Disclaimer © Mas Kissi

Warning : Alternate Universe.

.

L.A Lights

.

Sally (Selalu Sendiri)

.

.

"Naruto!"

Yang merasa mempunyai nama pun menoleh, dan saat itu pula sebuah amplop melayang dan menghantam keningnya, dia mengumpat sambil mengantongi amplop coklat itu. lantas kembali berkutat dengan kegiatannya, membereskan alat-alat yang berserakan di lantai.

Seorang lelaki berparas cukup tampan merangkul bahu lelaki pirang itu. "Bagaimana enaknya nanti malam? minum-minum atau langsung ke bar?" lalu lelaki beriris onyx itu menggigit roti yang ada ditangan kirinya.

Naruto mendengus pelan, dia menoleh. "Sebelum itu bantu aku membereskan semua ini!" jemarinya menunjuk ratusan alat-alat bengkel yang berserakan mulai dari ujung hingga ujung lainnya.

Pria itu terkekek dan ikut membantu membereskan. Dan tak lupa meneriakkan nama teman-temannya yang lagi asik tiduran di kursi tunggu.

Yah, bengkel motor yang cukup besar serta selalu ramai ini di isi 8 pekerja yang kesemuanya adalah pria yang masih muda, kisaran 23 sampai 25 tahun.

"Bagaimana nanti malam eh? Mumpung habis gajian, kan?" Lagi, seorang lelaki lain mengajukan pertanyaan yang hampir mirip dengan lelaki bermata onyx tadi.

"Minum-minum saja." jawaban dari lelaki berambut merah bata serta tatto 'AI' di kening itu di angguki oleh kesemuanya, termasuk Naruto.

Selesai membereskan, Naruto langsung mencuci muka serta mengganti pakaian kerjanya yang kotor dengan jaket oranye kesukaannya. Diapun menuju motor Ninja 2 Tag Modif ceper yang terparkir di dalam bengkel. Suara bising pun mendominasi kala mesin dinyalakan.

"Aku pulang dulu!" dia tersenyum kecil dan menjalankan motornya. Pulang ke Apartemen tercintanya.

.

.

.

Malam yang menyenangkan di sebuah Apartemen bercat kuning-jingga. Tawa menggema, suara gitar serta nyanyian campur aduk menjadi satu. Kursi-kursi yang semula tertata rapi di singkirkan di ujung. memberikan ruang luas untuk 8 lelaki yang duduk memutar.

Botol berbagai merek berserakan bersama kulit kacang, puntung rokok, plastik bekas snack. Cairan ungu kehitaman dituangkan oleh seorang pria berambut hitam panjang kuncir rendah yang merupakan pemilik Apartemen sekaligus pemilik bengkel tempat mereka bekerja.

Gelas di taruh dihadapan si lelaki pirang yang nampak sayu dengan sebatang rokok bertengger di sudut bibirnya. dia meraih dan meneguknya sekali.

"Cemilannya habis!" seru Sasuke seraya menggorek kulit kacang yang menumpuk. "Siapa yang mau beli?" dia bertanya dan menaruh selembar uang di hadapannya.

Yang lain diam, ada yang menguap, menopang dagu dengan mata hampir memejam, memainkan ponsel dan mengucek mata, bersendawa dan lain-lain.

Pria lain bermata rembulan mengeluarkan uang dari dompetnya dan bersuara. "Sekalian tamba minumannya," dia-Neji menyeringai menatap teman-temannya dan juga si penuang-Itachi.

"Hah, terserah." Itachi memasang earphone di telinganya.

Naruto mematikan puntung rokoknya dan meraih lembaran uang yang tercecer, tapi tak semuanya. "Aku beli cemilan." dan dia keluar.

"Apa boleh-hiks, buat! Aku yang beli minumannya," Gaara berdiri dan menatap salah satu temannya. "Temani aku, Kiba."

"Ck, kau ini."

.

.

.

"Enam paket." Naruto langsung melangkah menuju meja kosong dan duduk, menunggu pesanan selesai. KFC, sebuah tempat yang dia pilih untuk membeli cemilan daging.

Pria itu menyalakan sepuntung rokok dan mengamati setiap pengunjung yang menyantap makanannya dengan tawa, candaan. Membuatnya tersenyum kecil.

Tak butuh waktu lama enam paket pesanannya pun diantar, selepas membayar, Naruto langsung keluar menuju Supermarket. Hm, cemilan lain mungkin.

Didalam Supermarket sesekali Naruto memijit keningnya yang sedikit pusing. Iris birunya sedikit memerah dengan tatapan sayu. Dia menuju kasir dan menaruh tumpukan snack disana.

Selesai, langsung dia keluar dan menaruh tumpukan snack diatas tengki motornya. Helm putih pun menutupi surai terangnya. Lalu tancap gas.

lama kelamaan dia menurunkan kecepatan kala langit yang tanpa bintang sedari tadi mulai menumpahkan tangisannya. Naruto mengumpat pelan.

"Ck, hujan!" langsung saja Naruto memberhentikan motornya di sebuah halte serta turun untuk berteduh, dan tak lupa dia membawa semua cemilan-cemilannya. dingin yang dia rasa kala kaos yang dikenakan sedikit basah. Bosan adalah kata yang pantas untuk saat ini.

Iris shappirenya menatap penuh bosan jalanan yang terguyur serta mobil-mobil yang berlalu lalang. Di gulirnya bola matanya kesamping dan alisnya menikuk.

"Aneh!" netranya memasuki mode fokus pada seorang wanita berambut panjang sepinggang, berdiri di depan sebuah restoran dengan kepala tertunduk.

Naruto menyipitkan matanya, entahlah! Tapi objek kali ini sedikit membuatnya tertarik. Wanita itu berdiri tanpa alas kaki, menunduk membelakangi restoran. Gila? mungkin iya mungkin tidak.

Tak mau banyak tau dia mengangkat bahu. Lantas menatap langit yang mulai agak sedikit terang, segera saja Naruto menaiki motornya, arah yang akan dilewatinya tepat dimana wanita itu masih enggan untuk bergeser dari posisinya. Diam menunduk, menyembunyikan wajahnya dari helaian pirang basahnya.

Shappire Naruto melirik kesamping dan saat itu pula wanita itu mendongak, menampakkan iris indahnya yang sedikit tertutupi oleh rambut basahnya

Spontan, Naruto berhenti serta menolehkan kepala sepenuhnya pada wanita itu, tatapan wanita itu yang membuatnya berhenti. Tatapan ... kesepian.

Mengusap pangkal bidungnya gemas, Naruto pun mulai turun dari motornya dan berdiri persis dihadapan wanita itu.

"Ada apa denganmu?" pertanyaan spontan yang meluncur dengan mudah dari bibir Naruto. Shappirenya mulai memejam kala mendapati tatapan aneh dari pengunjung restoran di belakang wanita dihadapannya kini.

" ... " wanita itu terdiam.

Pakaian yang dikenakan Naruto pun mulai basah total kala langit kembali menumpahkan tangisannya. "Siapa namamu?" Shappirenya kembali terbuka.

" ... " masih tak ada jawaban. wanita itu hanya diam seperti patung bernyawa.

"Ikut aku, kau pucat." entah dorongan darimana, selepas mengucapkan kata itu Naruto langsung menarik paksa tangan pucat wanita itu menuju motornya.

Tak ada perlawanan dari wanita itu.

.

.

.

"Tadi sepupu bertanya padaku lewat Email, apa aku sedang bersamamu atau tidak,"

"Lalu?" lelaki berkepala merah itu menaikkan sebelah alisnya yang hilang, jade-nya menatap penuh minat lelaki keturunan Hyuuga itu.

Neji meneguk minumannya sambil mendesah kecil. "Kubilang kau minum bersamaku." dan dia tertawa bersama beberapa temannya.

"Sialan kau!" Gaara mengumpat serta menyalakan sepuntung rokoknya. "Hinata pasti-hiks, akan ngamuk lagi."

-Ceklek-

Sasuke mendongak menuju suara pintu terbuka, alisnya menikuk tajam mendapati temannya membawa seorang wanita dalam keadaan basah kuyub.

"Hey! siapa yang kau bawa kawan?" tanya Kiba seraya menerima dua kantung plastik besar dari Naruto.

Salah satu lelaki yang memasang senyum aneh bersuara. "Jangan bilang kau akan-" perkataan Sai terhenti kala Naruto mengangkat jemarinya.

"Dia temanku!" dusta Naruto seraya mengeratkan genggamannya kala wanita itu sedikit memberontak. Naruto menoleh dan berbisik lirih. "Aku tak berfikiran untuk macam-macam denganmu, meskipun kau tak akan percaya."

Iris biru yang tertutup helaian pirangnya melirik sekilas lelaki pirang disampingnya. dia mengangguk samar.

"Aku kebelakang dulu, kalian teruskan saja dahulu tanpaku." kata Naruto diberengi senyum kecil, lalu dia menyeret wanita tanpa nama itu menuju dapur.

Naruto mendudukkan wanita itu di kursi dan menaruh handuk yang diambilnya di bahu wanita pirang itu. Naruto melepas kaosnya dan duduk menghadap si wanita tanpa nama.

"Siapa namamu?" Naruto tersenyum ramah.

Wanita itu diam dan mengeratkan handuk pada bahunya, disibaknya asal helaian yang menutupi wajahnya, dan menatap lelaki pirang dihadapannya tanpa ekspresi.

"Hah," Naruto memijit keningnya yang masih pusing. Diamatinya wajah wanita yang menurutnya cukup cantik itu seraya kembali bertanya. "Rumahmu dimana?" kali ini tak ada senyuman ramah seperti sebelumnya.

Gelengan pelan wanita itu tunjukkan, dan itu membuat alis Naruto saling bertautan bingung.

"Lalu selama ini kau tinggal dimana?"

Iris Aqua wanita itu melirik sekilas, bibirnya berucap kata lirih yang mampu membuat nafas Naruto sedikit tertahan.

"Pelacuran."

Suasana hening seketika, hanya terdengar nyanyian serta tawa teman-temannya diruangan tengah. Naruto menopang dagu dan menatap intens wajah wanita tanpa nama itu. Jemarinya mengetuk permukaan meja terus menerus, tak tau harus berbuat apa dan bagaimana.

Krukk~

Naruto menggaruk ujung rambutnya kala mendengar suara barusan, tersenyum kecil Naruto pun berdiri dan berjalan menuju teman-temannya. Mengambil tiga paha ayam dan kembali menuju meja dapur.

Diletakkannya piring berisi tiga paha dihadapan wanita tanpa nama. "Maka-" perkataannya tak selesai begitu wanita pirang itu sudah lebih dahulu memakannya. Naruto tersenyum simpul.

"Ino!"

"Hm?" Naruto menaikkan sebelah alisnya mendengar gumaman lirih barusan.

"Ino!"

Naruto mengangguk sekilas, meskipun agak geli mendengar nama barusan. "Lalu selepas ini aku harus mengantarmu ke 'tempat' yang mana, Ino?"

Paha ayam yang akan digigitnya tertahan, iris Aqua-nya menatap Naruto dibarengi gelengan pelan. Dan sekali lagi alis Naruto kembali bertaut.

Lama dalam keheningan seraya memijit keningnya kembali, Naruto mengambil kesimpulan mudah dan kembali bertanya. "Kau ... kabur?"

Ino mengangguk lirih.

.

.

.

"Mandilah, biar kucarikan baju yang pas untukmu."

Wanita pirang semampai itu mengangguk dan meraih handuk yang disodorkan padanya. Sedang Naruto yang masih agak pusingan mengobrak-abrik lemari pakaiannya, berharap menemukan pakaian yang pas untuk tubuh Ino. Mengingat tubuh wanita itu cukup langsing.

"Mimpi apa aku semalam?" dia bertanya pada keheningan di sertai matanya yang mengerjap berkali-kali, mencoba menghilangkan berat dimatanya.

Direbahkannya tubuhnya disofa dan menaruh kaos polos serta celana pendek disampingnya. matanya berat menahan kantuk. Tak pernah dipikirkannya jika dia sampai bisa mengajak wanita tak jelas tinggal dengannya. Entah dorongan apa yang membuatnya ingin mengulurkan tangan pada wanita itu.

Suara langkah kaki masuk indera pendengarannya, Naruto menoleh dan melihat Ino berjalan kearahnya dengan handuk melilit sebatas dada. Disodorkannya setelan pakaian dan wanita itupun menerimanya.

Dikeluarkan phonsel serta melihat jam yang sudah menunjukkan angka 01 AM, mendengus ngantuk Naruto melangkah menuju kamarnya, dimana ada Ino yang-entah sudah selesai berganti pakaian atau tidaknya.

Pintu tebuka, Iris Shappirenya menangkap punggung polos tanpa cacat. Ino menoleh dan menatap sepasang biru lelaki itu.

"Kamar disini hanya satu, kita tidur satu ranjang."

Ino mengangguk mengerti dan mulai menaiki ranjang serta merebahkan dirinya disamping lelaki pirang itu.

Lmpu dimatikan. Samar dalam keheningan, suara lirih terdengar.

"Terimakasih."

.

.

.

Bunyi Phonsel disampingnya melantunkan sebuah lagu keras, dengan malas lelaki bersurai terang itu meraih serta mematikan Phonselnya. Yah! awali pagi ini dengan bekerja.

Naruto melangkah keluar dan saat sampai di ambang pintu kamar, barulah dia merasa ada yang ganjil. Kepalanya menoleh cepat kearah ranjang, alisnya menikuk.

"Kosong," mendengus serta mengibaskan tangannya tak mau tau, Naruto lekas mandi.

Selesainya mandi serta mengenakan pakaian seadanya serta ransel dipundak kirinya, Naruto keluar kamar. Lagi, alisnya menikuk menatap semangkok ramen serta segelas teh hangat ada dimeja. Menoleh kesegala penjuru sampai Naruto memakannya tanpa pikir panjang.

Tak butuh waktu lama untuk menghabiskan semangkuk ramen serta segelas teh hangat. Dan rasa keganjilannya terjawab juga kala mendapati wanita duduk menopang dagu di depan Apartemennya.

"Aku pulang jam lima sore, jangan kemana-mana!"

Ino mengangguk samar. Aqua-nya mengamati lelaki berkulit tan yang menunggangi motornya, tanpa sadar sudut bibirnya tertarik sedikit keatas

.

.

.

Sesosok wanita berparas elok turun dari mobil hitamnya, langkahnya anggun, iris bulannya menatap lurus kedepan, senyum tersipu nampak kala seorang pekerja bengkel berambut merah tersenyum padanya.

Kedua tangan yang memegang dua plastik berisikan makanan dia taruh diatas meja kasir. "Kalian belum makan, kan?"

Tak pelak semua pekerja pun saling berbondong-bondong berebutan makanan yang terbungkus wadah kotak.

"Kau terlalu berlebihan!" komentar pertama dari lelaki yang paling dekat jaraknya dengan wanita itu. Sekaligus sang terkasih

"Tidak apa-apa! Lagipula aku senang." wanita itu tersenyum ramah.

Terlalu baik memang, Nyaris setiap hari dia-Hinata, selalu membawakan makanan untuk pacar, kakak sepupu-yang entah kenapa lebih memilih pekerjaan seperti ini, dan teman-temannya. Yah! Hinata menganggap semuanya teman.

"Oi! usurantonkachi," Sasuke menyalakan sepuntung rokok dan menghisapnya perlahan. "Siapa wanita tadi malam?" adik pemilik bengkel cukup besar ini menyeringai.

Naruto diam dan menaruh kotak makanan yang sudah habis seraya meminum air. "Menurutmu siapa?" dan dibalas seringaian pula oleh Naruto.

Sasuke mengangkat bahu cuek, lantas lelaki cukup tampan ini kembali berkutat dengan mesin kembali.

.

.

.

Naruto terperangah saat menjejakkan kakinnya ke Apartemennya, ruangan yang semula kotor oleh beberapa bagian mesin motor dan alat serta puntung rokok yang tercecer, pakaian kotor yang menumpuk, kini hilang entah kemana.

Ditatapnya sosok wanita yang tengkulap di sofa serta mengenakan pakaian yang masih sama yang diberikan tadi malam. Naruto mendekat dan berjongkok, lantas menepuk pelan pipi Ino.

Iris Aqua terbuka serta berkedip beberapa kali sampai Ino merubah posisinya menjadi duduk. Disibaknya helaian pirang acak-acakannya kebelakang semua.

"Sudah makan?" tanya Naruto kalem.

Ino menggeleng spontan, dan dapat dilihatnya lelaki pirang itu menepuk jidatnya secara gemas.

"Kenapa tidak makan?"

"Tidak ada makanan," intonasi suaranya amat kecil hingga tak begitu jelas bagi pendengaran Naruto. Tapi lelaki pirang itu tersadar jika di Apartemennya hanya ada ramen. Dan mungkin sudah habis.

"Mandilah dan ayo makan diluar! Kau juga butuh baju sepertinya." Naruto menepuk pelan kepala Ino dan berjalan menuju kamarnya.

15 menit bagi Ino untuk dihabiskan dikamar mandi, berjalan cepat serta membuka pintu kamar Naruto. Dilihatnya Naruto sedang tiduran sambil memainkan Phonselnya.

"Pakaialah bajuku dahulu, terserah mau pakai yang mana." Naruto berkata tanpa mengihkan perhatiannya dari Phonsel yang menampakkan game Asphalt 8 yang dia mainkan.

Ino hanya mengangguk dan membuka lemari pakaian lelaki itu. Hampir kesemuanya kaos, t-sirt, celana dan jaket. Asal Ino mengambil kaos yang paling kecil serta celana pendek sebatas lutut.

Naruto yang mulai bosan main game menolehkan kepalanya kesamping, sesaat saja nafasnya tertahan melihat Ino berganti pakaian di sana. Naruto langsung menggelengkan kepalanya mencoba bersikap biasa.

Makan di sebuah kedai serta membeli beberapa pakaian di butik, berbelanja beberapa bahan makanan tak membutuhkan waktu banyak, tak ada pula obrolan yang berarti atau sekedar basa-basi. keduanya selalu dalam diaman hingga kembali ke Apartemen.

Naruto bermanjaan dengan sofa sambil melihat tayangan televisi, rokok selalu tak bisa lepas dari bibirnya. Disampingnya Ino menatap penuh minat acara guyonan di TV sambil sesekali dia tertawa kecil.

"Ino," Naruto mematikan puntung rokoknya di asbak. "Bisa kau ceritakan padaku?"

Wanita pirang itu menoleh, menatap lurus sepasang shappire Naruto yang berkilat penuh keingin tahuan. Ino terdiam serta menggigit bagian dalam bibir bawahnya.

Naruto menghela nafasnya paham, dia yakin lama kelamaan pasti akan cerita.

Tok ... tok ... tok

Bunyi ketukan pintu terdengar begitu jelas. Segera saja Naruto berjalan menuju pintu dengan langkah malas. Lelaki pirang itu membuka pintu degan cepat sambil mendongakkan kepalanya.

"Apa kabar?"

~TBC~

Fic NaruIno bukan Humor pertama.