Vocaloid © Crypton Future Media and Yamaha Corp
Warning : OoC (demi plot#maksa), AU, beritahu saya bila ada typo.
oOo
-Prolog: Introducing-
oOo
Rouro Yuuma, sang ketua kelas yang dipilih karena paling tinggi di kelas. Jarang bicara dan terkesan hidup di dunianya sendiri. Wakilnya, Ia Aria. Namanya lebih sering ditulis IA saja oleh yang lain. Sifatnya yang terlihat jelas: kasar. Sifatnya yang tak terlihat jelas: sejujurnya pemalu. Ya, IA adalah seorang tsundere. Sweet Ann dan Kim SeeU, keduanya adalah sekretaris kelas dan sama-sama murid pindahan. Satu dari daratan Eropa dan satu dari tanah gingseng. Bendahara? Berwajah paling suram dan gloomy, perkenalkan, Honne Dell selaku bendahara satu-satunya kelas.
Selanjutnya, ada duo berisik, Kagamine Len dan Hibiki Lui. Si penengah kita, Akita Yohio yang merupakan saudara jauh Akita Neru, kelas XI-D. Lalu Himekaga Rin dan Suzune Ring yang mengaku rival, tapi lengketnya melebihi spongebob dan patrick. Ups! Yang tadi disclaimer-nya juga bukan milik saya, ya?
Kemudian, Megurine Luka, sang primadona sekolah yang bersikeras tidak mau berpacaran sebelum berhasil menggapai cita-citanya menjadi dokter spesialis anak. Ada juga si tukang tidur, Utatane Piko dan kedua teman sejak kecilnya, Kasane Ted yang bijak dan karena ia berkacamata sering disebut sebagai anak Kiyoteru-sensei, wali kelas mereka. Juga Megpoid Gumiya yang pernah difitnah memiliki kelainan incest di masa lalunya.
Lalu, ada Shion Kaito yang dinobatkan sebagai murid kehormatan. Ia adalah murid paling pintar dan penerima beasiswa penuh dari tahun ke tahun. Kamui Gakupo dari klub kendo adalah seksi keamanan kelas. Harapan guru, sih, dengan bakat berpedangnya, Gakupo akan membuat para murid nakal ketar-ketir. Kenyataannya Gakupo malah mengetuai para pentolan sekolah untuk lebih sering melanggar peraturan. Namanya ketika sudah lewat jam sekolah adalah Gackt.
Ada pula Namine Ritsu yang merupakan gadis kaya raya dan selalu bersikap bak ratu. Leonardo Leon, seorang blasteran berdarah Inggris dan Jepang. Lalu Albert Michele, yang karena tubuh besar juga berototnya sering dipanggil Big Al. Dan pada akhirnya, ada Hatsune Miku yang selalu dicecar masalah remidi oleh guru karena kapasitas otaknya yang di bawah rata-rata.
Dari sini, cerita dinyatakan dimulai!
..
oOo
..
Sekeliling mereka masih sibuk berbisik-bisik. Beberapa siswi, wajahnya dipenuhi semburat merah muda. Beberapa lagi, meremas tangannya sendiri. Berbeda dengan para siswa yang memilih bersikap acuh tak acuh, padahal diam-diam menyimpan rasa penasaran jua akan apa yang selanjutnya terjadi.
Miku yang jadi objek tontonan sedari tadi, memilih menundukkan kepala dan meremas ujung baju seragamnya. Dadanya panas, wajahnya panas, seluruh anggota tubuhnya panas, sedang nadinya bergejolak. Ia menggigit bibir bawahnya, pertanda bahwa gadis berkuncir twintail itu tengah gelisah. Sulit untuk dilihat karena ia menunduk dan poni ratanya menutupi seluruh wajahnya. Namun Mikou yang berdiri satu meter di hadapannya tahu akan hal tersebut.
"Kau tidak perlu menjawabnya sekarang." Mikou menggaruk tengkuknya dengan canggung. Bibirnya melengkungkan sebuah senyuman. Meski begitu, matanya memandang lantai dengan nanar. Hal yang cukup langka dilakukan oleh seorang mantan ketua OSIS yang terkenal tegas sepertinya. "Aku akan menunggu."
Ucapan Mikou seolah menyalurkan rasa bimbang pada hati seluruh orang. Hembusan napas beratnya berinteferensi dengan suara desahan kecewa dari para siswi yang memang selalu menyampaikan perasaan dengan jujur. Sekali lagi, berbeda dengan para siswa yang memilih berlalu dari sana dengan tampang cuek, padahal dalam hati ikut menguarkan rasa kecewa.
Mikou sudah berbalik dan bersiap kembali ke kelasnya saat lengannya dicekal oleh tangan kecil milik Miku. Suhu hangat dari telapak tangan itu membawa kecemasan dalam diri lelaki yang baru saja merayakan sweet seventeen-nya minggu lalu. Penasaran, ia berbalik dan menatap Miku. Gadis itu tidak lagi menunduk.
"A-aku…" suara Miku bergetar. Ia kembali menyembunyikan iris sewarna batu permata pirus dengan poninya—menunduk dalam. "…mau jadi pacar Mikou-nii."
Koridor kelas XII tersebut mendadak hening. Para siswa yang berbalik, para siswi yang telah diselimuti perasaan kecewa, dan Mikou sendiri—semuanya bungkam. Mereka masih memerlukan waktu untuk merespon ucapan Miku yang terlampau sederhana. Lewat sepuluh detik kemudian, barulah sorakan para siswa dan siswi terdengar kompak dan keras.
"SELAMAT, MIKOU! KAMI TUNGGU TRAKTIRANNYA!"
oOo
BAGIAN SATU
-Get A Date and Biology's Task-
oOo
Suara bel masuk menggema di tiap sudut sekolah. Miku berlari sambil menutupi wajah menuju kelasnya yang ada di lantai dua. Ia masih merasa malu. Terlebih ketika beberapa siswi yang berjalan berlawanan arah dengannya menatapnya dengan kerlingan mata jahil.
Begitu tiba di kelas, ia langsung dihujani ribuan kertas berukuran kecil dan berwarna-warni. Confetti. Dan untuk lebih memeriahkannya, sorakan riang terdengar.
"SELAMAT, MIKU!"
Hanya dua orang yang melakukan kejutan kecil tersebut. Namun volume teriakannya mampu menandingi teriakan di koridor kelas XII saat Mikou menyatakan perasaan padanya. Darah Miku serasa mendidih. Panas. Wajahnya merah luar biasa. Ia bisa saja pingsan seandainya tidak mendengar suara berat dan malas dari belakang tengkuknya. Hiyama Kiyoteru, wali kelas mereka sudah datang!
"Apa-apaan kalian ini? Setelah pelajaranku selesai yang piket langsung bersihkan lantai." perintahnya ogah-ogahan. "Nee, Hatsune-san bisa kau segera duduk di bangkumu? Kau menghalangi pintu masuk."
Suara tawa yang ditahan terdengar. Miku harus menahan malu—lagi—dan berjalan menuju mejanya yang ada di barisan kedua dihitung dari pintu masuk. Mejanya tepat ada di belakang sang ketua kelas, Rouro Yuuma, yang ketika Kiyoteru tiba di meja guru langsung mengomando seisi kelasnya untuk memberi hormat pada sang Sensei.
Selesai dengan ritual sebelum memulai pelajaran tersebut, Kiyoteru membuka buku paduan mengajarnya dan bertanya, "Sampai di mana pelajaran kita minggu lalu?"
Len dan Lui yang duduk di meja pertama dan kedua barisan dekat pintu mengangkat tangannya dengan semangat. "Sistem ekskresi, Sensei!" teriak mereka bersamaan. Berikutnya mereka saling menatap dan marah-marah tidak jelas.
"Aku duluan yang tadi menjawab, Lui!"
"Aku duluan, Len!"
Dan selalu Yohio yang duduk di belakang mereka berdua yang menjadi pihak penengah. "Kalian menjawab bersamaan, Shota."
"Aku tidak shota!"/"Siapa yang kausebut shota?!"
Keduanya bicara kompak walau dalam kalimat yang berbeda. Setelah mendapat anggukan kepala mengalah dari Yohio, keduanya kembali perang pelototan.
"Terserahlah," gumam Kiyoteru, lebih kepada dirinya sendiri. Melihat Len dan Lui bertengkar sudah menjadi hal biasa baginya. Jadi jangan salahkan Kiyoteru bila ia tidak menengahi pertengkaran duo murid berwajah imut itu. Kiyoteru lebih memilih bertopang dagu dan melihat bab mengenai sistem ekskresi daripada mengurusi mereka.
Iseng, ia membuka bab selanjutnya. Tiba-tiba, sikap tubuhnya berubah tegap. Wajahnya jadi lebih sumringah. Auranya penuh semangat seperti robot yang dipasang baterai baru, seolah ia adalah seorang pengembara yang tersesat di gurun dan menemukan oase yang masih hijau dan segar. Hal ini sedikit banyak memancing rasa heran di benak peserta didiknya.
"Baiklah," ujarnya riang. "Buka buku kalian ke halaman 134. Kita memasuki bab baru yang merupakan pelajaran favoritku! Sistem reproduksi!"
Mendengarnya, Piko yang nyaris tertidur di bangku kedua dari belakang langsung menegakkan bahu. Dahinya mengernyit. Ia tak yakin dengan pendengarannya. Apa ada yang bisa mengulangi ucapan Kiyoteru untuknya?
"Kau kenapa Piko?" tanya Ted, khawatir, di sebelah kanannya.
Piko menggeleng kaku. "Tidak. Tidak apa-apa."
"Yes!" Leon tanpa sadar bersorak sambil berdiri dari bangkunya di belakang sekali dari barisan kedua dihitung dari dekat pintu. Tangannya terkepal di depan dada. Ia langsung duduk kembali saat menyadari seluruh siswi di kelas tengah memandangnya dengan jijik. Gumiya yang duduk di meja sebelah kanannya hanya bisa menggelengkan kepala. Tidak habis pikir dengan kebodohan Leon (juga kemesumannya).
"Sebelum membahas lebih jauh mengenai bab ini, aku akan membagi kalian menjadi beberapa kelompok untuk membuat presentasi di setiap pertemuan," ujar Kiyoteru. Ia melihat denah kelas dan mengernyit. "Kalian sudah sering kubagi kelompok berdasarkan denah tempat duduk, jadi kali ini aku akan membagi kalian berdasarkan absen."
Ucapan Kiyoteru membuat Suzune Ring yang duduk di bangku paling depan dari barisan dekat jendela melompat gembira. Ia tahu, bila pembagian kelompok didasarkan pada nomor absen, ia pasti akan berkelompok dengan sang primadona kelas, Shion Kaito yang ada di atas namanya. Setelah melewati satu semester tanpa bisa melihat Kaito di kelas karena selalu ketutupan Al yang duduk secara diagonal di antara ia dan Kaito, akhirnya kini ia memiliki kesempatan!
Setali tiga uang dengan Himekaga Rin yang selama ini kesulitan mencuri pandang ke arah Kaito karena selalu ketutupan Honne Dell, si suram yang langsung mendelik tajam bila dilirik sedikit saja, di sisi kanannya. Rin pun berteriak gembira karena bila pengelompokan berdasarkan absen disusun atas-bawah secara berurut, maka namanya yang ada di nomor 5 dari atas bisa berkelompok dengan Kaito yang namanya ada di nomor 5 dari bawah. Oh, Rin jadi ingin memeluk Kiyoteru sebagai ucapan terima kasih bila nanti ia benar-benar sekelompok dengan Kaito. Juga pada SeeU dan Sweet Ann yang absennya berada di bawah sekali karena mereka murid pindahan.
Berbeda dengan Ring dan Rin, Gakupo yang ada di pojok kelas malah mati lemas di bangkunya. Biasanya, bila pembagian kelompok didasarkan pada denah kelas maka ia akan sekelompok dengan wanita karena dalam barisannya hanya ia seorang yang laki-laki. Namun bila pembagian kelompok bersadarkan pada absen, maka habislah ia. Namanya dihimpit oleh laki-laki. Sebelum namanya ada Kagamine Len. Dan setelah namanya ada Kasane Ted. That's unbelievable!
IA yang duduk di depan mengangkat tangannya. "Sensei, pembagian kelompoknya diacak saja!" usulnya. Ia tahu, jika pembagian kelompok berdasarkan absen maka ia berpotensi sangat besar sekelompok dengan si suram, Honne Dell. Atau si cebol berisik, Kagamine Len. Ogah banget, deh! Diam-diam, ia melirik pada Yuuma yang duduk di meja di sebelahnya dengan pandangan berharap. Namun ketika Yuuma yang sadar menatap balik, IA malah mengubah tatapannya menjadi sebuah deathglare yang membuat Yuuma membatu kebingungan. Dasar tsundere!
Kiyoteru menggaruk kepalanya. "Baiklah kalau begitu," ujarnya setelah berpikir masak-masak. "Sweet Ann," panggilnya pada sekretaris kelas. Gadis bersurai pirang ponytail yang duduk di bangku kedua dari depan di barisan dekat jendela langsung berdiri. "Tolong buat nomor dari satu sampai sepuluh dua rangkap di kertas kecil lalu gulung. Rin, Ring, dan Ritsu, tolong bantu Sweet Ann. Sementara itu, Shiyuu (maksudnya SeeU), nanti catat seluruh nama tiap orang dan nomor yang dipegangnya."
Lima siswi yang namanya disebut oleh Kiyoteru langsung menjawab kompak, "Baik, Sensei!" Sedang SeeU yang menjabat sebagai wakil sekretaris di kelas langsung berdiri dan mendekati Sweet Ann tanpa banyak bicara.
Sepuluh menit kemudian Sweet Ann mulai membagikan kertas sementara SeeU mencatat nama tiap orang beserta nomor yang dipegangnya. Proses ini tidak benar-benar bersih. Terbukti dengan IA yang menyogok SeeU dengan berkata, "Tak perlu kauhiraukan nomor yang kupegang. Pokoknya pasangkan aku dengan Yuuma. Sebagai imbalannya kubantu kau mendekati Yohio." Dan SeeU benar-benar melakukannya. Setelah semua selesai, ia memberikan catatannya pada Kiyoteru dan duduk kembali di bangku.
Kiyoteru membaca apa yang ditulis SeeU sambil menggosok telunjuk di bawah dagunya. Senyumnya terkembang. "Yah, setidaknya ini cukup sesuai dengan apa yang aku harapkan," ujarnya. Ia lalu berdiri dari kursi dan membacakan dengan nyaring apa yang tertulis di buku.
"Kelompok 1, Utatane Piko dan Namine Ritsu."
Piko kembali menegakkan tubuhnya. Ted bertanya, "Kau kenapa lagi, Piko?"
Seperti sebelumnya, ia menggelengkan kepala. Namun detik berikutnya ia menolehkan kepala ke arah Ritsu yang juga syok. Tatapannya menyiratkan perasaan tidak percaya. "Berpasangan dengan bangsawan sombong dan kekanakan itu? Mendokusai," desahnya lirih.
"Kelompok 2, Megpoid Gumiya dan Kasane Ted. Kelompok 3, Leonardo Leon dan Honne Dell."
Leon melotot tak percaya "Ha?!" Inner-nya menjerit, "TIDAK MUNGKIN!"
"Kelompok 4, Kamui Gakupo dan Megurine Luka."
Gakupo keluar dari bangkunya lalu melakukan gerakan bersujud. "Terima kasih, Tuhan!" ucapnya tulus. Ia tidak jadi berpasangan dengan laki-laki.
"Kelompok 5, Hibiki Lui dan Suzune Ring." Di sini, Len tertawa terbahak-bahak. Suaranya berinteferensi dengan Rin yang menertawakan Ring begitu keras.
"Kelompok 6, Albert Michele dan Sweet Ann."
Satu kedipan mata nakal diterima oleh Sweet Ann. Pengirimnya adalah si narsis yang kemudian mendapat lemparan buku dari yang bersangkutan.
"Kelompok 7, Kagamine Len dan Himekaga Rin." Benar-benar! Sekarang Lui yang menertawakan Len. Dibarengi pula oleh Ring yang menertawakan Rin.
Rin menggeram lirih. Seandainya Sweet Ann yang duduk di antara mereka berdua tidak bertanya, "Siapa orang yang beruntung sekelompok dengan Kaito, ya?" mungkin meja Ring sudah rusak karena digebrak oleh Rin yang merupakan atlet karate nomor 1 di sekolah.
"Kelompok 8, Akita Yohio dan Kim Shiyuu (tentu saja maksudnya masih SeeU)."
Ring dan Rin meletakkan jemarinya di bibir bawahnya. Mereka kompak walau sering terlihat tidak akur. "Benar juga," gumam Ring. Rin melanjutkan, "Yang sekelompok dengan Kaito siapa?"
"Kelompok 9, Rouro Yuuma dan Ia Aria. Dan kelompok terakhir," Ring dan Rin yang tidak mendengarkan Kiyoteru dari awal langsung menajamkan telinga. Mereka nyaris berhenti bernapas untuk mencapai konsentrasi maksimal. "Shion Kaito dan Hatsune Miku."
..
oOo
..
Miku duduk di bangkunya dengan gelisah. Ada sesuatu yang ingin ia tanyakan pada Kaito namun ia bahkan kesulitan menatap wajah pemuda itu. Sekalipun sekelas, Miku nyaris tidak pernah menyapanya. Sekalipun duduk di depannya, Miku tidak pernah mengajaknya bicara. Bila ada sesuatu yang ingin ia tanyakan, maka ia akan bertanya pada Lui atau Al yang duduk di sebelah kanan dan kirinya. Bila yang ingin ia tanyakan berhubungan dengan pelajaran, maka ia akan bertanya pada Yuuma, sang ketua kelas. Dalam daftarnya, Kaito tidak pernah ada.
Alasannya ada dua. Pertama, Himekaga Rin. Dan kedua, Suzune Ring. Kedua makhluk ber-gender perempuan itu seakan siap menguliti Miku kapan saja bila Miku menoleh ke belakang. Bahkan di hari pertama saat penentuan tempat duduk, Miku seakan dibakar oleh tatapan berapi-api keduanya yang merupakan anggota klub fans Kaito.
Bel sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Kelas nyaris kosong. Ia tahu kesempatannya bertanya tidak banyak. Esok hari, mungkin tidak akan sempat lagi.
Miku menarik napas dalam-dalam lalu berdiri dan berbalik. Namun semua gerakannya menjadi sia-sia saat ia melihat Kaito sudah tidak ada di bangkunya. Kelihatannya, Miku terlalu lama berpikir.
Suara berat khas pria dari luar kelas membuat Miku melupakan segalanya. Mikou berdiri di ambang pintu dengan kedua tangan terlipat di bawah dada. Wajahnya menebarkan senyum. Kelembutan tercermin jelas dalam matanya yang fokus menatap Miku.
"Kau lama sekali keluar dari kelas. Kukira terjadi sesuatu padamu."
Miku menggeleng. "Ma-maaf membuat Mikou-nii khawatir," ujarnya. Lalu berjalan mendekati Mikou dan meraih tangannya. "Ayo pulang."
Mikou awalnya menerima genggaman tangan Miku. Namun menyadari bagaimana Miku melakukan hal tersebut tanpa mengingat status di antara mereka membuat rahang Mikou mengeras. Ia memejamkan matanya yang sewarna dengan Miku, pertanda bahwa hubungan darah keduanya tidak terlalu jauh. Setelah emosinya mereda, ia menepis tangan Miku selembut yang ia bisa.
"Lho, Mikou-nii? Ada apa?" Nada bingung itu membuat Mikou menarik napas dengan begitu pasrah.
"Berhentilah memanggilku dengan embel-embel "nii". Kau tahu aku sekarang bukan sekadar kakak(sepupu)mu lagi. Aku kekasihmu."
Pipi Miku merona. Tentu ia tahu. Hanya saja, ia… bagaimana mengatakannya, ya?
"Sudahlah. Ayo kita pulang." Genggaman tangan Mikou pada tangan kecil Miku adalah finalnya. Dan hal itu membuat Miku jadi merasa canggung sekaligus resah. Ia ingin melepas genggaman tersebut, namun ia tidak menemukan alasan yang benar.
Tepat saat ia tengah gelisah, sesosok pria bersurai sewarna laut dalam melintas di sampingnya. Itu Kaito. Dan pria itu kini berbelok ke kanan. Ada dua tempat yang mungkin dituju oleh pria itu. Yang pertama adalah UKS, dan yang kedua adalah perpustakaan.
Miku melepaskan tangan Mikou dan segera melangkah lebih cepat. Ia tahu ini mungkin akan menyakitkan bagi Mikou, namun ia belum siap untuk hal semacam ini. Dan sekarang adalah satu-satunya kesempatan.
"Maaf, kak. Aku ingin menemui Shion-san sebentar." Lalu ia berlari menuju ke arah yang dituju oleh Kaito.
Bagaimana dengan Mikou?
Setelah berdecak, Mikou memutuskan untuk menyusul Miku dengan langkah yang lebih pelan.
..
oOo
..
"Shi… hosh!.. hosh!... on…-san…."
Suara lembut seorang perempuan terdengar dari belakang. Sedikit abstrak memang, namun Kaito tahu suara itu tengah berjuang mati-matian untuk menyebut nama marganya. Ia hampir sampai ke ruangan yang berisi berbagai informasi dari seluruh dunia. Namun dengan cukup bijak, ia memilih berhenti berlari. Ia menoleh ke belakang dan menemukan Miku yang nyaris ambruk.
"A…khirnya…" Miku ikut berhenti berlari dan memegangi lututnya yang lemas. "…kau… berhenti… juga."
Alis Kaito berpaut heran. "Kau kenapa?"
Pertanyaan bodoh. Miku kira Kaito benar-benar pintar. "A… aku mengejarmu. Kau…" ia berhenti sejenak untuk mengambil napas. "…cepat sekali larinya."
Heran, Kaito bertanya lagi, "Memang kenapa kau mengejarku?"
Miku tertegun. Kalimat Kaito itu benar-benar ambigu. Dan otak Miku yang memang lebih nyambung bila berbicara mengenai perasaan langsung menerjemahkan kalimat Kaito pada hal yang lebih sensitif. "A-aku… bukan seperti itu." Ia melambaikan kedua tangan di depan wajahnya dengan cepat.
Kaito makin kebingungan. Alisnya berpaut dan dahinya mengerut. Tingkahnya membuat Miku sadar bahwa ia telah salah mengerti. Karena malu, Miku menutupi wajahnya yang sudah merona dan berkata, "Aku mau menanyakan tugas biologi tadi padamu."
"Oh," gumam Kaito. "Nanti akan kukerjakan."
"Ano…"
"Hm, kenapa?"
"Ki-kita mau mengerjakannya kapan dan di mana?"
Suasana berubah hening. Kaito menaikkan sebelah alisnya pada Miku. Sadar bahwa Kaito mungkin tidak terlalu mengerti dengan maksudnya, ia menjelaskan, "I-ini 'kan kerja kelompok. Jadi, mau mengerjakannya bersama-sama kapan?"
Kaito terlihat tengah memikirkan sesuatu dalam kepalanya. Ia menimbang. Sudah bukan rahasia lagi bila Miku lambat dalam pelajaran. Jadi daripada mengganggunya dengan bertanya ini-itu yang tidak perlu, Kaito memutuskan Miku tak perlu ikut.
"Aku akan mengerjakannya sendiri."
Setelah mengatakannya, Kaito berniat kembali berlari menuju perpustakaan.
"Eh? Kok…" protes Miku tak sampai terucap.
Pria yang tengah terburu dengan wajah yang diciptakan dengan begitu sempurna itu menyelanya dengan sadis. "Kau itu hanya akan menggangguku. Jadi aku akan mengerjakannya sendiri. Tenang, namamu tetap akan kutulis dalam makalah nanti."
Miku menundukkan kepala. Ia mencicit sedih. "Bukan itu masalahnya."
Miku, 'kan hanya ingin membantu.
..
oOo
..
Hiyama Kiyoteru saat ini tengah memeriksa kembali ulangan yang dikumpul para peserta didiknya sejak satu bulan yang lalu. Kiyoteru bukan guru yang malas. Namun berkat tugas dinas yang diberikan padanya, ulangan para murid terpaksa harus terbengkalai dulu.
Sampai di lembar keempat, seorang guru wanita bersurai perak panjang duduk di atas mejanya. Rok sepuluh senti di atas lutut milik wanita tersebut menggoda mata Kiyoteru hingga sang guru lupa pada kertas ulangan para muridnya lagi.
"Sedang sibuk, hm?"
Kiyoteru memaksakan matanya untuk berhenti menatap paha yang tersaji di atas mejanya dan berpindah pada wajah sayu milik wanita tersebut. "Tidak juga. Ada apa,Yowane-san?"
Yowane Haku, guru mata pelajaran matematika kelas XII memasang sebuah senyuman. "Hanya ingin menyapa."
"He? Benarkah? Aku tersanjung wanita cantik sepertimu repot-repot kemari hanya untuk menyapaku." goda Kiyoteru.
Yowane Haku terkekeh. Ia kemudian berdiri dan menarik kursi dari meja seberang lalu duduk di sana. "Kudengar dari Dell, kau memberi tugas berkelompok ke kelas mereka. Apa itu benar?"
Kiyoteru menaikkan kacamatanya. "Kau benar."
"Pasti ada alasannya, 'kan? Boleh aku tahu?"
Ada desahan napas sebelum Kiyoteru dapat menjawab dengan nada yang tenang. "Kau tahu, kelasku kali ini cukup unik. Setiap siswa memiliki kemampuannya masing-masing. Meski begitu, lima bulan aku mengajar mereka, aku merasa masih ada yang kurang dari mereka. Semacam…." Kiyoteru terlihat sedang mencari kata yang pas untuk merampungkan kalimatnya. "…ketidakkompakan."
"Oh. Lalu?"
"Yang mereka butuhkan adalah rasa solidaritas. Karena itu aku memberi mereka sebuah tugas kelompok."
Yowane Haku menganggukkan kepalanya, pertanda mengerti. "Cukup bijak," pujinya. Ia kemudian berdiri dan berjalan menuju mejanya untuk mengambil tas. Sadar bahwa Yowane Haku berniat untuk pulang, Kiyoteru memanggilnya.
"Anoo, Yowane-san!"
Yowane Haku menoleh ke belakang dengan pelan. Membuat rambut peraknya ikut bergoyang dan itu memabukkan bagi Kiyoteru. "Nani?"
"Apa malam ini kau sibuk? Aku tidak sengaja memesan dua tiket bioskop malam ini."
Rasa geli menggelitik Yowane Haku. Pria dewasa di hadapannya tidak cukup lihai dalam menggoda dan berbohong rupanya.
"Sayang sekali, aku harus menyiapkan soal ulangan untuk besok."
Patah hatilah, Kiyoteru.
..
oOo
..
Oke. Sampai di sini saja dulu.
A/N: Sorry banget, Kaito. Dalam cerita ini, kamu saya buat miskin. Eits, nggak boleh marah. Author menguasai jalannya cerita. Kamu nggak bisa apa-apa. Tapi tenang, sebagai kompensasinya, kamu saya bikin jenius. (Kaito: love you, Rin-san#Rin dihajar rame-rame)
Oh iya, dari pendeskripsian pada cerita di atas, ada yang bisa menggambarkan bagaimana denah kelas Miku dkk? Kalau tidak, berarti saya gagal#pundung.
