu.
Chu~
Kecupan singkat antara bibir si pemuda dengan bibir si gadis. Hanya sekejap, tetapi mampu melumpuhkan saraf-saraf motorik si gadis.
"Ini hukumannya."
"Sa-sasuke-kun!"
"Apa? Kau tak suka? Baiklah, akan aku ambil lagi."
Dan si pemuda kembali mengecup bibir mungil kekasihnya—kekasih yang sangat dicintainya—lama.
.
.
"Tadaima..."
"Okaeri... Tousan!"
Pekikan khas anak kecil terdengar jelas di telinga pria seperempat abad itu. Tedengar langkah lari-lari kecil dari ruang tamu. Pria tampan itu duduk di undakan dekat pintu masuk untuk melepas sepatunya. Tiba-tiba si anak kecil menubrukkan tubuhnya pada punggung pria itu, kemudian memeluk lehernya erat.
"Aku kangen Tousan..." ujar gadis kecil itu riang.
"Benarkah?" si pria membalikkan badannya dan menyejajarkan wajahnya dengan si gadis.
"Eum!" Gadis kecil itu mengangguk antusias.
"Kalau begitu, boleh Tousan minta ciuman selamat datang?" senyuman tipis mengembang di paras tampannya.
"Tidak mau," ucap si gadis sembari memalingkan wajahnya.
Pria itu mengernyitkan dahi tak mengerti.
"Kenapa?"
"Karena Tousan bau. Uhh~" Gadis kecil itu terkikik pelan sembari menutup hidungnya.
"Ahh, benarkah? Kalau kau tak mau mencium Tousan, biar Tousan saja yang menciummu... seperti ini..."
Dengan gesit, si pria melancarkan ciuman bertubi-tubi ke gadis itu sambil sesekali menggelitiknya.
"Ahahahahah... A-aampun Tousan... Ahahaha... A-aampunn... "
Seketika, gelak tawa membahana di ruangan kecil itu.
.
.
"Erhhmm..."
Pemuda bewajah stoic itu menggeram pelan sembari meregangkan otot-ototnya yang kaku. Tidur siang di sela-sela jam istirahat, kini telah menjadi rutinitasnya. Dengan menjadikan pangkuan kekasihnya sebagai bantal—tentunya. Perlahan dia bangun, kemudian mendudukkan diri di samping kekasih hatinya.
Si gadis—yang pangkuannya menjadi korban—terus terkikik geli. Tangan kecilnya menutup mulutnya untuk sedikit meredam tawanya. Hal itu justru membuat si pemuda mengernyitkan dahi—penasaran.
"Ada apa?" Tak tahan dengan ekspresi si gadis, pemuda itu bertanya.
"Tidak ada... Kkk..." jawab si gadis, masih dengan kikikannya.
"Jangan bohong. Ada apa? Sepertinya kau begitu gembira? Atau..." Perasaan Sasuke mulai tidak enak.
"Tidak. Aku benar-benar tidak bohong, Sasuke-kun," jawab gadis itu.
"Hyuuga Hinata, kau tau kan, kalau aku tak suka dibohongi. Kau juga tau kan, hukuman yang akan aku berikan padamu jika kau ketahuan berbohong? Hm? Bagaimana? Masih tidak mau mengatakan yang sejujurnya?" ujar Sasuke menyeringai.
"A-apa... aku benar-benar ti-tidak berbo-bohong, Sa-sasuke-kun..." Hinata mulai merasakan aura yang tak enak. Dia tahu pasti apa yang dimaksud 'hukuman' dari Sasuke.
"Hm... benarkah? Kalaupun tidak, aku akan tetap menghukummu karena kau telah membuatku penasaran, Hinata..."
Ohh, tidak! Seringai itu makin lebar dan aura yang menyelimuti Sasuke makin mengelam. Perlahan, dia condongkan tubuhnya ke arah Hinata.
"Sa-sasuke-kun... A-aku rasa, bel ma-masuk sudah be-berbunyi..." Hinata mencoba mengalihkan perhatian Sasuke.
"Benarkah? Baru jam berapa ini?"
Gerakan Sasuke terhenti, kemudian dia meraih ponsel yang ada di kantung celananya. Sejenak dia mengamati layar ponsel itu sebelum mengaktifkan papan kuncinya.
Tunggu. Sepertinya ada yang berbeda. Pantulan bayangan di layar ponsel canggih itu seperti bukan dirinya.
Sasuke mengernyitkan dahi. Jelas ada yang beda dengan tampilannya. Tapi apa?
Satu detik...
Dua detik...
Lima det—
Snatch!
Iris onyx itu membelalak tak percaya. Bayangan yang terpantul di layar ponsel itu memang dia. Wajah dirinya. Namun, tidak untuk ikatan kecil di atas kepalanya, yang menyisakan sedikit anak rambut di sekitar poninya.
Kami-sama...
Betapa imut dan cantiknya bayangan yang ada di layar ponsel Sasuke itu. Oh, atau bisa disebut duplikat Sasuke?
Hinata sedikit melirik ke arah Sasuke. Tawa kecilnya masih terdengar pelan.
Sasuke yang merasakan ketidakwajaran atas dirinya—terlebih rambutnya—segera menoleh ke arah Hinata. Tatapannya mengintimidasi seolah meminta penjelasan pada gadis mungil itu.
Hinata yang merasa diamati mulai menghentikan tawanya. Perlahan dia menoleh, membalas tatapan Sasuke dengan gusar.
Tatapan Sasuke yang seolah-olah berkata 'bisa kau jelaskan apa yang sebenarnya terjadi' itu membuat Hinata sedikit mengerut.
"Sa-sasuke-kun kawaii..." cengiran khas anak kecil tersungging di bibirnya. Tatapan polos yang meluluhkan hati itu sungguh menguji iman.
Sasuke masih mempertahankan tatapan mautnya.
'Apa maksudmu?'
Tatapan itu seolah berbicara.
"A-apa? A-aku hanya me-mencoba sedikit me-mendandanimu..." bela Hinata.
Masih tidak terima dengan jawaban Hinata itu, tatapan Sasuke makin mengintimidasi.
"Sepertinya kau memang benar-benar harus aku hukum, Hinata..."
Perlahan Sasuke mendekat ke arah Hinata.
"Kau..."
"... harus aku hukum..."
"...seperti ini!"
"Ahahahahah... A-aampun Sa-saasuke-kuun... Ahahaha... A-aampunn... "
Sasuke mulai menggelitiki Hinata dengan ganasnya. Sampai-sampai Hinata menangis karena kegelian.
.
.
"Hinata-sama, tiket pesawat dan keperluan lainnya sudah saya siapkan. Setelah rapat dengan Mr. Smith, kita langsung menuju ke bandara," ujar seorang pemuda bermata pucat—sama dengan gadis itu—, dengan rambut yang sedikit diikat ujungnya.
"Arigatou, Neji-nii. Kau boleh pergi..."
"... ehm, satu lagi. Panggil aku Hinata, tanpa embel-embel 'sama'. Aku merasa aneh mendengarnya," kata Hinata sembari menyunggingkan senyum manisnya.
"Baik, Hinata..." jawab Neji singkat, kemudian dia berlalu dari ruang kerja Hinata.
Sepeningggal Neji, Hinata segera membereskan meja kerjanya, kemudian membuka laci kerjanya. Tangan kecilnya meraih selembar foto yang terselip di bawah tumpukan dokumen.
Mata pucatnya menatap sendu. Namun, ada sedikit kerinduan yang tersirat di wajah cantiknya.
Sebuah foto seorang pemuda stoic yang tengah merangkul seorang gadis berambut indigo sepinggang dengan rona merah di pipinya.
Sebelah tangannya meraih benda yang tergantung di lehernya. Sebuah cincin perak yang difungsikan sebagai bandul kalung. Cincin dengan ukiran U S di bagian dalamnya. U S—Uchiha Sasuke. Dia genggam cincin itu, seolah bisa meredakan kerinduannya.
"Aku kembali, Sasuke-kun..."
.
.
- tbc -
