Mysterious Whisper

Pair:

Kim Namjoon (Rap Monster) x Kim Seokjin (Jin)

Length: Part 1 of …

Rated: T

Warning:

BL, AU, Don't read it if you do not like it.

Summary:

It's started with a single whisper. / NamJin with other BTS member. BL. AU /

.

.

.

Enjoy!

.

.

.

Mysterious Whisper (Part. 1)

Seokjin meletakkan sebuah kardus berisi barang-barangnya di lantai kamar barunya. Dia dan Namjoon, kekasihnya sejak dua tahun terakhir, memutuskan untuk pindah ke apartemen baru setelah Namjoon mendapatkan mutasi ke kantor lain.

Seokjin menatap sekeliling kamarnya, kamarnya terlihat dua kali lebih besar dari kamarnya sebelumnya. Hanya saja, dia masih merasa tidak nyaman pindah ke tempat baru.

"Jin, bisa bantu aku membongkar beberapa kardus?"

Seokjin menoleh ke arah Namjoon, "Tentu." Seokjin berjalan menghampiri Namjoon dengan langkah pelan.

"Kenapa, hum? Kau tidak suka apartemen baru kita?" tanya Namjoon karena Seokjin terlihat murung.

Seokjin mengangkat bahunya, "Entahlah, kau tahu aku memang tidak terbiasa dengan tempat baru. Dan lagi.. aku mengkhawatirkan Jungkook."

"Ada apa dengan adikmu? Dia sudah tinggal bersama Taehyung."

Seokjin mendelik ke arah Namjoon, "Aku khawatir karena kau membuat adik kesayanganku tinggal dengan alien mesum macam Kim Taehyung, aku tidak peduli anak itu adalah kekasih adikku. Kenapa kau malah menawarkan Jungkook tinggal bersamanya, Namjoonie? Adikku masih kuliah."

Namjoon mengelus-elus pipi Seokjin, "Justru karena adikmu masih kuliah aku menawarkan agar dia tinggal dengan Taehyung sampai lulus nanti. Kantor Taehyung dekat dengan universitas Jungkook, bahkan Jungkook bisa berangkat bersama Taehyung tiap pagi."

"Tapi.."

"Jinnie, kalau yang kau khawatirkan adalah Taehyung melakukan sesuatu pada Jungkook, kau tidak perlu khawatir, Taehyung tidak akan melakukan itu."

"Kenapa kau seyakin itu?"

"Karena aku sudah mengancamnya. Dan kau tahu aku tidak pernah main-main dengan ucapanku. Taehyung tidak akan berani menyentuh Jungkook sebelum waktunya. Aku dan Taehyung sudah kenal sejak kecil, dan Taehyung sudah sangat mengenalku."

Seokjin menyipitkan matanya, memikirkan ucapan Namjoon, kemudian dia menghela nafas pelan dan mengangguk. "Oke, kali ini aku percaya padamu."

Namjoon tersenyum lebar, kemudian dia mengacak rambut Seokjin, "Nah, sekarang ayo bantu aku. Kita harus selesai membereskan ini semua sebelum malam."

Seokjin menjauhkan tangan Namjoon dari rambutnya, "Okay.."

.

.

.

.

.

.

Seokjin tengah berbaring dengan posisi meringkuk di dalam pelukan Namjoon. Mereka berdua baru bisa tertidur setelah lewat tengah malam karena mereka menghabiskan waktu mereka untuk membereskan apartemen baru mereka.

Tes Tes Tes

Seokjin mengerutkan dahinya saat dia mendengar suara tetesan air. Dia adalah orang yang sensitif saat tidur, suara sekecil apapun bisa membangunkan Seokjin. Makanya di kamar mereka selalu menggunakan jam digital agar Seokjin tidak terganggu dengan suara detik jam.

Seokjin merapatkan tubuhnya ke Namjoon dan menutup telinganya. Tubuhnya lelah dan dia benar-benar tidak mau bangun dari tempat tidurnya yang nyaman dan pergi memeriksa kamar mandi.

Tes Tes Tes

Suara tetesan air itu masih terdengar dan Seokjin tidak tahan lagi. Dia membuka matanya dan sedikit mengangkat kepalanya, menatap pintu kamar mandi di kamarnya yang sedikit terbuka, suara air itu masih terdengar.

Seokjin melirik Namjoon yang tertidur sangat pulas, bahkan suara dengkuran Namjoon terdengar lebih keras kali ini. Well, satu-satunya suara ribut yang bisa diterima Seokjin saat dia tidur adalah dengkuran Namjoon.

Seokjin mengguncang tubuh Namjoon pelan, "Namjoon."

Namjoon tidak bergerak, dia tetap tertidur nyenyak.

Seokjin menghela nafas pelan, membangunkan Namjoon sebelum jam enam pagi adalah pekerjaan sia-sia. Namjoon memiliki kebiasaan untuk 'tidur bagaikan mati', mungkin Namjoon tidak akan bangun walaupun dia mendengar suara bom.

Seokjin membuka selimutnya dan berjalan ke arah kamar mandi di kamarnya. Seokjin membuka pintu dan menyalakan lampu, kemudian dia melangkah masuk. Seokjin berjalan menghampiri wastafel sambil menguap, dia tertegun saat dia menyadari kran air wastafel itu tertutup rapat. Seokjin menyibak tirai yang menutupi bathtube dan ternyata tidak ada air yang menetes di sana.

Seokjin menggaruk kepalanya, "Aneh."

/ "Tolong aku.." /

Seokjin berhenti menggaruk kepalanya saat dia mendengar suara bisikan seorang wanita di telinganya. Dengan takut-takut Seokjin menoleh ke kanan dan kiri, tapi dia tidak melihat apapun. Seokjin menoleh ke belakang dengan perlahan dan dia tidak melihat siapapun di kamar mandi selain dirinya.

Seokjin menghembuskan nafas lega, dia berbalik dan bermaksud untuk berjalan keluar tapi langkahnya terhenti saat dia merasakan hembusan angin dingin di sekitar tengkuknya. Seokjin melirik ke arah kiri dan dia melihat sesuatu seperti rambut panjang menjulur di bahunya. Seolah-olah ada seseorang yang berada tepat di atas Seokjin dan sedang memiringkan kepalanya ke arah kiri sehingga rambutnya terjatuh ke bahu Seokjin.

"AAAAAAHHH! NAMJOOOONNN!" teriak Seokjin keras seraya menutup wajahnya dengan kedua tangan dan berjongkok.

Seokjin mendengar suara benda terjatuh, seseorang yang tersandung, dan tak lama kemudian suara pintu yang dibuka dengan keras.

"Jinnie? Kenapa?"

Seokjin menghela nafas lega saat mendengar suara serak Namjoon. Dia tidak berani menyingkirkan tangannya karena dia takut dia akan melihat rambut panjang itu lagi.

"Hei, kenapa?"

Seokjin merasakan seseorang sedang menyentuh kedua bahunya dan dia tahu itu Namjoon. Seokjin menurunkan tangannya dengan perlahan dan langsung menubruk Namjoon yang berjongkok di depannya dengan pelukan erat.

"Astaga! Kau kenapa, hum? Kenapa ada di kamar mandi? Kau tidak mengantuk?" tanya Namjoon khawatir seraya mengusap kepala Seokjin.

Seokjin menggeleng, dia mengeratkan pelukannya di leher Namjoon.

Namjoon tahu Seokjin sedang tidak ingin mengatakan apapun. Makanya dia sedikit membungkuk kemudian berdiri dan menggendong Seokjin kembali ke tempat tidur mereka. Namjoon membaringkan Seokjin kemudian dia ikut berbaring di sebelahnya.

"Kenapa, sayang? Kau berjalan dalam tidur?" tanya Namjoon seraya mengusap rambut Seokjin lembut.

Seokjin menggeleng, dia menggeser posisinya dan memeluk Namjoon. Dia tidak mau menceritakan apapun pada Namjoon sekarang karena dia takut apa yang dia lihat hanya mimpi.

Namjoon menghela nafas pelan dan balas memeluk Seokjin, dia mengusap-usap punggung Seokjin dan menguap. Namjoon masih sangat mengantuk, suatu keajaiban dia bisa terbangun saat mendengar teriakan Seokjin.

Seokjin memejamkan matanya, usapan Namjoon di punggungnya benar-benar membuatnya merasa nyaman dan aman. Tapi sebelum Seokjin benar-benar tertidur, dia merasakan hawa dingin di sekitar telinganya dan bisikan itu terdengar lagi.

/ "Tolong aku.." /

.

.

.

.

.

.

.

Seokjin menguap pelan seraya membalik telur di wajan. Karena kejadian semalam, dia menjadi agak kurang tidur dan sekarang dia mengantuk sekali. Tapi dia tetap berkewajiban untuk menyiapkan sarapan untuk Namjoon yang akan berangkat ke kantor.

"Sayang, dasiku di mana?"

Seokjin menghela nafas pelan saat mendengar seruan Namjoon, padahal semalam Namjoon lah yang membereskan pakaiannya sendiri, tapi dia malah lupa di mana dia meletakkan dasinya. "Coba periksa laci kedua dari kanan!" seru Seokjin.

Seokjin tidak mendengar seruan lainnya jadi dia yakin Namjoon pasti sudah menemukan dasinya. Seokjin mengangkat telurnya yang sudah matang, memindahkannya ke piring yang sudah berisi beberapa bacon strips kemudian mengambil roti yang sudah terpanggang di toaster, lalu meletakkan piring itu di meja makan.

Seokjin menuangkan kopi ke mug dan meletakkannya di sebelah kedua piring itu. "Namjooonnn! Sarapan dulu!"

Namjoon keluar dari kamar mereka dengan satu tangan yang menenteng jas, dasi yang tidak rapi, dan tangan lainnya yang membawa tas kerjanya. Dia berjalan menghampiri Seokjin dan meletakkan barang-barangnya di kursi makan. "Aku tidak bisa menemukan parfumku." adunya pada Seokjin.

Seokjin menghela nafas pelan, "Parfummu ada di meja rias, Namjoon. Tepat di sebelah parfumku."

Namjoon membulatkan matanya, "Oh? Benarkah?" ujarnya kemudian dia berlalu meninggalkan ruang makan untuk memakai parfumnya.

Seokjin menggeleng-geleng pelan, astaga, kebiasaan kekasihnya tidak pernah berubah. Seokjin kembali ke dapur untuk mengambil satu cup yogurt. Well, dia selalu makan yogurt saat sarapan, kebiasaan sejak kecil yang terus berlangsung sampai sekarang.

Seokjin mendengar suara deritan kursi meja makan yang ditarik saat dia baru mengambil satu cup yogurt. "Parfummu sudah ketemu?" ujar Seokjin karena dia mengira Namjoon sudah kembali ke ruang makan.

Seokjin mengerutkan dahinya saat tidak mendengar suara balasan Namjoon. Seokjin berbalik dan dia tertegun saat menyadari kalau dia sendirian. "N-Namjoon! Namjoon!" teriak Seokjin dan tak lama kemudian Namjoon muncul dari kamar mereka dengan tergesa-gesa.

"Kenapa? Ada apa?" tanyanya khawatir.

Seokjin menatap Namjoon, "Sejak tadi kau ada di kamar?"

Namjoon mengangguk polos, "Arlojiku yang biasa kupakai mati, jadi aku mencari arloji lain. Kenapa?"

Seokjin menggeleng, "A-ayo sarapan."

"Sayang, kau terlihat aneh. Kau baik-baik saja?"

Seokjin mengangguk, "Aku baik, mungkin hanya kelelahan karena kita baru pindah."

Namjoon mengangguk, "Kalau begitu hari ini istirahat saja. Kau sedang tidak ada jadwal mengajar, kan?"

Seokjin memang berprofesi sebagai guru di sebuah sekolah musik, dia mengajar bidang studi vokal dan karena dia baru saja pindah rumah, dia memutuskan untuk mengambil cuti hari ini. Berbeda dengan Namjoon yang langsung masuk kerja.

Seokjin menggumam pelan, dia duduk di depan Namjoon dan mulai memakan sarapannya dalam diam.

Setelah sarapan, Namjoon bergegas berangkat ke kantornya agar tidak terlambat. Setelah Namjoon pergi, Seokjin memutuskan untuk membereskan bekas sarapan mereka dan mencuci piring, kemudian dia mencuci pakaian dan merapikan beberapa barang yang belum sempat dibereskan kemarin.

Seokjin sedang sibuk membereskan beberapa buku milik Namjoon dan dirinya saat dia mendengar suara kompor yang dinyalakan. Seokjin menghentikan gerakannya dan menoleh ke arah dapur, dapurnya terlihat kosong karena saat ini dia memang sedang sendirian di rumah.

Seokjin menatap dapur selama beberapa saat kemudian dia kembali meneruskan pekerjaannya. Seokjin bergidik saat dia merasakan hawa dingin berhembus di sekitarnya, kemudian lagi-lagi dia mendengar suara tetesan air, kali ini dari belakangnya.

Seokjin menoleh ke belakang dengan takut-takut dan dia menghembuskan nafas lega saat dia tidak melihat apapun di belakangnya. Seokjin kembali menoleh ke depan dan dia melihat wajah seorang wanita dengan kulit pucat pasi dan rambut yang berantakan berdiri di seberang rak bukunya.

Seokjin menjerit dan menutup wajahnya dengan tangan, dia mengintip dari sela-sela jarinya dan menghembuskan nafas lega saat dia tidak melihat wajah wanita itu lagi. Seokjin menatap sekeliling dengan pandangan waspada dan takut. Dia tidak menyangka ternyata rumah barunya berhantu dan dia takut hantu.

Seokjin berlari ke kamarnya dan mengambil ponselnya dengan cepat. "Jungkook? Kau sudah selesai kuliah? Bisa kita bertemu?"

.

.

.

.

.

.

.

Seokjin datang ke universitas Jungkook untuk bertemu dengan adiknya itu. Jungkook meminta Seokjin untuk menunggunya karena dia masih ada satu kelas lagi. Jadi Seokjin memutuskan untuk menunggu Jungkook di cafeteria.

Seokjin mengetuk-etuk meja dengan gelisah, dia benar-benar ketakutan dan dia tidak ingin menceritakan ketakutannya pada Namjoon. Mereka baru saja pindah ke apartemen ini dan tempatnya sangat besar, sudah sejak lama Namjoon ingin membelikan apartemen yang besar untuk Seokjin dan Seokjin tidak ingin merusak kebahagiaan Namjoon saat ini.

"Hyung! Lama menunggu?"

Seokjin terlonjak saat tiba-tiba Jungkook muncul di hadapannya. Dia tersenyum dan menggeleng kecil, "Bagaimana kuliahmu?"

"Kuliahku baik-baik saja. Kenapa Hyung tiba-tiba ingin menemuiku? Kau sedang bertengkar dengan Namjoon Hyung ya?"

Seokjin berdecak, "Aku dan Namjoon baik-baik saja. Kau sendiri bagaimana? Kau tidak diapa-apakan oleh Taehyung kan?"

Jungkook mengerjap polos, "Apa maksud Hyung?"

Seokjin mengibaskan tangannya, "Lupakan."

"Jadi, ada apa, Hyung?" ujar Jungkook seraya mengambil sepotong french fries dari piring di hadapan Seokjin.

"Hmm, ini agak aneh. Tapi.. kurasa rumah baru kami berhantu."

Jungkook tersedak kentang yang sedang dikunyahnya, dia terbatuk-batuk dan Seokjin segera menyodorkan gelas milkshakenya ke Jungkook.

Jungkook menepuk-nepuk dadanya setelah dia menghabiskan separuh milkshake milik Seokjin. Jungkook berdehem pelan, "Apa, Hyung? Rumah kalian berhantu?"

Seokjin menggigit bibirnya, "Ini.. baru perasaanku saja. Karena semalam aku mendengar suara tetesan air padahal semua kran air di kamar mandi mati, lalu aku melihat ada rambut panjang berwarna hitam yang menjulur di bahuku!"

"Waah, lalu bagaimana Hyung?" tanya Jungkook antusias. Berbeda dengan kakaknya yang takut hantu, Jungkook justru sangat tertarik dengan dunia-dunia mistis semacam ini.

"Tentu saja aku langsung menjerit memanggil Namjoon. Kau tahu aku takut hantu."

Jungkook mengangguk-angguk pelan, "Lalu, ada lagi yang kau alami, Hyung?"

Seokjin mengulum bibirnya, "Tadi pagi aku mendengar ada seseorang yang menarik kursi ruang makan, padahal aku sendirian di sana. Dan tadi aku melihat wajah seorang wanita yang menatapku dari balik rak buku." Seokjin menatap Jungkook, "Bagaimana ini, Jungkook? Aku takut."

"Hyung, kau sudah cerita pada Namjoon Hyung?"

Seokjin menggeleng, "Namjoon tidak takut hantu, Kookie. Kalau aku bercerita padanya, mungkin Namjoon akan khawatir, atau mungkin dia malah tidak peduli sama sekali."

Jungkook mengetuk-etuk dagunya, "Kau tahu, Hyung? Aku punya kenalan yang biasa menyelidiki hantu. Mungkin dia bisa mengusir hantu dari rumahmu."

Seokjin terdiam, "Aku harus merundingkannya dulu dengan Namjoon."

Jungkook berdecak, "Kalian benar-benar terlihat seperti sepasang suami-istri. Sebenarnya kapan Namjoon Hyung akan menikahimu, Hyung?"

Seokjin melempar Jungkook dengan kentang, "Jangan bicara macam-macam! Aku dan Namjoon masih terlalu dini untuk menikah!"

Jungkook mencibir, "Apanya yang terlalu dini? Kau dan Namjoon Hyung sudah berusia 25 tahun, Hyung! Kalian saja sudah tinggal bersama."

"Sudah, jangan bahas ini lagi." Seokjin melirik arlojinya, "Ah, aku harus pulang. Aku harus menyiapkan makan malam. Namjoon bisa mengamuk kalau aku tidak memasak."

"Iya, iya, yang sudah punya suami~" goda Jungkook.

"Aish! Kau ini! Cepat pulang sana!"

Jungkook tertawa, "Oke, Hyung~"

.

.

.

.

.

.

.

Seokjin berjalan kembali ke rumahnya. Tadi sebelum pulang Seokjin sempat berbelanja karena persediaan mereka memang tidak banyak. Seokjin menghela nafas pelan saat barang-barang belanjaannya membebani lengannya.

"Ugh, harusnya aku ajak Namjoon untuk urusan-urusan semacam ini." keluh Seokjin.

Seokjin memasukkan password apartemen mereka dan membuka pintu, Seokjin membuka sepatunya dan menyalakan lampu. Baru satu langkah Seokjin berjalan, dia sudah berhenti saat mencium bau aneh dari apartemennya. Seokjin meletakkan barang belanjaannya di depan pintu sementara dia berjalan ke dalam.

Seokjin melihat ada banyak tetesan air di lantai rumahnya, dan bau aneh itu berasal dari situ. Baunya seperti bau rawa-rawa. Seokjin berjongkok di depan salah satu tetesan air yang besar, dia melihat ada lumut berwarna hijau dan seutas benang berwarna hitam di tetesan air itu.

Seokjin mengulurkan tangan dan mengambil benang itu, saat dia menariknya, Seokjin baru sadar itu bukan benang.

Itu.. rambut. Rambut panjang berwarna hitam.

To Be Continued

.

.

If you have any question, feel free to ask me in the review box.

.

.

Thanks