Taehyung dan Jimin menghentikan langkah serta tawa candanya yang menggema di koridor kelas, cepat-cepat menyembunyikan tubuh mereka dan mencoba mengintip dari jendela yang mengarah ke taman belakang sekolah. Terlihat sesosok pemuda manis berambut pirang dengan pakaian basketnya tengah menatap seseorang di depan yang terlihat gugup.
"Itu ketua klub kita, kan?" bisik Taehyung heboh pada Jimin.
"Yup, tidak salah lagi itu Min Yoongi sunbaenim. Dasar pemuda populer. Pasti sedang 'ditembak' lagi." Sahut Jimin tak kalah hebohnya.
"Itu sih, sudah pasti. Atlet basket kesayangan sekolah, sekarang menjabat sebagai ketua klub, manis, kulitnya seputih susu, pintar.. tapi sayang dia-Hmmmpph!"
"Ssstt! Berisik kau, Tae! Aku sedang mendengarkan mereka, nih." Jimin yang geram tak mendengar ketua klubnya berbicara apa menyumpal mulut si teman cerewet dengan kedua telapak tangannya. Taehyung hanya bisa cemberut dan akhirnya turut menajamkan pendengarannya—alias menguping—sama seperti Jimin.
"Min Yoongi, aku menyukaimu. Maukah kau menjadi kekasihku?" setelah sekian lama mereka berdiri, lelaki dihadapan Yoongi menyuarakan dengan lantang isi hatinya. Yoongi yang bersimbah keringat sehabis berlatih basket menatap lurus seraya mengusap air yang mengalir di pelipisnya. Walaupun Yoongi berkeringat serta nafasnya memburu sekarang, hal-hal tersebut tidak menghilangkan bukti bahwa Yoongi adalah seorang pemuda yang menarik. Wajahnya yang semanis gula dan pipi putihnya memerah karena tebakar matahari justru membuatnya ingin dicubit gemas.
Dan tentu saja, setiap orang pasti memiliki kekurangan di dalam dirinya.
"Kamu bisa membuktikannya?" Yoongi balik bertanya kepada pemuda di depannya yang tampak bingung.
"Maksudmu?"
Yoongi melipat kedua tangan di depan dada dan memutar matanya malas. "Apa buktinya kamu benar-benar menyukaiku?"
Pemuda itu tergagap akan pertanyaan spontan dari Yoongi. "Eh, kalau itu aku.."
"Jawabannya 'Maaf. Aku tidak bisa berpacaran denganmu, terima kasih.'" Potong Yoongi ketus seraya membalikkan tubuhnya dengan cepat meninggalkan pemuda yang menyatakan perasaannya itu terbengong-bengong. Jadi, ia ditolak Min Yoongi? Begitu?
Kembali pada tempat persembunyian duo sahabat gila—Jimin dan Taehyung—yang setengah mati menahan tawa akibat penolakan dingin ketua klubnya terhadap pemuda yang masih terdiam bodoh di taman.
Mereka sudah tahu pasti pernyataan cinta itu akan berakhir dengan penutupan tragis dari Min Yoongi yang menolak mentah-mentah. Karena kejadian pernyataan cinta tersebut sudah berulang kali terjadi. Tak sedikit murid-murid sekolah ini ingin menjadikan Yoongi miliknya, tetapi sayang sepertinya Yoongi yang kelewat jutek dan cuek itu belum mau membuka diri ataupun menemukan pasangan yang cocok.
Ya, kalian sudah tahu kan kekurangan seorang Min Yoongi apa? Galak, jutek, cuek. Seseorang yang selalu berbicara ketus dan to the point.
"Cool sekali, memang, ketua kita itu." Taehyung masih tertawa terpingkal-pingkal memegangi perutnya yang mulai terasa sakit. Jimin mengangguk setuju atas perkataan sahabatnya itu.
"Aku penasaran, siapa yang bisa meluluhkan hati dia yang sekeras batu itu?" ujar Jimin girang yang tiba-tiba mulutnya tertutup rapat melihat seseorang bertubuh mungil sedang berkacak pinggang menatap mereka berdua.
"Siapa yang batu?" tanya seseorang mungil tersebut, yang tak lain adalah Min Yoongi.
"Eh.. itu.. bukan siapa-siapa, sunbae.." taehyung dan Jimin buru-buru berdiri dan menunduk.
"Bukannya sekarang kalian harus berlari keliling lapangan, ya? Apa kalian sedang bolos latihan basket hari ini?" desis Yoongi menyindir.
"Ka-kami baru saja dari to-toilet.."
"Jadi mau berlari keliling lapangannya kapan? Nunggu besok pagi?"
Segera saja mereka berdua meninggalkan si sunbae galak tersebut dan berlari ke tengah lapangan, bergabung dengan anggota klub basket lainnya. Untung saja mereka berdua dapat kabur dengan lihai, kalau tidak bergerak cepat bisa runyam berurusan dengan ketua klub yang terkenal disiplin itu.
.
.
.
.
.
.
Wonderfully Stupid
.
Chapter One:
The Queen Bee
.
Main Cast:
Min Yoongi X Kim Namjoon
.
SCHOOL LIFE/BL/YAOI/SHOUNEN-AI
.
Oreobox©Copyright
.
Dengan segala kenistaan yang ada, Ore kirimkan ff terbaru nips :3
*ketawa evil* *gak sadar masih ada ff yang bersambung*
.
Happy Reading!
.
.
"Berikan bolanya kepadaku, Hoseok!" Secepat kilat Hoseok memantulkan bola ke lantai dan mengarahkannya ke Yoongi yang menangkapnya dengan sempurna. Yoongi berlari menghindari lawan yang gagal mem-blocking gerakannya tersebut. Dengan ancang-ancang cukup, Yoongi melompat seringan kapas dan menambah nilai satu poin dari bola yang ia masukkan dalam keranjang. Semua yang berada dalam lapangan indoor bersorak kagum memberi pujian pada lay up Yoongi yang indah tersebut.
Terdengar bunyi peluit menandakan berakhirnya pertandingan warm up antar senior dan junior dari klub basket. Tentu saja pemenang dari latihan ini ada di pihak yang memiliki Yoongi sebagai pemain.
"Yoongi sunbae. Kapan kau memberi kami, para junior, sebuah kesempatan menang darimu?" Jungkook merengek sembari memberi handuk kecil kepada Yoongi.
"In your dream. Latihanlah lebih giat lagi kalau kau ingin mengalahkanku." Myungsoo dan Hoseok, kedua rekan basket si ketus Yoongi, hanya bisa tertawa lebar mendengar jawaban sahabatnya dan memberi pengertian kepada Jungkook bahwa Yoongi seperti itu hanya untuk membangkitkan semangat para juniornya dalam bertanding.
Hari kian menjelang sore yang ditutup dengan latihan pertandingan, klub basket sementara dibubarkan. Yoongi mengingatkan kepada anggotanya agar lekas kembali ke rumah dan jangan lupa menjaga kesehatan, terutama pada tim inti basket putra—Hoseok, Myungsoo, Jungkook, Taehyung dan dirinya sendiri—yang tengah bersiap menghadapi final basketball match minggu depan nanti.
Yoongi dan Myungsoo berjalan beriringan disusul sosok Hoseok dari belakang yang sehabis pergi ke toilet memasuki ruang ganti untuk bersiap-siap pulang.
"Ku dengar dari obrolan junior hari ini," Myungsoo selesai mengaitkan kancing terakhir kemeja sekolahnya lalu melanjutkan "kau menolak lagi ajakan berkencan untuk ke-sekian kalinya, ya?"
Hoseok bersiul menggoda si ketua yang cemberut sembari menutup pintu lokernya. Setiap hari letih juga jadi bahan gosip orang-orang. Tahu saja hari ini Yoongi melakukan ini lah, itu lah.
"Ketua manis kita memang populer, sih. Sayang, galak." Lelaki berwajah pucat tersebut tak menghiraukan ledekan Hoseok yang mengatakan dirinya sangat dingin dan tak berperasaan.
"Aku harus menjawab 'ya', begitu? Walaupun aku tidak mengenalnya?" ujar lelaki manis tersebut dengan meniupkan poni depannya yang lepek. Ada betulnya juga perkataan Yoongi. Bagaimana bisa ia dapat menyukai seseorang yang bahkan ia tak tahu nama dan seperti apa sifatnya?
Myungsoo terkekeh pelan, mengangguk paham apa yang dirasakan sahabatnya itu. Ia berjalan mendekati Yoongi dan dengan gemas ia mengacak-acak surai pirangnya. Membuat Yoongi sedikit terkejut menutup matanya karena geli dan merona merah.
"Sebentar lagi kita naik kelas tiga, masih saja betah sendiri. Jangan terlalu sibuk mengurus klub, ketua. Cobalah untuk menjalani kehidupan normal seperti jatuh cinta." Myungsoo tersenyum seraya mencubit pipi Yoongi. "Dan jangan terlalu galak sama orang lain. Nanti semuanya malas dekat-dekat, loh. Padahal manis gini."
"Biar saja." Yoongi membalas cubitan Myungsoo di lengan kirinya yang membuat si pemilik mengaduh kesakitan. Hoseok hanya geleng-geleng melihat tingkah mereka.
Deringan ponsel dari saku Myungsoo tiba-tiba menggema di seluruh ruang ganti. Myungsoo lantas pamit dan melambaikan tangan setelah tahu dari siapa panggilan itu berasal—kekasihnya, meninggalkan Yoongi tersenyum hambar menutupi pikiran di dalam otaknya yang bergelut.
Jatuh cinta? Sudah, kok. Kau saja yang tidak peka, Kim Myungsoo.
Kemudian Hoseok mencolek bahu Yoongi, membuyarkan lamunannya untuk segera meninggalkan sekolah dan bergegas mengejar bus terakhir.
.
.
Seokjin menyingkap tirai jendela di ruang OSIS agar udara sejuk pagi hari segera masuk memenuhi ruangan di lantai satu ini. Ia menghirup aroma tanah yang lembab karena dibasahi air hujan yang mengguyur semalaman.
"Silau, Seokjin. Tutup kembali tirainya." Lelaki ramping tinggi semampai itu merengut karena perintah dari sang ketua OSIS menginterupsi keasikkannya menikmati udara sejuk.
"Silau dari mana? Masih terlalu pagi untuk matahari terbit, Namjoonie." Ujar Seokjin kepada teman masa kecilnya yang kini menjabat sebagai ketua organisasi siswa di sebuah sekolah khusus putra, Kim Namjoon.
"Sini," Namjoon mengacungkan jari telunjuknya agar Seokjin mendekat, "coba saja kau duduk di kursi kerjaku."
Dan sang sekretaris OSIS itu, Kim Seokjin, hanya terkekeh ternyata sinar mataharinya mengarah ke tempat Namjoon. Namjoon mendengus.
"Ngomong-ngomong, aku baru ingat beberapa hari lagi ada suatu pertandingan yang harus kamu hadiri." Seokjin berucap seraya memangku wajahnya di bingkai jendela.
"Pertandingan apa?"
"Final Basket. Kamu gak tahu? Padahal klub basket sedang heboh-hebohnya dibicarakan satu sekolah." Ujar Seokjin yang sedang memperhatikan dua orang tengah berlari di lapangan outdoor. "Kamu ditunjuk sebagai wakil sekolah untuk mendukung tim basket kita."
"Ah, aku baru ingat." Namjoon menggidikkan bahunya. "Lagi pula yang bikin ramai itu bukan klub basketnya, tetapi karena ketua klubnya yang bernama Min Yoongi."
Seokjin menengok cepat ke arah Namjoon, "Kamu tahu dia?"
"Semua anak di kelasku tak bosan-bosan membahas si kecil itu." Namjoon mengangguk sembari membalik kertas yang sudah ia bubuhi dengan tanda tangan khas miliknya.
"Lalu? Pendapatmu?" Tiba-tiba Seokjin tak senang sahabat yang ia sukai sejak dulu membicarakan pria lain.
"I don't even remember his face. Jika ada rapat bulanan antar klub, pasti dia diwakilkan."
Entah mengapa diam-diam Seokjin menghela nafas lega. Perkataan Namjoon barusan membuktikan bahwa Namjoon sama sekali tidak tertarik kepada pemuda—yang katanya—seputih salju itu. Seokjin menoleh kembali kepada dua orang yang masih berlari di lapangan. Mereka terlihat memperlambat langkahnya.
"Hei, Jin! Sedang apa kau terus-terusan memandang keluar jendela? Bantu aku menyelesaikan tumpukkan tugas OSIS sialan ini." Namjoon berjalan menghampiri Seokjin yang tiba-tiba mengapit lengannya.
"Joonie, itu." Seokjin menunjuk seorang laki-laki yang membungkuk karena kelelahan berlari. Rambut pirang yang mencolok itu terlihat berkilau karena pantulan cahaya matahari. "Itu, yang namanya Min Yoongi."
Namjoon menyipitkan kedua matanya, berusaha fokus pada titik yang ditunjuk oleh Seokjin. Tubuh mungil yang nampaknya tidak berubah menjadi lebih tinggi se-centipun semenjak kelas satu, kulit yang putih serta sorot matanya yang tegas. Ah, sekarang lelaki berlesung pipi tersebut mengingat sosok Yoongi.
Dulu, saat Namjoon baru saja terpilih menjadi ketua organisasi siswa dan Yoongi yang naik jabatan menjadi ketua klub basket, mereka pernah sekali berinteraksi. Yoongi yang sudah terlihat pembawaannya sebagai ketua yang bertanggung jawab mendatangi ruangan OSIS untuk mencari Namjoon. Interaksi itu sederhana saja, Yoongi meminta maaf kepada Namjoon karena beberapa teman klubnya menyulut pertengkaran dengan klub voli yang terlebih dulu mendapat izin menggunakan lapangan indoor. Kalau boleh jujur, saat itu Namjoon sempat terkejut atas kemauan seorang ketua yang langsung turun tangan meminta maaf atas kesalahan anggotanya.
Ingatan kecil tersebut masih ada dalam kenangan Namjoon, selebihnya—seperti wajah Yoongi—ia tak ingat sama sekali.
Oh, jadi ini Min Yoongi. Tidak berubah, sedang berlatih keras untuk final nanti ya makanya lari pagi-pagi sekali. Namjoon terdiam, manik matanya mengekor mengikuti sosok Yoongi yang semangatnya terkumpul kembali dan mulai berlari.
Tanpa disadari Seokjin, ia telah membuka sebuah pintu. Pintu di mana sebuah cerita akan dimulai dengan sangat tidak terduga.
Dan suatu kecelakaan kecil itu terjadi.
Yoongi yang tengah berlari tiba-tiba terjatuh, sontak membuat kaget Namjoon dan Seokjin dari lamunan mereka.
Hoseok saat itu sedang berada di samping Yoongi mencoba membantu sahabatnya tersebut. Ia meluruskan tungkai kiri pemuda itu, namun pekikan kesakitan malah terdengar keras. Ternyata kaki Yoongi kram. Hoseok menatap cemas ke segala arah mencari bantuan dan syukurlah ia melihat sosok Namjoon serta Seokjin di dekat jendela ruang OSIS.
"YANG DI SANA, BAWAKAN PAIN KILLER SECEPATNYA!" teriakan Hoseok membuat Namjoon terlonjak panik, buru-buru ia menyambar kotak P3K di dinding. Untunglah, pain killer miliknya masih terjaga di sana.
"Jin, tunggulah di sini." ucap Namjoon sebelum ia berlari melompati jendela kepada Seokjin yang turut cemas.
"Di mana yang sakit?" Hoseok menunjuk kaki kiri Yoongi yang terlihat kaku. Segera saja Namjoon menyibak celana panjang sampai ke atas lalu menyemprotkan pain killer tersebut ke kaki kurus milik lelaki berkulit pucat itu. Kedua lelaki di samping Yoongi menunggu reaksi kerja pembunuh rasa nyeri pada tubuh Yoongi di hadapannya.
Berangsur-angsur wajah tegang Yoongi melembut. Rasa kram yang seperti membelit kencang tungkai kirinya tersebut sudah mulai hilang. Nafas Yoongi kembali teratur.
"Sudah membaik?" Namjoon bertanya dengan nada khawatir seraya berniat memijat kaki Yoongi. Namun dengan segera Yoongi menepis tangan Namjoon dan menarik kembali celana trainingnya ke bawah.
"Tak apa. Thanks." Ujar si lelaki ketus itu kepada Namjoon yang menggaruk tenguknya yang tak gatal.
Kemudian Yoongi melanjutkan lagi perkataannya, "Lain kali, tak perlu repot-repot menolongku." yang malah mendapat jitakan maut dari Hoseok. Hoseok meringis menatap lelaki—tentu saja Hoseok kenali sebagai ketua OSIS sekolahnya—meminta pengertian bahwa sahabatnya ini memang terkadang suka tidak tahu terima kasih.
"Sedang apa masih di sini?" Yoongi melirik tajam ke arah Namjoon.
"Sebelum kau mengucapkannya, jawabanku 'maaf, aku tidak bisa berpacaran denganmu.'" Ujar Yoongi dingin sembari berdiri membersihkan pasir di celananya.
Hah?
"Pardon?" Namjoon ternganga atas pernyataan Yoongi kepadanya. Siapa? Yang menyatakan ke siapa?
Yoongi melipat tangannya. "Kau. Dari tadi kau lama memperhatikanku berlari, kan?"
"Ya, memang. Tapi kurasa tak begitu lama sampai kau terjatuh. Lalu?" Bukan berarti aku memiliki maksud tertentu, bukan. Bantin Namjoon membenarkan.
"Kau ingin menyatakan perasaanmu padaku, kan?" tanya Yoongi tak sabaran, "Jawabannya, no."
Seketika gelak tawa Namjoon menggelegar di tengah lapangan luas sekolah. Yoongi menautkan alis heran dan beralih menatap Hoseok meminta penjelasan. Sahabatnya malah angkat tangan tak ingin ikut campur.
"Stupid." Namjoon mengumpat disela-sela tawanya. "Ini benar-benar bodoh dan sangat konyol."
Apa Yoongi tidak salah dengar? Dia baru saja dikatai bodoh oleh makhluk aneh di depannya ini!
"Wait. Kau baru saja memakiku dan-"
"Ah, perutku." Potong Namjoon yang masih tertawa. "Tidak semua orang yang mendekatimu itu akan menyatakan cinta kepadamu, Min-Yoon-Gi. 'Maaf, tapi aku belum berniat mengencanimu.'"
Kini giliran Yoongi ternganga. Permainan macam apa ini? Pemulihan patah hati model baru? Bukannya dia sama seperti murid-murid lain, yang ingin mengencaninya?
Namjoon meraih botol pain killer yang menggeliding di permukaan tanah, bersiap meninggalkan Yoongi yang termangu. Namjoon masih terkekeh geli mengingat pertolongannya untuk lelaki pucat tadi telah disalah-artikan sebagai kesempatan-dalam-kesempitan.
Oke. Barulah sekarang Namjoon menjadi tertarik kepada ace kebanggaan tersebut. Lucu saja dengan wajah yang nampak galak ternyata bisa senarsis ini.
"Hei, Min Yoongi!" Yoongi tersentak Namjoon memanggil namanya dari jarak sudah sedikit menjauh.
"Kim Namjoon. Remember that. Sampai bertemu kembali, mr. narcissism!" Teriak Namjoon sembari melambaikan tangannya singkat lalu berlari menuju gedung sekolah.
Loh? mr. narcissism? Jangan-jangan… bocah tadi… benar-benar tidak berniat 'menembak'ku? Apa peduliku mengingat namanya?!
Yoongi melirik takut ke arah Hoseok. Tepat sekali, Hoseok sudah terjatuh saking sudah tidak kuat ia menahan tawa karena kejadian yang terekam oleh kedua matanya tadi. Telapak tangannya bergetar membekap mulutnya untuk menahan lontaran suara yang sama menggelegarnya dengan tawa Namjoon sebelumnya.
Yoongi jadi salah tingkah sendiri menahan malu dan wajahnya berubah menjadi semerah tomat. Tidak tahu lagi apa yang harus diperbuat—saking malunya—, Yoongi menderapkan langkahnya untuk menarik telinga Hoseok keras-keras lalu menyeretnya masuk ke gedung.
"Cepat ganti baju! Kelas segera di mulai!"
"Aduh, aduh. Yoongi, sakit! Kalau kesal karena kesalahan sendiri, jangan melampiaskannya ke orang lain, dong. Lepaskan telingaku!" Hoseok berpura-pura memelas meminta ampun.
"PERSETAN DENGAN WAJAH PEMBOHONG SEPERTIMU!"
.
.
To Be Continued(?)
.
.
Balik lagi dengan ff abal plus amatir Ore ;_;)/
Kyaaa aku lagi suka namgi XDDDDD judulnya terinspirasi dari sebuah novel yang Ore baca.
Umur Yoongi, Namjoon, Hoseok, Seokjin, Myungsoo disamain ya. Kelas 2 mau naik kelas 3 gitu.
Sedangkan TaeMinKook anak kelas 1 yang mau naik ke kelas 2.
Gimana? Gimana? Mau lanjut gak?
Silahkan beri komentar anda :3
SEE YOU NEXT TIME!
