Genre : Drama, Romance, history dan lain-lain
Disclaimer : ● Heshikiri Hasebe (Touken Danshi *Uchigatana)
● Shokudaikiri Mitsutada (Touken Danshi *Tachi)
● Mikazuki Munechika (Touken Danshi *Tachi)
● Kashuu Kiyomitsu (Touken Danshi *Uchigatana)
● Yamatonokami Yasusada (Touken Danshi *Uchigatana)
● Yagen Toushirou (Touken Danshi *Tantou)
● Honebami Toushirou (Touken Danshi *Wakizashi)
● Tsurumaru Kuninaga (Touken Danshi *Tachi)
● Para tokoh diatas dan yang muncul lainnya bukan kepemilikan saya, tetapi sepenuhnya karya kerja keras DMM & Nitro +
● Heroine bernama Ishida Yui yang bukan milik saya, tetapi milik seseorang yang sangat spesial.
Warning : Terdapat kata-kata yang GaJe atau tidak bermakna (?), abal-abalan, kalimat yang membuat salah fokus atau gagal paham (?), beberapa/banyak TYPO yang akan terbaca, OOC (Out of Character) ALERT, dan kemungkinan nggak terasa romancenya (?) dan referensi cerita mungkin akan menyimpang.. Mohon maaf sebesar-besarnya.
OKE! Enjoy reading! Terima Kasih telah membaca
Sang saniwa lebih suka berkebun dan menulis kaligrafi daripada menengok kelakuan anak-anak pedangnya yang beraneka macam. Karakter mereka yang unik terkadang tak sebanding dengan dirinya yang suka menyendiri. Ishida Yui tahu betul bahwa laporan Hasebe tentang mereka selalu detail dan berwarna. Entah berapa lama ia sekarang hidup, rasanya ia semakin tua saja. Tubuhnya yang agak pendek bisa-bisa saja dibilang satu bukti manis bahwa ia setiap hari tak menua. Lagipula, mau hidup 1000 tahun nantinya pun, wajah dan tubuhnya tak akan berubah.
Karena ia tahu, dirinya tak sama seperti perempuan 18 tahun yang lainnya. Keluarganya menyimpan rahasia bahwa dirinya telah terkutuk. Ia tidak akan bisa mati sebelum seseorang membunuhnya dan dan juga kekuatan spiritualnya membawa kesialan bagi keluarganya. Itulah mengapa ia tidak punya siapa-siapa untuk bersamanya hidup, lalu sampai akhirnya sebuah organisasi rahasia ingin menampungnya karena kekuatannya. Mereka bilang kepadanya, bahwa ia adalah satu-satunya pecahan keping yang bisa memberi kehidupan dan melindungi 'mereka'.
Awalnya, Yui yang waktu itu berumur lebih dari 400 tahun dalam tubuh gadis remaja tak percaya pada mereka. Bagaimana bisa ia dapat menghidupkan pedang pusaka kebanggaan beberapa prajurit besar Jepang itu. Padahal dia sendirinya tak tahu siapa sebenarnya jati dirinya, ia ingin marah karena tak tahu siapa dirinya. Tetapi, di sisi lain dia ingin berguna bagi orang-orang yang memang membutuhkannya.
Pada akhirnya tanpa berpikir panjang, si gadis muda Yui menerima ajakan organisasi rahasia itu untuk membantu mereka. Walau penelitian mereka waktu itu masih terbilang jauh berhasil, tetapi Yui sedikit ada keyakinan merasa berhasil bersama mereka memanggil pedang- pedang itu.
Sampai akhirnya setelah beberapa tahun yang lalu, ia masih ingat bagaimana Yamanbagiri Kunihiro, Kashu Kiyomitsu, Heshikiri Hasebe, dan Shokudaikiri Mitsutada lebih dulu berhasil terpanggil olehnya.
Sampai pedang-pedang yang lainnya datang, Yui memutuskan untuk tinggal di suatu tempat yang jauh dari manusia lainnya. Agar mereka nyaman dan tentram, tetapi sayangnya itu hanya imajinasi nya.
"Aruji-sama! Kenapa kapten tim bukan saya! Mengapa harus dia!"
"Aruji-sama, sepertinya kita harus membeli sabun cuci lagi.. Karena banyak para pedang baru yang akan tinggal.."
"Aruji-sama! Harimau Gokotai membuat lantainya kotor!"
"Aruji-sama~ bermainlah bersama kami!~"
"Aruji-sama, pembayaran internet belum lunas!"
"Aruji-sama, kuteks kukunya habis!"
"Aruji-sama!.." Lalu seterusnya, setiap hari dan bulan begitu ribut kicauan mereka.
Apalah daya Yui hanyalah wanita yang lemah menyangkut keberadaan mereka di dunia yang modern ini. Pastilah dia harus bersabar karena mereka baru melihat dunia ini.
Sebagai Saniwa pelindung mereka, ia akan berusaha menjaga mereka apapun yang terjadi.
Saat waktu itu akan datang, aku akan hadir dalam hidupmu,
Walau beratus tahun lamanya, itu bukanlah halangan untuk bersamamu,
Aku Mikazuki Munechika, berjanji padamu untuk kebahagiaan disampingku,
Kalaupun aku berbohong, mulutku siap menelan seribu jarum penyesalan untuk kekecewaanmu,
Tunggulah aku, Nona kecil,
Dimanapun kau berada, kemanapun tujuan hidup kau nanti,
Biarkanlah bulan sabitku menemukanmu nantinya,
.
.
.
"Mikazuki Munechika?.."
Ia terbangun dari mimpinya dan tersadar bahwa hari sudah cerah. Yui mengucek-ngucek mata bermanik merahnya dan merentangkan tangannya. Gadis berambut panjang hitam itu kemudian keluar dari tempat tidurnya dan langsung merapikannya.
Dia tidak mengingat mimpi yang ia alami malam tadi. Ia memegang kepalanya dan mengelusnya, seperti ada hal penting yang terlupa. Tetapi sayangnya, hal itu begitu lama terkubur dia memori otaknya. Yui sekarang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya dan berlagak seperti biasanya, ada hal yang penting lagi daripada hal ini.
.
Biarkanlah hal yang berlalu itu, bagaikan angin yang hanya lewat.
.
.
"Sudah seminggu ini tidak ada penyerangan Jikansokougun, aku sepertinya harus bersiap-siap jika sesuatu yang buruk akan datang." Gadis muda itu berpikir sambil memakaikan haori putih khasnya, lalu setelah berpakaian seperti layaknya Miko. Ia kemudian mengepang rambutnya yang lembut dengan pita merah.
Dirinya memang terkutuk untuk hidup abadi, tapi pantulan kaca didepannya tak berbohong akan sosoknya. Bahwa ia sama cantiknya sekarang seperti bunga sakura di musim semi. Tak seperti cerita orang bahwa orang yang terkutuk akan membuat dirinya buruk rupa.
Setelah selesai dengan urusan dirinya, ia berjalan keluar dari kamarnya dan pergi menuju dapur. Hari ini adalah gilirannya memasak untuk para pedang. Walau ia yang berkuasa di Citadel, saniwa yang baik tetap akan adil hidup bersama mereka.
"Aruji-sama! Mari saya bantu!" Hasebe tiba-tiba muncul dari pintu dapur, Yui menengok ke arahnya. Dialah pedang yang rajin untuk membantu pekerjaan, walau terkadang ia merasa terganggu juga karena ia terlalu cerewet untuk selalu meminta kerjaan.
Tidak usah Hasebe, hari ini giliranku memasak. Kau siapkan saja latihan-latihan untuk para pedang, nanti aku akan meminta laporannya." Ia menatap sebentar ke Hasebe lalu kembali fokus memasak makanannya. Perintah kecil itu sudah cukup untuk pedang Uchigatana itu.
"Baik Aruji-sama!" Pedang berambut coklat itu segera hilang dan sekarang hanya Yui yang menikmati kesendiriannya.
Setelah selesai memasak dan sarapan bersama para pedang, gadis berambut kepang itu segera bergegas menuju ruang kerjanya. Ia berjalan melewati teras kayu yang telah kering setelah dipel Midare berapa menit yang lalu. Langkahnya yang cepat tetapi masih melekat keanggunannya bertemu Honebami yang sedang terduduk diam di teras memandang pepohonan dan danau di sekitar Citadel.
"Ohayou gozaimasu, Aruji-sama.." Anak bersurai ungu muda pucat itu menyapa tuannya dengan sopan. Yui melihat ke arahnya dan tersenyum.
"Ohayou, Honebami-chan.." Ia membalas sapaan Honebami yang datar dan lalu berjalan lagi. Tetapi beberapa detik kemudian...
"Aruji-sama,." Suara Honebami memanggilnya, ia menengok ke belakang. Mata Honebami memandang dirinya, manik ungu itu menatap wajah Yui dengan serius. Adik tersayang Ichigo Hitofuri itu ingin menyampaikan sesuatu.
"Ada apa, Honebami-kun?" Tanya sang saniwa.
"Aruji-sama..."Suara anak itu menjadi agak pelan.
"Iya?.." Yui menjadi penasaran.
Honebami menghela napas dan memberikan senyuman tipis. Ada sedikit kebahagiaan di kedua mata anak itu.
"Dia akan datang kesini."
Hawa musim dingin sekarang hampir menghilang, pohon-pohon di Citadel terlihat mulai menghangatkan diri mereka dan kuncup-kuncup bunga sebentar lagi akan mekar dengan -sisa salju masih menempel di tanah, tetapi matahari sedikit lagi akan membereskannya. Karena musim semi dambaan mereka akan menyelimuti markas besar ini. Aroma bunga sakura dan tanaman yang lainnya akan bersatu membawa perasaan duka dan cita tentang musim berkah itu.
Firasat gadis itu perlahan melembut dengan tenang memberitahukan. Walau agak lama sedikit memberitahuka, setidaknya pasti akan datang setelah badai datang.
"Siapa?..." Ia merasakan dadanya agak menyesak tetapi berangsur-angsur mulai lega karena sesuatu.
"Aruji-sama, Apa kau merasa sakit?" Honebami tiba-tiba sudah berada di dekatnya, mengelus dahinya. Dia mungkin saja terkena demam dan anak itu sekarang khawatir pada tuannya.
Yui yang blank sebentar segera tersadar karena hangat tangan anak itu.
"Tidak, aku sehat-sehat saja Honebami, tenanglah dan percayalah." Senyum sejuk sang saniwa telah meyakinkan Honebami bahwa ia sehat.
Matahari telah berada di atas kepalanya, gadis berbalut haori itu sekarang sedang sibuk-sibuknya mengutak-atik laptop di depannya. Memantau pergerakan para pasukan pengubah sejarah adalah hal yang tidak mudah. Makhluk-makhluk jahat itu bisa saja muncul kapan saja pada saat yang tidak tepat. Itulah mengapa dirinya terkadang tak ada waktu luang untuk bersantai. Untunglah fisik dan staminanya masih bisa bersahabat dengan pekerjaannya ini.
"Dapat! Daerah ini tujuan mereka, tahun... Bulan... Insiden..." Ia melihat informasi dari layar hologram yang dimunculkan laptopnya. Gadis itu lalu mengambil buku yang tebal dan membuka lembaran kertas yang kosong. Ia menuliskan semua misi itu dalam lembar itu. Setelah selesai tertulis ia akan langsung memberikan bukunya pada Hasebe untuk mengumumkannya kepada para pedang.
Tetapi, beberapa saat memberikan buku itu kepada Hasebe ada sedikit perasaan yang mengganjal untuk melakukan misi tersebut. Tapi Yui mengabaikan hal itu dan tidak berubah pikiran sama sekali. Itu hanyalah hal kecil yang sedikit mengusik hatinya, tidak akan terjadi sesuatu yang besar nantinya.
"Siap jalankan misi, Aruji-sama!" Ia menggeser pintu ruang kerja sang saniwa.
"Mohon bantuannya.."Gadis itu menatap bayangnya dari luar dan pemuda itu beranjak pergi.
Yui menghela napas dan merebahkan tubuhnya di atas tatami.
"Akh, syukurlah sinyalnya kuat, aku berhasil menemukannya." Ia menunduk lelah, gadis itu memutuskan untuk beristirahat sejenak. Ia meraih bantal kecil yang berada di sampingnya dan memeluknya.
"Setengah jam saja, biarkan mataku beristirahat dulu." Dalam posisi duduk dan memeluk bantal, itu sudah cukup nyaman untuknya.
Suara kecil tidurnya tidak lama kemudian muncul. Yui sekarang bermimpi domba-domba kecil bertumpuk dekatnya. Bulu-bulu domba itu makin menghanyutkannya dan membuatnya semakin tenggelam dalam kenyamanan. Ia tak merasa sesak ataupun tertekan oleh sesuatu, namun dirinya merasakan kesendirian dalam mimpi itu perlahan-lahan.
Ternyata lautan memori telah menelannya ke tempat terdalam dan sekarang ia tak bisa bergerak.
"Tuan Pedang, apa kau ada di dalam?..."
Di sisi waktu yang berbeda, para pedang yang menjalankan misi saat itu bertarung mati-matian menghadapi para pengubah sejarah yang tiba-tiba lebih kuat. Serangan dan pertahanan para Jikansokougun itu meningkat jauh. Ini bukan yang diprediksikan mereka sebelum pertarungan itu mulai. Rencana A, B, dan C mereka tak menghancurkan mereka, namun merekalah yang hampir terdesak untuk hancur.
"ARGH!..." Yamato no Kami Yasusada terhempas ke tanah, ia masih tersadar dan memegang erat pedangnya dengan kuat. Keadaannya sekarang kurang baik, ada satu luka di bahu dan perutnya.
Kashuu Kiyomitsu yang melihat saudara pedangnya terluka segera mendatanginya. Musuh mereka tak banyak, tetapi kekuatan mereka sangat kuat. Lelaki bermata merah tajam yang biasanya dapat mensupport anggota timnya sekarang malah kewalahan menghadapi mereka.
Honebami dan Yagen segera melindungi Yasusada dari serangan selanjutnya, sementara sang kapten, Tsurumaru Kuninaga harus menahan musuh lainnya di dekat Yasusada.
"Bertahanlah Yasusada! Kuatkan dirimu!" Kashuu segera membantu Yasusada berdiri, mukanya sangat pucat karena banyak darah keluar. Tak bisa lama berdiri, Kashu langsung menggendong Yasusada di punggungnya.
Tsurumaru melihat kondisi Yasusada segera memerintahkan timnya untuk mundur terlebih dahulu menghadapi mereka.
"Semuanya mundur! Masuk ke dalam hutan sekarang!" Pemuda bersurai putih itu memimpin jalan dan setelahnya diikuti Yagen, Honebami dan Kashu yang membawa Yasusada berwajah pucat.
.
.
.
Mereka pun bersembunyi di suatu gua dalam hutan, Honebami dan Yagen mengurus luka Yasusada yang parah. Sementara Tsurumaru dan Kashuu berjagaan di depan mulut gua.
"Kenapa mereka bisa sekuat ini?" Kashuu mendengus kesal, ia merasa begitu tak berdaya melihat Yasusada yang banyak terluka.
Tsurumaru menatap Kashuu yang sangat emosi. Pemuda berpakaian putih itu berusaha menenangkanya.
"Tenanglah Kashuu, kita harus berkepala dingin sekarang. Bukan hanya Yasusada yang merasakan sakitnya, Honebami dan Yagen pun juga." Ia menepuk pundak pedang mantan Okita Souji sambil melihat ke arah kedua anak Toushirou itu. Memar di lutut Yagen dan luka sayatan kecil di lengan Honebami cukup banyak. Wajah mereka yang telah lelah tak melenyapkan semangat mereka untuk berjuang melawan para iblis itu.
Kashuu ikut melihat ke arah mereka, " Tsurumaru, apakah lebih baik kita pulang saja?" Lelaki bersurai hitam itu mulai menyerah dengan keadaan mereka sekarang.
Tsurumaru menggelengkan kepalanya, dia tidak setuju karena itu bukanlah solusinya sekarang.
"Meminta bantuan?" Kashuu mulai tak sabar.
"Kashuu, alat komunikasi telah hancur saat melawan mereka tadi."
"Terus bagaimana? Kita harus apa? Menunggu mereka datang lalu menghabisi kita?" Nada suara lelaki bermata merah itu telah menyiratkan ketakutannya. Tsurumaru telah menyuruhnya untuk tenang, tetapi ia tak bisa mengontrol dirinya. Kashuu tak takut dirinya harus hancur, ia rela berkorban demi mereka. Apalagi saudaranya Yasusada yang sekarang harus ditangani lebih lanjut soal lukanya.
Kapten timnya menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. Ia berusaha menahan amarah yang bergejolak di hatinya. Tsurumaru tak bisa ikut terbawa perasaan Kashuu yang waktu itu tak terkendali.
"Mereka pasti menyelamatkan kita, Aruji-sama pasti tahu hal ini.."
Tangannya yang juga penuh sayatan luka menepuk-nepuk kepala Kashuu, ia tersenyum tegar. Inilah tugas mereka, menjaga sejarah tetap berada di jalan sesungguhnya. Melakukan itu bukanlah hal mudah terkadang. Mengorbankan nyawa mereka memang bisa menjadi takdir yang agak tragis akhirnya. Tetapi tak apa-apa, semua ini ada artinya, semua ini untuk Aruji-sama semata. Terkadang ada sesuatu yang tak bisa ikut selamat dari badai besar.
Honebami dan Yagen menunduk dan menunggu dengan penuh harapan. Dalam hati mereka, Aruji-sama selamatkanlah kami, datanglah! Kami memerlukanmu..
"Ugh.." Yui terbaring lemah di futtonnya, di sampingnya ada Gokotai dan harimau-harimaunya menemaninya. Wajah anak kecil itu sangat sedih dan khawatir akan demam tuannya yang tak turun-turun dari tadi siang. Para anak Toushirou telah memberikan obat racikan Yagen kepada sang saniwa yang sakit. Tetapi, matahari mulai ingin terbenam dan Yui masih bertarung melawan demamnya.
"Aruji-sama bertahanlah." Gokotai memegangi tangan tuannya yang sangat dingin. Berharap Yagen dan timnya segera menyelesaikan misi dan kembali ke Citadel.
Sementara itu Hasebe dan Shokudaikiri dalam ruang RNG sedang berdebat mencari solusi menjemput tim dalam misi itu. Karena mereka sekarang sangat memerlukan Yagen untuk menyembuhkan Aruji-sama yang sedang demam aneh.
"Kau tak bisa memutuskannya seperti itu." Manusia pedang Uchigatana itu tak setuju.
"Hasebe percayalah padaku, aku dan ookurikara akan menjemput mereka." Pemuda mantan pedang Date Masamune itu tak biasanya serius. Tapi Aruji-sama benar-benar harus segera ditolong.
"Tapi kau tidak tahu medan pertempuran disana! Insiden Eiroku bukanlah waktu yang pernah kau lewati! Itulah mengapa Honebami menjalankan misi itu, karena dia yang pernah menjalani insiden itu." Hasebe menolak dan frustasi menghadapi situasi ini.
Shokudaikiri tetap ingin kepergiannya untuk menjemput Yagen dan timnya diizinkan oleh pemuda berambut coklat itu. Sayangnya Hasebe tak berpikir jernih waktu itu dan dia tetap kukuh menolak rencana itu.
"Hasebe!"
"Tidak Shokudaikiri! Ini sama saja kau bunuh diri disana!"
"Tapi-"
"Tolong mengertilah perasaan Aruji-sama jika kau pergi, dia akan semakin sakit.." Hasebe memohon kepadanya agar tenang dan bertahan di posisinya.
Ia memijat-mijat dahinya dan berusaha tenang mencari solusi.
"Seandainya saja ada Mikazuki Munechika." Ia bergumam.
"Mikazuki?" Sebuah nama yang terkenal tetapi pemuda berpetutup mata itu kurang tahu sosok pedang itu.
Whoooussshh
Tiba-tiba angin kencang menabrak tubuh mereka, Shokudaikiri dan Hasebe terkejut dan langsung terjatuh. Sepertinya mereka terlalu lama berdebat sampai tak tahu-menahu ada pedang baru yang telah datang. Layar hologram di samping mereka menunjukan statistik pedang, sebuah tachi telah datang.
"Aruji-sama, Aku Mikazuki Munechika, telah datang untuk melayanimu. Biarkanlah kekuatanku membawa kemenangan untukmu." Seorang pria berpakaian furisode biru malam dengan ikat pinggang emas muncul di hadapan mereka. Bola matanya sangatlah unik dan cantik, pedang ia bawa pun berbeda dari yang lainnya. Hawa keberadaannya sangatlah kuat, membuat Hasebe dan Shokudaikiri tercengang melihatnya.
Mikazuki masih dalam keadaan berlutut dan menunggu respon tuan barunya. Tetapi beberapa menit terdiam berlutut, pria dengan hiasan rumbai-rumbai kuning itu merasa kesemutan.
"Maafkanlah hamba, tapi kaki saya kesemutan. Bolehkah saya berdiri?"
Hasebe dan Shokudaikiri yang blank beberapa saat segera tersadar.
"Ouh! Berdirilah kau! Ini memalukan! Aruji-sama sedang sakit! Kau harus menjemput Yagen disana! Shokudaikiri arahkan jalan menuju portalnya! Lakukan sekarang!" Hasebe tanpa memperkenalkan diri langsung memerintahkannya pergi, seperti tamu yang baru datang langsung diusir.
"Heh kemana ?" Mikazuki yang baru sampai kebingungan, tanpa basa basi lagi. Shokudaikiri mendorongnya keluar dari ruang RNG.
"Mikazuki-san kami memerlukan bantuanmu sekarang, jemputlah tim kita sekarang. Mereka berada di insiden Eiroku." Shokudaikiri menjelaskan intinya saja. Respon Mikazuki adalah tawa kecilnya.
"Ouh, hahaha, begitu. Baiklah, marilah pedang tua ini berkelana lagi kesana, hahaha." Sepertinya ia merasa biasa-biasa saja menghadapi situasi itu.
Perang telah pecah waktu itu, para touken danshi menyerang sekali lagi dan berharap para pengubah sejarah itu akan dikalahkan oleh mereka. Perban-perban yang menempel di tubuh mereka adalah bukti bahwa pertarungan kedua mungkin akan lebih mengancam nyawa. Tsurumaru dan Kiyomitsu telah siap, tinggal menunggu Yagen yang mempersiapkan senjata lain. Honebami tetap berada di gua menjaga Yasusada yang tertidur karena pengaruh obat-obatan.
"Honebami, jagalah Yasusada." Kiyomitsu berpesan pada si surai ungu muda pucat itu. Honebami menganggguk, "berhati-hatilah Kashuu.."
Yagen telah siap, mereka bertiga keluar dari gua dan pergi berjalan menuju insiden itu.
"Ini mungkin kesempatan terakhir kita, setelah itu tidak ada lagi.." Tsurumaru berada di depan memimpin jalan. Yagen dan Kashuu mengikuti di belakang.
"Hmm.. Tak apalah, masih ada kemungkinan kita pasti menang." Yagen sedikit memunculkan kepercayaan dirinya agar suasana diantara mereka tak berat.
Lelaki bersyal merah itu tersenyum tipis mendengarnya.
"Yah, kemungkinan..."
.
.
.
Mereka berada satu kilometer dari insiden Eiroku, ketiga touken danshi itu telah siap menghadapi musuhnya lagi. Wajah-wajah mereka serius dan waspada. Salah langkah maka habislah mereka semua.
"Ini rencana terakhir, ingatlah." Tsurumaru berjaga di kanan Kashuu, terlihat fokus ke depan.
"Sungguh beruntung mereka belum sampai sini.." Yagen menengok ke kanan dan kiri.
"Iya, beruntung sekali.."Kashuu memegang erat pedangnya dan bersumpah akan menghabisi para iblis-iblis itu.
Beberapa menit kemudian, suara prajurit berlari datang ke arah mereka. Para Jikansokougun yang sebelumnya sedikit, sekarang bertambah banyak. Semuanya kelihatan kuat dan besar, para touken danshi yang akan menghadapinya tertegun.
"Aku suka banyak musuh, tetapi sepertinya aku harus lebih serius." Tsurumaru hanya bisa tertawa, dia merasa kalau perjuangannya akan berakhir disini. Kashuu yang mendengarnya marah.
"Berhentilah bercanda! Saatnya berjuang habis-habisan!" Kashuu tak peduli jika ini mustahil untuk menang, setidaknya Yasusada aman bersama Honebami.
CLANG, CLANG
Dengan semangat yang membara mereka berusaha menghalang musuh untuk mengubah insiden. Kashuu mengayunkan pedangnya kepada musuh sangat agresif, gerakannya lebih lincah dan bertenaga. Sang kapten tak mau kalah, ia mengeluarkan kemampuan yang hebat juga. Si anak Toushirou yang bersama mereka menahan musuh yang lain, ini membuat perlawanan mereka lebih efektif.
Satu musuh tumbang dan yang kedua telah dihancurkan Kashuu. Musuh kedua telah dijatuhkan Tsurumaru. Selanjutnya, musuh-musuh yang lain akan dibasmi mereka. Semuanya pasti akan baik-baik saja, asalkan mereka berjuang keras. Pertarungan mereka lebih berhasil dari sebelumnya, keajaiban tiba-tiba saja datang pada mereka. Tetapi ini bukanlah saatnya untuk lengah.
"ARUJI-SAMA! KAMI AKAN MENANG!" Kashuu berteriak sambil mengayunkan pedangnya pada musuh-musuhnya. Tiada ampun untuk para pengubah sejarah yang telah menyakiti saudaranya. Lelaki bermanik merah tajam yang biasanya anggun itu, sekarang berubah menjadi lebih gesit dan lincah. Emosi di dadanya bergejolak, rasa tenang dalam hatinya telah hilang.
Tsurumaru yang sekilas melihatnya segera berteriak kepadanya agar berhati-hati.
"Berhati-hatilah Kashuu! Jangan sampai goyah!" Tsurumaru tetap fokus bertarung sambil mengawasi pemilik surai hitam itu. Ia takut teman seperjuangannya itu salah langkah dan akhirnya terluka parah.
Sayangnya, Kashuu tak menghiraukan teriakan kaptennya, ia tetap mengayunkan pedangnya dengan emosi dan kebencian. Para musuh mulai mengelilinginya karna ia dalam posisi lemah. Sosok prajurit pengubah sejarah berada di belakang Kashuu, Yagen telah disibukkan musuh lain sekilas melihat hal itu. Ia tidak bisa meninggalkan posisinya karna telah tertahan prajurit lainnya.
"Kashuu! Dibelakangmu!" Yagen berteriak sekeras mungkin padanya agar ia cepat menghindar. Sayangnya, pemuda itu dalam posisi tak seimbang dan terjatuh, ayunan pedang itu akan membuatnya tak berteriak lagi.
"TIDAK!" Tsurumaru berteriak putus asa melihat Kiyomitsu yang akan berlumuran darah.
"Ukh!" Pemuda yang jatuh itu menutup matanya, ia tak pernah tahu inilah akhirnya.
.
.
.
CLANG, CLANG, CLANG
Tepat pada waktunya, furisode biru malamnya berkibar dengan indah bersama ayunan pedangnya. Ia menangkis serangan musuh dengan cepat dan menghancurkan mereka seketika. Mata beriris biru berpadu kuning itu terlihat tajam dan menawan. Dalam beberapa detik, ia telah melumpuhkan semua musuh.
Kashuu terduduk menyaksikan kehebatan pedang tua itu. Ia lupa berdiri setelah semuanya usai. Mikazuki yang melihatnya, segera mengulurkan tangan untuk membantunya. Senyum sehangat cahaya bulan itu terpasang di wajahnya.
"Perkenalkan, namaku Mikazuki Munechika, aku adalah salah satu lima pedang teragung di negeri ini. Aku lahir pada akhir abad ke-11, yah.. Kau bisa bilang aku ini adalah seorang jiji yang masih kuat sekarang, senang bertemu denganmu." Ia berjabat tangan dengan Kashuu terlebih dahulu dan setelah itu membantunya berdiri.
"U-uh.. Salam kenal, namaku Kashuu Kiyomitsu." Kashuu berbalik memperkenalkan dirinya pada Mikazuki.
"Hahaha, baiklah. Apakah cuman kalian bertiga disini?" Pria awet muda itu bertanya pada mereka. Tsurumaru sang kapten menjawab pertanyaan.
"Tim kami beranggotakan lima, sisanya berada dalam gua yang berada di hutan."
Mikazuki melihat ke arah Tsurumaru dan ia tersenyum juga padanya. Beliau sangat murah senyum.
"Kalau begitu, mari kita jemput mereka."
Akhirnya misi itu telah terselesaikan dengan bantuan Mikazuki dan mereka pulang dengan alat penghubung portal.
Hari telah malam, para touken danshi yang terluka segera memulihkan diri mereka di ruang pengobatan. Yasusada akan memakan waktu lebih lama untuk sembuh, karena racun pedang dari prajurit Jikansokougun masih menempel di tubuhnya. Sedangkan Tsurumaru, Kashuu, Honebami dan Yagen hanya butuh beberapa jam saja di ruang pengobatan.
Setelah menyembuhkan lukanya, Yagen dan Honebami langsung menuju kamar sang saniwa yang sakit. Sementara Tsurumaru dan Kashuu terlebih dahulu melaporkan misi kepada Hasebe. Bukannya tak mementingkan tuan mereka, tetapi mereka berdua yakin tuan mereka pasti baik-baik saja.
Srett..
"Permisi." Honebami membuka pintu dan masuk, diikuti dari belakang oleh Yagen yang telah membawa obat-obatan. Midare yang sekarang gilirannya menjaga Yui menyambut kedatangan mereka. Tidak ceria seperti biasanya, mata anak laki-laki manis itu sekarang bengkak karena menangis. Ia sangat takut dan khawatir membayangkan jika gadis muda itu tak bangun lagi.
"Selamat datang Yagen, Honebami. Syukurlah kalian datang." Midare melihat ke arah mereka sambil memegangi tangan gadis yang sakit itu. Kakak-kakaknya yang lebih tua menepuk kepalanya karena bangga.
"Terima kasih Midare, kau sekarang beristirahatlah." Kata Yagen sambil memeriksa keadaan tubuhnya. Yui sangat berkeringat dan suhu badannya masih tinggi. Midare yang melihatnya, tidak bisa menahan rasa sedihnya. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya kenapa Aruji-sama harus sakit sekeras ini.
"Hh-huh,hh-huh,Hh-huh." Sang saniwa yang masih demam tiba-tiba saja sesak napas. Yagen segera memposisikan tuannya dalam keadaan setengah duduk.
"Aruji-sama.. Hiks." Anak bersurai pirang itu sangat khawatir sampai ingin menangis lagi, Honebami menenangkannya. Ia tahu betapa pentingnya keberadaan Aruji-sama bagi mereka.
"Kau beristirahatlah, tenanglah Midare. Aruji-sama akan baik-baik saja." Ia mengelus-elus rambutnya adiknya yang panjang. Seketika Midare merasa sedikit tenang, ia tersenyum. Dia tidak bisa cengeng dalam keadaan seperti ini.
"Baiklah, aku akan beristirahat. Yagen lakukanlah yang terbaik agar Aruji-sama sembuh! Honebami jagalah Aruji-sama!" Anak itu berusaha ceria untuk mereka, ia lalu berizin keluar dan segera beristirahat. Sekarang kedua anak Toushirou itu menangani keadaan Yui yang tak membaik-baik.
Sudah seminggu dan keadaan gadis cantik itu sama sekali membaik, suhu badannya masih tinggi dan dia sering sekali batuk-batukan. Untuk makan saja dia terlalu lemah untuk memegang sendok. Itulah mengapa sekarang Shokudaikiri rajin menyuapinya tiga kali sehari, terkadang juga digantikan oleh Hasebe.
Sementara para touken danshi yang lainnya punya tugas masing-masing di Citadel setiap harinya. Mereka juga sangat sedih dan khawatir, beberapa diantara mereka terkadang menjenguknya. Samonji bersaudara menyempatkan waktu untuk tuannya dan membawa beraneka ragam bunga dari taman. Musim semi telah datang tiga hari yang lalu, seharusnya mereka melewati hari pertama dengan momen kebahagiaan. Sayangnya, tuan mereka sangat sakit dan tidak ada perayaan kecil-kecilan untuk menyambut hari pertama musim berkah itu.
Mikazuki, pedang tachi yang telah seminggu tinggal di Citadel. Merasakan kesedihan teman-teman barunya, pria bersurai biru malam itu ikut juga merasakan perasaan mereka. Tetapi, karena ia lebih tua, ia sangat paham mengatasi hal ini. Terkadang karena mereka lebih muda, itu membuat mereka lebih bersemangat dan tak sabaran. Tapi bagi Mikazuki itu tidak apa-apa, justru itu membuat mereka tumbuh dewasa setiap harinya.
Ia terkadang mendengar adik-adik Yagen berdebat kecil karena tuan mereka tak sembuh-sembuh. Yasusada yang telah sembuh dari luka beratnya, lebih suka menjenguk Yui yang masih terbaring lemah daripada mengerjakan pekerjaan rumah. Itu mengapa Kashuu harus menyeret-nyeretnya keluar dari kamar sang Saniwa.
Sementara itu Hasebe berusaha menyelesaikan tugas tuannya yang mulai menumpuk.
Memikirkan semua itu, pedang bersimbol bulan sabit itu merasa lega untuknya. Mengingat dulu betapa hidupnya tersiksa karena kutukan itu. Pada akhirnya gadis itu bisa punya tempat tinggal bersama orang yang disayanginya.
"Kau sungguh beruntung, Nona kecil." Mikazuki tersenyum kecil dan menyesap tehnya perlahan-lahan. Dia tahu betul semuanya akan baik-baik saja, hanya perlu bersabar saja.
"Hei, bolehkah aku ikut minum teh juga?" Kogitsunemaru tiba-tiba datang dari samping pemilik surai biru malam itu. Mikazuki mengiyakan dan mempersilahkannya duduk.
Pria berambut panjang putih itu langsung duduk, Mikazuki menuangkan satu gelas teh dan memberikannya pada temannya itu.
"Silahkan."
"Terima kasih!"
Mereka mengobrol cukup lama, mungkin karena mereka sama-sama tua. Waktu cepat sekali hilang dan itulah yang dirasakan Mikazuki saat itu. Kebahagiaan itu tidaklah lama, tetapi akan bertahan lama jika selalu diingat.
"Hmm.." Mikazuki seperti teringat sesuatu dan ia langsung beranjak berdiri.
"Ada apa? Apa kau ada kerjaan?" Kogitsunemaru bertanya, ia masih menikmati teh di siang hari itu.
"Tidak, kerjaku telah selesai tadi pagi. Sekarang aku ingin pergi ke suatu tempat. Tolong sampaikan izinku pada Hasebe." Senyum pedang tua itu memberikan kesan misterius, tetapi Kogitsunemaru tak mempermasalahkannya.
"Okelah kalau begitu, jangan pulang terlalu malam." Ia memberikan jempol dan melihat Mikazuki pergi.
Bulan di atas langit malam itu sangatlah indah, para touken danshi telah tertidur nyenyak di tempat tidur mereka masing-masing. Bahkan yang lebih tua juga telah tertidur seperti Hasebe, Kogitsunemaru, Nikkari aoe, Tonbokiri, dan Oodenta Mitsuyo. Markas besar itu tak biasanya sunyi, seharusnya setiap malam ada yang tak bisa terjaga atau tidak bisa tidur. Tetapi untuk hari ini, mereka seperti baru saja diberi ramuan tidur dan para pedang berbentuk manusia itu semuanya masuk dalam dunia mimpi.
Sementara itu, Yui di dalam kamarnya tiba-tiba saja terbangun. Beberapa hari ini ia hanya bisa berbaring saja, tetapi untuk malam ini ia bisa mendudukkan dirinya di atas kasur.
"Ugh.." Ia memegang kepalanya yang pusing dan ia merasakan suhu tubuhnya masih tinggi. Rambutnya sekarang terurai agak sedikit berantakan dan wajahnya kelihatan pucat tak segar. Dari kamar jendelanya, ia melihat bulan sekarang dalam fase sabit. Gadis itu termenung melihat langit malam yang tenang itu.
"Apa yang terjadi padaku?" Ia bertanya dalam hati kecilnya. Sungguh jarang untuk dirinya tiba-tiba sakit seperti ini. Dia makan teratur, beraktivitas, dan beristirahat cukup. Tetapi kenapa ia bisa sangat sakit.
Duk,Duk, Duk
"Permisi, bolehkah saya masuk?" Yui terkejut ada yang mendatanginya tengah malam ini, ia terdiam sebentar melihat sosok bayangannya dari luar. Sepertinya bukan Hasebe, Kashuu, Yasusada, ataupun Shokudaikiri.
Tetapi sang saniwa tak terlalu banyak berpikir dan mempersilahkannya masuk.
"Masuk." Ia menoleh ke arah pintu dan melihat siapa yang membukanya. Seorang pria bersurai biru malam masuk ke dalam kamarnya. Ia memakai jinbei biru dan slayer kuning terikat di kepalanya. Kedua tangannya membawa keranjang besar.
"Mikazuki?." Gadis itu terkejut melihat pria yang kalem itu menjenguknya.
"Nona kecil, bagaimana kabarmu?" Mikazuki bertanya pada Yui dengan suara yang agak pelan, ia tak ingin merusak ketenangan malam itu. Ia duduk di sampingnya dan lalu memegang kening nya.
Yui merasa pipinya memerah saat wajah Mikazuki mendekat. Ia merasa gugup dan mengalihkan matanya ke arah lain.
"Aku masih sakit tetapi masih bisa duduk." Gadis itu menundukkan wajahnya sedikit, agar orang yang berbicara dengannya sekarang tak melihatnya blushing. Mikazuki tersenyum lega, ia lalu membuka keranjang besar yang dibawanya. Tidak disangka bahwa isinya buah-buah persik yang matang.
Mata Yui membulat dan senang karena itu buah favoritnya.
"Nona kecil, maukah kau memakan buah persik ini?" Senyum Mikazuki membuat gadis itu luluh hatinya untuk memakan buah persik itu. Sebelumnya ia berpikir untuk menyimpannya nanti, tetapi sepertinya ia merasa harus memakannya sekarang.
"Baiklah, terima kasih Mikazuki. Aku mau makan satu dulu." Tangan Yui mengambil buah persik itu dan langsung memakannya. Rasanya manis asam dan gadis itu sangat menyukainya. Seketika ia merasa terbang karena terlalu senang menikmati buah berwarna pink ini.
"Nona.." Mikazuki merapikan rambut yang ada di wajahnya, ibu jari dan telunjuknya menyentuh telinganya. Seketika Yui merasa agak geli dan malu, ia lupa betapa berantakan dirinya.
"Bolehkah aku menyisir rambutmu?" Pemilik surai biru malam itu menawarkan sesuatu lagi padanya.
"Heh?" Yui terkejut.
Lelaki itu sekilas memandang sisir yang ada di samping gadis itu, sepertinya ia ingin membantu merapikan rambutnya yang berantakan. Tetapi tuan barunya mungkin tak suka tawaran itu.
"Hahaha, maaf. Kalau kau tidak mau—"
"A-Ak-Aku mau disisir!"
Gadis itu langsung menutup mulutnya. Ia berbicara sedikit agak keras. Tetapi bodohnya lagi, ia mau menerima tawaran itu. Dia seperti kehilangan otaknya saja.
Mata Mikazuki membulat, ia agak sedikit terkejut.
"Boleh?"
Yui menatap pedang tua itu sebentar, ia berpikir kurang baik kalau sudah menerima tawaran seseorang lalu menolaknya lagi. Mau bagaimana lagi..
"Iya, tolong sisir rambutku."
Mikazuki tersenyum dan mengambil sisirnya, ia berpindah di belakangnya. Gadis berambut panjang itu berusaha menghilangkan gugup dengan cara memakan buah persik pemberian lelaki itu.
Suasananya menjadi hening dan lelaki bermanik biru berpadu kuning itu menyisir rambutnya dengan lembut. Sentuhan tangannya membuat jantung gadis itu berdebar-debar. Tapi hebatnya, Mikazuki sangat terampil melakukannya. Dia tidak menarik sisirnya terlalu kencang dan Yui merasa agak mengantuk. Debaran jantungnya yang tadi cepat sekarang mulai berjalan tenang.
Beberapa menit kemudian, buah persik di tangan Yui terjatuh. Mikazuki yang melihatnya terkejut.
"Nona!" Mikazuki memanggil gadis itu dan memegangi bahunya. Ia mendekatkan telinganya ke wajah saniwa itu. Ia merasa tidak mungkin buah persik itu beracun. Wajah lelaki itu berubah dari kalem menjadi khawatir. Perasaannya sekarang seperti baru saja tersambar petir.
"Hmm.. Zzzz.." Ternyata ia masih bernapas, gadis itu tertidur bersandar ke tubuhnya. Mikazuki terdiam dan beberapa detik kemudian suara tawa keluar dari mulutnya.
"Hahaha, Nona kecilku kau membuatku takut saja, hahaha." Ia tertawa kecil dan lalu memeluknya. Dia mulai berpikir sejak kapan perempuan kecil ini mendapatkan hatinya.
"Dulu kau masih kecil dan tak berdaya..." Mikazuki mengelus pipinya dengan lembut. Ia memandang wajah gadis itu penuh dengan kasih.
"Tetapi. Sekarang.." Ia menyibak poni Yui dan mengelus dahinya. Ia merasa hatinya saat ini penuh dengan kebahagiaan hanya berdua dengannya.
Bagaimana ia bisa lupa dengan gadis kecil yang sering menemani kesendiriaannya dulu.
"... Kau cantik bagaikan bunga sakura yang baru saja mekar.."
Lelaki itu kemudian perlahan mendekati wajahnya dan dengan lembut mencium dahi Yui. Kemudian kedua tangannya perlahan-lahan membaringkannya lagi di atas futton.
"Selamat tidur Nona kecilku~"
~Continue Chapter 2~
