Disclaimer : Tokimeki Memorial Girl's Side Second Kiss by Konami~

Warning : OOC, typo, acak-acakan, amatiran

The first fic i ever made \('o')/ So, happy reading minna-san~~


.

.

.

Sudah seminggu aku bersekolah di Hanegasaki High. Aku adalah freshman di sekolah ini. Tapi baru dua orang yang aku kenal, Saeki Teru dan Onoda Chiyomi. Teru-kun adalah prince charming di sekolahku. Wajah tampan, populer di kalangan wanita, baik dalam olahraga dan pintar. Dia juga ramah pada semua orang yang dia temui kecuali aku. Ya, benar, kecuali AKU! Sifatnya jika sedang bersamaku sangat jauh berbeda. Cuek, suka menyuruh, dingin dan kasar. Ya kukira mungkin itu karena kita baru berteman satu minggu ini. Ya, who knows..

Onoda-san berbeda dengan Teru-kun. Dia adalah salah satu murid terpintar di sekolah, nilainya adalah yang kedua terbaik di sekolahku (entah siapa yang pertama). Onoda-san anak yang tidak populer, terkesan cupu dan sangat menyukai binatang. Ya, dia sangat menyukai binatang...

"Uwaaaa, kawaii!" kata Onoda-san mengagetkanku.

"Hah? Tikus besar itu maksudmu?" jawabku sambil menunjuk seekor binatang berwarna abu-abu dengan garis hitam belang di atas pohon.

"Bukan, itu seekor rakun. Hewan malam seharusnya, tapi kenapa bisa ada siang-siang seperti ini ya?" tanyanya bingung.

"Entahlah aku tidak mengerti soal ini, kau suka binatang ya Onoda-san?" tanyaku.

"Un, suka sekali! Mereka menyenangkan jika kau mau mengerti. Dan tentu saja mereka lucu, Harada-san." ujarnya bersemangat, membuat kacamatanya turun hingga ke hidung.

Oh ya hampir lupa memperkenalkan diriku! Aku Harada Rei, lahir di musim dingin tepatnya tanggal 25 Januari. Tak ada yang spesial dariku, tapi aku tertarik pada seni...harusnya...

Pagi itu saat istirahat, aku membuka kotak bentoku saat hampir semua murid meninggalkan kelas. Tak lama Onoda-san datang menghampiriku dengan kotak bento berwarna merah marun di tangannya.

"Harada-san, boleh aku makan bersamamu?"

"Oh tentu saja, silahkan."

"Ngomong-ngomong Harada-san, kau sudah menentukan ingin masuk klub apa?" tanya Onoda di sela-sela makan siang kami.

"Hmmm entahlah, kau sudah?" jawabku dengan nada tidak tertarik.

"Un, sudah. Aku akan masuk Dewan Siswa, bagaimana menurutmu?"

"Oh, sepertinya cocok untukmu Onoda-san," jawabku sambil mencari-cari udang dalam nasi gorengku.

"Kenapa kau tidak masuk klub Seni saja? Kudengar kau suka melukis," tanyanya tiba-tiba.

"Uhuk..uhuk.. hah? Kau tau dari mana? Tidak... Aku tidak bisa melukis," aku tersedak mendengar pertanyaannya.

'Bagaimana dia tahu mengenai hal ini? Padahal aku tidak pernah memberi tahu siapapun!'

Istirahat akhirnya usai. Saat pelajaran kimia, pikiranku tak bisa fokus. Kenangan itu terus muncul memenuhi otakku..

*9 tahun yang lalu...*

'Gambarmu aneh! Apa ini? Hanya coretan tak bermakna! Kanvasmu itu penuh hal-hal buruk!' ejek beberapa anak kepadaku.

Aku hanya diam mendengarnya. Tak hanya sekali aku mendengar hal seperti ini. Tapi kali ini aku sudah merasa sangat sedih, kupikir tak ada yang bisa bahagia melihat karyaku. Saat perjalanan pulang, sebuah sepeda menabrakku. Tidak sakit namun cukup mengagetkan hingga lukisanku terlepas dari tanganku.

'Aduh maaf! Eh? apa ini gambarmu? Menarik!'

Anak laki-laki ini memiliki aksen yang aneh, sepertinya bukan warga Jepang menurutku.

'Hmmm ya, tapi menurutku ini tidak menarik, ini buruk."

'Wah kau mau melukis bersamaku? Akan sangat menyenangkan jika kau mau.'

'Kau yakin? Aku tidak bisa melukis.'

'Lukisanmu sangat bagus. Tidak mungkin aku mengajak seseorang melukis bersamaku jika lukisannya buruk.'

'...hmmmm oke.'

'Nice! Kutunggu kau disini besok jam 13:00 ya!'

'Baiklah.'

Esok harinya di tempat yang dijanjikan dan di waktu yang sudah ditentukan, aku kembali ke jalan itu. Namun saat jarum jam menunjukan pukul 15:00 dia tak kunjung datang. Semakin sore aku menunggu, semakin tak terlihat pemilik mata hijau itu. Saat itu, yang kupikirkan hanyalah aku masih punya harapan. Walau hanya sedikit tapi cukup bagiku, karena aku hanya ingin melukis lagi..

Namun hingga matahari tenggelam, dia tetap tidak muncul. Kupikir mungkin hari ini dia tidak bisa datang, lalu aku pulang dengan perasaan sedikit kecewa. Tapi aku berniat untuk menunggunya lagi besok.

Esok harinya masih di tempat dan jam yang sama aku menunggu anak laki-laki itu. Dengan sabar aku menunggu kedatangannya. Tapi hingga langit mulai gelap dia tetap tidak muncul. Semenjak itu aku tak pernah menunjukan lukisanku lagi pada siapa pun, dan berhenti melukis.

.

"Harada-san, kau melamun ya?" tanya seseorang mengagetkanku.

"Hah? Tidak, saya mendengarkan Waka-sensei..." ujarku bingung karena kedatangan sensei yang tiba-tiba.

"Kalau begitu coba ulangi apa yang saya katakan, deoxyribonucleotide," kata sensei berambut kehijauan itu sambil tersenyum padaku.

"...emmm..?" jawabku kebingungan karena baru mendengar kalimat itu.

"Booo~ kali ini saya yang menang," katanya sambil mengerutkan kening dengan tatapan mata yang tak bisa kumengerti artinya.

'Saya yang menang? Apa karena aku tidak bisa menjawab?'

Sesampainya di rumah, aku memikirkan apa yang dikatakan Onoda saat istirahat tadi. Tiba-tiba terdengar bunyi ketukan di jendelaku.

"Haloo Oneechan," sapanya padaku. Anak ini bernama Otonari Yuu, dia sudah menjadi tetangga sebelahku sejak dulu.

"Eh Yuu, hai."

"Oneechan, kau sedang memikirkan sesuatu ya?"

"Hmmm ya, aku bingung ingin masuk klub apa," ujarku sambil garuk-garuk kepala.

"Masuk klub Seni saja, Oneechan kan pintar melukis," jawabnya polos. Jawabannya sama seperti Onoda, SENI!

"Oke, ada saran lain?" tanyaku datar pada Yuu.

"Hmmm kau buruk di semua jenis olahraga, Dewan Siswa tampaknya terlalu berat untukmu, kau tidak bisa bermain musik jadi tidak mungkin di Brass Band, kurasa Oneechan juga tidak bisa menjahit." jawabnya panjang lebar.

"Sudahlah Oneechan, jangan diingat terus apa yang terjadi dulu. toh semua orang yang pernah melihat lukisan di kamarmu setuju bahwa kau baik dibidang ini," tambahnya, membuatku semakin bingung.

Aku terdiam beberapa saat. Memikirkan perkataan bocah SD ini, sampai akhirnya aku pun sadar. "Kau sepertinya paham sekali dengan ketidak becusanku pada hal lain," ujarku datar. "Tapi kau ada benarnya juga Yuu, aku memang cuma baik di bidang ini."

'Ya, aku mungkin harus melupakan kejadian itu.'

Saat istirahat kuputuskan untuk datang ke ruang klub Seni, di koridor banyak siswa yang memadati ruangan Dewan Siswa. 'wah klub ini sangat populer nampaknya.' Ruang klub Seni berada di lantai atas, 1 lantai di atas kelasku. Saat menaiki tangga kutemukan sebuah kartu milik seorang siswa.

"Christopher Weatherfield...1-D...?"

'kelasnya lumayan jauh dari sini, akan kukembalikan nanti setelah dari ruang Seni.'

Sesampainya di ruang Seni, hanya segelintir anak yang mendaftar. Tidak terlalu sedikit tapi juga tidak terlalu banyak. Ruangan ini dipenuhi banyak lukisan karya Da Vinci yang tertata rapi di dinding, juga beberapa lukisan karya seniman dunia seperti Van Gogh, Picasso dan Renoir. Lukisan itu merupakan lukisan karya anggota klub Seni yang dibuat mirip seperti aslinya. Ada juga beberapa patung tersusun memanjang di samping jendela.

"Ada yang bisa kami bantu?" tanya seorang senpai padaku.

"Aku mau mendaftar di klub Seni." jawabku sedikit gugup.

"Oh begitu. Sebelumnya pernah melukis atau memahat?" tanya senpai itu lagi padaku.

"Melukis pernah, tapi memahat belum." ujarku sambil berusaha menyembunyikan rasa gugupku.

"Bisa kau sebutkan karya disini yang kau tau, apa judulnya, siapa pelukisnya dan alasanmu kenapa menyukainya?"

'Aduh aku tidak terlalu hafal judul lukisan lagi, bagaimana ini?'

Kutelusuri setiap lukisan, mungkin saja aku dapat mengingat salah satu di antaranya. Dan akhirnya aku berhenti di salah satu lukisan.

"Café Terrace at Night, Vincent Van Gogh. Dulu saat aku kecil lukisan ini adalah hadiah ulang tahunku. Kupikir saat melihatnya mengingatkanku pada kartun Hey Arnold. Warna-warna yang hangat dan kedalaman perspektif adalah daya tariknya."

"Very good, kau mengerti lukisan ini. Hanya sedikit orang yang menyukai karya ini di klub Seni. Kebanyakan dari mereka menyukai karya Da Vinci. Tepatnya hanya kau dan.."

Tiba-tiba seorang siswa berlari terburu-buru memasuki ruang seni, dan berlari menghampiri senpai yang dari tadi berbicara denganku.

"Senpai, apa kau lihat kartu pelajarku? Sepertinya terjatuh saat aku keluar dari ruangan ini," tanya siswa berambut panjang itu.

"Aku tidak melihatnya di sekitar sini dari tadi. Mungkin jatuh di koridor, Chris. Coba cari di sekitar situ," jawab senpai itu meyakinkan.

'Chris? Jangan-jangan kartu pelajar yang di tangga tadi.'

"Hmmm, maksudmu kartu pelajar ini, Christopher Weatherfield?" ujarku sambil mengeluarkan kartu itu dari kantong rokku.

Saat dia berbalik melihatku, mata kami saling bertatapan sebentar. Wajahnya yang kebaratan bersinar karena terpapar sinar matahari, warna matanya yang kehijauan pun tampak terlihat transparan.

"Wah iya! Kau menemukannya! Aku memang ceroboh! Dimana kau menemukan ini?" tanyanya dengan penasaran padaku.

Aku tak bisa bergerak. Aku terdiam memandangnya. Mata itu... Aksen unik itu... Dia...

"Hey apa kau mendengarku? Terima kasih ya~" katanya lagi dengan senyuman manis merekah di bibirnya.

"...Oh...y-ya..tidak masalah.." aku bergegas lari meninggalkan ruang klub seni. Meninggalkan senpai itu, dan meninggalkan Christopher yang memandangiku heran.

Pulang sekolah, Onoda mengajakku untuk mengunjungi sebuah coffee shop. Sepertinya ada yang ingin dia ceritakan.

"Harada-san, hari ini aku bergabung di Dewan Siswa. Dan kau tahu? Rivalku Hikami Itaru juga bergabung di Dewan Siswa! Dari dulu aku tidak menyukainya!" ujar Onoda sambil memasang wajah aneh.

"Memangnya kenapa? Siapa Hikami Itaru?" tanyaku datar.

"Dia adalah peraih nilai terbaik di angkatan kita, dan satu sekolah denganku dulu. Sangat pintar, disiplin, dan tegas. Sainganku sepenuhnya!" ujarnya berapi-api.

"Hah? Apa dia menganggap hal yang sama padamu?"

"Entahlah, kurasa begitu. Kami tidak pernah benar-benar berbicara," jawabnya polos.

"Meh, persaingan orang pintar memang sulit dimengerti," ujarku sambil memutar bola mataku.

"Hmmm mungkin begitu. Bagaimana denganmu? Sudah memutuskan masuk klub mana?" tanyanya penasaran.

"Ya, sudah. Aku masuk klub Seni." Jawabku datar. Saat mengatakannya aku teringat kejadian tadi, bertemu orang yang kutunggu 9 tahun lalu. Yang sempat membuatku berhenti melukis. Tapi sepertinya dia lupa denganku, lupa pada apa yang dia janjikan padaku dulu.

"Harada-san, kau melamun?" tanyanya mengagetkanku.

"Eh? Haha maaf Onoda-san tiba-tiba ada yang kupikirkan," jawabku sambil garuk-garuk kepalaku yang tidak gatal.

"A sou, kau masuk klub Seni? Wah akhirnya kau masuk klub yang sesuai denganmu ya," ujarnya bersemangat.

"Haha iya, ngomong-ngomong kau tahu dari mana aku bisa melukis?" tanyaku penasaran. Ya, aku penasaran kenapa Onoda bisa mengetahui hal ini.

"Oh waktu itu aku bertemu seorang anak kecil, tiba-tiba dia memberitahuku tentang lukisanmu. Anak itu berambut merah marun dengan mata biru, ya kira-kira masih kelas 4 SD. Apa kau mengenalnya?" jelasnya panjang lebar.

"Anak kecil? Rambut merah marun dan mata biru? Kelas 4 SD? Sepertinya aku tau itu siapa."

'apa maksud Yuu membicarakan hal ini pada Onoda?'

Sesampainya di rumah, aku membuka jendela dan mencoba mencari Yuu di kamarnya. Kulihat anak itu sedang membaca komik di kasurnya.

"Yuu, bisa bicara sebentar?"

Tak lama Yuu membuka jendelanya. "Ada apa Oneechan?"

"Apa kau pernah bertemu Onoda Chiyomi? Apa kau mengatakan sesuatu padanya?" tanyaku pada Yuu .

Yuu sempat terdiam beberapa saat, sampai akhirnya dia mulai bicara.

"Aku...hanya ingin Oneechan bisa seperti dulu lagi, senang saat melukis dan tidak pernah putus asa walau ada yang menghinamu.." jawabnya sambil menunduk. "Maka dari itu, aku mencari teman dekatmu dan memberi tahunya tentang hal ini."

'anak ini...'

"Terima kasih Yuu kau sudah mau peduli padaku, sebenarnya kau tak perlu melakukan ini. Tapi kau memang anak yang baik," ujarku tersenyum padanya.

"Tentu saja Oneechan hahaha," jawabnya sambil tertawa, membuat pipinya agak kemerahan.

Hari ini adalah hari pertemuan klub. Aku berjalan menyusuri koridor sambil menenteng peralatan lukisku. Saat tiba-tiba ada yang memanggilku.

"Rei-chan~" panggil seseorang padaku. Dari aksen unik itu, benar! itu Chris. "Ayo kita berjalan bersama-sama ke ruang Seni."

"Bagaimana kau tahu namaku, Chris-kun?"

"Hahaha kau kan bergabung di klub yang sama denganku. Tentu saja aku tahu, terlebih kau membantuku kemarin."

"Oh begitu ya," ujarku sambil berusaha tersenyum padanya. Ternyata bukan karena dia mengingat pernah bertemu denganku dulu.

Sesampainya di ruang Seni, orang-orang sudah berkumpul. Begitu pula para senpai. Mereka membawa beberapa lembar kertas dan sebuah kaleng berbentuk agak mengerucut di ujungnya.

"Hari ini saya ingin membagi kalian menjadi beberapa kelompok, satu kelompok berisi 2 orang. Untuk melakukan riset mengenai pelukis jepang yang populer dan masing-masing harus melukiskannya kembali. Jadi satu kelompok 2 lukisan. Tugas ini dikumpulkan saat Summer Camp," kata seorang senpai berambut jabrik.

"Nantinya 5 lukisan terbaik akan diberikan bintang sebagai reward dan dipajang di ruang Seni ini. Kaleng ini berisi nomor 1-7 dan akan dikocok secara acak, kalian yang mendapat nomor yang sama akan langsung menjadi kelompok, apa kalian mengerti?" lanjut senpai berkacamata.

"Mengerti!" ujar seluruh siswa berbarengan.

"Oke, kalau begitu kita mulai sekarang. Silahkan maju Kazuhika-chan," senpai itu memanggil tiap siswa sampai akhirnya tiba giliran Chris.

"Wah aku nomor 4! Ada yang sama denganku?" tanyanya sambil memandangi seluruh siswa. "Nampaknya belum ada ya."

"Harada-chan, sekarang giliranmu," ujar senpai tadi, sekarang adalah giliranku.

"Iya, senpai." Sesampainya di meja panitia, aku mengocok kaleng itu perlahan, tak lama selembar gulungan kertas jatuh dari kaleng itu. Kubuka kertas itu perlahan... ternyata angka 4 yang muncul!

"4, senpai." Kuserahkan gulungan kertas itu pada senpai berkacamata tadi. Aku tidak tahu reaksi apa yang akan kulihat saat aku berbalik. Reaksi Chris saat tahu aku yang sekelompok dengannya.

.

.

.

-TSUZUKU-

Ne minna-san, itu dia akhir dari chapter 1. Yipiii~ setelah sekian lama menggalau antara mempublish cerita ini atau tidak, akhirnya saya memberanikan diri untuk maju haha

Special thanks to my cousin, Kazuya RandomAuthor

Dan terima kasih yang sudah mau membaca tulisan saya ini...

Silahkan tebarkan kritik dan review, disini saya hanya author amatir yang butuh banyak belajar n,n

arigatou na~