The Infinite Possibility of Us

Disclaimer: I Own Nothing

Kumpulan One Shot

AU

Naruhina and Multi Pairing

X

Second Chances

Naruto terbangun di kamarnya. Kepalanya pening. Tentu saja ia sakit kepala, semalam ia baru saja berpesta pora bersma teman-temannya. Ia menatap langit-langit yang dipenuhi dengan poster-poster band dan musisi rock. Naruto menghela nafas panjang dan mengusap wajahnya. Di samping tempat tidurnya, ada meja nakas kecil dan jam digital yang menunjukkan pukul setengah tujuh. Naruto menatap jam itu lekat-lekat dan teringat bahwa di sebelahnya dulu ada foto dirinya dan kekasihnya. Mantan kekasih lebih tepatnya. Tidak ingin berlama-lama mengingat hal itu, Naruto mengambil handuk yang tergantung di leher kursi dan bergegas ke kamar mandi. Setelah mandi, ia menatap dirinya di cermin. Ia tampak buruk pikirnya. Kantung matanya bertambah tebal. Seharusnya ia tidak terhasut ajakan Sasuke semalam. Ia memang bodoh. Naruto membuka kabinet obat di kamar mandinya, mencari pil pereda sakit kepala dan segera menegaknya. Ia segera berpakaian dan bersiap-siap untuk ke kantor. Ia bekerja di salah satu studio animasi terbesar di Konoha. Karena hal itu, ia tidak harus mengenakan pakaian formal ke kantor, jeans, jaket, kaos, dan sneaker saja sudah cukup. Naruto membuka lemari es di apartemenya dan tidak menemukan makanan yang layak di konsumsi. Ia kembali menutupnya dan meraih pisang yang ada di atas meja makan. Naruto pun meraih tas ranselnya yang sedang duduk manis di atas sofa dan menuju pintu keluar.

Ia berjalan mengikuti arus penduduk Konoha yang pagi itu juga terburu-buru dan menjalani aktivitasnya. Naruto memasukkan kedua tangannya di dalam jaket dan berjalan sambil mendengarkan music melalui earphone. Membuat pagi itu hanya dia tanpa orang-orang disekelilingnya. Ia menunggu bus di halte dan mengikuti orang-orang masuk saat bus itu datang. Ia berdiri di antara sekumpulan orang. Ia menunduk memperhatikan sepatunya lalu menarik beanie yang ia kenakan lebih ke bawah lagi. Saat bus itu berhenti, Naruto mengikuti orang-orang yang juga keluar dari bus. Ia pun kembali berjalan. Hanya ada dirinya dan musiknya. Ia terus berjalan sampai ia tersadar bahawa tidak jauh dari tempatnya berada ialah café tempat dirinya dan mantan kekasihnya dulu sering bertemu. Tidak ingin melewati tempat itu, Ia memutar arah dan memilih jalan lain ke kantor. Ia terus berjalan tanpa memerhatikan jalan. Tiba-tiba yang hanya ia ketahui adalah suara benturan keras dan jeritan seorang perempuan. Lalu semuanya putih.

-x-x-x-x-x-x-

Ia merasa sangat nyaman. Kasur yang ia rebahi sangat empuk dan lembut. Baunya juga harum, seperti wangi buah-buahan. Ia sangat suka itu. Naruto membuka matanya perlahan dan menyadari ia tidak berada di apartemennya. Namun, di suatu tempat yang jauh lebih familiar. Ia pun bertanya-tanya, sudah hampir dua tahun ia tidak ke tempat ini. Apa yang ia lakukan di tempat ini? Apa yang terjadi semalam? Sungguh ingatannya sangat buram. Ia lalu mencubit keras tangannya mencoba apakah ia bermimpi atau tidak. Yang ada hanya rasa sakit yang ia rasakan.

Naruto lalu bergegas mencari barang-barangnya yang tercecer di kamar itu, ingin cepat-cepat pergi. Atau lebih tepatnya kabur. Secara sangat hati-hati ia melangkah dan membuka pintu. Ia mendengar suara perempuan yang sedang bersenandung. Aroma roti bakar dan telur dadar juga memenuhi indera penciumannya. Dengan sangat hati-hati ia berjalan ke luar kamar. Namun, nasib sedang tidak berpihak padanya, perempuan itu berbalik dan meletakkan piring di meja. Ia pun melihat Naruto yang sedang mencoba keluar.

"Hei," ujarnya ceria "Kau sudah mau ke mana? Tidak mau sarapan dulu?" tanyanya sambil menambahkan piring di atas meja makan.

Ini sungguh aneh. Tidak mungkin perempuan itu menyapanya dengan sebaik ini. Maksudnya tidak lagi.

"Aku harus cepat-cepat ke kantor," ujarnya gugup dan berbohong. Wanita itu lalu menunjukkan wajah kecewa.

"Benarkah? Bukannya katamu semalam kau sedang libur?"

Ah sial, ia sungguh tidak bisa berbohong dengan perempuan ini. Ia pernah berbohong dan itu berakhir buruk. Sangat buruk. Naruto pun dengan canggung menuju meja makan. Perempuan itu lalu menunjukkan senyuman yang sangat ia rindukan. Sejujurnya ia sangat bingung apa yang terjadi, tidak mungkin kan mantan kekasihnya ini mendadak baik. Meskipun begitu, jauh di lubuk hatinya ia juga menginginkan hal ini. Naruto lalu mengambil garpu dan mencicipi hidangan di hadapannya. Saat sendok pertama masuk ke mulutnya ia merasa sedang ada di surga. Ia merindukan masakan ini.

"Bagaimana? Enak" tanyanya lagi.

Naruto hanya bisa mengangguk dan terus menyuapi dirinya. Sudah lama ia tidak memakan masakan buatan rumah seperti ini. Paling ia selalu makan pesan antar dan makanan instan yang pastinya tidak sehat. Ia lalu menatap perempuan di depannya itu. Rambut panjangnya diikat berantakan. Ia mengenakan kaos berwarna putih yang kebesaran bersama celana pendek hitam. Ia sedang berkonsentrasi dengan manuskrip yang dipegangnya. Perasaan rindu pun mulai muncul di dalam dadanya. Tidak ujarnya dalam hati. Aku tidak boleh merasakan seperti ini. Naruto lalu beranjak dari meja meninggalkan santapan yang tidak dihabisinya itu. Ia bergegas menuju pintu depan dan mengundang rasa tanya dari perempuan itu.

"Naruto, kau mau ke mana!?" ujarnya panik.

Mengacuhkannya Naruto membuka gagang pintu dan meninggalkan perempuan itu. Ini untuk yang terbaik ujarnya. Tiba-tiba keadaan sekelilingnya menjadi hampa. Hanya ada ia dan kesunyian. Kakinya serasa terseret-seret oleh genangan hitam lengket yang sedang ia pijaki, seperti ter. Naruto berusaha lari, tapi ia malah terseret lebih jauh ke dalam genangan itu. Tiba-tiba saja seluruh tubuhnya terisap dan semua menghitam.

-x-x-x-x-x-x-

Serasa diseret oleh waktu, Naruto membuka matanya dan menemukan dirinya di sebuah bar. Bersama teman-temannya, Sasuke, Kiba, Sakura, Ino, dan Sai. Mereka sedang tertawa-tawa mendengar cerita aneh dari Kiba. Sudah lama ia tidak berada di situasi seperti ini, berkumpul bersama teman-temannya.

Di hadapannya ada segelas bir yang sudah habis setengah, ada pula kulit kacang yang tersebar di mana-mana. Sakura yang duduk di samping Naruto lalu bertanya apakah ada yang salah. Naruto hanya menggeleng. Ia merasa sungguh bingung. Perasaan baru saja ia berada di apartemen mantan kekasihnya, kenapa ia tiba-tiba berada di sini? Ia segera menegak bir yang ada dihadapannya dengan buru-buru.

"Hei, perlahan-lahan jagoan," ujar Sasuke dengan sedikit nada bercanda yang disambut dengan ocehan lain dari temannya.

Ino lalu menyuruh mereka semua diam "Oke, jadi teman kantorku sudah tiba di sini. Kalian semua," ujarnya sambil menunjuk orang di meja itu satu-satu "Bersikap normal," dengan itu Ino berdiri dari kursinya dan menjemput orang itu. Naruto merasa sangat familier dengan keadaannya sekarang. Mungkinkah? Tanyanya dalam hati. Hanya ada satu hal yang bisa memastikannya, sekitar semenit kemudian lagu dari Radiohead akan terputar bersamaan dengan itu perempuan yang duduk di dua meja dari mereka akan menampar Kiba. Naruto lalu mengawasi sekelilingnya. Semua masih sama. Kakashi si bartender masih bekerja di bar ini. Bekas hitam akibat api di dinding dekat tempat panahan juga masih ada. Naruto pun menghitung waktu. Dan benar lagu itu diputar dan Kiba ditampar. Oh Tuhan, ini sungguh aneh. Kenapa hal seperti ini bisa terjadi pikirnya dalam hati. Naruto lalu mengisi gelasnya dengan seceret bir dan menegaknya dengan cepat, yang tentu saja disambut oleh tawa teman-temannya.

"Bukankah kau berjanji tidak akan mabuk mala mini Naruto?" tanya Sai.

Naruto lalu menggeleng, "Tidak malam ini, kawan," ujarnya sambil kembali mengisi gelasnya. Teman-teman semejanya pun kembali tertawa. Kiba kembali ke meja mereka dan melap wajahnya yang basah dengan kertas tisu. Tidak lama kemudia Ino pun kembali masuk ke dalam bar. Di belakangnya ikut seseorang. Oh tidak, orang itu pikir Naruto. Ia merasa jantungnya berdegup dengan sangat keras. Ia kembali menegak bir di gelasnya.

Ino sudah ada di hadapan mereka semua dengan senyuman lebar di wajahnya. "Hai, perkenalkan ini Hinata," ujarnya sambil mempersilahkan perempuan itu duduk di tempatnya tadi. Ino lalu menarik kursi dan meletakannya di sampingnya.

"Hinata, itu Kiba, Sai, Sakura, Sasuke dan Naruto," ujar Ino menunjuk mereka satu per satu. Ia mendengar teman-temannya menyapa Hinata dengan hangat. Mereka semua lalu berbincang-bincang layaknya orang normal. Namun, tidak dengan Naruto. Ia dipenuhi dengan keringat dingin. Ia tidak bisa berada di sini lagi. Ia berdiri terburu-buru menuju pintu keluar seperti tadi. Teman-temannya hanya bisa memandangnya aneh. Saat berada di luar, layaknya yang ia alami tadi. Ia kembali menghilang.

-x-x-x-x-x-x-

Ia berada di kamarnya. Tapi ada yang aneh, kamarnya tidak pernah serapi ini. Ia lalu mengusap wajahnya. Tentu saja ia masih berada di lingkaran aneh itu. Naruto merasakan orang yang berbaring di sebelahnya bergerak terbangun. Ia kemudian bertatapan dengan mata itu. Mata yang sangat indah. Saat ini menatapnya dengan sangat polos. Rambut gelapnya tersebar berantakan, menambah aura seksi untuk perempuan itu.

"Kau tidak apa-apa?" tanyanya dengan suara serak.

"Ya, aku tidak apa-apa," ujar Naruto lalu berpaling. Tidak sanggup menatapnya lama-lama. Ia menatap langit-langit di kamarnya. Bertanya kapan semua ini bisa selesai. Ia kembali mengusap wajahnya. Ia kemudia merasa sepasang tangan kecil mengangkat tangannya dari wajahnya. Ia kembali dipertemukan dengan mata itu. Perempuan itu lalu menunduk dan mengecup bibirnya perlahan. Ia lalu memeluknya dan menyandarkan kepalanya di dada Naruto.

"Hina.."

Mulut Naruto lalu dihalangi oleh jemari kecil, memotong perkataannya "Tidak apa-apa, kalau kau mengalami mimpi buruk selalu tahu bahwa aku ada di sini. Tidurlah Naruto," ujar perempuan itu yang tidak lama kemudian disambut deru napas lembut, pertanda ia sudah tertidur.

Naruto hanya bisa memandang sekumpulan rambut gelap yang tersebar di atas dadanya. Tanpa sadar ia membelai helaian rambut itu. Dan ia pun menyambut rasa kantuk.

-x-x-x-x-x-x-

Naruto berada di hadapan sebuah kompleks apartemen. Ia berpakaian sangat rapi saat itu. Terbersit dipikirannya ingatan yang sangat familier. Kencan pertamanya dengan Hinata. Saat itu ia menunggunya. Tak lama kemudian seorang perempuan dibalut gaun ungu dengan motiv floral sederhana sedang menghampirinya. Untuk sesaat ia terkesima. Perempuan itu sangat cantik. Ia juga mengingat bahwa hari itu, tepatnya saat ini, ia juga terkesima.

"Hei," ujar perempuan itu "Maaf telat,"

Naruto yang masih terkesima sulit untuk menjawab, "Ya, tidak apa-apa," ujarnya terbata-bata.

"Jadi, makan malam?" tanya gadis itu ceria. Naruto pun mengangguk sangat mengetahui apa yang akan terjadi. "Tuntun, jalannya Tuan," ujar Hinata lagi.

"Oh, ya," ujar Naruto dan mereka pun jalan berdua menyusuri malam hari di Konoha.

-x-x-x-x-x-x-

Naruto kembali berada di kamarnya. Deru hujan membuatnya sangat mengantuk, tapi entah kenapa ia tidak tertidur. Naruto lalu bangkit. Mencoba mencari jawaban untuk menghentikan semua ini. Jika ini adalah guyonan dari Sasuke atau Kiba itu sungguh tidak lucu. Naruto lalu mengelilingi apartemennya dengan gelisah. Membongkar barang sana-sini, mencoba mencari jawaban yang tak kunjung ia dapat. Tiba-tiba ada suara ketukan lembut di pintu depan. Naruto melirik jam di dinding. Jam setengah tiga pagi. Siapa yang gila berani datang jam segini, pikrinya. Naruto menghampiri pintu dan membukanya. Sungguh kaget saat menemukan sosok yang ada dihadapannya.

"Hinata?" tanyanya. Ia sungguh basah kuyup dan terengah-engah. Seolah-olah ia berlari dari apartemennya ke sini.

"Maaf," ujar Hinata. Naruto tampak kebingungan. Hinata lalu kembali mengucapkannya.

Seakan-akan dibawa oleh arus memori Naruto tahu apa yang sedang terjadi. Saat ini ia sedang berada di detik-detik setelah pertengkaran mereka. Hinata datang ke apartemennya untuk meminta maaf. Setelah itu mereka terus bercerita sampai pagi. Seperti pertengkaran yang mereka alami siang tadi tidak pernah terjadi. Atau pertengkaran apapun yang terjadi pada mereka.

-x-x-x-x-x-x-

Mereka sedang berada di kamar Hinata. Melakukan apa yang biasa dilakukan oleh pasangan. Saat itu Hinata berada di atasnya. Bergerak mengikuti irama hanya mereka yang tahu. Peluh membasahi tubuh mereka. Naruto memegang pinggang Hinata. Menjaganya agar tidak jatuh. Dari tempatnya berbaring Hinata sangat cantik. Ia menunjukkan raut yang tidak akan ditujukkan pada orang lain. Naruto lalu meraih helaian rambut yang terurai, memegangnya lembut.

Ia tahu pada situasi yang sebenarnya mereka sudah tidak bersama lagi. Namun, saat ini, mereka berdua, kembali membawa perasaan-perasaan itu ke dada Naruto. Hinata lalu meraih rambutnya dan mengusapnya ke belakang. Menambah kesan liar dan seksi seakan dia terus bergerak di atas Naruto.

Sungguh ia merindukan ini. Merindukan kehangatannya. Merindukan tawanya. Merindukan Hinatanya. Tiba-tiba tanpa pikir panjang Naruto mengucapkannya. Kata-kata yang sudah lama ia lupakan.

"Aku mencintaimu," ujarnya.

Hinata yang sedari tadi bergerak tiba-tiba berhenti dan menatap Naruto dengan matanya yang indah. Sekali lagi Naruto seakan-akan tenggelam dalam diri Hinata. Ia lalu menunduk dan mengecup lembut bibir Naruto.

"Aku juga mencintaimu," ujarnya malu-malu.

Mendengar perkataan itu, Naruto lalu memeluk Hinata dan menciumnya dalam. Ia lalu mengganti posisi mereka dengan Naruto di atas.

'Aku mencintaimu,'

Kata-kata itu terus terdengar dari mulut mereka seraya mereka tenggelam dalam romansa cinta muda.

-x-x-x-x-x-x-

Naruto menemukan dirinya sedang berjalan di keramaian alun-alun Konoha. Ia melihat sekelilingnya kebingungan. Apa yang sedang terjadi? Mengapa sangat ramai? Ia melihat poster yang tertempel di tiang listrik berbunyu, 'Festival Panen Musim Panas' Ah tentu saja, pikir Naruto. Ia lalu melihat ke depan dan menemukan Hinata sudah jalan lebih jauh darinya. Ia pun berlari kecil menyusulnya.

"Mau beristirahat?" tanya Hinata singkat tanpa menatap dirinya.

"Baiklah,"

Mereka lalu berjalan menuju café yang sudah sering mereka datangi. Tempat itu tidak terlalu jauh dari posisi mereka tadi.

Hinata langsung duduk dan membaca buku menu tanpa menatapnya.

"Aku pesan the tawar," ujar Hinata singkat ke pelayan. Dengan sigap ia pun mencatat pesanan Hinata.

"Bagaimana denganmu tuan?"

Naruto yang tergagap lalu meminta pesanan yang sama.

Sebuah lagu tiba-tiba terputar dari stereo café. Naruto lalu tersenyum saat mendengarnya. Mereka selalu menjadikan lagu itu sebagai candaan karena liriknya yang konyol dan entah bagaimana orang-orang sangat menyukainya.

"Ride Me Like A Rodeo main," ujar Naruto.

Hinata hanya bisa memberikannya senyuman simpul yang tampak tidak tulus dan kemudian kembali fokus pada buku yang sedari tadi dibacanya.

-x-x-x-x-x-x-

Naruto sedang berada di apartemennya. Lebih tepatnya di dapur. Ia merasa sangat bingung. Ia berpindah tempat dengan sangat cepat. Dalam hatinya ia ingin hal ini cepat-cepat berakhir. Namun, pada sisi lain ia tidak mau ini selesai. Karena Hinata.

"Kau tidak apa-apa?" tanya seorang wanita.

Oh tidak, jangan memori ini. Pikir Naruto.

Seorang wanita berambut panjang lalu ikut masuk ke dapur "Mau ku bantu?" tanyanya sedikit menggoda.

Oh Tuhan, kumohon jangan ini, pikir Naruto lagi. Ia lalu dengan terburu-buru keluar dari dapur sedikit menyambar bahu perempuan itu. Naruto bergegas ke ruang tamu, mengumpulkan barang-barang wanita itu.

"Naruto ada apa? Kau terlihat aneh,"

"Kau harus pergi. Sekarang," ujar Naruto lalu menyerahkan barang wanita itu kepadanya.

"Apa?" tanya wanita itu kebingungan. Naruto lalu membuka pintu depan, meminta agar wanita itu paham apa maksudnya. Namun, hal yang dilakukan perempuan itu bukan sesuatu yang diharapkannya. Wanita itu lalu menjatuhkan barang-barangnya dan menghampiri Naruto. Ia menarik tangannya dan membiarkan pintu depan terbuka.

"Oh Naruto, kau tidak usah malu. Aku tahu kau akan segera putus dengan pacarmu itu, makanya kau sering datang kepadaku," ujar wanita itu menggoda dan mendorong Naruto jatuh ke atas sofa.

"Apa!? Tidak," bantah Naruto lalu menyingkirkan wanita itu cepat. Berusaha agar wanita itu segera pergi.

"Oh Naruto, tidak usah malu," ujarnya menggodan dan meraih leher Naruto dan menciumnya paksa. Naruto berusaha terbebas dari pelukan wanita itu dan berusaha segera mengusirnya. Namun terlambat, Hinata sudah ada di ambang pintu. Menyaksikan itu semua.

"Hinata," bisik Naruto.

"Berengsek," ujar Hinata dengan mata yang berkaca-kaca lalu berlalri.

"Hinata!" teriak Naruto mengejarnya, mengabaikan wanita yang tengah berada di apartemennya.

Naruto lalu menyusul Hinata yang sudah berlari menjauh dari gedung apartemennya. Naruto kemudia meraih lengannya dan menarik Hinata kepelukannya.

"Hinata dengarkan aku," mohonnya.

"Lepaskan aku, Naruto!" paksa Hinata sambil meronta.

"Tidak. Aku tidak ingin kehilangamu. Tidak lagi," akunya jujur. "Kumohon, Hinata," ujarnya dengan mata berair.

Hinata lalu menatapnya dalam dengan tatapan benci. Ia melihat matanya memerah karena menangis "Tidak Naruto, aku tidak ingin penjelasan. Aku tahu akhir-akhir ini kita menjauh dan aku berencana untuk mengembalikan 'kita' yang dulu. Tapi tampaknya aku salah. Kau tidak menginginkan hal yang sama," ujar Hinata lalu meronta lepas dari pelukan Naruto.

Hinata lalu kembali berlalri. Dan Naruto mengejarnya. Sialnya, ia kembali ditarik ke dalam ter hitam. Tidak mampu menyusul sosok yang menjauh itu.

-x-x-x-x-x-x-

Naruto tiba-tiba berada di kamar Hinata. Tidak terbalut sehelai kain pun. Yang ada hanya selimut putih tipis yang menutupi badannya. Di sampingnya Hinata yang baru saja terbangun menatapnya.

"Hai," ujarnya lembut disertai senyum malu-malu.

Naruto lalu memeluk Hinata dan mengcup setiap inci wajahnya.

"Naruto," ujar Hinata disambut tawa geli.

"Aku sungguh bersyukur kau di sini. Aku tidak ingin kehilangan dirimu," ujarnya lalu kembali memeluknya.

Dengan perlahan Hinata menjauhkan tubuh Naruto dan menatapnya dalam. "Aku selalu di sini," ujarnya.

Tiba-tiba selimut-selimut putih itu mengelilingi tubuh Hinata, perlahan-lahan menelannya.

"Hinata!" ujar Naruto panik sembari mengacak-acak tempat tidur. Berusaha mencari Hinata yang tiba-tiba menghilang.

Seperti yang sudah-sudah, Naruto kembali terisap dalam ter hitam.

-x-x-x-x-x-x-

Naruto tiba-tiba berada di sebuah bioskop. Dihadapannya disajikan film yang tiga tahun lalu ia saksikan bersama Hinata. Dan memang benar perempuan itu duduk disampingnya sambil mengunyah kacang berondong dengan tatapan terfokus pada layar. Hari itu ia sangat cantik, dengan rambutnya yang dikuncir kuda dan jaket jeans. Naruto lalu meraih tangan Hinata membawanya keluar gedung bioskop.

"Naruto, ada apa?" tanya Hinata kebingungan. Naruto tidak menggubrisnya dan terus membawa Hinata ke tempat yang aman. Entah di mana itu. Tapi ia tidak ingin kembali kehilangannya.

"Maukah kau menajwab apa yang sedang terjadi,"

Naruto lalu menghentikan langkahnya dan menatap Hinata lekat-lekat. "Aku tidak bisa kehilanganmu lagi," ujarnya.

Hinata lalu tersenyum "Kau tidak akan kehilangan aku, Naruto," ujarnya

"Bagaimana kau tahu itu? Suatu saat kita akan berpisah dan aku tidak menginkan itu. Aku selalu mencarimu Hinata, aku ingin memulai kembali apa yang kita miliki. Mungkin aku jarang mengatakannya tapi aku benar-benar mencintaimu. Aku tidak bisa kehilangan kau lagi," tuturnya dengan napas memburu.

Hinata lalu mengusap lembut pipi Naruto. Ia kemudian berbisik di telinganya.

"Jika kita memang berpisah, kau tahu di mana menemukanku," ujarnya lembut. Hinata kemudia menatap Naruto dalam. Perlahan-lahan sekeliling Naruto menghilang. Hinata pun semakin menjauh. Naruto lalu berlari mengejarnya. Namun, naas. Ia tidak bisa meraihnya. Ia kembali ke dalam ruang hampa. Hanya ada dia dan kegelapan. Saat itu Naruto memejamkan matanya.

-x-x-x-x-x-x-

Naruto kembali terbangun. Kali ini sendirian. Di kamar tidurnya. Ia kemudia melirik jam dan melihat pukul setengah tujuh. Ditatapnya keadaan sekitar yang berantakan. Sepertinya ia kembali ke waktunya sendiri. Hanya ada cara untuk mencari tahu. Naruto lalu meraih ponselnya dan melihat tanggal. 15 Februari. Tepat, ia berada di masa yang seharusnya. Ia kemudian mengusap wajahnya mengingat apa yang baru saja terjadi. Apakah itu tadi hanya mimpi? Semua seperti kenyataan baginya. Ia kemudian teringat pada Hinata. Dengan terburu-buru Naruto meraih jaket dan jeansnya tidak ingat bahwa ia perlu mandi. Rasa pening di kepalanya terlupakan seraya ia berlari ke pintu depan.

Ia kemudian menyetop taksi dan memintanya untuk membawanya ke stasiun kereta. Sesampainya di sana ia segera memesan tiket ke Suna. Dengan terburu-buru ia menaiki kereta yang memakan waktu perjalanan 30 menit itu. Naruto tidak bisa tenang. Jantungnya berdegup dengan kencang. Sangat kencang. Ia merasa di ujung tanduk. Tidak percaya ia melakukan ini. Setelah tiga tahun memutuskan untuk tidak menemui Hinata dengan alasan ia sudah memiliki kekasih baru. Namun sekarang, masa bodoh dengan kekasih itu. Ia ingin Hinata. Ia ingin kembali memiliki apa yang mereka pernah punya. Jika ia ditolak maka tidak mengapa, setidaknya ia sudah berusaha. Setelah apa yang ia alami tadi ia tahu bahwa saat ini ia harus menemui Hinata.

Perasaan gugup itu membuat perjalanan tidak terasa. Dengan terburu-buru Naruto keluar dari stasiun dan memesan taksi. Memberikannya instruksi alamat. Saat ini ia menuju ke rumah miliki ibu Hinata. Ia tahu Hinata sangat menyukai tempat itu dan jika Hinata tiba-tiba menghilang ia pasti di sana. Lagipula setelah 6 bulan terus memeriksa laman facebook mantan kekasihnya itu, tentu saja ia pasti tahu. Taksi pun berhenti di depan sebuah rumah sederhana yang dipenuhi bunga. Naruto lalu mengetuk pintunya dengan tidak sabar. Berharap orang yang tepat membuka pintu.

Seakan Tuhan mendengar doanya, Hinata yang membuka pintu.

"Naruto?" tanyanya kebingungan.

Naruto hanya bisa menatapnya. Ia semakin cantik dengan rambut pendek. Ia tidak bisa berkata-kata.

"Apa yang kau lakukan di sini? Apakah kau sakit? Kau kelihatan pucat dan berkeringat," tutur Hinata sambil melipat tangan.

"Aku ingin bicara, Hinata," ujar Naruto.

"Baiklah, bicara tentang apa?"

"Tentang kita," ujar Naruto akhirnya, menatap Hinata penuh harap.

Tidak ada jawaban dari Hinata. Ia hanya menatapnya lurus lalu mengalihkan pandangan ke kakinya. Hinata lalu menarik napas panjang dan menatapnya lekat-lekat.

"Okay, let's talk."

FIN

Yuhuu, sekarang aku buat seri yang isinya one shot semua, hehehe.

Jadi, pada cerita ini Naruto memang kecelakaan, ia ditabrak mobil. Jadi saat ia tidak sadar semua kenangan tentang ia dan Hinata yang terkubur di alam bawah sadarnya perlahan-lahan muncul. Dan entah ada sihir dari mana, Naruto mendapat kesempatan kedua – saat ia kembali terbangun di kamarnya- dan melakukan apa yang ia harus lakukan, yaitu memperbaiki hubungannya dengan Hinata yang pernah terputus. Di cerita ini juga bisa dilihat bagaimana Naruto mencoba untuk melupakan hal itu, tapi saat dihadapkan kembali dengan kenangan bahagia bersama Hinata ia menemukan jawaban yang selalu ditolaknya, yaitu memperbaiki hubungan yang tadi aku bilang.

Saat menulis cerita ini aku terus-terusan mendengar "Let Down" dari Radiohead dan gara-gara lagu itu aku jadi kepikiran buat nulis cerita ini (soalnya melodi dari lagu itu baper banget )

Anyway, semoga teman-teman menyukai cerita ini. Jangan lupa review, kalau tidak review tidak akan diberi tahu akhir dari cerita ini (hehehe canda deng)

Jangan lupa enjoy and once again review.

XOXO